OLEH:
SOFA MARWATI
NIM: 220811601089
Perilaku male grooming merupakan suatu peristiwa yang saat ini sudah banyak sekali kita lihat,
baik itu di lingkungan sekitar maupun di media sosial. Peristiwa ini menunjukan dimana seorang
laki-laki yang menggunakan produk perawatan serta kosmetik dan berhias layaknya kebiasaan
para perempuan. Hal ini menjadi pemicu timbulnya persepsi sosial dari masyarakat terhadap laki-
laki yang berperilaku male grooming. Tentu dari persepsi ini banyak menimbulkan pro dan kontra
dari berbagai lapisan masyarakat terutama para laki-laki serta orang tua terdahulu yang sangat
menjunjung tinggi maskulin dan feminin antara laki-laki dan perempuan.
Peristiwa inilah yang menjadi alasan penulis untuk membahas persepsi sosial dengan perilaku
male grooming. Penulis sangat tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai perilaku dan
persepsi sosial yang akan mengacu pada salah satu artikel jurnal yang berjudul “Persepsi Sosial
Laki-laki Terhadap Perilaku Male Grooming”.
Adapun landasan penulis tertarik untuk membahas artikel jurnal ini adalah kesesuaian artikel
jurnal tersebut dengan topik yang akan dibahas oleh penulis. Pada artikel jurnal ini menyinggung
pembahasan mengenai persepsi sosial, dimana pada psikologi sosial juga turut membahas tentang
persepsi sosial. Persepsi sosial adalah sejenis aktivitas pengelolaan informasi yang
menghubungkan seseorang dengan lingkungannya. Di dalam persepsi sosial terdapat proses
pembentukan persepsi sosial meliputi komunikasi non-verbal, atribusi, dan pembentukan kesan.
Menurut penulis, materi ini sangat besar kaitannya dengan peristiwa male grooming dimana
dengan adanya peristiwa tersebut akan membuat berbagai kesan hingga terbentuknya persepsi
sosial. Pada artikel jurnal inipun terdapat beberapa pandangan dari partisipan mengenai perilaku
male grooming. Selain itu juga, penulis merasa bahwa artikel jurnal ini memiliki beberapa
kesamaan pemahaman yang selanjutnya akan penulis bahas pada bagian-bagian berikutnya.
a. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman, perilaku male grooming atau berhias dan merawat diri pada
laki-laki merupakan suatu perilaku yang sudah sering kita jumpai. Berkaca dari berkembangnya
media sosial seperti tiktok, instagram, dan lain sebagainya merupakan tempat yang seringkali
memperlihatkan aktivitas laki-laki dengan perilaku male grooming, tak jarang orang disekitar kita
juga melakukan perilaku tersebut. Perilaku male grooming merupakan salah satu bentuk dari peran
gender maskulinitas yang kemudian ditandai dengan kemunculan produk kosmetik dan perawatan
pada laki-laki.
Pada dasarnya, laki-laki dengan perilaku male grooming ini bertujuan untuk merawat dirinya
sendiri. Karena bagi mereka perilaku seperti itu akan meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Seperti halnya pada laki-laki dewasa awal yang melakukan male grooming bertujuan untuk
membantu merawat wajah dari jerawat agar terlihat lebih menarik. Tak hanya itu, lelaki yang sudah
menginjak dewasa pertengahan merasa rambutnya sudah mulai rontok, akhirnya menggunakan
shampo perawatan untuk menjaga pertumbuhan rambutnya agar tidak botak. Akan tetapi, perilaku
tersebut justru mendapatkan respon yang kurang sesuai dari lingkungan masyarakat sekitar
terutama dalam kelompok pertemanan.
Umumnya laki-laki cenderung memiliki hubungan interpersonal dalam sebuah kelompok
pertemanan, dimana hubungan itu muncul karena adanya persepsi sosial. Dalam konteks hubungan
pertemanan ini, persepsi sosial mereka mengenai perilaku male grooming tersebut merupakan
sesuatu yang sering dianggap berlebihan dan buang-buang waktu. Mereka cenderung akan
menjauhi, meninggalkan, bahkan memberikan kesan negatif apabila ada salah satu temannya yang
berperilaku male grooming.
