Anda di halaman 1dari 29

Modul Pembelajaran Pengayaan

Pendidikan Aswaja
dan Ke-NU-an
untuk MA/SMA Islam

Kelas

XI
Semester Ganjil

Keunggulan Buku

Curriculum

Mengacu Soal Pelatihan Nilai Karakter dan QR Code


Kurikulum Terbaru Berbasis Literasi Moderasi Bergama
untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 1 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an
Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an
Kelas 11 Semester 1

Kata Pengantar Daftar Isi


Kualitas pendidikan yang bermutu tidak terlepas Pelajaran 1: Ijtihad dan Taqlid ....................... 3
dari keberadaan buku yang berkualitas. Buku menjadi A. Ijtihad sebagai Istinbath Hukum Islam ........ 4
instrumen pendidikan yang akan menjadi referensi
B. Taqlid sebagai Pengamalan Hukum Islam .. 13
pengetahuan baik bagi guru atau peserta didik. Materi
dalam buku mengemban fungsi sebagai pendulum C. Istinbath Hukum di Lingkungan
pembelajaran menuju proses yang sistematis, Nahdlatul Ulama.......................................... 21
koheren, efektif, efisien, dan komprehensif. D. Cara Bertaqlid yang Benar (Ittiba', Tarjih,
Modul Pembelajaran Pengayaan Pendidikan
dan Talfiq).................................................... 23
Aswaja dan Ke-NU-an untuk siswa MI/SD Islam
diharapkan dapat memberikan pemahaman yang Evaluasi Siswa .................................................. 25
maksimal kepada peserta didik terhadap materi
yang diberikan. Pelajaran 2: Nahdlatul Ulama dalam Sejarah
Di antara keunggulan buku ini sebagai berikut.
Perjuangan Bangsa ................... 30
1. Materi disusun berdasarkan Kompetensi Inti
A. Nahdlatul Ulama Pada Masa
dan Kompetensi Dasar yang mengacu pada
Kurikulum edisi terbaru. Pra Kemerdekaan (Penjajahan) .................. 31
2. Soal-soal pelatihan yang disajikan berbasis B. Nahdlatul Ulama Pada Masa Awal
pada kemampuan literasi. Kemerdekaan .............................................. 37
Literasi berkaitan dengan kemampuan seseorang C. Nahdlatul Ulama Pada Masa
untuk membaca, menginterpretasikan, dan
menganalisa informasi yang didapat. Pembangunan ............................................. 40
3. Dilengkapi dengan nilai-nilai karakter dan D. Nahdlatul Ulama Pada Masa Reformasi ..... 44
moderasi beragama yang penting dikenalkan Evaluasi Siswa .................................................. 47
sejak dini dalam rangka merawat Kebhinekaan
Indonesia.
Pelajaran 3: Malam Nisfu Sya'ban ................. 52
4. Dilengkapi dengan QR Code pada materi atau
pelatihan tertentu agar pemahaman siswa A. Keutamaan Malam Nisfu Sya'ban ............... 53
menjadi lebih jelas. B. Amalan Pada Malam Nisfu Sya'ban............ 55
Semoga Allah swt. selalu memberikan Evaluasi Siswa .................................................. 57
petunjuk kepada kita semua, sehingga tujuan kita
untuk mencetak generasi/kader yang mempunyai
komitmen terhadap paham Ahlussunnah wal Asesmen Sumatif ........................................... 60
Jamaah dan menjadi motor pengerak di kemudian
hari serta meneruskan perjuangan NU dalam
mengemban amanat mulia itu dapat tercapai. Amin.

"Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan ayat Al-Qur'an, Hadis, dan huruf Arab lainnya
yang tidak kami sengaja dalam buku ini."

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 2 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Pelajaran

1 Ijtihan dan Taqlid

Mind Mapping

Perhatikan mind mapping berikut guna memudahkan pembelajaran pada materi ini!
Ijtihad sebagai
Istinbath Hukum
Mengetahui arti ijtihad sebagai istinbath Islam
hukum Islam.
Mengetahui arti taqlid sebagai pengamalan
hukum Islam.
Indikator Capaian
Pembelajaran Mengetahui istinbath hukum di lingkungan 1. Pengerian Taqlid
Nahdlatul Ulama. dikaji melalui 2. Hakikat Bermazhab
Mengetahui cara bertaqlid yang benar Taqlid sebagai 3. Bermazhab Memelihara Kemurnian Ajaran
(ittiba', tarjih, dan talfiq). Pengamalan Islam
Hukum Islam 4. Sistem Bermazhab Menurut Ahlussunnah
diharapkan Materi wal Jamaah
memiliki Pembelajaran

Istinbath Hukum
di Lingkungan 1. Tradisi Bahtsul Masail
Taat dan patuh Nahdlatul Ulama 2. Tata Cara Pengambilan Keputusan Dalam
Kreatif-inovatif Kerangka Bermazhab

Nilai Karakter dan berupa Adil


Moderasi Beragama Tawaduk
Toleran
Cara Bertaqlid
Bangga menjadi warga NU yang Benar (Ittiba', 1. Ittiba’
Tarjih, dan Talfiq) 2. Tarjih
3. Talfiq

Muqadimah
Al-Qur'an dan As-Sunnah merupakan dua sumber
utama dalam hukum Islam. Apabila di dalam Al-Qur'an
ditemukan ketentuan hukum yang jelas dan tegas, maka
hukum itulah yang harus diambil. Namun, bila tidak
ditemukan di dalamnya, maka dicari dalam As-Sunnah.
Jika di dalam keduanya tidak terdapat ketentuan
hukum, atau masih mengundang banyak penafsiran
Nash-Zanni dilalah, maka pencarian hukumnya
dilakukan oleh para ulama melalui ijtihad. Zanni al-
Dilalah adalah suatu nash yang mengundang suatu
arti yang memungkinkan untuk ditakwilkan dengan
berbagai arti dan diinterpretasikan dengan selain arti
tektualnya. Pembelajaran kali ini akan membahas
tentang ijtihad dan taqlid. Ayo simak pejelasan gurumu
dengan saksama! Kerjakan tugas-tugas yang diberikan!
Sumber: https://nu.or.id/

Pertanyaan:
1. Siapa saja penyebar Islam awal di Nusantara?
........................................................................................................................................................
2. Bagaimana proses dakwah yang dilakukan?
........................................................................................................................................................
3. Paham keislaman apa yang kali pertama masuk ke Indonesia?
........................................................................................................................................................

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 3 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Pendalaman Materi

A. Ijtihad sebagai Istinbath Hukum Islam


1. Pengertian Ijtihad dan Istinbath
Ijtihad secara bahasa berarti bersungguh-sungguh, kesungguhan atau kemampuan
yang maksimum. Ijtihad berarti berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu.
Konsep ijtihad yang dirumuskan oleh Imam Al-Ghazali adalah:

“Pengerahan segala kemampuan oleh seorang mujtahid dalam mendapatkan ilmu tentang
hukum syarak.”
Sebagai sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik." (QS. Al-'Ankabut: 69)
Selain ijtihad, juga ada kata jihad dan mujahadah, yang memiliki makna sama karena
keduanya satu akar kata, yaitu bentuk mashdar dari kata jahada. Keduanya memiliki arti
pengerahan kemampuan. Dalam pengertian secara khusus, mujahadah secara fisik disebut
jihad, sementara mujahadah dengan akal disebut ijtihad.

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 4 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Pengertian ijtihad yang lain sebagai berikut.
a. Menurut Imam Asy-Syaukani:

"Mengerahkan kemampuan memperoleh hukum syari’at yang bersifat praktis (amali)


dengan cara istinbath."
b. Menurut Abu Zahrah:

”Upaya seorang ahli !qih dengan kemampuannya dalam mewujudkan hukum-hukum


amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.”
c. Menurut Saifuddin Al-Amidi:

“Pengerahan segala kemampuan untuk menentukan sesuatu yang zanni dari hukum-hukum
syarak.”
Dalam definisi yang dikemukakan oleh Imam Asy-Syaukani di atas, digunakan kata badzlul
wus’i untuk menjelaskan bahwa ijtihad adalah usaha besar yang memerlukan pengerahan
kemampuan. Artinya, jika usaha tersebut tidak dilakukan dengan kesungguhan dan tidak sepenuh
hati, maka itu bukan ijtihad. Penggunaan kata syar’i mengindikasikan bahwa yang dihasilkan
dalam usaha ijtihad adalah hukum syar’i atau ketentuan yang menyangkut tingkah aku manusia.
Penggunaan kata ini untuk membedakan pengertian ijtihad sebagai usaha menemukan sesuatu
yang bersifat aqli, lughawi, dan hissi. Pengerahan kemampuan untuk kategori tiga hal tersebut
tidak dinamakan ijtihad.
Dalam definisi yang dikemukakan oleh Asy-Syaukani juga disebutkan cara menemukan
hukum syarak yaitu dengan metode istinbath ( ) artinya mengeluarkan sesuatu dari
kandungan lafal. Jadi, ijtihad adalah usaha memahami lafal dan mengeluarkan hukum dari lafal
tersebut. Kata istinbath maksudnya adalah mengeluarkan hukum fikih dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah melalui kerangka teori yang dipakai oleh ulama ushul sehingga kata istinbath identik
dengan ijtihad.

Ijtihad dalam Islam adalah pengerahan kemampuan intelektual


secara optimal untuk mendapatkan satus hukum amali (praktis) suatu
persoalan pada tingkat zanni (dugaan). Kata amali memiliki pengertian
bahwa ijtihad hanya sebatas pada hal-hal yang bersifat operasional,
sementara pada aspek yang bersifat teoritis tidak termasuk dalam
kategori ini.
Kata zanni maksudnya adalah persoalan yang diijtihadi itu masih
memungkinkan untuk dilakukan interpretasi, bukan sesuatu yang
bersifat qath’i (pasti). Sehingga hasil yang diperoleh seorang mujtahid
dalam ijtihadnya bersifat relatif, tidak mutlak kebenarannya. Maka,
boleh jadi hasil ijtihad dari satu mujtahid itu bisa berbeda-beda.

