Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH KEBERFUNGSIAN KELUARGA TERHADAP

REGULASI EMOSI PADA REMAJA DENGAN ORANG TUA


TUNGGAL

SKRIPSI

Oleh :

JIHAN AYU MABRUR SALEH


201710230311092

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
PENGARUH KEBERFUNGSIAN KELUARGA TERHADAP
REGULASI EMOSI PADA REMAJA DENGAN ORANG TUA
TUNGGAL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah


Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

JIHAN AYU MABRUR SALEH


201710230311092

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2021
i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Keberfungsian Keluarga Terhadap Regulasi Emosi
Pada Remaja Dengan Orang Tua Tunggal” sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam
proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bimbingan, bantuan, dan
dukungan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. M. Salis Yuniardi, M.Psi., Ph.D selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan banyak
motivasi, arahan dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Assoc. Prof. Dr. Latipun, M.Kes., dan Ibu Sofa Amalia, S.Psi,
M.Si. selaku dosen pembimbing satu dan pembimbing dua yang mana
telah memberikan waktunya dalam membimbing serta memberikan
arahan dan masukan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini dengan baik. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu, yang telah berjasa memberikan banyak bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh subjek penelitian yang telah bersedia mengisi kuesioner dan
membantu penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.
4. Bapak Alm Suardi Saleh, bapak tercinta yang selalu menjadi alasan
terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi tepat waktu.
5. Bapak Alm Suardi Saleh & Ibu Zurrijaty Katili S.Pd, mama tercinta yang
selalu menjadi alasan penulis agar cepat menyelesaikan skripsi serta yang
selalu mendoakan anaknya agar diberikan kemudahan dalam berbagai
urusan termasuk skripsi dan selalu memberikan semangat agar dapat
menyelesaikan studi.
6. Agung wahyudin, Jauriyah, Dewi, Aditya, Munifa, Reza, Zulfikar &
Kiara serta saudara-saudara penulis yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis hingga sampai di tahap ini.
7. Teman-teman Fakultas Psikologi, khususnya kelas B angkatan 2017
yang telah menemani dan berjuang bersama-sama selama awal
perkuliahan dan selalu memberi semangat.
8. Dan yang terakhir, untuk diri saya sendiri Jihan Ayu M Saleh yang telah
percaya pada kemampuan diri sendiri sehingga mau berjuang untuk bisa
sampai pada tahap penyusunan skripsi hingga selesai.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini.
Semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya dan
para pembaca pada umumnya.

Malang, 5 Juli 2021


Penulis

Jihan Ayu M Saleh

iv
DAFTAR TABEL

SURAT PERNYATAAN............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iv
Regulasi Emosi .......................................................................................................................... 7
Keberfungsian Keluarga ............................................................................................................ 9
Keberfungsian Keluarga Dan Regulasi Emosi Pada Remaja .................................................... 9
Kerangka Berpikir.................................................................................................................... 10
Hipotesa ................................................................................................................................... 11
METODE PENELITIAN ............................................................................................................ 11
Rancangan Penelitian ............................................................................................................... 11
Subjek Penelitian...................................................................................................................... 11
Variabel dan Instrumen Penelitian ........................................................................................... 12
Prosedur dan Analisa Data Penelitian ........................................................................................... 12
HASIL PENELITIAN................................................................................................................. 13
DISKUSI ................................................................................................................................... 14
SIMPULAN DAN IMPLIKASI................................................................................................... 18
REFERENSI .............................................................................................................................. 19

1
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Keberfungsian Keluarga ............................................................................ 23


Lampiran 2. Skala Regulasi Emosi .......................................................................................... 26
Lampiran 3. Blueprint Skala Keberfungsian Keluarga ............................................................ 26
Lampiran 5. Blueprint Skala Regulasi Emosi .......................................................................... 26
Lampiran 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Keberfungsian Keluarga ............................ 28
Lampiran 8. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Regulasi Emosi .......................................... 31
Lampiran 9. Uji Korelasi Masing-masing Aspek……………………………………………32
Lampiran 10. Uji Deskriptif Variabel Penelitian ..................................................................... 32
Lampiran 11. Uji Normalitas ................................................................................................... 33
Lampiran 16. Uji Regresi Linear Sederhana Keberfungsian Keluarga Dan Regulasi Emosi..35
Lampiran 19. Verifikasi Data................................................................................................... 36
Lampiran 20. Hasil Cek Plagiasi ............................................................................................. 36

2
PENGARUH KEBERFUNGSIAN KELUARGA TERHADAP REGULASI EMOSI
PADA REMAJA DENGAN ORANG TUA TUNGGAL
Jihan Ayu Mabrur Saleh
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
jihanayusaleh15@gmail.com

Lingkungan keluarga menjadi lingkungan utama dimana individu belajar dan berkembang,
seperti halnya dalam pemahaman emosi, pengungkapan serta regulasi emosi. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh keberfungsian keluarga terhadap regulasi emosi
remaja dengan orang tua tunggal. Subjek berjumlah 140 orang yang memiliki orang tua
tunggal. Metode pengambilan data menggunakan skala McMaster (Family Assessment
Device) dan skala Emotion Regulation Questionnaire (ERQ). Uji analisis menggunakan
regresi linear sederhana yang menunjukkan terdapat tiga aspek keberfungsian keluarga yang
berkorelasi terhadap regulasi emosi, yakni aspek role (peran), affective responsiveness,
affective involvement serta tidak adanya pengaruh keberfungsian keluarga terhadap regulasi
emosi (R =-0,14, R² = 0,021, p = 0,08).

Kata kunci : Regulasi emosi, keberfungsian keluarga, orang tua tunggal

The family environment is the main environment for individuals to learn and develop, as is
the case in understanding emotions, where emotion regulation is. The purpose of this study
was to determine the effect of family functioning to the emotional regulation of adolescents
with single parents. Subjects explored 140 people who had single parents. The data
collection method used the McMaster scale (Family Assessment Device) and the Emotion
Regulation Questionnaire (ERQ) scale. The analysis test uses simple linear regression which
shows three aspects of family functioning that are correlated with emotional regulation,
namely aspects of role, affective responsiveness, affective involvement and the absence of a
effect between family functioning and emotional regulation (R = -0.14, R² = 0.021, p = 0.08).

Keywords: emotional regulation, family functioning, single parent

Perkembangan emosi pada usia remaja menunjukkan sifat sensitif dan reaktif yang kuat
terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial. Perubahan serta perkembangan dalam emosi
di masa remaja meliputi berbagai hal, dimana pemahaman terhadap emosi-emosi yang
kompleks, mendeteksi bahwa ada lebih dari sebuah emosi yang dapat dialami di dalam
sebuah situasi khusus, memperbaiki kemampuan menekan serta mengungkapkan emosi-
emosi negatif, serta penggunaan inisiatif diri untuk mengarahkan kembali perasaan-perasaan
yang ada (Santrock, 2012).

