Anda di halaman 1dari 4

Shalat Kafarat, Pengganti Hutang Sholat 1000 Tahun yang masih diperdebatkan

kebenarannya.

Detik-detik Ramadhan sudah menuju penghujungnya, sebulan sudah Ramadhan menemani


kita, di akhir akhir Ramadhan ini, lebih tepatnya hari Jum’at terakhir di bulan Ramadhan ada
sebuah anjuran melaksanakan sholat penebus qada’ atau biasa dinamakan Sholat Kafarat
(shalat al-bara’ah). Lantas apa hukum dan bagaimana tata caranya?, simak lebih lanjut.
Sebelum masuk ke hukum shalat Kafarat, berikut dalil yang menganjurkan Shalat Kafarat
dari perkataan Khalifah Abu Bakar Ash-Shidiq yang berbunyi sebagai berikut :

"Saya telah mendengar Rasulullah SAW, beliau bersabda sholat tersebut sebagai kafarat
(pengganti) sholat 400 tahun. Dan menurut Sayidina Ali ibn Abi Thalib sholat tersebut
sebagai kafarat 1000 tahun. Maka bertanyalah para sahabat: "Umur manusia itu hanya 60
tahun atau 100 tahun, lalu untuk siapa kelebihannya?".

Rasulullah SAW menjawab, "Untuk kedua orangtuanya, untuk istrinya, untuk anaknya dan
untuk sanak familinya serta orang-orang dilingkungannya."

Meskipun ternyata hadis di atas ternyata adalah hadis maudhu', yaitu hadis yang disandarkan
pada Nabi yang sebenarnya tidak ada keterkaitan sanad dengan Nabi. Serta ketika amalan
ibadah bersumber dari hadis maudhu', maka menurut para ulama hukumnya tidak boleh
mengerjakan amalan tersebut. Serta Faktor yang paling menonjol dilarangnya Shalat Kafarah
yaitu tidak ada tuntutan dan syari’at yang jelas sehingga melakukannya tergolong isyra'u ma
lam yusyra' (mensyariatkan ibadah yang tidak disyari'atkan) atau ta'athi bi 'ibadatin fasidah
(melakukan ibadah yang rusak).
Meskipun demikain, beberapa Ulama memperbolehkan melaksanakannya karena alasan
sebagai berikut :

1. Berpedoman pada pendapat al- Qadli Husain yang memperbolehkan mengqada shalat
fardhu yang diragukan ditinggalkan, yaitu “ apabila seseorang mengqada shalat
fardhu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah shalat
tersebut dapat menggganti atau pun menyempurnakan kecacatan shalat fardu ” (Syekh
Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27)
2. Tidak ada yang dapat yakin bahwa Shalat yang baru ia kerjakan dapat diterima
terlebih shalat dulu-dulu
3. Larangan Shalat Kafarat yaitu dikhawatirkan shalat tersebut cukup untuk mengganti
shalat yang ditinggalkan selama setahun, ketika kekhawatiran terserbut hilang, makan
hukum Haram hilang.
4. Mengikuti amaliyyah para pembesar ulama dan para wali Allah yang ahli makrifat
billah, di antaranya Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad
bin Hasan al-Athas, al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi dan banyak lainnya. Shalat
tersebut rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman. Mengikuti
amaliyyah para wali dan ulama ‘ârifin (ahli ma'rifat) tanpa diketahui dalil istinbathnya
dari hadits Nabi, sudah cukup untuk menjadi hujjah membolehkan shalat kafarat ini.
Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin, sebagaimana
dikutip dalam Kasyf al-Khafa’ mengatakan:

“Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunah Nabi yang ditetapkan
dalam kitab syari’ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah
berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang
dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi.”

Lantas kapan dan bagaimana tata cara Shalat Kafarat? Berikut penjelasannya !
Shalat Kafarat biasanya dikerjakan setelah usai Sholat Jum’at sampai habis waktu
Ashar.

Dengan tata cara sesuai sabda Rasulullah


sebagai berikut :

Sumber: 

https://islam.nu.or.id/ramadhan/hukum-shalat-
kafarat-di-jumat-akhir-ramadhan-EI1ID

https://plus.kapanlagi.com/sholat-kafarat-
penjelasan-hukum-dan-hubungannya-dengan-
sholat-qadla-2942e0.html

Anda mungkin juga menyukai