Imam Syafi’i memiliki dua pendapat terkenal yang disebut sebagai qaul qadim (pendapat
lama) dan qaul jadid (pendapat baru). Qaul qadim adalah pendapat (mazhab) yang beliau
bangun ketika masih di Iraq, sedangkan qaul jadid adalah mazhab yang beliau bangun ketika
beliau berada di Mesir. Adanya qaul qadim dan qaul jadid, bukan karena beliau tidak konsisten
dalam keilmuannya, namun lebih menunjukkan fleksibelitas fikih dan menggambarkan perjalanan
intelektual beliau sekaligus rasa rendah hati beliau.
Adanya dua qaul tersebut terbukti bahwa produk fikih itu tidak bersifat statis, namun bersifat
dinamis. Perjalanan hidup beliau tidak pernah berhenti untuk mencari ilmu. Kerendahan hati beliau
ditunjukkan dengan tidak merasa "gengsi" untuk mengubah pendapatnya jika didapatkan ada dalil
lain yang lebih kuat.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 5 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Istilah ijtihad identik dengan istinbath. Kata istinbath berasal dari kata nabth artinya air
yang mula-mula memancar keluar dari sumur yang digali. Istinbath secara bahasa berarti
mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya. Pengertian istinbath menurut istilah adalah
menggali hukum syarak yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an dan As
Sunnah, dengan tetap berada di atas kendali Al-Qur’an dan As Sunnah.
Istinbath tergolong ijtihad, hanya masih berada pada tingkatan yang relatif rendah.
Di kalangan kaum bermazhab, istilah ijtihad mendapat tempat yang sangat luhur. Sebab
kalau diucapkan ijithad, maka yang dimaksud adalah ijtihad mutlak, yang dilakukan oleh
para pembangun mazhab. Sehingga para ulama menggunakan istilah istinbath untuk hasil
ijtihadnya semata-mata lebih menunjukan rasa rendah hati, dan tentunya upaya yang
dilakukan tidak setinggi ijtihad yang sebenarnya.
Dengan demikian, sesuai dengan perkembangan waktu, pada dasarnya permasalahan
yang dihadapi manusia terus berkembang, dan tentunya membutuhkan penetapan hukum. Oleh
sebab itu, para ulama harus selalu berupaya melakukan istinbath, yakni menggali dan menetapkan
hukum syarak atas permaslahan yang berkembang, baik istinbath itu dilakukan secara perorangan
maupun secara kolektif melalui musyawarah. Dalam sebuah hadis disebutkan: "Dari Mu’adz,
bahwasanya Rasulullah saw. mengutus Mu’adz ke Yaman. Beliau Nabi saw. bertanya, “Bagaimana
kamu memutuskan perkara?” (Mu’adz menjawab), “Saya memutuskan dengan hukum yang ada
di dalam kitab Allah.” Rasulullah saw. bertanya lagi, “Kalau tidak terdapat di dalam kitab Allah?”
Mu’adz berkata, “Saya akan memutuskan dengan sunnah Rasulullah saw.” Rasulullah saw. bertanya
lagi, “Kalau tidak terdapat di dalam sunnah Rasulullah saw?” Mu’adz menjawab, “Saya berijtihad
dengan pendapatku.” Rasulullah saw. bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk
kepada utusan Rasulullah.” (HR. Tirmizi)
Berdasarkan hadis tersebut, bisa dipahami bahwa tidak satu perkara pun yang berhubungan
dengan syariat itu terlepas dari suatu ketentuan hukum. Maka untuk menentukan hukum itu
haruslah dicari ketentuan-ketentuannya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Apabila tidak terdapat
nash yang qath’i (dalil yang jelas dan pasti), maka harus ditempuh melalui jalan ijtihad. Dan
untuk melakukanj ijtihad ini tentu harus ada syarat-syarat dan tata cara tertentu, sehingga tidak
semua orang dengan seenaknya melakukan ijtihad, yang akhirnya terjadi kesemrawutan dan
ketidaktertiban suatu hukum. Batasan dan ruang lingkup ijtihad adalah dalam masalah-masalah
fiqih yang belum ada nashnya secara qath’i (pasti). Jadi, jika sesuatu itu sudah bernash qath’i
tidak boleh ada ijtihad. Misalnya, mendirikan salat adalah wajib berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Karena itu, tidak boleh seseorang berijtihad untuk merubah hukum tersebut.
2. Dasar Hukum Ijtihad
Di dalam menentukan hukum fikih, mazhab Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja)
bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah (Al-Hadis), Al-Ijma’, dan Al-Qiyas.
a. Al-Qur’an
Definisi Al-Qur’an adalah :

“Kalam (perkataan) Allah swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui
perantara malaikat Jibril dengan bahasa Arab, yang diriwayatkan secara mutawatir,
dan membacanya merupakan ibadah.”
Kedudukan Al-Qur’an adalah sebagai sumber rujukan utama hukum Islam dan memiliki
ketetapan hukum yang qat’i (pasti). Allah swt. berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu dengan


membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah
Allah wahyukan kepadamu." (Q.S. Al-Nisä’/4: 105)

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 6 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Hukum-hukum yang tekandung dalam Al-Qur’an mencakup tiga macam, yaitu:
1) Hukum i’tiqadiyah, yaitu yang berhubungan dengan masalah akidah, seperti iman kepada
Allah, malaikat, rasul, hari akhir, dan seterusnya.
2) Hukum akhlaq, yaitu yang berhubungan dengan budi pekerti.
3) Hukum amaliyah, yaitu yang berhubungan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian, dan
muamalah. Hukum amaliyah terbagi menjadi dua macam, yaitu hukum ibadah, seperti salat,
puasa, zakat dan hukum muamalah seperti jual beli, jinayah (hukum pidana). Kedua hal
tersebut masuk dalam cakupan pembahasan ilmu fikih.
Contoh penerapan Al-Qur’an sebagai dasar sumber hukum:
1) Kewajiban salat dan zakat

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang
rukuk.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 43)
2) Ketentuan dalam berwudu

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki......” (Q.S. Al-Mä’idah/5: 6)
3) Keharaman minuman keras dan judi

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban


untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.” (Q.S. Al-Mä’idah/5: 90)
4) Diharamkannya bangkai, darah, daging babi, dan daging-daging lain karena sebab tertentu

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala...” (Q.S. Al-Mä’idah/5: 3)
5) Kewajiban berbakti dan berbuat baik kepada orang tua

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Q.S. Al-Isrä’/17: 23)

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 7 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


b. Sunnah (Hadis)
Secara etimologi, kata sunnah berarti sirah (biografi), dan at-tariqah al-mu’tadah (jalan yang
ditempuh). Sedangkan secara terminologi, sunnah yaitu

“Setiap perkataan, pebuatan, dan taqrir (persetujuan) yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad saw.”
Kata sunnah memiliki padanan kata dengan kata hadis. Ulama bersepakat tentang kedudukan
sunnah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an dalam pengambilan keputusan hukum.
Allah swt. berfirman:

“Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah; dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr/59: 7)
Nabi Muhammad saw. bersabda:

“Aku meninggalkan untuk kalian dua hal yang jika kalian berpegang teguh dengannya
kalian tidak akan pernah tersesat; yaitu kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.” (H.R. Malik)
Sunnah atau hadis memiliki beberapa fungsi di antaranya:
1) Menjelaskan ayat Al-Qur’an. Penjelasan tersebut berupa taqyid (batasan) terhadap
ayat-ayat yang masih mujmal (global), dan takhsis (pengkhususan) terhadap ayat yang
masih umum. Contoh:

“Diharamkan bagi kalian: bangkai, darah, dan daging babi ... (Q.S. Al-Mä’idah ayat 3)
Ayat di atas menunjukkan keharaman atas semua jenis bangkai dan darah. Kemudian
ayat tersebut dibatasi oleh sabda Nabi saw.:

“Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah: dua bangkai maksudnya ikan dan
belalang, dua darah maksudnya hati dan limpa.” (H.R. Ahmad)
2) Menguatkan peristiwa yang terjadi di dalam Al-Qur’an. Contoh tentang kewajiban salat,
zakat, dan puasa.
3) Membuat ketentuan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Contoh tentang
keharaman memakai emas dan sutra bagi laki-laki.

“Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari umatku dan diharamkan bagi para
lelakinya.” (H.R. Ahmad)
4) Menjelaskan tentang hukum-hukum yang telah dinaskh (dihapus/ diganti).
Sunnah dibagi menjadi beberapa macam:
1) Berdasarkan jenisnya:
a) Sunnah qauliyah, adalah perkataan Nabi Muhammad saw. yang diucapkan dalam
berbagai kesempatan dan kejadian. Contoh: Hadis tentang niat.
b) Sunnah fi’liyah, adalah perbuatan dan tindakan Nabi Muhammad saw.
Contoh: tata cara salat Nabi Muhammad saw.
Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 8 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1
c) Sunnah taqririyah, adalah persetujuan Nabi Muhammad saw. atas perkataan atau
perbuatan sahabat, dengan cara diam atau tidak membantahnya.
Contoh: Hadis tentang para sahabat yang sedang makan daging dhab (biawak
gurun) di hadapan Rasulullah, beliau hanya diam dan tidak melarangnya.
2) Berdasarkan sumbernya:
a) Sunnah nabawiyah, yaitu setiap perkataan, perbuatan, dan taqrir yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw.
b) Sunnah qudsiyah, yaitu setiap perkataan yang disandarkan kepada firman Allah
swt. namun bukan merupakan Al-Qur’an.
3) Berdasarkan proses periwayatannya:
a) Mutawatir yaitu diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak akan mungkin
bersepakat pada kebohongan. Sunnah yang diriwayatkan secara mutawatir
memiliki ketetapan hukum yang mutlak.
b) Ahad yaitu diriwayatkan oleh beberapa orang yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Sunnah yang diriwayatkan secara ahad memiliki ketetapan hukum yang dapat
diperdebatkan.
4) Berdasarkan tingkatannya:
a) Sahih yaitu sunnah yang mempunyai sanad yang bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dabit (kuat ingatan).
b) Hasan yaitu sunnah yang mempunyai sanad yang bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil, tetapi kurang dabit (kurang kuat ingatannya).
c) Daif yaitu sunnah yang sanadnya tidak bersambung dan atau diriwayatkan perawi
yang lemah.
d) Maudu’ yaitu sunnah palsu (bukan berasal dari Nabi Muhammad saw.)

Contoh penerapan sunnah sebagai sumber hukum:


1) Persyaratan wali dalam pernikahan

“Dari Ibnu Abbas dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda: Tidak sah sebuah
pernikahan tanpa adanya wali.” (H.R. Tirmizi)
2) Niat dalam ibadah

“Dari Umar bin Khattab ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya.” (H.R. Bukhari)

c. Ijma’
Kata ijma’ secara etimologi memiliki dua cakupan makna, yaitu al-ittifaq (kesepakatan) dan
al-‘azmu (keinginan melaksanakan sesuatu). Sedangkan secara terminologi, Abu Zuhrah
mendefinisikan ijma’ dengan:

“Kesepakatan para mujtahid dari umat Islam dalam suatu masa setelah wafatnya Nabi
Muhammad saw. terhadap hukum syarak.”