Keberadaan figur ayah dan ibu yang berfungsi dengan baik di dalam sebuah keluarga menjadi
penentu awal perkembangan emosi individu, ketika salah satu figur tersebut tidak ada maka
akan memberikan dampak dalam mencapai kematangan emosi. Perkembangan awal
keterampilan regulasi emosi dipengaruhi oleh kualitas hubungan orang tua dan anak dalam
membangun kelekatan yang efektif. Berbeda dengan anak yang merasa tidak aman dan tidak
lekat dengan orang tua mereka, anak yang memiliki kelekatan dan rasa aman umumnya akan

3
memiliki keyakinan bahwa orang tua akan menjadi sumber kenyamanan dan perlindungan.
Ketika individu mampu dalam mengelola emosinya maka akan memberikan dampak positif
dalam pengambilan keputusan, cara individu bertindak serta cara berperilaku. Individu yang
memiliki regulasi emosi yang tinggi mampu untuk mengelola emosi yang dirasakan sehingga
ketika mengalami suatu permasalahan individu tidak terpengaruh emosi negatif tersebut
(Alink et al. 2009).

Suasana didalam keluarga penting bagi perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga,
akan tetapi terkadang orang tua tidak dapat memenuhi perannya secara optimal sebagaimana
orang tua pada umumnya yang lengkap, yang dapat memenuhi segala kebutuhan anaknya
secara afeksi, emosional, dan finasial, hal ini dikenal dengan istilah broken home. Broken
home dapat digambarkan keadaan keluarga yang tidak utuh yang dapat disebabkan
perceraian, meninggal dunia, atau salah satu meninggalkan rumah. ciri-ciri keluarga yang
mengalami disfungsi (broken home) itu adalah , (1) kematian salah satu atau kedua orang tua,
(2) kedua orang tua berpisah atau bercerai (divorce), (3) hubungan kedua orang tua tidak
baik (poor marriage); (4) hubungan orang tua dengan anak tidak baik (poor parent-child
relationship), (5) suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and
low warmth), (6) orang tua sibuk dan jarang berada di rumah (parent’s absence); dan (7)
salah satu atau kedua orang tua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan
(personality or psychological disorder) ( (Detta & Abdullah, 2017).

Pada remaja dengan orang tua tunggal, kesulitan dalam menerima hal tersebut akan
memberikan dampak pada bagaimana remaja dapat menyelesaikan masalah yang dialami
serta kemampuan remaja dalam mengelola atau meregulasi emosi. Anak perlu dilatih dan
diberikan keterampilan dalam hal meregulasi emosinya, sehingga anak akan mampu menilai
emosi yang dirasakan, mengatur serta mengungkapkan emosi positif dan negatif secara
tepat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosional yang diberikan oleh
orang tua berkaitan dengan regulasi emosi yang lebih efektif pada remaja. Selain itu orang
tua membantu dalam meregulasi emosi remaja serta memberikan pengaruh terhadap regulasi
emosi anak selama masa remaja (Morris et al. 2017).

Permasalahan yang terjadi didalam suatu keluarga seringkali berujung pada perceraian atau
perpisahan kedua orang tua, dimana perpisahan yang terjadi tidak hanya berdampak pada
kualitas hubungan antar suami dan istri tetapi juga berdampak pada anak. Penelitian
terdahulu oleh (Gongla & Thompson, 1987) anak yang tumbuh di lingkungan rumah yang
penuh konflik dan penolakan yang sering mereka saksikan akan membuat anak mengalami
trauma, akan tetapi setelah kedua orang tua memutuskan untuk berpisah anak mengalami
lebih sedikit trauma serta jauh lebih mengalami peningkatan dalam harga diri serta konsep
diri. Bagi anak, setelah perpisahan antar kedua orang tua mereka tetap menganggap diri
mereka sebagai anak dari kedua orang tuanya serta mengembangkan hubungan dekat dengan
kedua orang tuanya meskipun pengasuhan ibu serta peran psikologis menjadi lebih sentral
akan tetapi signifikansi psikologis ayah tidak menurun karena kebanyakan orang tua tunggal
melakukan apa yang bisa mereka lakukan untuk membina hubungan dengan anak mereka
terlepas dari perasaan serta permasalahan antar suami istri karena mereka percaya bahwa hal
tersebut penting bagi anak.

Salah satu fungsi keluarga yakni fungsi dukungan emosi yang berhubungan dengan

4
pemenuhan kebutuhan rasa cinta, sayang dan emosi positif lain, dimana dukungan emosi
membuat anggota keluarga menjadi bahagia dalam menjalani hidup. Salah satu penelitian
terdahulu dimana terdapat hubungan yang positif antara parenting dengan regulasi emosi
pada anak, selain itu fungsi keluarga juga menjadi salah satu penunjang regulasi emosi pada
anak dimana ketika kepuasan pernikahan dan fungsi keluarga tinggi memiliki efek positif
yang lebih kuat pada regulasi emosi anak. Implikasi tertentu dapat diberikan untuk
membimbing orang tua dalam menumbuhkan kemampuan regulasi emosi anak dengan benar
(Qian et al. 2020).

Faktor kemampuan orang tua dalam mengelola emosi akan mempengaruhi emosi anak.
Orang tua yang tidak dapat membedakan cara merespon situasi yang terjadi akan
memberikan pengaruh pada kondisi anak yang tidak dapat memahami emosinya sendiri.
Anak belajar mengenai emosi dan strategi regulasi emosi melalui interaksinya dengan orang
tua melalui berbagai metode sosialisasi, seperti diajarkan secara langsung dan
mengkomunikasikan tentang emosi mereka dan cara dalam memodulasi respon emosional
mereka. Anak juga belajar dengan mengamati orang tua, bagaimana ekspresi emosi serta
kemampuan regulasi emosi orang tua. Anak yang memiliki kelekatan aman dengan orang tua
melalui interaksi berulang, mampu secara terbuka mengekspresikan emosi, belajar cara
efektif untuk mengelola emosi negatif dalam situasi stress, mampu meringankan kesulitan
mereka dalam meregulasi emosi. Tetapi ketika individu tidak memiliki kelekatan yang aman
dengan orang tua maka individu cenderung menghindar dan meminimalkan emosi ketika
berada dengan orang tua (Brumariu, 2015).

Individu yang mengamati berbagai ekspresi emosional dalam keluarga belajar mengenai
berbagai emosi, ketika individu mengamati ekspresi negatif yang meningkat (seperti
kemarahan) tampaknya mengembangkan pemahaman emosional yang terbatas dan
disregulasi emosi yang meningkat. Pengalaman keluarga adalah landasan bagi
perkembangan emosi, keluarga prosesnya bersifat transaksional dan dua arah, artinya regulasi
emosi individu juga dapat mempengaruhi regulasi emosi orang tua (Crespo, 2017).

