Anda di halaman 1dari 3

Bagaimana sebuah nama bisa menjadi rasa?

Ketika nama secara nurani sudah bisa membangkitkan


rasa, maka alasan apa yang membuat sebuah nama istimewa? Bait selanjutnya dari kekosongan
tersebut hanya bisa diperoleh dengan memahami apa yang terjadi pada sebuah nama. Nama yang
terwujud dalam sebuah entitas nyata. Nama yang membangun sejarah tak bersudah dan kultur tak
terukur. Nama yang mengundang semangat dan mengetuk rasa para individu yang terpanggil. Rasa
itu terukir ke dalam satu ikatan antara individu berbeda dengan renjana serupa. Satu rasa dalam
satu nama.

Sulit rasanya lepas dari enggan dan segan ketika mata berhadapan dengan kumpulan para
pengendara. Lihatlah atribut dan paras dari masing-masing para pengendara. Berdiri dengan satu
orang saja sudah cukup mendebarkan, agak menegangkan lagi ketika harus dikelilingi sejumlah
pengendara. Cara bicara yang lantang dan juga berenergi, cukup membuat diri semakin gelisah dan
tertekan ketika mendengar ramai-ramai sorak pengendara tak kala menyapa pengendara lain. Belum
lagi PR terbesar ketika sudah dihadapkan ketika harus berinteraksi dengan para pengendara, rasanya
lebih baik diri ini tidak bergerak menunggu para pengendara pergi. Malu dan enggan menyelimuti
tubuh yang dingin ini.

Belum lagi ketika siang semakin menjulang, lebih banyak para pengendara yang datang. Belum lagi
ketika siang semakin tinggi, lebih banyak lagi para pengendara yang berbicara semakin lantang.
Belum lagi, ketika penampilan-penampilan mereka yang nampak begitu eksentrik. Mana mungkin
diri ini, saya sendiri, bisa bersanding dengan mereka. Hanya mustahil yang bisa terpikir.

Coba lihatlah pengendara satu itu, tubuhnya yang kurus hanya tertutupi rompi tengkorak, tengkorak
yang membuat mata yang melihat terbelalak. Dia berjalan sempoyongan, terhuyung-huyung ke
sana-sini. Saya takut salah berbicara dihadapannya. Lalu, di sebelah sana, satu pengendara yang lain
ada yang telanjang dada dan tengah tertidur di trotoar dengan kacamatanya. Saya pastikan tidak
akan salah melangkah. Lalu di sebelah sana, satunya yang lain menari-nari dengan gerakan yang
agresif tak kala lantunan musik terdengar. Saya harus memastikan supaya tidak terdorong. Salah
satu yang lain tengah duduk diam dengan kacamata tanpa menunjukan emosi sedikitpun. Diamnya
menambah rasa segan. Kontak mata harus saya jaga. Akumulasi dari kejadian di hadapan mata ini
menciptakan satu kesimpulan; saya harus pergi dari sini. Ini bukan lingkungan yang bisa saya atasi.
Perasaan was-was terus tumbuh seiring dengan kondisi yang semakin ramai. Bertanya saya pada diri
sendiri, bagaimana beradaptasi di antara pada pengendara?

Begitulah dari mata yang menyampaikan pesan. Lebih banyak perasaan enggan ketika berada di
sekeliling para pengendara. Lebih banyak perasaan sungkan ketika bertemu para pengendara. Lebih
banyak perasaan gugup ketika bersanding. Lebih banyak perasaan tegang ketika berada di sekeliling
mereka. Lebih banyak perasaan gemetar ketika melihat pola komunikasi antar pengendara. Apa hal
pertama yang harus dikatakan seorang yang bukan pengendara kepada para pengendara? Apa hal
pertama yang harus dilakukan seorang yang bukan pengendara ketika berpapasan dengan para
pengendara? Apakah tidak masalah bagi seorang yang bukan pengendara menyaksikan para
pengendara? Apakah tidak masalah bagi seorang yang bukan pengendara untuk berada di antara
pengendara? Pundi-pundi pemikiran itulah yang mungkin menjadi kesimpulan yang didapat mata.