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 9 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Mayoritas ulama telah bersepakat tentang kedudukan ijma sebagai sumber hukum setelah
Al-Qur’an dan sunnah. Allah swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu ....” (Q.S. An-Nisä’/4: 59)
1) Rukun Ijma’
Ijma’ dapat terlaksana dengan memenuhi empat rukun, yaitu:
a) Adanya sejumlah mujahid yang hidup pada masa munculnya permasalahan.
b) Ketetapan hukum yang telah menjadi ijma’ adalah kesepakatan dari seluruh mujtahid.
c) Suatu ketetapan dinamakan ijma’ kalau disepakati oleh seluruh mujtahid yang ada
pada suatu zaman walaupun berbeda tempat.
d) Suatu masalah hukum yang ditetapkan kemudian menjadi ijma’ bermula dari fatwa
para mujtahid, baik fatwa dari golongan ulama tertentu atau dari seorang mujtahid.
2) Macam-macam ijma’
a) Ijma’ sarih, yaitu kesepakatan para mujtahid atas kedudukan hukum suatu masalah
tertentu yang berawal dari fatwa setiap mujtahid yang dinyatakan dengan lisan ataupun
perbuatan, kemudian menjadi sebuah Ijma’ setelah adanya kesepakatan bersama.
b) Ijma sukuti, yaitu kesepakatan sebagian ulama pada suatu zaman dalam satu
permasalahan tertentu. Sedangkan sebagian yang lain tidak mengemukakan
pertentangan ataupun persetujuannya.
3) Contoh pelaksanaan ijma’ dalam penetapan hukum
a) Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah
b) Kodifikasi (pengumpulan) mushaf Al-Qur’an
c) Pembagian harta wasiat dilaksanakan setelah pembayaran utang mayit, dan lain-lain.

d. Qiyas
Secara etimologi, kata qiyas berarti memperkirakan sesuatu. Sedangkan secara terminologi, yaitu:

“Menjelaskan hukum suatu peristiwa yang tidak ada nashnya (tidak dijelaskan dalam
AlQur’an dan sunnah) dengan hukum suatu telah ada nashnya karena adanya persamaan
dalam illatul hukum (sebab hukum) di antara keduanya.”
Kedudukan qiyas adalah sebagai hukum Islam yang ke empat. Apabila tidak terdapat nash dari
Al-Qur’an dan sunnah dengan ketentuan keputusan hukum qiyas tidak boleh bertentangan
dengan sumber hukum yang lebih baku (Al-Qur’an, sunnah, ijma’).
Alah swt. berfirman: “... Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnah), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
takwilnya.” (Q.S. An-Nisä’/4: 59)
Rukun Qiyas ada 4 macam, di antaranya:
1) Asl, yaitu permasalahan yang telah ada nashnya yang dijadikan rujukan qiyas.
2) Fara’, yaitu permasalahan yang belum ada nashnya dan sedang dicari persamaan
hukumnya dengan aÃl.
3) Illatul hukmi, yaitu sifat yang terdapat pada permasalahan asl.
4) Hukmul Asl, yaitu hukum syarak yang terdapat dalam nash dalam hukum aÃl-nya.

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 10 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Contoh penerapan qiyas dalam penetapan hukum:
Illatul Kesimpulan
Asl Hukmul Asl Far’u
Hukmi Hukum
Haram, Terdapat kesamaan
berdasarkan Segala illatul Æukmi antara
Khamr
nash Al-Qur’an jenis/nama asl dengan far'u’.
(minuman Memabukkan
Surah minuman yang Maka hukum
keras)
Al-Mä’idah ayat memabukkan semua miras juga
90. haram
Terdapat kesamaan
Merupakan illatul hukmi
Bagian dari
Niat dalam syarat wudu Niat dalam antara asl dengan
taharah
wudu. berdasarkan tayamum far'u. Maka niat
(bersuci).
hadis. merupakan syarat
dari tayamum.
Terdapat kesamaan
illatul hukmi antara
Perintah Makruh Melakukan
Dijelaskan asl dengan far'u.
meninggalkan melakukan kontrak sewa
hukumnya Maka melakukan
jual beli aktivitas menyewa
dalam Surah kontrak sewa
ketika azan ketika azan pada saat
Jumu’ah ayat 9. menyewa pada
Jumat. Jumat. azan Jumat.
saat azan Jumat
hukumnya makruh.
3. Syarat-Syarat Melakukan Ijtihad
Ijtihad dipahami sebagai upaya berpikir secara maksimal untuk istinbath (menggali)
hukum syar’i yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari dalil
tafshili (Al-Qur’an dan Sunnah). Orang yang berijtihad disebut dengan mujtahid. Menjadi
seorang mujtahid bukanlah sesuatu yang mudah. Ada banyak persyaratan yang harus
dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi seorang mujtahid. Seseorang bisa dikatakan sebagai
mujtahid kalau dirinya mampu memenuhi syarat-syarat, seperti berikut.
a. Memiliki kemampuan untuk menggali hukum dari Al-Qur’an. Maksudnya harus mampu
memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah hukum, seperti:
1) Asbabun nuzul (latar belakang turunnya Al-Qur’an)
2) Nasikh-mansukh (ayat yang mengganti atau yang diganti)
3) Mujmal-mubayyan (kalimat yang global dan terperinci)
4) Al’am-al khash (kalimat yang umum dan khusus)
5) Muhkam-mutasyabih (kalimat yang jelas dan samar), dan lain-lain sebagainya
b. Memiliki ilmu yang jelas tentang Hadis Nabi Muhammad saw., terutama yang berkaitan
dengan persoalan-persoalan hukum, termasuk di dalamnya:
1) Asbabul wurud (latar belakang munculnya Hadis)
2) Rijalul hadis (sejarah para perawi Hadis), dan lain sebagainya.
c. Menguasai persoalan-persoalan yang telah disepakati ulama (ijma’).
d. Memahami qiyas serta dapat menggunakannya dalam usahanya menghasilkan sebuah hukum.
e. Menguasai bahasa Arab dan gramatikalnya secara mendalam seperti nahwu, sharaf,
balaghah serta kaidah-kaidah ushul fikih.
f. Memahami serta menghayati tujuan utama pemberlakuan hukum Islam yaitu memahami
bahwa tujuan hukum Islam adalah rahmatan lil’alamin yang terpusat pada usaha untuk
menjaga perkara dharuriyat (pokok), hajjiyat (pelengkap) dan tahsiniyyat (keindahan).
g. Mempunyai pemahaman serta metodologi yang dapat dibenarkan untuk menghasilkan
keputusan hukum.
h. Mempunyai niat serta akidah yang benar, dengan kata lain tujuannya bukan mengejar
dan mencari urusan duniawi, melainkan murni berniat karena Allah swt.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 11 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


4. Tingkatan Para Mujtahid
Kemampuan dan minat seseorang terbatas. Bahkan ada orang yang sudah puas dengan
mengikuti saja. Sejalan dengan kemampuan dan minat itu, para mujtahid juga bertingkat-tingkat.
a. Mujtahid Mutlaq atau Mustaqil
Mujtahid Mustaqil adalah mujtahid yang telah memenuhi semua syarat-syarat menjadi
mujtahid. Mereka mempunyai otoritas untuk mengkaji hukum langsung dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah, melakukan qiyas, mengeluarkan fatwa atas pertimbangan maslahat,
dan menggunakan metode yang dirumuskan sendiri dalam berijtihad tanpa mengekor
kepada mujtahid lain. Pendapatnya kemudian disebarluaskan kepada masyarakat.
Termasuk dalam tingkatan ini adalah seluruh fuqaha dari kalangan sahabat, fuqaha dari
kalangan tabi’in seperti Sa’id bin Musayyab dan Ibrahim an-Nakha’i, fuqaha mujtahid seperti
Imam Abu Hanifah, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, al-Auza’i, al-Laits
bin Sa’ad, Sufyan ats-Tsauriy, dan Abu Tsaur. Namun yang mazhabnya tetap masyhur
hingga kini adalah 4 Imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam
Ahmad bin Hanbal.
b. Mujtahid Muntasib
Mujtahid Muntasib adalah mujtahid-mujtahid yang mengambil atau memilih pendapat-
pendapat imamnya dalam ushul dan berbeda pendapat dari imamnya dalam cabang,
meskipun secara umum ijtihadnya menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang hampir
sama dengan hasil ijtihad yang diperoleh imamnya. Termasuk dalam tingkatan ini seperti
al-Muzani (mujtahid dari mazhab Syafi’i), at-Tahawi (mujtahid dari mazhab Hanafi), al-
Khiraqi (mujtahid dari mazhab Hambali) dan Abdurrahman ibnu Qasim (mujtahid dari
mazhab Maliki).
c. Mujtahid Mazhab
Mujtahid Mazhab ialah mujtahid yang mengikuti imam mazhabnya baik dalam masalah
ushul ataupun furu’. Peranan mereka sebatas melakukan istinbat hukum terhadap
masalah-masalah yang belum diriwayatkan oleh imamnya. Mujtahid mazhab tidak
berhak berijtihad terhadap masalah-masalah yang telah ada ketetapannya di dalam
mazhab yang dipegangnya. Menurut mazhab Maliki, tidak pernah kosong suatu masa
dari mujtahid mazhab. Misalnya, adalah Imam Abu Yusuf dan Muhammad Ibnul Hasan
adalah mujtahid mazhab Hanafi dan Imam al-Muzani adalah mujtahid mazhab Syafi’i.
d. Mujtahid Murajjih
Mujtahid Murajjih yaitu mujtahid yang tidak mengistinbatkan hukum-hukum furu’ (apalagi
hukum-hukum asal) akan tetapi hanya membandingkan beberapa pendapat mujtahid
yang ada, untuk kemudian memilih salah satu pendapat yang dipandang paling kuat.
Mereka mengikatkan diri dan menganut pendapat-pendapat ulama salaf dengan
mengetahui sumber-sumber hukum dan dalil-dalilnya. Misalnya, al-Karakhi dalam
mazhab Hanafi dan ar-Rafi’i dan an-Nawawi dalam mazhab Syafi’i.
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, khususnya di kalangan Nahdlatul Ulama menjelaskan
bahwa, istilah mujtahid hanya digunakan untuk mujtahid muthlaq, yaitu para imam yang
membangun mazhab, sedangkan selebihnya adalah para imam yang mengikuti kaidah/
metode dari mujtahid muthlaq, dan seluruh umat Islam yang mengikuti mazhabnya disebut
muqallid.