Hasil penelitian terdahulu mengemukakan bahwa keberhasilan regulasi emosi adalah aspek
sentral dari fungsi psikososial dan kesehatan mental dan dianggap dapat ditingkatkan dan
disempurnakan pada masa remaja. Pada penelitian terdahulu meneliti mengenai
keberhasilan dalam mengatur emosi negatif menggunakan strategi regulasi emosi. Dari
delapan strategi regulasi emosi yang ada, strategi penerimaan yang paling sering digunakan
diikuti oleh pemecahan masalah, perenungan, gangguan, penghindaran, penilaian ulang,
dukungan sosial, dan penindasan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan timbal balik antara intensitas emosi negatif dan strategi regulasi emosi serta
kemungkinan adanya perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan (Lennarz et al.
2019).

Kemudian pada penelitian lain didapatkan hasil bahwa selama masa remaja, regulasi emosi
terus menjadi fenomena yang dipengaruhi secara sosial. Remaja mengatur perilaku
emosional mereka sesuai dengan lingkungan sekitarnya (teman sebaya, keluarga) Pada akhir
masa remaja, pada usia 17-19 tahun remaja menunjukkan tingkat organisasi emosi yang
stabil dan keterampilan dalam mengatur emosi mereka secara mandiri menggunakan
sebagian besar strategi dan perencanaan perilaku terkait pemikiran yang dilakukan dengan
mempertimbangkan konsekuensi tindakan mereka terhadap orang lain dan sejalan dengan
tujuan jangka panjang mereka (Sabatier, Cervantes, & Restrepo, 2017).

5
Pentingnya penelitian ini dilakukan agar orang tua mempunyai pengetahuan mengenai apa
saja proses serta perkembangan yang terjadi pada remaja dimana sebagai lingkungan
terdekat remaja, orang tua dan keluarga berperan penting dalam memberikan dukungan
emosional kepada remaja dimana hal tersebut berdampak positif pada cara remaja
meregulasi emosinya karena remaja belajar untuk menafsirkan, mengelola dan
mengekspresikan emosi mereka dari pengasuh utama atau orang tua. Pentingnya regulasi
emosi pada remaja berkaitan dengan banyak hal, individu yang memiliki regulasi emosi
yang tinggi adalah individu yang mampu mengelola emosi yang dirasakan, sehingga ketika
mengalami suatu permasalahan tidak terpengaruh emosi negatif.

Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dijelaskan dimana tujuan penelitian ini
berfokus pada kajian mengenai pengaruh keberfungsian keluarga terhadap regulasi emosi
pada remaja dengan orang tua tunggal. Harapannya penelitian ini dapat bermanfaat dalam
bidang teoritis untuk memberikan sumbangan ilmu dalam bidang psikologi. Selain itu
penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi satu referensi dan pedoman untuk penelitian-
penelitian selanjutnya utamanya penelitian mengenai pengaruh keberfungsian keluarga
terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal. Untuk manfaat praktis
penelitian ini diharapkan mampu memberikan pandangan mengenai pentingnya
keberfungsian keluarga dalam menunjang perkembangan serta kesejahteraan setiap anggota
keluarga utamanya anak. Fungsi keluarga yang baik dapat menjadikan setiap anggota
keluarga berkembang dengan baik dari segi sosial, emosional maupun kognitif.

Regulasi Emosi

Regulasi emosi mengacu pada proses dimana individu mempengaruhi emosi yang dimiliki,
kapan individu memilikinya, dan bagaimana individu mengalami dan mengekspresikannya,
karena emosi adalah proses yang terungkap dari waktu ke waktu, regulasi emosi melibatkan
perubahan dalam dinamika emosi (Gross & J, 2001). Strategi regulasi emosi yang
digunakan individu bervariasi dalam keefektifan dan dampaknya pada kehidupan sehari-
hari, individu dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah cenderung mengalami
regulasi emosi yang maladaptif yang lebih intens serta memungkinkan menderita berbagai
gangguan psikologis seperti depresi dan kecemasan (Farmer et al. 2012).

Regulasi emosi melibatkan manajemen dan organisasi sistem dan komponen yang beragam,
termasuk sistem internal, komponen perilaku, dan komponen eksternal (yaitu nilai-nilai
budaya, konteks sosial, motivasi dan tujuan pribadi). Kemampuan individu untuk mengatur
emosi bergantung pada interaksi sebelumnya dengan lingkungan sosial (misalnya, hubungan
anak dengan orang tua, proses sosialisasi, dan interaksi teman sebaya). Dari masa kanak-
kanak menengah hingga remaja (yaitu 12 tahun 18 tahun), kemampuan anak untuk mengatur
emosi mereka meningkat. Kesadaran remaja yang meningkat tentang konsekuensi
interpersonal untuk tampilan emosi tertentu dan perubahan hubungan sosial dengan orang tua
versus teman sebaya mempengaruhi keputusan mereka untuk mengekspresikan emosi
tertentu kepada individu tertentu, misalnya remaja lebih cenderung mengekspresikan emosi
ketika reaksi suportif diharapkan (Janice et al. 2006). Cara orang tua menanggapi ekspresi
emosional anak memiliki peran sosialisasi yang penting dalam keluarga dimana orang tua
yang peka, suportif, dan reseptif terhadap emosi anak menciptakan pengalaman bagi anak
untuk belajar keterampilan regulasi emosi yang adaptif (Fosco et al. 2013).

6
Dalam mencapai regulasi emosi yang baik individu perlu memiliki kemampuan dalam
proses meregulasi emosi, terdapat dua strategi regulasi emosi, dimana strategi regulasi
emosi tersebut adalah cognitive reappraisal dan expressive suppression. Cognitive
reappraisal adalah perubahan kognitif dimana individu mencoba untuk mengubah
bagaimana individu berpikir tentang suatu situasi dan mendorong individu untuk merubah
dampak emosionalnya. Serta expressive suppression adalah strategi yang berfokus pada
respons dimana seseorang mencoba untuk menghambat ekspresi emosi dan respon perilaku
ketika merasakan emosi (Gross, John, & P, 2003). Pada masa remaja terjadi perubahan
secara fisik maupun psikologis remaja. Salah satu perubahan yang terjadi yakni peningkatan
emosional yang dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini terjadi
akibat perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja, jika dari segi kondisi sosial banyak
tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja sehingga mereka harus lebih mandiri dan
bertanggung jawab (Jahja, 2011).

Persepsi orang tua tentang penerimaan perilaku emosional anak mempengaruhi cara orang
tua menanggapi tampilan emosional anak, respons orang tua terhadap tampilan emosi ini
memberikan anak informasi berharga tentang pengalaman dan ekspresi emosi yang tepat
sedemikian rupa sehingga mereka membentuk harapan mengenai hasil dari mengekspresikan
emosi dalam konteks tertentu yang kemudian mempengaruhi regulasi emosi mereka. Orang
tua adalah orang yang lebih sadar akan emosi anak mereka, membantu anak untuk melabeli
perasaan secara verbal dan pemecahan masalah dengan anak mereka untuk menemukan cara
yang konstruktif dalam mengelola situasi emosional. Pembinaan orang tua dikaitkan dengan
psikososial yang positif, termasuk regulasi emosi, prestasi akademik dan kompetensi sosial
dimana tanggapan yang diberikan orang tua pada anak seperti fokus pada masalah
(membantu anak memikirkan sesuatu untuk dilakukan), berfokus pada emosi (menghibur
anak dan mencoba membuat anak merasa lebih baik) serta tanggapan dorongan/validasi
ekspresif (mendorong anak untuk berbicara tentang ketakutannya) menghasilkan
perkembangan regulasi emosi yang positif pada anak (Cassano et al. 2007).

