Kelas: B
Mata Kuliah: Penddikan Kewarganegaraan
Dosen pengampu: Dr. M. Mona Adha, M.Pd
Demokrasi juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang meliputi persaingan
efektif diantara partai-partai politik untuk memperebutkan posisi kekuasaan. Dalam
demokrasi ada pemilihan umum yang teratur dan jurdil yang didalamnya semua
anggota masyarakat dapat mengambil bagian. Hak-hak partisipasi demokrasi ini
berjalan seiring dengan kebebasan warga negara (civil liberties) kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan berdiskusi, beserta kebebasan untuk membentuk dan
bergabung dengan kelompok atau asosiasi politik (Giddens: 2001).
3. Kekuasaan Mayoritas
Dalam suatu negara demokrasi, pihak mayoritas memiliki kekuasaan lebih, apalagi
pada negara yang beragam, baik dari suku, agama, atau ras. Hal ini juga berlaku
pada pengambilan keputusan dan kebijakan. Jika cara mufakat tidak bisa diraih,
maka pengambilan keputusan lewat suara terbanyak atau mayoritas akan digunakan.
Cara pemungutan suara juga digunakan untuk pemilihan kepala negara dan kepala
daerah.
4. Hak-Hak Minoritas
Meski mayoritas memiliki kuasa lebih, namun pada prinsipnya hak-hak minoritas
juga harus tetap dijaga, dihormati, dan juga dilindungi. Kelompok minoritas bisa
diidentifikasikan dari suku, ras, agama, golongan, atau bahkan pilihan
politiknya.Walau menjadi minoritas dalam suatu negara, bukan berarti mereka tidak
memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara dibandingkan dengan
pihak mayoritasnya.
Mereka mengumpulkan semua orang yang merupakan warga negara di satu area.
Tetapi tidak termasuk budak, wanita, orang asing dan anak-anak yang tidak
mempunyai hak pilih.
Majelis akan berbicara tentang jenis hukum apa yang diinginkan dan dipilih oleh
warga negara. Dewan akan menyarankan undang-undang. Semua warga negara
diizinkan di Majelis.
Dewan dipilih dengan undian. Para peserta di Dewan akan berubah setiap tahun dan
jumlah orang di Dewan paling banyak adalah 500 orang
Demokrasi parlementer ini dimulai ketika Indonesia resmi menjadi negara yang
merdeka hingga berakhir di tahun 1959. Demokrasi parlementer adalah sistem
demokrasi yang menempatkan parlemen sebagai bagian fundamental di
pemerintahan.
akan tetapi, Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan
diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 dan
1950 ternyata kurang cocok untuk Indonesia, sebabnya iyalah
1) Sistem multi partai
2) Sikap mental partai yang belum demokratis
3) Tidak ditemukan partai dominan, sehingga koalisi menjadi rapuh , meskipun
berjalan secara dan
memuaskan dalam beberapa negara Asia lain.
Pada masa ini pula digelar Pemilu pertama pada 1955. Pemilu 1955 mendapat
pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti
oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon
perorangan.
hal yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara
sehat.
2. Demokrasi Terpimpin (1959 - 1965)
Setelah peristiwa G30S PKI terjadi di tahun 1965, terjadi pergantian pemimpin dari
Soekarno menuju Soeharto. Era orde baru ini juga dikenal dengan istilah Demokrasi
Pancasila yang menjadikan Pancasila sebagai landasan demokrasi.
Akan tetapi, rezim yang berkuasa selama 32 tahun juga dihantui dengan beberapa
penyimpangan, seperti:
· Kekuasaan kehakiman (Yudikatif) yang tidak mandiri karena para hakim adalah
anggota PNS Departemen kehakiman
· Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat
Berakhirnya rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun melahirkan demokrasi
baru yang dikenal dengan istilah era reformasi. Era reformasi adalah fase demokrasi
yang kembali ke prinsip dasar demokrasi, seperti:
· Kebebasan Pers
· Desentralisasi