Aktivitas Siswa 1.1


► Jelaskan kembali pentingnya ijtihad (istinbath) dalam hukum Islam? Tuliskan pendapat
kalian pada tempat berikut!
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 12 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


B. Taqlid Sebagai Cara Pengamalan Ajaran Islam

1. Pengerian Taqlid
Taqlid berasal dari kata qallada yang berarti mengulangi, meniru, mengikat, atau
mengikuti. Secara istilah taklid artinya mengamalkan ucapan orang lain tanpa mengetahui
landasan dan basis argumentasi yang digunakan.
Dalam istilah ushul fikih, taqlid adalah:

“Menerima perkataan seseorang, sedangkan engkau tidak mengetahui dari mana asal
pengetahuan itu.
Berkaitan dengan hal ini (taqlid), di Nahdlatul Ulama (NU) terdapat kajian keagamaan
yang disebut dengan Bahtsul Masail. Bahtsul Masail adalah salah satu sarana untuk
meningkatkan kualitas keilmuan seseorang agar lebih tinggi lagi. Harapannya agar mereka
tidak menjadi muqallid a’ma yaitu orang yang mengikut pendapat orang lain tanpa didasari
pengetahuan terhadap argumen yang digunakan oleh orang tersebut. Akan tetapi, bukan berarti
bahwa orang yang sudah mengetahui sekilas dalil-dalil dalam agama itu sudah bisa dikatakan
tidak bertaklid. Sebab bagaimana pun juga dia belum memenuhi syarat untuk menjadi mujtahid.
Pengertian tersebut memiliki maksud bahwa bertaqlid itu mempercayai pendapat
seorang ulama untuk diikuti, meskipun tidak mengerti bagaimana ulama tersebut berijtihad,
atau bagaimana mengistinbath-nya dari ayat Al-Qur’an atau hadis.
K.H. Achmad Siddiq dalam Khitthah Nahdliyyah mengatakan bahwa bertaqlid berarti
“Mengikuti pendapat orang lain yang diyakini kebenarannya sesuai dengan Al-Qur’an dan
hadis.” Mengapa taqlid terjadi?
Dalam kehidupan beragama, taklid memang tidak bisa dihindari. Seorang anak kecil
yang sedang belajar agama seperti tata cara berwudu, salat, puasa, dan ibadah-ibadah
mahdah lainnya tentu akan mengikuti begitu saja apa yang dikatakan oleh guru atau ustaznya
tanpa membantah atau menanyakan argumen atau dalil yang digunakan. Namun, semakin
meningkatnya pengetahuan keagamaan seseorang, ia akan terus mempelajari dalil-dalil dari
suatu pendapat yang lain, atau terus mencari dari mana sumber pendapat tersebut.
Begitu pula orang yang sudah tua dan baru belajar agama atau orang yang
kecerdasannya kurang. Tentu orang yang demikian tidak bisa dibebani hal-hal yang berat.
Jika mereka harus dipaksa untuk mengetahui semuanya secara detail hingga kepada dalil-
dalilnya maka mereka akan merasa keberatan dan justru enggan beribadah. Jadi, bertaklid
tidak selalu identik dengan mengikut secara sembarangan atau dalam bahasa Arab disebut
dengan taqlidul a’ma (tanpa sama sekali mempertimbangkan apakah pendapat yang diikuti
itu benar ataukah sesat).
Jumhur Ulama Ushul Fikih bersepakat bahwa orang awam wajib mengikuti pendapat
para mujtahid dan mengambil fatwanya. Sebab dalam kenyataannya, orang awam pada zaman
Sahabat dan Tabi'in selalu meminta fatwa sahabat yang lebih mengerti atau mampu berijtihad,
dan mengikuti hukum-hukum yang telah difatwakannya. Dengan demikian, muqallid (orang
yang bertaqlid) adalah orang yang bisa memahami kitab-kitab fikih, namun tidak memilih
mana pendapat yang berbobot dan yang tidak. Apa yang terdapat dalam kitab itu diambilnya
lalu ia menyebutkan hukum suatu masalah. Ia menyebutkan bahwa hukum ini diterangkan
dalam kitab tertentu menurut ulama tertentu. Hal yang seperti ini sudah lazim berlaku di kalangan
mereka yang mengaku terkait dengan mazhab, maupun mereka yang tak terkait sama sekali.
Orang yang bertaqlid itu tetap mempunyai dalil, tetapi dalilnya adalah pendapat atau
perkataan gurunya. Hal seperti ini sebenarnya tidak akan bisa dihilangkan dari masyarakat
manapun, sehingga praktik semacam ini dalam syari’at Islam tetap dibenarkan, sejauh mana
ajaran dalam kitab itu atau perkataan gurunya tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
hadis.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 13 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Hukum bertaqlid itu ada dua macam:
a. Diperbolehkan, yaitu bertaqlid dalam masalah-masalah furu’ bagi orang yang tidak mampu
berijtihad, dengan mengikuti tuntutan para imam mazhab. Namun orang awam tersebut masih
diwajibkan untuk selalu menuntut ilmu dan meningkatkan kualitas diri terhadap pengetahuan
hukum-hukum Islam.
b. Tidak diperbolehkan, apabila:
1) Bertaqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan yang jelas-jelas bertentangan dengan
ajaran Islam.
2) Bertaqlid kepada seseorang yang tidak diketahui kemampuan, keahlian, dan identitasnya.
3) Bertaqlid kepada pendapat yang jelas-jelas salah.
4) Bertaqlid dalam masalah keimanan, kecuali bagi orang bodoh yang tidak berpeluang untuk belajar.
Dasar diperbolehkannya taklid
1. Firman Allah

".... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui." (QS. An-Nahl: 43)
Ayat di atas menunjukkan perintah kepada orang-orang yang tidak mengetahui untuk taklid
kepada para mujtahid.
2. Tidak semua sahabat menjadi mufti atau tempat bertanya para sahabat yang lain. Banyak juga
sahabat yang masih awam. Mereka juga bertanya dan mengikut para sahabat yang menjadi
mujtahid. Dan jumlah orang awam itu jauh lebih banyak daripada orang yang pandai.

Aktivitas Siswa 1.2


► Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan uraian yang jelas dan tepat!
1. Apa yang kalian pahami dengan taqlid dan muqallid?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
2. Apa hukum taqlid bagi orang awam?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
3. Apakah dasar dibolehkannya taqlid?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
4. Kapan taqlid itu dilarang dan diperbolehkan?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
5. Apa beda ijitidad dengan taqlid?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 14 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


2. Hakikat Bermazhab
Mazhab menurut bahasa berasal dari kata “dzahaba”, artinya jalan atau tempat yang
dilalui. Lebih rinci berasal dari kata kerja (fi’il);

"Ia telah berjalan, ia telah berlalu, ia telah pergi, ia telah mati dan lain-lain yang serupa itu.
Tetapi umumnya dalam bahasa Arab terpakai dengan arti “berjalan” atau “pergi”. Maka kata
“mazhab” itu biasa diartikan dengan jalan atau tempat yang dilalui. Adapun arti mazhab
menurut istilah yang telah berlaku di sisi para ulama ahli fikih ialah mengikuti sesuatu yang
dipercayai, misalnya:

“Si Fulan mengikut dengan mazhab Si Fulan.”


Atau bisa berarti: Tempat berjalan yang diikuti/yang dituju, dan dengan ini maka juga dapat
diartikan sebagai; dasar pendirian yang diturut, karena telah dipercayai sepenuhnya. Misalnya
seperti yang pernah dikatakan oleh Imam Syafi’i:

“Apabila telah sahih suatu hadis maka itulah mazhabku.”


Maksud ucapan beliau tersebut adalah; Apabila ada satu hadis yang sahih, baik bagi
beliau maupun ulama yang lain, maka hadis itu adalah mazhab (dasar pendirian) beliau.
Dari definisi mazhab di atas dapat dipahami bahwa mazhab adalah metode (manhaj)
yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan penelitian imam mujtahid, kemudian orang yang
menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang jelas batasan-batasannya, bagian-
bagiannya dan dibangun di atas dasar prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah.
Mazhab merupakan metode pemikiran yang dibangun oleh seorang mujtahid mutlaq
mustaqil yaitu orang yang mampu berijtihad dengan menggunakan cara atau metode yang
dirumuskannya sendiri dan diakui oleh para Imam yang lain, pola pemahaman dengan
metode, prosedur dan produk ijtihad itu juga diikuti oleh umat Islam yang tidak mampu
berijtihad sendiri, karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang dimiliki.
K.H. Zainuddin Dimyathi di dalam kitab Al-Idza’ah Al Muhimmah, menyebutkan:

“Mazhab adalah hukum dalam berbagai masalah yang diambil, diyakini dan dipilih oleh
para imam mujtahid.”
Singkatnya, mazhab adalah hasil ijtihad seorang imam tentang hukum sesuatu masalah
agama, khususnya dalam masalah fikih, misalnya; menyentuh wanita yang tidak mahram
hukumnya membatalkan wudu’ menurut Imam Syafi’i. Maka dengan sendirinya mazhab
hanya terdapat dalam masalah-masalah “dzanniyah” atau “ijtihadiyah”, sehingga tidak benar
jika dikatakan bahwa hukum salat lima waktu adalah wajib menurut mazhab Syafi’i, sebab
hukum wajibnya salat adalah wajib yang bersifat qath’iyyah.
Dalam praktiknya, bermazhab itu dapat dibedakan dalam dua hal:
a. Bermazhab secara manhaji (metodologis), artinya mengikuti mazhab sebagai metode
beristinbath/berijtihad untuk menemukan suatu hukum. Bermazhab dengan cara ini
hanya dapat dilakukan oleh mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk beritihad
sendiri, akan tetapi belum mencapai level mujtahid mutlaq. Bermazhab secara manhaji
juga bisa dilakukan dengan cara istinbath jama’i, artinya upaya mendaptkan suatu
hukum secara bersamaan oleh beberapa orang.
b. Bermazhab secara qauli, yaitu mengikuti qaul (pendapat) atau hasil ijtihad para mujtahid.
Semua qaul dari para mujtahid itu dapat ditemukan dalam kitab-kitab fikih yang mu’tabar
(representatif/dapat dipertanggungjawabkan), ataupun didengar dari keterangan para
ulama yang mu’tabar.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 15 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Bagi kaum awam, bermazhab itu merupakan suatu keharusan, meskipun mereka bisa
diharapkan untuk menemukan sumber dari pendapat imam yang dianutnya. Adapun dasar
yang bisa dipakai alasan tentang keharusan bermahzab bagi orang awam antara lain:
a. Firman Allah dalam Surah An Nahl ayat 43:

“... Maka bertanyalah kepada orang-orang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.
Ayat ini merupakan perintah kepada orang-orang yang tidak mengerti hukum dan dalil-
dalilnya agar mengikuti orang lain yang mengetahui. Sehingga bertaqlid kepada para
mujtahid, bagi kaum awam adalah suatu keharusann.
b. Sahabat Nabi banyak yang mengikuti petunjuk yang diberikan oleh sahabat lain yang lebih pandai.
Tingkat keilmuan para sahabat tidaklah sama. Tidaklah semua sahabat ahli hukum, bahkan
sangat sedikit bila dibandingkan dengan yang awam. Berarti telah terjadi taqlid atau ittiba’ di
antara para sahabat Nabi. Kenyataan semacam itu terus berlangsung pada zaman tabi’in
dan sesudahnya, bahkan samapai sekarang.
c. Secara akal, bagi orang yang tidak mempunyai kemampuan ijtihad, apabila menghadapi
suatu masalah hukum maka akan ada dua kemungkinan yang dilakukan, yaitu mungkin
ia tidak melakukan apa-apa, atau akan mencari dalil dengan kemampuannya sendiri.
Usaha mencari dalil sendiri merupakan sesuatu yang sulit bagi mereka. Usaha mencari
dalil ini akan menghambat kegiatan mereka sehari-hari, dan mempersulit pelaksanaan
perintah agama. Oleh sebab itu bermazhab dan bertaqlid merupakan jalan yang terbaik.