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi regulasi emosi, adapun faktor tersebut adalah (1)
Hubungan antara orang tua dan anak, dimana pada masa perkembangan remaja, peran orang
tua menjadi sangat penting. Remaja menginginkan orang tua yang bisa berperan
mendengarkan, simpatis, peka, serta merasakan bahwa remaja memiliki sesuatu yang
berharga untuk dibicarakan. Affect yang berkaitan dengan perasaan atau emosi dalam
anggota keluarga bisa bersifat positif atau negatif. Affect yang bersifat positif meliputi
kehangatan, kasih sayang, cinta serta sensitivitas. Sedangkan affect yang negatif merujuk
pada emosi yang dingin, adanya penolakan, serta permusuhan dimana akan terjadi sikap
saling menolak, tidak menyayangi serta mencintai antar anggota keluarga. (2) Umur dan
jenis kelamin, anak perempuan cenderung mencari perlindungan dan dukungan untuk
meregulasi emosi negatif, sedangkan pada anak laki-laki cenderung mengandalkan latihan
fisik untuk meregulasi emosi negatif mereka. (3) Hubungan interpersonal, hubungan
interpersonal dan individual menjadi salah satu yang mempengaruhi regulasi emosi, kedua
hal tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi sehingga emosi akan meningkat bila
individu yang ingin mencapai suatu tujuan berinteraksi dengan lingkungan dan individu
lainnya. Biasanya emosi positif meningkat bila individu mencapai tujuannya dan emosi
negatif meningkat bila individu kesulitan dalam mencapai tujuannya (Nisfiannoor et al.
2004).

Pada keluarga yang utuh dan keluarga yang tidak utuh terdapat perbedaan yang bisa dilihat,
contohnya pasca perceraian kedua orang tua. Keadaan orang tua yang tidak lagi bersama

7
memberikan dampak pada hubungan anak dengan kedua orang tua secara tidak langsung
pada penyesuaian perilaku mereka melalui proses keluarga dan proses emosional anak.
Pertama, hubungan pasca perceraian dengan kedua orang tua harus kondusif untuk hubungan
orang tua dan anak yang lebih baik. Penyesuaian perilaku anak, diprediksi oleh proses
emosional mereka. Konflik antar orang tua pasca perceraian akan memiliki efek langsung dan
tidak langsung pada penyesuaian perilaku anak. Karena anak mencontoh taktik dan gaya
resolusi konflik orang tua mereka, cara agresif untuk menyelesaikan konflik antar orang tua
akan secara langsung berhubungan dengan peningkatan masalah perilaku pada anak. Konflik
antar orang tua juga akan berdampak tidak langsung pada penyesuaian perilaku anak melalui
empat jalur: Pertama, anak yang terus berhubungan dengan kedua orang tuanya cenderung
menyaksikan konflik antar orang tua. Paparan konflik antar orang tua akan memprediksi
peningkatan masalah perilaku pada anak. Kedua, konflik antar orang tua cenderung
memperburuk hubungan orang tua dan anak melalui berkurangnya kehangatan orang tua dan
kapasitas untuk mendisiplinkan. Ketiga, konflik antar orang tua akan menimbulkan
pengalaman emosional yang negatif. Keempat, sejauh anak mencontoh gaya resolusi konflik
agresif orang tua mereka, konflik antar orang tua akan menyebabkan lebih sedikit strategi
regulasi emosi adaptif pada anak (Lee, 1997).

Keberfungsian Keluarga

Keberfungsian keluarga adalah istilah yang mengacu pada proses keluarga antara lain pola
asuh, karakteristik hubungan keluarga, kehangatan emosional, rutinitas, serta peran
keluarga. Keberfungsian keluarga juga mengacu pada kualitas interaksi antar anggota
keluarga, bagaimana mereka bersosialisasi secara positif di dalam anggota keluarga.
Keberfungsian keluarga yang tidak baik akan gagal membentuk emosi positif kepada anak
sehingga mereka cenderung mencari dukungan emosional dari lingkungan luar dari
keluarganya (Thornock et al. 2019).

Keluarga menjadi lembaga pertama yang akan mendidik individu mengenai berbagai hal.
Cara anak meniru orang tua mereka akan menentukan reaksi potensial yang akan mereka
gunakan untuk mengungkapkan emosi. Untuk mencapai pendidikan yang sempurna dalam
keluarga, keberfungsian keluarga menjadi hal yang penting. Faktor keberfungsian keluarga
menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena lingkungan keluarga yang kondusif akan
membuat anak berkembang dengan baik dan maksimal (Yasa & Fatmawati, 2018).

Keluarga menjadi wadah untuk belajar dalam hal mengenai komunikasi dengan individu lain,
hubungan sosial, cara pemecahan masalah serta belajar untuk bersikap dalam keadaan yang
berisiko. Pembelajaran tersebut didapatkan dari lingkungan keluarga dan memberikan
pengaruh dan perkembangan terhadap perilaku anak ketika dewasa. Keluarga yang tidak
berfungsi dengan baik mengakibatkan gangguan perkembangan emosional. Ketika orang tua
tidak responsif terhadap emosi anak maka anak tersebut gagal untuk mengembangkan
kemampuan mereka dalam mengungkapkan emosi dan regulasi diri ( (Mallinckrodt, 1998).

Keluarga yang berfungsi adalah keluarga yang mampu menghadapi stressor, dimana
terdapat beberapa indikator yang menyebut keluarga berfungsi secara baik antara lain (1)
penerimaan cinta antar anggota keluarga, (2) menjalin komunikasi yang jujur dan terbuka,
(3) kohesivitas yang terwujud dalam sikap saling menghargai dan berbagi dalam aktivitas
bersama, (4) komunikasi antar orang tua dan anak serta (5) kemampuan keseluruhan
anggota keluarga dalam menyelesaikan permasalahan dengan sikap optimis (Endang Sri
Indrawati, 2018).

8
Teori model fungsi keluarga McMaster diusulkan oleh Epstein pada tahun 1987, Ia
mengasumsikan bahwa fungsi dasar keluarga adalah menyediakan lingkungan yang sesuai
dengan kondisi anggota keluarga untuk berkembang baik secara fisik, psikologis, sosial
maupun aspek lainnya. Untuk mewujudkan fungsi dasar, sistem keluarga harus
menyelesaikan serangkaian tugas, termasuk tugas-tugas dasar (seperti kebutuhan material
individu dalam hal makanan dan sandang), tugas-tugas perkembangan (seperti beradaptasi
untuk pertumbuhan dan perkembangan anggota) dan tugas-tugas krisis (seperti menangani
semua jenis keadaan darurat di dalam keluarga). Terdapat tujuh aspek keberfungsian
keluarga yakni (1) Problem solving, untuk menjaga fungsi keluarga yang efektif, keluarga
harus mampu memecahkan masalah yang mengancam keluarga secara utuh. (2)
Communication, komunikasi informasi yang efektif antar anggota keluarga menjadi hal
dasar dalam keberfungsian keluarga. (3) Role, keluarga mengacu pada pola perilaku yang
dibentuk oleh anggota keluarga untuk melengkapi fungsi keluarga. (4) Affective
responsiveness mengacu pada tingkat respons emosional anggota keluarga terhadap stimulus
yang ada. (5) Affective involvement mengacu pada tingkat perhatian anggota keluarga pada
kegiatan dan hal lain di antara satu sama lain anggota keluarga. (6) Behavioral control
mengacu pada mode kontrol perilaku yang berbeda dalam situasi yang berbeda serta (7)
General functioning yakni menilai kesehatan/patologi keluarga secara keseluruhan (Dai et
al. 2015).