Lalu, mungkin saja, hanya sebatas kemungkinan, mungkin sebagian orang di luar sana adalah hal-hal
tersebut. Kekhawatiran terhadap beberapa hal tersebut sering kali menjadi hal yang membuat
asumsi meluas tanpa batasan yang jelas.

Ya, mungkin begitulah apa yang dirasakan setiap insan seperti ketika memandang air laut dari atas
kapal. Mereka terus berpikir tentang hal-hal yang ditakuti melebihi yang mereka sukai. Seakan air
laut itu akan membelenggu mereka tepat ketika mereka melompat. kemisteriusan. Ya, kemisteriusan
adalah agen milik ketakutan. Mereka membisikan ketidakpastian. Lalu, tanpa disadari seseorang
akan mempercayai hal tersebut dan urung melihat melompat ke dalam air laut. Begitulah, mungkin
persepsi mereka yang takut akan aspek misterius dari air laut. Entah apakah akhirnya mereka akan
terus berdiri di atas kapal dan tidak pernah menyentuh air laut. Padahal, bisa jadi air laut tidak
semenakutkan itu.

Sama halnya ketika tubuh ini diselimuti malu dan enggan. Tubuh dingin ini masih mendengar suara
gaduh di luar. Terutama suara motor mereka yang sangat besar.

Hingga ketika suara motor tersebut menyentak saya, barulah saat itu, ketika saat itu, mata ini
terfokus pada kuda baja itu. Motor usang dan berisik. Impresi tersebut muncul begitu saja dalam
kepala. Meski begitu, motor-motor tersebut terlihat begitu tangguh terlepas dari karat maupun oli
yang menempel di antara mesinnya. Suara motor yang menyentak itu pun rupanya menciptakan
sebuah akumulasi kesadaran bahwa motor itu masih kuat dan berenergi. Rupa motor itu menjadi
penjerat yang sulit untuk dilolosi. Semakin dilihat semakin terlihat menarik. Sebuah distraksi yang
membuat saya mendadak membuang selimut malu dan enggan itu untuk berdiri dan melihat motor
itu. Relik masa lampau ini terlihat begitu cemerlang, dan mengundang banyak tanya. Bagaimana dia
bisa sampai kesini? Mengapa dia masih bisa melaju? Bagaimana rasanya menungganginya?

Tak terasa kendaraan tua itulah yang memancing saya untuk mendekat dan merasakan kendaraan
tersebut dari dekat. Perasaan untuk menyentuh motor tua itu begitu tak tertahankan. Bukan bagi
saja saja mungkin bagi para individu dengan penasaran yang sama.

Rasa ingin tahu itu membuat saya bergerak. Dengan kerendahan hati yang ada saya mencoba
menggapai titik itu.

Rupanya pengendara kurus yang berjalan sempoyongan mendekati saya. Apakah akan terjadi
masalah? Tidak. Dia menepuk pundak saya dan mempersilahkan saya melihat lebih dekat lagi.
Sampai-sampai dia menyuruh saya mengucapkan rasa sukur kepada tuhan karena sudah diberi
kesehatan. Agak mengejutkan dan membingungkan.

Saya maju satu langkah. Rupanya pengendara yang tengah menari itu melihat saya. Mata kami
bertemu. Apakah akan terjadi masalah? Tidak. Dia mempersilahkan dan bahkan mengajak menari.
Semuanya begitu baik-baik saja.

Saya maju satu langkah. Rupanya pengendara yang tertidur dengan telanjang dada tadi bangun. Dia
melihat saya. Apakah akan terjadi masalah? Tidak. Dia lalu pindah tempat tidur dan mempersilakan
saya maju ke arah motor besar itu. Orang itu kembali tidur. Memberikan jalan menuju jawaban.