Aktivitas Siswa 1.3


► Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan uraian yang jelas dan tepat!
1. Apa yang kamu ketahui tentang mazhab?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
2. Sebutkan mazhab-mazhab fikih yang terkenal dan masih dipraktikkan hingga saat ini!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
3. Apa pengertian mazhab menurut K.H. Zainuddin Dimyathi?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
4. Apa arti mazhab secara qauli dan manhaji?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
5. Apakah bermazhab dan taklid wajib bagi orang Islam yang awam? Jelaskan!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
3. Bermazhab Memelihara Kemurnian Ajaran Islam
Islam adalah agama yang mengembangkan kehidupan berpikir dan mewajibkan
umatnya menuntut ilmu. Islam menentang taqlid buta atau ikut-ikutan tanpa ilmu. Karena
itu, agama Islam sangat menganjurkan dan menghargai tampilnya para pemikir (mujtahid),
sehingga orang-orang Islam yang berijtihad dengan sungguh-sungguh dijanjikan dua pahala
bila ijtihadnya benar, dan satu pahala bila ijtihadnya salah. Namun demikian, berijtihad
bukanlah merupakan pekerjaan seorang yang mempunyai peluang terbatas, setengah-
setengah, apalagi yang tergolong awam.

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 16 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Tingkat kemampuan manusia tentu berbeda-beda, ada yang tingkat kecerdasan dan
keilmuannya sangat tinggi, tetapi tidak sedikit orang yang tingkat kecerdasan dan keilmuannya
sangat terbatas, bahkan pada tingkat ini merupakan golongan mayoritas. Agama Islam
menganjurkan kepada setiap muslim agar menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Hal yang
menjadi garis bawah adalah tidak semua orang mempunyai kesempatan yang sama dan
tingkat kecerdasan yang sama pua, sehingga hasil yang dicapai oleh masing-masing orang
tentu berbeda. Dalam masalah ini, mereka yang pandai berkewajiban untuk mengajarkan
ilmu yang dimilikinya, sedangkan mereka yang bodoh harus mengambil ilmu dari yang
pandai. Di sinilah, ada orang yang selalu mengikuti pendapat orang lain, karena keadaan
dan kemampuan dirinya memang terbatas.
Agama Islam sendiri membuka pintu selebar-lebarnya dan menganjurkan bagi seluruh
umatnya umtuk mencapai kemampuan berpikir semaksimal mungkin. Dengan kemampuan
berpikir akan dapat menjelajah, meneliti, dan menemukan rahasia ilmu dan hikmah syari’at
Islam. Tetapi tidak semua orang mampu berbuat demikian. Kemerdekaan berpikir tidak boleh
diterapkan secara gegabah dan bebas kendali. Kemerdekaan itu hanya berlaku bagi mereka
yang telah memenuhi syarat tertentu, misalnya bertaqwa, berilmu, tekun beribadah, berakhlak,
dan sifat-sifat mulia lainnya. Seandainya orang yang belum memenuhi persyaratan ijtihad,
atau untuk berijtihad tidak dipersyaratkan apapun, maka bisa dibayangkan bagaimana hasil
yang dicapai. Dan apabila hal itu terjadi, niscaya akan menjadi bencana bagi umat Islam.
Sebab yang timbul adalah banyaknya hasil pemikiran yang berbeda dan bertolak belakang,
yang tentunya akan menjadikan keridaktertiban hukum Islam.
Oleh karena itu, sepeninggal Rasulullah saw., telah lahir mujtahid-mujtahid besar
yang telah merumuskan jawaban terhadap bebagai masalah hukum yang amat luas dan
banyak ragamnya. Kemudian hasil pemikiran para mujtahid yang telah teruji kebenaranya,
kekuatannya, maupun kesesuainnya dengan kondisi masyarakat itu akhirnya mengerucut
hanya dalam empat hasil rumusan pemikiran. Maka masing-masing dari keempat hasil pemikiran
yang terstruktur itu menjadi mazhab yang diikuti oleh seluruh umat Islam sampai sekarang.
Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi umat Islam zaman sekarang, kecuali bermazhab dengan
mengikuti tuntutan salah satu Mazhab Empat. yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki mazhab
Syafi’i, dan mazhab Hanbali.
Bermazhab pada dasarnya ialah mengikuti ajaran atau pendapat imam mujtahid yang
diyakini mempunyai kewenangan berijtihad. Menurut Said Ramadlan Al-Buthi, bermazhab
didefinisikan sebagai berikut.

“Mengikuti orang awam atau orang-orang yang tidak mencapai kemampuan ijtihad kepada
pendapat atau ajaran seorang imam mujtahid baik secara terus menerus atau berpindah-
pindah dari seorang mujtahid kepada seorang mujtahid yang lain.”
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa dalam bermazhab terdapat dua pihak, yaitu:
pihak-pihak yang diikuti pendapatnya atau diikuti hasil ijtihadnya, yaitu para imam mujtahid dan
pihak yang mengikuti pendapat atau hasil ijtihad imam mujtahid. Mereka adalah orang awam
yang tidak mempunyai keahlian di bidang agama yang justru merupakan mayoritas masyarakat
muslim di seluruh dunia.
Bermazhab itu pada hakikatnya tidak berarti meninggalkan Al-Qur’an dan As Sunnah, karena
pengambilan sumber-sumber hukum yang digali oleh imam-imam mazhab itu tidak lain adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bahkan dengan pemikiran para Imam mazhab itulah Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam terselamatkan dari berbagai bentuk penyelewengan
dan kesalahan.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 17 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Di antara manfaat bermazhab dalam kaitannya dengan pengalaman ajaran Islam antara lain:
a. Bermazhab dapat memudahkan bagi umat Islam untuk mempelajari ajaran agamanya
dan mengetahui hukum-hukum atas berbagai macam perbuatan.
b. Bermazhab dapat menyelamatkan umat Islam dari penyimpangan, salah tafsir, dan
kekeliruan dalam memahami dan mengamalkan dan mengamalkan ajarab agamanya.
c. Bermazhab dapat membatasi meluasnya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam.
Artinnya dengan bermazhab, maka umat Islam seluruh dunia hanya dikelompokkan
dalam empat golongan besar, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, yang selama
berabad-abad telah dibuktikan oleh sejarah tidak pernah terjadi pertikaian antara satu
sama lain, bahkan dapat menjadikan kemudahan bagi umat Islam.
Bagaimana dengan Nahdlatul Ulama?
Nahdlatul Ulama adalah Jam’yyah berpaham Ahlussunnah wal Jamaah yang memilih bermazhab.
Berikut beberapa alasan:
a. Kualitas pribadi dan keilmuan mereka (imam mazhab) sudah masyhur. Jika disebut
nama mereka dapat dipastikan mayoritas umat Islam di dunia mengenal dan tidak perlu
lagi menjelaskan secara detail.
b. Keempat Imam Mazhab tersebut merupakan imam mujtahid Mutlaq Mustaqil, yaitu
imam mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-Fikr, pola, metode,
proses dan prosedur istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan. Imam
Ghazali belum mencapai derajat seperti Imam Mazhab itu. Beliau masih mengikuti
mazhab Imam Syafi’i.
c. Para Imam Mazhab itu mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan
mengembangkan mazhabnya yang bersumber dari Al-Qur’an yang masih terjamin
keasliannya hingga saat ini.
d. Para Imam mazhab itu mempunyai mata rantai dam jaringan intelektual (hubungan guru
murid) di antara mereka. Misalnya:

Imam Abu Hanifah pada waktu menunaikan ibadah haji sempat bertemu dengan
Imam Malik di Madinah. Hal itu merupakan pertemuan dua tokoh besar dari
dua aliran yang berbeda. Imam Abu Hanifah sebagai tokoh aliran Ahlu Al-Ra’yi,
sedang Imam Malik merupakan tokoh aliran Ahlu Al-Hadis. Kedua tokoh ini
sempat melakukan dialog ilmiah interaktif di Madinah, yang terakhir dengan sikap
saling memuji dan mengakui kepakaran masing-masing di hadapan pengikutnya.
Peristiwa itu kemudian mendorong salah seorang murid senior Imam Abu Hanifah,
yakni Imam Muhammad bin Hasan, belajar kepada Imam Malik di Madinah selama
dua tahun.
Imam Sya•’i yang cukup lama menjadi murid Imam Malik dan selama sembilan
tahun mengikuti mazhab Maliki, tertarik mempelajari mazhab Hana•. Ia berguru
kepada Imam Muhammad bin Hassan, yang waktu itu menggantikan Abu Hanifah
yang sudah wafat.
Ternyata Imam Muhammad bin Hasan ini sudah pernah bertemu akrab dengan
Imam Sya•’i sewaktu bersama-sama belajar kepada Imam Malik di Madinah. Di
antara keduanya saling tertarik dan mengagumi. Ini terbukti, waktu Imam Sya•’i
ditangkap oleh pemerintah Abbasiyah karena di•tnah terlibat gerakan Alawiyah
di Yaman, yang membela dan memberikan jaminan adalah Imam Muhammad bin
Hasan.
Selama Imam Sya•’i berada di Baghdad yang kedua, Imam Ahmad bin Hambal
cukup lama belajar kepada Imam Sya•’i. Kalau diperhatikan, ternyata keempat
imam mazhab tersebut mempunyai sikap tawaduk dan saling menghormati.
Kebesaran dan popularitas masing-masing tidak mempengaruhi sikap dan perilaku
akhlaqul karimahnya, itu merupakan citra terpuji dari para pemegang amanah
keilmuan yang luar biasa.