Keberfungsian Keluarga Dan Regulasi Emosi Pada Remaja

Keluarga menjadi tempat pertama bagi individu untuk belajar, tumbuh serta berkembang
baik secara psikis maupun psikologis, fungsi keluarga yang berjalan dengan baik serta peran
masing- masing anggota keluarga terlaksana dengan baik memberikan dampak positif bagi
setiap anggota keluarga. Sejalan dengan penelitian (Retnowati et al. 2003) keberfungsian
keluarga yang tercermin pada optimalnya kedekatan antar anggota keluarga utamanya pada
orang tua dan anak dalam penyelesaian masalah mempengaruhi seberapa dalam individu
mampu mengenal emosinya serta seberapa terbuka individu untuk mengungkapkan emosi
pada interaksi dengan lingkungannya.

Keberfungsian keluarga digambarkan sebagai suatu konstruk multidimensional yang


merefleksikan sejauh mana interaksi keluarga dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk
kesejahteraan dan perkembangan yang optimal bagi setiap anggota keluarga. Keberfungsian
keluarga berkontribusi terhadap cara memahami emosi, mengungkapkan emosi serta
meregulasi emosi. Sejalan dengan penelitian (Uci, Savira, & Ina, 2019) bahwa terdapat
hubungan antara keberfungsian keluarga dengan regulasi emosi yang positif serta signifikan.
Dimana semakin tinggi keberfungsian keluarga maka semakin tinggi pula regulasi emosi
yang dimiliki.

Keluarga sebagai sistem sosial terkecil di masyarakat mempunyai peran dan fungsi yang
penting dalam menciptakan situasi emosional yang baik bagi lingkungan keluarga. Orang
tua mengambil peran aktif mendidik dan melatih anak bagaimana mereka dapat mengatur
atau mengontrol emosinya dengan baik sehingga anak tumbuh dan mampu meregulasi
emosinya secara seimbang antara emosi positif dan negatif. Ketepatan orang tua dalam
menjalankan peran di dalam keluarga akan menumbuhkan kesejahteraan psikologis anak
yang tercermin dari lingkungan keluarga yang kondusif (Saifullah & Djuwairiyah, 2019).

Orang tua yang percaya bahwa perkembangan emosi memerlukan perhatian dan menerima

9
hal tersebut sebagai indikasi dari kesejahteraan akan lebih mungkin untuk mencurahkan
perhatian yang sebanding terhadap perasaan anak. Orang tua yang mempunyai kepedulian
akan perkembangan emosi anak akan mendorong ekspresi emosional anak, melibatkan anak
dalam pemecahan masalah atau manajemen yang berfokus pada emosi serta memelihara
lingkungan keluarga yang positif secara emosional dan cenderung tidak menanggapi emosi
negatif anak dengan hukuman (Meyer et al. 2014).

Ekspresi emosional orang tua dianggap sebagai komponen penting dari sosialisasi emosi
yang berkontribusi dalam mengembangkan kemampuan emosional anak. Ekspresi emosional
dalam konteks keluarga sangat penting karena memfasilitasi pemodelan sosial untuk anak,
memberikan informasi mengenai regulasi emosi dan berfungsi sebagai konteks utama dimana
perilaku sosialisasi emosi lainnya terjadi. Ekspresi emosi orang tua dapat dikaitkan dengan
perkembangan sosial dan emosional anak melalui interaksi langsung yang memberikan
pengaruh pada ekspresi emosi anak dan kesadaran emosional. tingginya tingkat emosionalitas
negatif dalam keluarga terkait dengan kompetensi sosial yang lebih buruk dan ekspresi
keluarga negatif secara tidak langsung terkait dengan agresi anak melalui regulasi emosi (Are
et al. 2016).

Persoalan pada remaja salah satunya meliputi aspek emosional. perubahan dan persoalan
yang dialami pada remaja dalam kehidupannya jika tidak dapat dikontrol dengan baik maka
akan memicu terjadinya masalah emosional pada remaja. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosional remaja adalah keluarga, dimana faktor yang
mempengaruhi emosional di lingkungan keluarga adalah pola asuh orang tua, kondisi
keluarga serta moral. Masalah emosional pada remaja dipengaruhi oleh interaksi antara faktor
risiko dan faktor protektif. Faktor risiko mencakup faktor individu, keluarga, sekolah,
peristiwa hidup dan faktor sosial. Sedangkan pada faktor protektif meliputi karakter yang
positif, lingkungan keluarga yang suportif, lingkungan sosial yang berfungsi sebagai sistem
pendukung untuk memperkuat upaya penyesuaian diri remaja, keterampilan sosial yang baik
serta tingkat intelektual yang baik (Devita & Yeni, 2020).

Kerangka Berpikir

Hubungan
interpersonal
Hubungan
Umur & jenis antara orang
kelamin tua & anak

Regulasi
emosi

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, hubungan antara orang tua dan anak, hubungan
interpersonal serta umur dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
regulasi emosi. Dari ketiga faktor tersebut, faktor hubungan antara orang tua dan anak adalah
faktor yang berkaitan dengan keberfungsian keluarga.

10
Hipotesa
Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya pengaruh antara keberfungsian keluarga terhadap
regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan menggunakan


pengujian metode kuantitatif pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian
dan menggunakan angka serta melakukan analisis data dengan prosedur statistik dilakukan
dengan menggunakan rancangan yang terstruktur, formal, dan spesifik, serta mempunyai
rancangan operasional yang mendetail. Dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian
kuantitatif non-eksperimental korelasional, dimana ditujukan untuk mengetahui hubungan
suatu variabel dengan variabel lain (A. Muri Yusuf, 2013).

Subjek Penelitian
Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling
insidental, yang dimana menjadi salah satu teknik pengambilan data dimana pengambilan
sampel dipilih secara acak berdasarkan kriteria yang dibutuhkan (Kurniawan &
Puspitaningtyas, 2016), karakteristik subjek dari penelitian ini adalah (1) laki-
laki/Perempuan berusia 15-21 tahun, (2) remaja dengan orang tua tunggal (bercerai,
kematian, atau salah satu orang tua meninggalkan rumah).