Saya maju satu langkah. Rupanya pengendara berkacamata yang sejak tadi diam melihat saya. Dia
tidak bilang apa-apa dan itu agak menakutkan. Apakah akan terjadi masalah? Tidak. Dia malah
menjelaskan kisah dari motor yang sejak tadi saya kagumi. Sebuah kisah dari kuda besi dari seorang
pengendara yang menjawab dengan sepenuh hati.

Pada akhirnya, saya bisa melihat wujud motor tua itu, merasakan tankinya yang begitu kokoh,
mengingat bagaimana motor tua itu bergerak, dan mendengar kisah luar biasanya. Betapa
menakjubkannya gambar yang telah dilihat dari berbagai sudut. Pemahaman yang dicapai
mengundang banyak informasi. Bahkan lebih. Besar kemungkinan hal lain itu adalah ketertarikan.
Rasanya mata ini telah terikat oleh ketertarikan. Bentuk motor tua ini semakin terlihat semakin
agung. Mata telah melihat lebih dari yang bisa terlihat.
Ketika melihat dari sudut pandang lebih dalam, ide mengenai alasan mengapa seseorang bisa
tertarik pada mesin ini telah muncul. Begitu banyak alasan untuk bisa tertarik pada mesin ini.
Kemegahan, kebebasan, kesenangan, keindahan, keahlian, kemauan, kesukaan, kepeduliaan, dan
kesatuan. Sedikitnya beberapa alasan tersebut. Alasan sama itulah yang tanpa diduga menjelaskan
mengapa konsep ‘pengendara’ bisa hadir. Kesadaran ini membawa benak ke bagian lain.

Ketika pandangan dialihkan dari motor ke para pengendara, semua terlihat sama namun terasa
berbeda. Lebih sedikit perasaan enggan ketika berada di sekeliling para pengendara. Lebih sedikit
perasaan sungkan ketika bertemu para pengendara. Lebih sedikit perasaan gugup ketika bersanding.
Lebih sedikit perasaan tegang ketika berada di sekeliling mereka. Lebih sedikit Perasaan gemetar
ketika melihat pola komunikasi antar pengendara.

Ketika kemegahan dihimpun oleh sekumpulan individu yang yang tersebar dari segala penjuru
tempat. Ketika kebebasan dirasakan oleh sekumpulan individu secara bersama-sama. Ketika
kesenangan didapatkan oleh sekumpulan individu secara bersama-sama. Ketika keindahan diukir
oleh sekumpulan individu di atas kenestapaan. Ketika keahlian dari sekumpulan individu digunakan
mengatasi segala rintangan yang menanti. Ketika kemauan dari sekumpulan individu meruntuhkan
batasan yang kokoh. Ketika kesukaan dari sekumpulan individu mampu menciptakan kontribusi di
sana-sini. Ketika kepedulian dari sekumpulan individu mampu menjangkau tangan yang tak
terbedakan di medan tersulit. Ketika menjadi kesatuan menjadi janji yang tak tergoyahkan. Alasan
itulah yang tanpa diduga menjelaskan arti seorang pengendara mau berkendara.

Bukan main.

Motor tua ini bukan sebatas alat berkendara melainkan adalah alat menyiarkan renjana.

Begitulah dari mata yang menyampaikan pesan. Pemahaman bertambah ketika langkah bertambah.
Semuanya didasari oleh renjana. Atribut itu ternyata bukan untuk mengintimidasi tetapi
representasi. Kegaduhan itu ternyata bentuk mengungkapkan kegembiraan bertemu sesama
pengendara. Lalu, gerombolan pengendara itu ternyata hanyalah kumpulan saudara.

Adalah beruntung bagi saya bisa dituntun sejauh ini. Membuat mata saya menyaksikan sudut-sudut
dari pengendara meskipun belum semuanya.

Semuanya didasari oleh renjana, dan apapun yang didasari oleh renjana adalah sebuah keindahan.

Anda mungkin juga menyukai