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 18 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


4. Sistem Bermazhab Menurut Ahlussunnah wal Jamaah
Nahdlatul Ulama adalah golongan bermazhab.
Penegasan ini didasari pemahaman bahwa bermazhab
merupakan cara yang dapat memberikan jalan bagi setiap
orang yang belum mencapai tingkatan mujtahid untuk
melakukan perbuatan hukum yang lebih mudah dan lebih
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Di samping itu bermazhab merupakan cara
yang paling baik dan mudah untuk memahami serta
mengamalkan ajaran/hukum Islam. Karena itu, bagi Nahdlatul Ulama bermazhab merupakan
sesuatu yang sangat prinsip. Bahkan Nahdlatul Ulama didirikan antara lain untuk melestarikan
prinsip ini.
Penegasan sebagai penganut mazhab, juga dituangkan dalam rumusan dasar-dasar
paham keagamaan NU dalam “Khittah Nahdliyin”. Di antaranya berbunyi Nahdlatul Ulama
menggunakan jalan pendekatan (al-mazhab) ; di bidang fikih mengikuti salah satu mazhab
empat”. Berdasarkan pernyataan tersebut, dalam Nahdlatul Ulama tidak berlaku mazhab
selain mengikuti salah satu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, tanpa meremehkan
keberadaan mazhab-mazhab yang lain.
Setidaknya ada lima alasan yang melandasi pertimbangan Nahdlatul Ulama dalam
menetapkan sistem bermazhab pada empat mazhab tersebut, yaitu:
a. Manhaj atau metode pendapat-pendapat dari empat mazhab tersebut terbukukan secara
lengkap dan tertib.
b. Keempat mazhab tersebut sudah berabad-abad diterima dan diakui oleh mayoritas
umat Islam di seluruh dunia.
c. Empat mazhab tersebut telah terbukti tahan uji dalam menghadapi kritik dan koreksi
terbuka sepanjang perjalanan sejarahnya.
d. Empat mazhab tersebut dikenal lentur (fleksibel) dalam menghadapi tantangan dan
perkembangan zaman.
e. Adanya keyakinan bahwa manhaj dan pendapat dari keempat mazhab tersebut bersumber
dari Al-Qur’an dan Al-Hadis, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Di samping itu sistem bermazhab yang dianut oleh Nahdlatul Ulama dengan membatasi
keempat mazhab tersebut memiliki nilai lebih dan dapat membentuk kepribadian organisasi
dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Menggunakan Al-Qur’an dan Al-Hadis sebagai acuan dalam upaya memahami dan
mengamalkan ajaran agama.
b. Berpijak kepada kebenaran sesuai dengan tuntunan Rasulullah, para sahabat dan As
Salafus Shalih.
c. Kontinuitas ijtihad sebagaimana disiratkan oleh konsep Al-Qur’an, As-Sunnah dan
Ijtihad dengan berpegang teguh pada prinsip:

“Memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik.”
d. Toleransi dalam perbedaan pendapat sesuai ketentuan dalam sebuah hadis:

"Barang siapa yang berpendapat (ijtihad) dan benar, maka ia mendapat dua pahala.
Tetapi bagi yang salah (dianggap salah) maka mendapat satu pahala.”
e. Moderasi (tasawuth) artinya tengah-tengah dalam sikap dan pandangannya.
f. Solidaritas dan kesatuan umat Islam dalam jamaah.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 19 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


Aktivitas Siswa 1.4
► Bagilah kelas menjadi 4 kelompok besar! Tunjuklah 1 siswa menjadi ketua kelompok!
Masing-masing kelompok mendiskusikan 1 mazhab:
Kelompok A: Mazhab Hanafi
Kelompok B: Mazhab Maliki
Kelompok C: Mazhab Syafi’i
Kelompok D: Mazhab Hambali
Hal-hal yang perlu didiskusikan, seperti pada kolom berikut! Kumpulkan hasilnya
pada guru dalam bentuk laporan! Untuk memperkuat hasil diskusi, cari referensi
pembanding!
Nama Mazhab: Maliki
No. Bidang Diskusi Penjelasan

1. Pendiri Mazhab

2. Lahir/Wafat Imam

3. Guru/Murid

4. Dasar pengambilan hukum

Karakteristik Mazhab
5. (perbadingan dengan mazhab
lain)

Penyebaran Mazhab (wilayah/


6.
negera)

► Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!


1. Apa yang kalian pahami tentang mazhab? Jelaskan!
Jawab: ......................................................................................................................................................
2. Apakah pentingnya bermazhab bagi umat Islam?
Jawab: ......................................................................................................................................................
3. Bagaimana cara menyikapi tetang adanya perbedaan pendapat di antara imam mazhab?
Jawab: ......................................................................................................................................................
4. Jelaskan alasan yang melandasi pertimbangan Nahdlatul Ulama dalam menetapkan sistem
bermazhab!
Jawab: ......................................................................................................................................................
5. Sebutkan fungsi dan kegunaan mengikuti mazhab dalam kaitannya dengan pelaksanaan
ibadah?
Jawab: ......................................................................................................................................................

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 20 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


C. Istinbath Hukum di Lingkungan Nahdlatul Ulam

1. Tradisi Bahtsul Masail


Bahtsul Masail adalah suatu majelis
(forum) yang dimiliki Jam’iyyah Nahdlatul
Ulama untuk menjawab dan memecahkan
masalah-masalah yang terjadi masyarakat
dari tinjauan hukum agama, baik masalah
ibadah, sosial, ekonomi, maupun politik.
Dalam prosesnya, Bahtsul Masail berfungsi:
a. Melakukkan saringan-saringan
terhadap berbagai masalah yang dapat
memunculkan kewajaran dalam hidup
sebagai umat Islam. "Bahtsul Masail merupakan forum terstruktur
b. Merupakan sebuah proses berpikir dan dan berjenjang dari musyawarah di pondok
proses mengukur ketepatan sebuah pesantren, diangkat menjadi keputusan Bahtsul
hukum. Masail di tingkat ranting, cabang, sampai pada
muktamar, sehingga menjadi keputusan yang
c. Membuat agama menjadi kuat dan
objektif dan aktual."
besar, dan dapat membuat keutuhan
umat, karena dengan Bahtsul Masail
itu akan terjadi sebuah proses pengkajian terhadap celah-celah hukum agama dan
kaidah-kaidahnya tanpa menghapuskan identitas agama.
d. Melalui Bahtsul Masail akan terjadi proses penyesuaian terus-menerus terhadap suatu
perkembangan yang dapat mewujudkan kelenturan. Kelenturan ini menjadi penting
karena dalam kehidupan sekarang terdapat banyak pilihan untuk dapat menetapkan
suatu hukum, apakah masih pada batas kelenturan, atau sudah keluar dari aturan
agama. Kelenturan hukum yang tidak keluar dari ajaran agama inilah yang menjadi
aktualisasi hukum itu sendiri. Konsep Al Istihsan (pilihan terbaik) pada Mazhab Hanafi,
Al Mashlahatul Mursalah (fokus tehadap kemaslahatan) pada Mazhab Maliki, Al Qiyas
(analogi) pada Mazhab Sayafi’i, dan Al Istiqra’ (dedukasi) pada mahdzhab Hanbali
justru menunjukkan kemungkinan adanya perkembangan yang lentur tanpa kehilangan
prinsip.
Dalam perkembangannya, selain berbicara tentang masalah keagamaan praktis saja,
Bahtsul Masail menjad ruang atau forum membicarakan masalah-masalah aktual yang
menyangkut bangsa secara keseluruhan, masalah-masalah yang kontemporer, dan haliyah
(kekinian). Sehingga semua masalah sebelum diterapkan, terlebih dahulu diuji lewat Bahtsul
Masail, maka akan sangat kecil terjadi benturan-benturan.
Dengan kata lain, Bahtsul Masail di NU menunjukkan kemampuan NU untuk mengembangkan
pranata di dalam dirinya yang bersifat kultural agamis, dalam arti pembiasaan setiap hari untuk
membahas, memikirkan, dan memutuskan berbagai masalah, sehingga turut menentukan arah
dari perkembangan politik di Indonesia. Dan dengan demikian pula NU tetap berada pada posisi
menemukan keseimbangan antara politik dan agama.
2. Tata Cara Pengambilan Keputusan Dalam Kerangka Bermazhab
Jika pada suatu masa tidak dijumpai orang-orang yang memenuhi persyaratan ijtihad,
atau pada suatu saat semua orang mengakui dirinya tidak memenuhi persyaratan ijtihad,
maka dalam merespon peristiwa-peristiwa hukum yang tumbuh dan berkembang, tentunya
ditempuh dengan ijtihad secara kolektif atau Istinbath Jama’i, yakni ijtihad yang dilakukan
sekelompok orang tertentu secara bersama-sama.
Dalam kerangka ini, maka perlu dibangun Lembaga Ijtihad yang masing-masing anggotanya
memiliki keahlian tersendiri walaupun tidak sampai memenuhi persyaratan ijtihad. Alternatif ini
penting dilakukan dalam upaya mencari jalan penyelesaian (solusi) terbaik dalam masalah-
masalah fikih yang tidak pernah terjadi pada masa para imam mujtahid, bahkan terus berkembang
sesuai dengan tuntutan zaman.
untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 21 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an
Dalam pengambilan suatu keputusan hukum, Nahdlatul Ulama menetapkan langkah
dan tata cara taqrir (penetapan keputusan) sebagai pedoman dalam pelaksanaan Bahtsul
Masail di lingkungan Nahdlatul Ulama sebagaimana hasil keputusan Musyawarah
Nasional Alim Ulama NU di Bandar Lampung sebagai berikut.
"Dalam kasus ketika jawaban dapat dicukupi oleh ibarat (teks) kitab dan di sana
terdapat lebih qaul/wajah (pendapat), maka dilakukan taqrir jama’i (penetapan keputusan
kolektif) untuk memilih satu qaul/wajah." Yang dimaksud dengan taqriri jama’i adalah
upaya secara koletif untuk menetapkan pilihan terhadap satu di antara beberapa qaul/wajah.
Pilihan salah satu pendapat yang diajukan:
a. Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahat dan atau yang lebih kuat.
b. Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan Muktamar NU
Pertama, bahwa perbedaan pendapat dilaksanakan dengan memilih:
1) Pendapat yang disepakati oleh Imam Nawawi dan Ro•’i
2) Pendapat yang dipegang oleh Imam Nawawi saja
3) Pendapat yang dipegang oleh Imam Ro•'i saja
4) Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama
5) Pendapat ulama yang terpandai
6) Pendapat ulama yang paling wara’
Dalam kasus ketika ada dua qaul/wajah yang berbeda dari satu imam, maka jawaban
ditempuh berdasarkan kitab di mana qaul/wajah itu dimuat. Dalam kasus ketika ada dua
jawaban yang berbeda, maka jawaban yang dipilih berdasarkan penegasan/penilaian
mu’allif (penyusun) kitab yang mu’atabar (representatif).
Dalam kasus tidak ada qaul sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan
ilhaq (menyamakan dengan masalah yang sudah jadi) secara jama’i oleh para ahlinya. Dalam
kasus tidak ada qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka dilakukan
istinbath jama’i, dengan prosedur bermazhab secara manhaji oleh para ahlinya.
Sumber: Pendidikan Aswaja & Ke-Nu-an MA/SMA/SMK Kelas 11, PW LP Ma'arif NU Jawa Timur.

Aktivitas Siswa 1.5


► Lakukan tugas-tugas berikut!
1. Kunjungi laman https://islam.nu.or.id/ubudiyah atau scan kode QR
berikut!
2. Pilih salah satu bahasan tentang suatu hukum, lalu bersama kelompok
buatkan kesimpulan!
3. Pemahaman baru apa yang kalian dapatkan setelah diskusi?
4. Tuliskan hasil diskusi pada tempat berikut!