Tabel 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Kategori Jumlah Persentase %


Jenis Kelamin
Laki-laki 29 Orang 20,71%
Perempuan 111 Orang 79,28%
Usia
15 tahun 3 Orang 2,14%
16 tahun 2 Orang 1,42%
17 tahun 6 Orang 4,28%
18 tahun 20 Orang 14,28%
19 tahun 33 Orang 23,57%
20 tahun 35 Orang 25%
21 tahun 41 Orang 29,28%

Tinggal Dengan
Ayah 49 Orang 35%
Ibu 91 Orang 65%

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui keseluruhan subjek berjumlah 140, dimana persentase
subjek yang berjenis kelamin laki-laki adalah 20,71% berjumlah 29 orang sedangkan
persentase subjek yang berjenis kelamin perempuan adalah 79,28% berjumlah 111 orang.

11
Kemudian untuk kriteria subjek berusia 15 tahun sebesar 2,14% berjumlah 3 orang, berusia
16 tahun sebesar 1,42% berjumlah 2 orang, usia 17 tahun sebesar 4,28% berjumlah 6 orang,
berusia 18 tahun sebesar 14,28% berjumlah 20 orang, subjek berusia 19 tahun sebesar
23,57% berjumlah 23,57%, subjek dengan usia 20 tahun sebesar 25% berjumlah 35
responden dan subjek dengan usia 21 tahun sebesar 29,28% berjumlah 41 responden.
Kemudian persentase responden yang tinggal dengan ayah sebesar 35% berjumlah 49
responden dan persentase responden yang tinggal dengan ibu sebesar 65% berjumlah 91
responden.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Keberfungsian keluarga merupakan hubungan dari sebuah keluarga yang mempunyai dampak
terhadap kesehatan fisik serta emosional antar anggota keluarga, keberfungsian keluarga juga
memberikan peranan pada pemahaman, pengungkapan serta regulasi emosi. Pada penelitian
ini instrumen atau pengukuran skala keberfungsian keluarga yang digunakan yaitu Instrumen
dari Model McMaster (Family Assessment Device) didasarkan pada tujuh aspek yakni
pemecahan masalah, komunikasi, peran keluarga, responsivitas aktif, keterlibatan aktif,
kontrol perilaku, dan general functioning (fungsi umum). Dimana skala ini terdiri dari 60
item pertanyaan dengan 4 pilihan respon STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), S
(Setuju), dan SS (Sangat Setuju). Skala ini diambil dari buku Corcoran & Fischer (1994)
berjumlah 60 item. Berdasarkan hasil try out yang telah dilakukan oleh peneliti skala
berjumlah 60 item dikatakan valid dan reliabel dengan nilai indeks reliabilitas cronbach’s
alpha (a=0,95) dan indeks validitas 0,12-0,81.

Regulasi emosi adalah suatu kemampuan untuk mengelola serta mengekspresikan emosi,
mencakup seluruh yang disadari dan tidak disadari yang merupakan strategi yang digunakan
untuk meningkatkan, mempertahankan serta menurunkan satu maupun lebih komponen
respons emosional. Pada penelitian ini instrumen atau pengukuran skala regulasi emosi yang
digunakan yaitu instrumen Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) dimana instrumen ini
berjumlah 10 item pertanyaan menggunakan skala Likert dengan rentang jawaban 1 sampai 7
yang mengukur indikator-indikator regulasi emosi yang telah diuraikan sebelumnya yakni
cognitive reappraisal dan expressive suppression. Berdasarkan hasil try out yang telah
dilakukan oleh peneliti dimana skala berjumlah 10 item valid dan reliabel dengan nilai indeks
reliabilitas cronbach's alpha (a=0,78) dan indeks validitas 0,32-0,67.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Dalam penelitian ini mempunyai beberapa tahapan yang perlu dilaksanakan. Tahapan-
tahapan tersebut meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian serta tahap analisa
data. Pada tahap pertama yakni tahap persiapan pada tahap ini peneliti mencari terlebih
dahulu fenomena untuk mencari variabel kemudian disusun dengan judul yang akan diteliti.
Peneliti kemudian melakukan penyusunan proposal penelitian yang diawali dengan
pengkajian variabel penelitian untuk memperdalam wawasan mengenai variabel yang akan
diteliti. Peneliti kemudian melakukan uji coba mengenai skala yang telah dipersiapkan
sebelumnya.

Tahapan kedua adalah tahap pelaksanaan penelitian, dimana peneliti melakukan pengujian
dan penilaian skala terlebih dahulu kepada para expert judgment yang melibatkan 3 dosen
yang ahli pada bidang tersebut untuk menilai isi dari skala yang akan digunakan, kemudian
dilanjutkan dengan penyebaran skala penelitian pada subjek yang telah ditentukan kriterianya

12
dimana kriteria tersebut adalah remaja dengan orangtua tunggal serta berusia 15-21 tahun.
Penyebaran skala dilakukan menggunakan platform google form dengan tujuan agar
penelitian yang dilakukan dapat menjangkau subjek penelitian lebih luas.

Kemudian pada tahapan terakhir yakni tahap analisa data. Hasil data yang telah diperoleh
pada saat pelaksanaan penelitian kemudian dianalisis menggunakan software IBM SPSS 16
untuk menguji validitas dan reliabilitas, normalitas data serta uji regresi linear sederhana
untuk menguji hubungan antar variabel.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil data yang
dirangkum sebagai berikut :

Berdasarkan uji descriptive statistics yakni keberfungsian keluarga dan regulasi emosi
dengan jumlah responden 140. Didapatkan nilai rata-rata keberfungsian keluarga sebesar
140,9, nilai standar deviasi sebesar 26,48 dengan nilai minimum 85 dan nilai maksimal 208.
Nilai rata-rata pada regulasi emosi sebesar 52.54, nilai standar deviasi sebesar 9,46 dengan
nilai minimum 10 dan nilai maksimal 70.

Berdasarkan uji kenormalan data dengan menggunakan Kolmogorov-smirnov test


mendapatkan hasil bahwa data penelitian yang terdiri dari 140 subjek memiliki nilai (sig)
0,78 yang dapat disimpulkan bahwa data yang didapatkan terdistribusi dengan normal.
Kemudian dilanjutkan dengan uji linearitas didapatkan nilai deviation from linearity (sig)
0,77 maka terdapat pengaruh yang linear antara keberfungsian keluarga dan regulasi emosi.

Tabel 2. Uji Korelasi Masing-Masing Aspek Keberfungsian Keluarga Terhadap


Regulasi Emosi

Keberfungsian Keluarga Signifikansi (p)

Problem Solving 0,839


Komunikasi 0,405
Role 0,025
Affective Responsiveness 0,032
Affective Involvement 0,042
Behavioral Control 0,407
General Functioning 0,121

Pada tabel 2 menunjukkan hasil korelasi masing-masing dimensi keberfungsian keluarga


terhadap regulasi emosi didapatkan hasil bahwa aspek role (peran), affective responsiveness,
dan affective involvement berkorelasi terhadap regulasi emosi. Hal tersebut dapat dilihat dari
nilai Sig. p < 0,05. Kemudian pada aspek problem solving, communication (komunikasi),
behavioral control dan general functioning tidak memiliki korelasi terhadap regulasi emosi,
dimana hal tersebut bisa diketahui dari nilai sig. p > 0,05.