Masyarakat menganggap perilaku male grooming ini sudah melanggar dan tidak mengikuti
norma orang terdahulu. Masyarakat memiliki pandangan bahwa produk kosmetik dan perawatan
lainnya akan memberikan kesan keindahan dan kecantikan untuk menonjolkan sisi feminin.
Sedangkan keberadaan produk seperti ini dianggap dapat menggoyahkan norma maskulin yang
seharusnya sudah melekat pada laki-laki. Persepsi sosial pada perilaku ini akan memberikan
pengaruh yang cukup besar baik itu berupa penerimaan atau penolakan. Padahal, kenyataannya
tidak ada aturan yang melarang bahwa laki-laki tidak boleh melakukan kegiatan male grooming
seperti halnya yang dilakukan oleh perempuan. Hanya saja persepsi sosial yang sudah turun
temurun dari budaya tradisional yang mengharuskan kita untuk menonjolkan sisi maskulin dan
feminin dari setiap laki-laki dan perempuan.
c. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian, Subjek Penelitian dan Jumlahnya, Metode Pemilihan
Subjek/Sampling
Penelitian pada artikel jurnal ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha
mengungkapkan suatu makna secara subjektif partisipan tentang suatu objek penelitian. Model
dalam penelitian ini menggunakan fenomenologi yang berusaha mengungkap, mempelajari, serta
memahami suatu fenomena yang terjadi berdasarkan sudut pandang beberapa individu. Adapun
Subjek dari penelitian ini adalah individu yang mengetahui informasi mengenai fenomena yang
diangkat, selain itu juga subjek yang menjadi partisipan memiliki beberapa karakteristik seperti
berusia dewasa awal, tidak melakukan male grooming, dan memiliki teman yang berperilaku male
grooming. Jumlah subjek dalam penelitian artikel jurnal ini sebanyak 3 orang.
d. Hasil Temuan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dari penelitian, dapat kita cermati
bersama terhadap beberapa hasil temuan di lapangan. Seperti dalam pemenuhan kebutuhan, ketiga
partisipan memiliki pandangan yang berbeda bahwa laki-laki yang melakukan male grooming ini
sebagian besar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan serta tuntutan, baik itu tuntutan pekerjaan
dan untuk perawatan diri. Selain itu, faktor permasalahan kulit menjadi salah satu alasan laki-laki
melakukan male grooming. Akan tetapi, ketiga partisipan ini menganggap kegiatan male grooming
ini merupakan kegiatan yang tidak wajar dan berlebihan. Beberapa di antara mereka menganggap
bahwa kegiatan ini membuang waktu saja. Hal ini dapat kita jelaskan bersamaan dengan ketiga
aspek persepsi sosial seperti kognitif karena menjelaskan pemahaman laki-laki terhadap perilaku
male grooming.
Pada partisipan memiliki perbedaan pandangan dan perasaan yaitu diantaranya, mereka merasa
risih ketika melihat perilaku male grooming, kemudian merasa tidak suka ketika melihat perilaku
tersebut, hingga ada yang merasa lucu ketika melihat perilaku tersebut dari temannya. Melihat dari
respon partisipan itu dapat kita simpulkan bahwa itu merupakan afektif yang ditunjukkan dalam
aspek persepsi sosial atau penjelasaan mengenai perasaan ketika melihat perilaku male grooming.
Para partisipan beranggapan bahwa lelaki yang ideal dan menarik itu justru tidak memerlukan
kegiatan seperti male grooming. Menurut mereka lelaki hanya cukup untuk menjaga kebersihan
diri saja tidak perlu memakai kosmetik dan alat perawatan lainnya secara berlebihan. Akan tetapi,
dari berbagai pro dan kontra yang mereka ungkapkan mengenai perilaku ini mereka tetap
menerima temannya dengan perilaku male grooming. Dapat kita tarik kesimpulannya bahwa hal
ini cukup menjelaskan aspek terakhir dari persepsi sosial yaitu psikomotorik yaitu perlakuan atau
timbal balik yang diberikan.