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 22 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


D. Cara Bertaqlid yang Benar (Ittiba’, Tarjih dan Talfiq)

1. Ittiba’
Kata “Ittiba’” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il ”Ittaba’”, yang
artinya adalah mengikut atau menurun.” Ittiba’ menurut istilah adalah :

“Menerima perkataan orang lain dan (kamu) mengetahui dari mana sumber alasan tersebut.”
Jadi, ittiba’ berdasarkan definisi di atas adalah diterimanya fatwa atau perkataan oleh
seseorang yang mana perkataan tersebut dapat dipertanggung jawabkan karena sesuai dengan
sumber yang jelas yakni dari Al-Qur’an, As-Sunnah, serta hasil ijtihad ulama-ulama.
Muttabi’ adalah seseorang yang menerima perkataan atau fatwa oleh seseorang
Muttaba’ yang bersumber dari Al Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama. Sedangkan
Muttaba’ adalah orang yang memberikan fatwa atau perkataan kepada Muttabi’. Seorang
Muttabi’ harus mengetahui bahasa Arab atau dalilnya tetapi tidak harus tahu mengetahui sah
atau tidaknya sebuah fatwa atau Hadis dikarenakan seorang Muttaba’ sudah mengatakan
sah maka sah-lah fatwa tersebut dan seorang Muttaba’ harus bertanggung jawab atas
perkataannya tersebut dikarenakan berdosalah dia jika berdusta atau mengesahkan sesuatu
Hadis tanpa mengecek kebenaran Hadis tersebut. Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk
Muttabi’ maka jika seorang Muttaba’ berdusta seorang Muttabi’ tidak berdosa.
Menurut ulama ushul, ittiba` adalah mengikuti atau menuruti semua yang diperintahkan,
yang dilarang, dan dibenarkan Rasulullah saw. Dengan kata lain ialah melaksanakan
ajaranajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Nabi Muhammad saw.

"Dan apa yang diberikan rasul kepadamu, terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu,
tinggalkan-lah. Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah amat keras hukumnya.
(Q.S. Al-Hasyr:7)
Dari ayat diatas Allah swt. telah memerintahkan bahwa seorang hamba harus mengikuti
perintah-Nya. Dan perintah-perintah tersebut merupakan wajib bagi setiap muslim. Dengan kata
lain ittiba’ adalah mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui dalil atau argumennya.
Misalnya seseorang mengikuti pendapat Imam Syafi'i tentang wajibnya membaca Surah Al-
Fatihah dalam salat, maka ia harus mengetahui juga dalil-dalil yang mewajibkan membaca
Al-Fatihah dalam salat. Begitu pula dalam masalah-masalah fikih yang lain.
2. Tarjih
Kata “tarjih” yakni menguatkan salah satu di antara dua dalil yang bertentangan
berdasarkan beberapa indikasi yang dapat mendukungnya. Apabila salah satu dari dua
dalil tersebut berlawanan itu tidak diketahui mana yang datangnya kemudian, maka tidak
akan terjadi nasikh-mansukh dalam menghadapi keadaan yang demikian ini seorang mujathid
hendaklah meneliti diantara 2 dalil tersebut yang lebih kuat.
Contoh tarjih:

Terdapat hadis dari Abu Hurairah bahwa orang yang pada waktu Subuh masih
dalam keadaan junub (belum mandi besar) maka tidak sah puasanya. Akan tetapi, di sisi
lain ada hadis dari Aisyah bahwa pada bulan puasa Nabi dalam keadaan junub (belum
mandi besar) dan Nabi tetap melanjutkan puasanya. Kedua dalil itu bertentangan,
keduanya kuat, tidak ada keterangan nasikh dan mansukh. Maka hadis Aisyah lebih
dikuatkan karena Aisyah adalah istri Nabi yang jauh lebih mengetahui seluk beluk
kehidupan rumah tangga beliau daripada Abu Hurairah, termasuk dalam hal junub dan
mandinya. Menguatkan salah satu Hadis inilah yang disebut sebagai tarjih.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 23 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


3. Talfiq
Kata talfiq berarti mempertemukan menjadi satu. Sedangkan makna talfiq dalam ilmu
ushul fiqih yaitu:

“Mengamalkan satu hukum yang terdiri dari dua mazhab atau lebih”
Berdasar definsii ini talfiq memiliki arti yaitu mencampurkan pendapat dua mujahid atau
lebih akan satu masalah yang sama atapun berbeda. Jadi, Talfiq adalah menggunakan dua
mazhab dalam satu amal perbuatan.
Contoh:
Sesorang mengikuti mazhab Imam Syafi’i dalam hal mengusap sebagian kepala,
namun ia menggunakan mazhab Imam Maliki seperti tidak wajib membaca basmalah dalam
salat. Dan menggunakan mazhab Hanafi dalam hal tidak batalnya bersentuhan antara laki-
laki dan perempuan. Maka, orang yang demikian tidak sah shalatnya. Sebab wudunya tidak
sah menurut Imam Maliki karena hanya mengusap sebagian kepala dan tidak seluruhnya.
Sedangkan salatnya tidak sah menurut Imam Syafii karena tidak membaca basmalah dalam
Al-Fatihah. Dan wudunya juga batal menurut Imam Syafii karena ia bersentuhan dengan
perempuan dewasa yang bukan muhrimnya.

Aktivitas Siswa 1.6


► Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan baik dan benar!
1. Apa yang kalian ketahui tentang taklid? Apa bedanya dengan ittiba'?
Jawab: .....................................................................................................................................................
2. Apa arti tarjih? Tunjukkan contohnya!
Jawab: .....................................................................................................................................................
3. Apa tujuan dari ittiba'?
Jawab: .....................................................................................................................................................
4. Apa yang kalian ketahui tentang talfiq? Tunjukkan contohnya!
Jawab: .....................................................................................................................................................
5. Apakah terdapat talfiq yang diperbolehkan dan dilarang?
Jawab: .....................................................................................................................................................

Aktivitas Siswa 1.7


► Beri penjelasan kembali istilah-istilah berikut!
1. Istinbat
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
2. Taqlid
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
3. Talfiq
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 24 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


Ringkasan Materi
- Usaha penelitian terhadap cakupan atau kandungan ayat dan sunah, dan pengembangan
prinsip-prinsip dasar untuk penelitian dimaksud dikenal dengan ijtihad.
- Ijtihad di kalangan ulama NU dipahami sebagai upaya berpikir secara maksimal untuk istinbath
(menggali) hukum syar’i yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia secara langsung dari
dalil tafshili (Al-Qur’an dan Sunnah). Orang yang berijtihad disebut dengan mujtahid.
- Taqlid artinya mempercayai pendapat seorang ulama untuk diikuti, meskipun tidak
mengerti bagaimana ulama tersebut berijtihad, atau bagaimana mengistinbath-nya dari
ayat Al-Qur’an atau hadis.

Evaluasi Siswa
I. Berilah tanda silang (x) huruf a, b, c, d, atau e pada jawaban yang tepat!

1. Kata ijtihad secara bahasa berarti... 5) Pengerahan kemampuan dalam


a. kesungguhan memperoleh dugaan kuat tentang
b. komitmen sesuatu dari hukum syara’ bagi siapa
c. kesadaran saja yang mau.
d. kemuliaan Pengertian ijtihad menurut Imam Asy-
e. keramahan Syaukani ditunjukkan nomor ....
a. 1)
2. Mengeluarkan hukum yang bersifat
praktis berkaitan dengan perbuatan b. 2)
mukallaf dari dalil-dalil syar’i yang rinci, c. 3)
baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadis d. 4)
disebut dengan… e. 5)
a. Ijtihad 4. Sebagai sumber hukum ketiga, ijtihad
b. Istinbath menduduki posisi penting dalam Islam
c. Talfiq setelah Al-Qur’an dan As-sunnah.
d. Ijmak Hal di bawah ini yang paling mendasari
e. Istihsan urgensi ijtihad adalah ...
3. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut! a. Semua jawaban atas setiap persoalan
1) Mengerahkan kemampuan dalam ada di dalam Al-Qur’an hanya bersifat
memperoleh hukum syar’i yang bersifat global sehingga butuh penjelasan.
amali melalui cara istinbath. b. Tidak setiap muslim mampu mengkaji
2) Pengerahan kemampuan seorang Al-Qur’an dan As-Sunnah secara
faqih untuk menghasilkan dugaan kuat langsung, maka diperlukan ulama
tentang hukum syar’i. mujtahid.
3) Pengerahan kemampuan dalam c. Sepeninggal Rasulullah saw., estafet
memperoleh dugaan kuat tentang dakwah Islam dilanjutkan oleh para
sesuatu dari hukum syara’ dalam bentuk ulama melalui proses ijtihad.
yang dirinya merasa tidak mampu d. Banyaknya persoalan yang muncul
berbuat lebih dari itu. di kehidupan kaum muslimin/
4) Pengerahan kemampuan dalam masyarakat yang sebelumnya tidak
memperoleh dugaan kuat tentang ada pada masa Rasulullah sehingga
sesuatu dari hukum syara’ dalam perlu pengkajian.
bentuk yang dirinya merasa mampu e. Berijtihad penting sebagai simbol
untuk menemukan hukum itu. ketidakjumudan dalam berpikir

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 25 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