Berdasarkan uji analisis regresi linear sederhana yang dilakukan mendapatkan hasil yang
dapat menggambarkan besarnya nilai korelasi (R) yakni sebesar -0,14. Kemudian diperoleh

13
koefisien determinasi (R²) sebesar 0,021 yang mengandung pengertian bahwa pengaruh
keberfungsian keluarga terhadap regulasi emosi adalah sebesar 0,21%. Nilai F hitung sebesar
3.026 dengan tingkat sig. sebesar 0,08 yang mengandung kesimpulan bahwa hipotesis yang
diajukan oleh peneliti ditolak yang artinya tidak adanya pengaruh antara keberfungsian
keluarga terhadap regulasi emosi remaja dengan orang tua tunggal.

Keterangan :
Gambar 1 ( ) = Sebaran subjek pada kedua variabel
Gambar 2 ( ) = Mean dari kedua variabel, dimana gambar diagram samping merupakan
keberfungsian keluarga dan gambar diagram atas merupakan regulasi emosi.
Gambar 3 ( ) = Garis regresi, gambar diatas memiliki garis horizontal berwarna merah yang
berada ditengah, garis tersebut membentuk garis diagonal dimana dapat diartikan bahwa
terdapat hubungan antar variabel. Garis diagonal merah menjauhi variabel yang artinya
hubungan bersifat positif maka semakin tinggi keberfungsian keluarga semakin tinggi pula
regulasi emosi dan sebaliknya.
Gambar 4 ( ) = Garis confidence interval sebesar 95% menggambarkan selang kepercayaan
dari hubungan kedua variabel. Garis tersebut menjelaskan batas bawah (lower=-0,11) dan
batas atas (upper=0,008), jika batas bawah dan batas atas bernilai positif maka analisis
dikatakan signifikan. Garis confidence interval menggambarkan kesesuaian kondisi
penelitian dengan populasi dimana semakin kecil jarak antara garis biru dan garis merah
maka semakin tinggi representative data penelitian dengan populasi dan sebaliknya. Dari
gambar tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa hasil penelitian belum menggambarkan
kondisi populasi karena jarak antara garis merah dan biru relative jauh.

DISKUSI

Penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak karena tidak terdapat pengaruh antara
keberfungsian keluarga terhadap regulasi emosi pada remaja dengan orang tua tunggal.
Dalam regulasi emosi terdapat tiga faktor yang mempengaruhi regulasi emosi individu, yakni
hubungan orang tua dan anak, hubungan interpersonal, umur dan jenis kelamin.

14
Keberfungsian keluarga menjadi salah satu faktor regulasi emosi dalam hubungan orang tua
dan anak, ada dua faktor lain yang mempengaruhi yakni hubungan interpersonal, umur dan
jenis kelamin individu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rime (2001) mengungkapkan
bahwa ketika anak-anak mencapai usia sekolah dasar, figur kelekatan mereka adalah ayah
dan ibu yang menjadi tempat untuk berbagi pengalaman emosional. Kemudian memasuki
usia remaja dan dewasa meluas ke individu lain seperti saudara kandung, sahabat atau
pasangan yang kemungkinan besar menjadi pengganti figur kelekatan awal. Individu mampu
mengubah emosi negatifnya jika dilatih untuk melakukan penilaian emosi. Individu yang
mampu menilai emosi yang dirasakan, termasuk mengetahui penyebab dan akibat yang
muncul dari emosi negatif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
perilakunya.

Pada penelitian ini responden terbanyak adalah usia remaja akhir dan dewasa awal, dimana
pada usia remaja semakin beralih kepada lingkungan diluar keluarganya, yakni teman sebaya
untuk mendapat dukungan emosional dan untuk mengeksplorasi identitas mereka diluar
keluarga. Teman sebaya menjadi lebih intim serta berfungsi sebagai konteks untuk
pembelajaran lebih lanjut mengenai pengalaman emosional dan strategi regulasi emosi. Sifat
unik dari lingkungan teman sebaya membuat remaja menerapkan strategi regulasi emosi yang
berbeda dari yang digunakan dalam konteks antara remaja dengan orang tua. Teman sebaya
menjadi sumber utama dukungan sosial selama masa remaja, dimana remaja cenderung
kurang menggunakan penekanan emosi serta lebih cenderung menggunakan ekspresi afektif
sebagai bentuk regulasi emosi. Artinya, remaja mungkin lebih bersedia untuk
mengekspresikan emosi mereka dengan teman-teman dengan keyakinan dan harapan bahwa
emosi tersebut akan didukung (Lindsey, 2021).

Subjek penelitian yang didominasi oleh usia 20-21 tahun adalah usia dimana regulasi emosi
sudah terbentuk maksimal dibandingkan usia 20 tahun ke bawah, dimana pada usia 20-21
menjadi periode penting dalam pengembangan dan pematangan pola pikir serta regulasi diri
dimana hal tersebut akan merubah proses serta regulasi emosi dari masa kanak-kanak hingga
remaja. Faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan respons emosional adalah tekanan
yang lebih sering terjadi serta pengalaman hidup yang seiring bertambah dari remaja sampai
dengan dewasa awal (Verzeletti, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Gilman et al. (2009) keterampilan regulasi emosi memiliki
peran dalam perkembangan, individu dengan perkembangan keterampilan regulasi emosi
yang baik tampak lebih baik dari segi sosial, emosional, perilaku dan akademis. Ketika
individu dapat mengelola perasaan dan perilaku ekspresifnya maka akan lebih siap dalam
membuat keputusan berdasarkan informasi serta lebih optimis. Hal tersebut meningkatkan
karakteristik lainnya yang berkaitan dengan hasil perkembangan positif termasuk di
dalamnya perasaan efikasi diri, perilaku prososial dan hubungan yang mendukung dengan
keluarga dan teman sebaya.

Berdasarkan hasil korelasi masing-masing aspek keberfungsian keluarga terhadap regulasi


emosi, didapatkan bahwa tiga dari tujuh aspek berkorelasi terhadap regulasi emosi. Aspek
tersebut adalah aspek role (peran), affective responsiveness, dan affective involvement. Aspek
role (peran) berfokus pada apakah keluarga telah menetapkan pola perilaku untuk
penanganan keberfungsian keluarga termasuk didalamnya memberikan pengasuhan dan
dukungan, mendukung pengembangan pribadi, memelihara dan mengelola sistem keluarga,
selain itu peran mencakup pertimbangan apakah tugas yang diberikan kepada anggota

15
keluarga jelas dan adil serta anggota keluarga bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bariola et al. 2011) keluarga memiliki peran
dalam membentuk perkembangan keterampilan sosial dan mental pada anak. Orang tua
harus memiliki pemahaman emosional yang cukup serta kemampuan secara efektif dan
adaptif dalam mengelola emosi mereka sendiri, dimana ketika orang tua tidak memiliki
pengalaman emosional yang tepat dapat berdampak pada perkembangan emosi yang buruk
pada anak, orang tua memiliki peran dalam memberikan model tampilan emosi (termasuk
didalamnya strategi regulasi emosi) yang kemudian akan ditiru oleh anak-anak mereka,
dimana regulasi emosi orang tua memfasilitasi lingkungan afektif pada anak dalam belajar
kesesuaian ekspresi emosional.