5. Di bawah ini yang merupakan pernyataan 9. Seorang mujtahid yang mempunyai
yang benar tentang keterkaitan syari'ah, pengetahuan lengkap untuk beristinbath
Fikih, dan hukum Islam adalah.... dengan Al-Qur’an dan Hadis dengan
a. Pembahasan terkait hukum Islam tidak menggunakan kaidah mereka sendiri
terlepas dari pembahasan syari'ah dan dan diakui kekuatannya oleh orang-
fikih orang alim, contohnya para Imam
b. Syari'ah merupakan inti dari hukum mazhab, tingkatan mujtahid ini disebut
Islam karena bersumber dari Allah juga dengan....
swt. a. Mustaqil
c. Fikih merupakan hukum Islam b. Fi al madzhab
terutama yang membahas tata cara c. Muntasib
ibadah d. Murajih
d. Syar'ah, fikih, dan hukum Islam e. Fi al fatwa
semuanya berkaitan dengan perilaku 10. Berikut adalah yang bukan syarat menjadi
manusia mujtahid adalah ....
e. Fikih berkaitan dengan tata cara a. Memiliki pemahaman atas ayat-
ibadah yang benar ayat hukum dalam Al-Qur’an secara
6. Sebagai sumber hukum Islam yang ke etimologis dan epistemologis
tiga, ijtihad dimaksudkan untuk …. b. Mengetahui hadis-hadis tentang
a. Untuk menambah perbendaharaan hukum, dan tidak ada keharusan
sumber hukum dalam ajaran agama menghafalnya
Islam c. Mengetahui obyek ijma’ mujtahid
b. Untuk menjawab problematika umat generasi terdahulu
yang tidak diketahui hukumnya di d. Mengetahui tata cara qiyas, syarat-syarat
Quran dan hadits penerapannya, ‘illat-‘illat hukum serta
c. Sebagai penentuan hukum-hukum metode penggaliannya (masalik al-‘illat)
yang tidak ada di dalam Al-Qur’an e. Hafal Al-Qur'an dan kitab-kitab suci
dan Hadis sebelumnya
d. Berkedudukan sebagai sumber hukun 11. Apabila seorang faqih ditanya tentang
Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits hukum suatu kasus yang telah berlaku,
e. Semuanya benar sedangkan ia hanya satu-satunya faqih
7. Berikut ini hal-hal yang tidak boleh yang dapat melakukan ijtihad dan merasa
dilakukan ijtihad kecuali.... kalau tidak melakukan ijtihad pada saat
a. Wajibnya shalat lima waktu itu akan berakibat kasus tersebut luput
b. Wajibnya puasa dari hukum, maka hukum berijtihad bagi
c. Wajibnya zakat faqih tersebut adalah....
d. Perkara yang belum ada ketentuan a. Fardu kifayah
hukumnya b. Fardu 'ain
e. Hukuman-hukuman yang telah c. Sunnah muakkad
ditetapkan besarannya d. Sunnah ghairu muakkad
8. Pengharaman meminum semua jenis e. Fardu lidzatihi
minuman keras yang disamakan dengan 12. Berikut ini adalah para mujtahid mutlak
haramnya minum khamr merupakan dalam ilmu fikih, kecuali...
salah satu ijtihad dengan metode.... a. Imam Hanafi d. Imam Syafi'i
b. Imam Maliki e. Imam Hambali
a. Qiyas c. Imam Nawawi
b. Istihsan 13. Sahabat Nabi Muhammad saw. yang diutus
c. Ijma' untuk menjadi duta besar dan dai di wilayah
d. Urf Yaman, yang akan memutuskan perkara
dengan Qur'an dan Hadits, namun jika tidak
e. Istishab
ada di keduanya akan menggunakan ijtihad.
Sahabat yang dimaksud adalah...

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 26 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


a. Umar bin Khattab 4) sumber hukum yang terdiri dari nas
b. Zaid bin Haritsah yang menjelaskan tentang hukum,
c. Muadz bin Jabal 5) sesuatu yang tidak ada ketentuan
d. Abdurrahman bin Auf nasnya
e. Abu Ubaidah bin Jarrah Pengertian ijma', ditunjukkan nomor ....
14. Metode pemikiran yang dibangun oleh a. 1)
seorang mujtahid mutlaq dinamakan .... b. 2)
a. Metodologi c. 3)
b. Mazhab d. 4)
c. Syarah e. 5)
d. Aliran 19. Corak pemikiran Imam Mahzab yang
e. Paham banyak mengedepankan Ra’yi (akal
15. Secara bahasa kata ‘mazhab’ berarti .... logika) adalah pemikiran Imam ….
a. Jalur, pendapat a. Mahzab Hanafi
b. Metode, rakyu, pendapat b. Mahzab Hambali
c. Jalan, pendapat, aliran c. Mahzab Syafi’i
d. Jalan, jalur, metode d. Mahzab Maliki
e. Rakyu e. Mahzab Al-Ghazali
16. Dalam fikih dikenal dengan sebutan 20. Masyarakat atau orang awam tidak boleh
Mazahibul arba’ah. melakukan ijtihad dengan sendirinya, karena ....
a. Keterbatasan ilmu
Mazhab-mazhab tersebut adalah...
b. Orang miskin
a. Malikiyah dan Syafi'iyah
c. Tidak pandai
b. Hanafiyah, Malikyah, Syafi'iyah, Abu Yusuf
d. Banyak salahnya
c. Hambaliyah, Syafi'iyah, Malikiyah,
Hanafiyah e. Belum saatnya
d. Dzhiriyah dan Syafiiyah 21. Salah satu alasan kenapa NU menganjurkan
e. Syafiiyah dan Malikiyah orang awam untuk bermazhab adalah ....
a. Orang awam sudah tahu dalilnya
17. Empat dasar pengambilan hukum yang
menjadi kesepakatan empat mazhab b. Orang awam tidak tahu dalil dan agar
adalah... stabil dalam beribadah
a. Al-Qur'an, Al-Hadis, ijma’, istishab c. Tidak punya mazhab sendiri
b. Al-Qur'an, Al-Hadis, ijma’, urf d. Tidak ada mazhab di Indonesia
c. Maslahah, Al-Qur'an, Al-Hadis, Istishab e. Banyaknya mazhab di Indonesia
d. Al-Qur'an, Al Hadis, Ijma’, Qiyas 22. Manfaat kaum Nahdliyin mengikuti
e. Qiyas, Maslahah, Ijma’, Istishab mazhab, kecuali ....
a. untuk mengamalkan ajaran/hukum Islam
18. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut!
yang bersumber dari Al-Qur’an saja
1) Kesepakatan para imam mujtahid dari
b. sebagai Imamah dalam beribadah
umat Islam atas hukum syara` (mengenai
suatu masalah) pada suatu masa c. sebagai pegangan dalam beribadah
sesudah Nabi Muhammad saw. wafat bagi orang awam
2) kesepakatan para imam mujtahid dari d. sebagai sarana untuk memecahkan
umat Islam atas hukum syara` (mengenai masalah keagamaan
suatu masalah) pada suatu masa e. untuk menjawab perkembangan zaman
sebelum Nabi Muhammad saw. wafat 23. Perhatikan pernyataan berikut!
3) Menghubungkan sesuatu kepada 1) Manhaj atau metode pendapat-
sesuatu yang lain perihal ada atau tidak pendapat dari empat mazhab tersebut
adanya hukum berdasarkan unsur terbukukan secara lengkap dan tertib.
yang mempersatukan keduanya, baik 2) Keempat mazhab tersebut sudah
berupa penetapan maupun peniadaan berabad-abad diterima dan diakui oleh
hukum /sifat dari keduanya mayoritas umat Islam di seluruh dunia.

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 27 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an


3) Empat mazhab tersebut telah terbukti 26. Perkembangan penting Bahtsul Masail
tahan uji dalam menghadapi kritik dan NU selain tentang kitab rujukan adalah…
koreksi terbuka sepanjang perjalanan a. Mempertimbangkan pendapat para
sejarahnya. ahli di bidangnya masing-masing
4) Empat mazhab tersebut dikenal kaku dalam setiap pembahasan suatu
dan tidak fleksibel dalam menghadapi masalah
tantangan dan perkembangan zaman. b. Mengabaikan dalil aqli dalam setiap
5) Adanya keyakinan bahwa manhaj keputusan hukum yang diambil.
dan pendapat dari keempat mazhab c. Mengedepankan kesepakatan
tersebut bersumber dari Al-Qur’an mayoritas peserta Bahtsul Masail
dan Al-Hadis, sehingga dapat dalam menentukan keputusan hukum
dipertanggungjawabkan kebenarannya. d. Sedapat mungkin menghindari
Yang bukan termasuk alasan yang khilafiyah di antara pendapat para
melandasi pertimbangan NU dalam ulama
menetapkan sistem bermazhab e. Keputusan suatu Bahtsul Masail tidak
ditunjukkan nomor .... dapat digugurkan oleh Bahtsul Masail
a. 1) berikutnya tanpa argumentasi kitab-
b. 2) kitab rujukan yang lebih kuat.
c. 3) 27. Menurut asal katanya taqlid berasal dari
d. 4) kata qallada, yuqallidu, taqlidanartinya ….
e. 5) a. Mencampur
24. Bahtsul Masail dalam NU bertujuan untuk b. Memadukan
a. Mendirikan dan melestarikan paham c. Menolak
Aswaja dalam aplikasinya di tengah d. Mempertimbangkan
masyarakat e. Mengikuti
b. Mendirikan partai politik tertentu untuk 28. Seseorang yang menerima perkataan
mendukung pembangunan nasional orang lain dengan mengetahui sumber
di segala bidang alasan perkataan tersebut atau mengikuti
c. Memberikan jawaban terhadap segala mujfahid dengan mengetahui dalil-dalilnya
masalah yang berkembang di tengah disebut ….
masyarakat berdasarkan Al-Qur'an, a. Sunnah
Hadis, dan Ijmak serta pendapat para b. Ittibak
ulama Salafus Shalih. c. Tarjih
d. Memberikan sumbangsih kerukunan d. Taqlid
intern umat beragama dan antarumat
e. Talfiq
beragama serta umat beragama
dengan pemerintah 29. Mengikutkan salah satu dari dua dalil
e. Menyatukan antar kelompok dan atas lainnya sehingga diketahui lebih kuat
golongan serta paham dan aliran disebut ….
yang berseberangan. a. Ittibak
25. Pengambilan keputusan hukum dalam b. Ijtihad
Bahtsul Masail NU dengan tidak c. Tarjih
hanya berdasarkan satu mazhab saja, d. tablig
melainkan 3 (tiga) mazhab yang lain e. talfiq
untuk menghadapi masalah yang tidak 30. Apabila ada orang berwudu tanpa niat
secara jelas disebutkan dalam kitab-kitab (mengikuti imam Hanafi) dan hanya
yang mu’tabar disebut dengan metode .… mengusap sehelai rambut (mengikuti
a. Manhaji imam Syafi’i) maka orang tersebut telah
b. Qauli melakukan ….
c. Istiqra’i a. Talfiq d. Ittibak
d. Aqli b. Tarjih e. Istinbath
e. Naqli c. Taqlid

Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an 28 untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1


II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar!

1. Apa yang kalian pahami tentang ijtihad dan istinbath?


Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
2. Jelaskan maksud ijtihad yang dirumuskan oleh Imam Al-Ghazali berikut!

Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
3. Jelaskan pengertian mazhab, secara bahasa maupun istilah!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
4. Jelaskan perbedaan antara mujtahid mustaqil dengan mujtahid muntashib!
Jawab: ......................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................................
5. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
6. Jelaskan perbedaan antara bermazhab secara qauli dengan bermazhab secara manhaji!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
7. Sebutkan 3 alasan NU menetapkan bermazhab hanya pada 4 mazhab!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan talfiq, tarjih, dan ittiba'!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
9. Apakah talfiq dibolehkan?Jelaskan!
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
10. Apa yang kalian pahami tentang Bahtsul Masail?
Jawab: ......................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................

Penilaian Penugasan
► Kunjungilah website (laman) https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail
atau scan kode QR di samping!
Tugas:
1. Cari 1 (satu) kasus aktual yang sedang dibahas di rubrik Bahtsul Masail!
2. Tuliskan poin-poin permasalahan!
3. Jelaskan solusi atas masalah tersebut!
4. Berikan ulasan Anda terhadap permasalah tersebut pada buku tugasmu!

untuk MI/SD Islam Kelas 11 Semester 1 29 Pendidikan Aswaja dan Ke-NU-an

Anda mungkin juga menyukai