Kemudian pada aspek affective responsiveness menilai sejauh mana anggota keluarga mampu
menanggapi berbagai stimulus yang ada, tanggapan atas stimulus yang ada bisa berupa
tanggapan emosi positif dan negative. Emosi positif seperti cinta, kelembutan, kebahagiaan
dan kegembiraan serta emosi negative seperti ketakutan, kemarahan, kesedihan, kekecewaan.
Keluarga harus mampu menanggapi keadaan anggota keluarga sesuai dengan kondisi yang
terjadi, segala emosi positif dan negative harus bisa diterima dan dikelola dengan baik agar
setiap anggota keluarga mampu mengembangkan kemampuan affective responsiveness yang
akan mempengaruhi perkembangan pribadi setiap anggota keluarga.

Dan pada aspek affective involvement, berkaitan dengan sejauh mana anggota keluarga
tertarik dan menghargai aktivitas satu sama lain, diasumsikan bahwa keluarga yang berfungsi
dan sehat memiliki tingkat keterlibatan menengah, tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak.
Dalam aspek affective involvement , keterlibatan antar anggota keluarga memiliki beberapa
tingkatan khusus yakni kurangnya keterlibatan, keterlibatan tanpa perasaan, keterlibatan
narsistik, keterlibatan empatik, keterlibatan berlebihan dan keterlibatan simbiosis. Dari
kelima tingkatan keterlibatan tersebut keterlibatan empatik menjadi tingkatan yang paling
efektif didalam suatu keluarga dimana setiap anggota keluarga menunjukkan perhatian yang
afektif dibandingkan dengan keempat tingkatan keterlibatan tersebut yang dimana lebih
dominan untuk kepentingan diri sendiri dan hanya saling terlibat satu sama lain ketika
memiliki kepentingan.

Setiap penelitian tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam proses penelitian
adapun kelemahan dalam penelitian ini yakni peneliti tidak memfokuskan lama peristiwa
remaja dengan orang tua tunggal serta penyebab mengapa remaja memiliki orang tua tunggal.
Adapun kelebihan pada penelitian ini menambah referensi dalam penelitian yang
berhubungan dengan keberfungsian keluarga dan regulasi emosi utamanya pada remaja
dengan orang tua tunggal, hal tersebut dapat dijadikan referensi pada bidang psikologi.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa hipotesis dari penelitian ini ditolak yang
berarti tidak terdapat pengaruh antara keberfungsian keluarga terhadap regulasi emosi remaja
dengan orang tua tunggal. Hal ini didasari oleh faktor lain seperti hubungan interpersonal,
usia dan jenis kelamin. Lingkungan interpersonal akan memberikan banyak pengaruh dalam
perkembangan regulasi emosi remaja, selain itu usia yang memasuki masa remaja sampai
dengan dewasa awal dianggap mampu dalam mencapai regulasi emosi yang baik karena
berbagai pengalaman maupun lingkungan dengan teman sebaya.

16
Implikasi dari penelitian ini agar memberikan wawasan bahwa selain keluarga, hubungan
interpersonal serta usia dan jenis kelamin individu mempunyai peran yang sangat penting
dalam perkembangan regulasi emosi setiap individu. Walaupun hal tersebut terjadi, peran
serta tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga tetap harus dijalankan untuk
tetap menciptakan fungsi keluarga yang berjalan dengan baik. Bagi peneliti selanjutnya dapat
menjadikan penelitian ini menjadi referensi, serta lebih bisa menggali keadaaan demografis
responden agar mempermudah dalam proses analisis data dan peneliti bisa terfokus pada
seluruh karakteristik orang tua tunggal yakni perceraian, meninggal dunia atau salah satu
keluarga meninggalkan rumah.

17
REFERENSI

Alink, Cicchetti, Lenneke. R., Kim, Dante., Fred A Rogosch (2009). Mediating and
moderating processes in the relation between maltreatment and psychopathology:
Mother-child relationship quality and emotion regulation. Journal of Abnormal Child
Psychology, 831-843.

Antonina S Farmer., Todd B Kashdan. (2012). Social anxiety and emotion regulation in daily
life: Spillover effects on positive and negative social events. Cognitive Behaviour
Therapy, 152-162.

Devita, & Yeni. (2020). Hubungan pola asuh orang tua dengan masalah mental emosional
remaja. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 503.

Endang Sri Indrawati, M. (2018). Pemberdayaan keluarga dalam perspektif psikologi.


Bandung: Fakultas Psikologi Undip.

Eric W. Lindsley. (2021). Emotion regulation with parents and friends and adolescent.
Journal of children. 299.

Fahrudin, A. (2012). Keberfungsian keluarga: Konsep dan indikator pengukuran dalam


penelitian. Informasi, 75-81.

Farokhatin Nashukah., Ira Darmawanti. (2013). Perbedaan kematangan emosi remaja ditinjau
dari struktur keluarga. Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 93.

Funlola Are., Anne Shaffer. (2016). Family emotion expressiveness mediates the relations
between maternal emotion regulation and child emotion regulation. Child Psychiatry
and Human Development, 708-715.

Gregory M Fosco., John H Grych. (2013). Capturing the family context of emotion
regulation: A Family Systems Model Comparison Approach. Journal of Family
Issues, 557-578.

Gross, & James J. (2001). Emotion regulation in adulthood: Timing is everything. Current
Directions in Psychological Science, 214-219.

Iin Runa Uci., Siti Ina Savira. (2019). Hubungan antara keberfungsian keluarga dengan
regulasi emosi pada siswa di SMP X di Surabaya. Character : Jurnal Penelitian
Psikologi, 1-7.

Jahja, Y. (2011). Psikologi perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group.

James J. Gross & Oliver P. John (2003). Individual differences in two emotion regulation
Processes: implications for affect, relationships, and well-being. Journal of
Personality and Social Psychology, 348-362.

18
Janice, P. Z., Michael, M. C., Carisa, M. P., & Sheri, P. (2006). emotion regulation in
children and adolescents. Developmental and Behavioral Pediatrics, 155-168.

Kurniawan, A. W., & Puspitaningtyas, Z. (2016). Metode penelitian kuantitatif. Yogyakarta:


Pandiva Buku.

Laura E Brumariu. (2015). Parent–child attachment and emotion regulation. Attachment In


Middle Childhood, 31-45.

Laura M Crespo., Christoper J Trentacosta., Deane Aikins., Julie W Aikins. (2017). Maternal
emotion regulation and children’s behavior problems: The Mediating Role of Child
Emotion Regulation. Journal of Child and Family Studies, 2797-2809.

Lennarz, Hollenstein, H. K., Aschoff, T. L., Kuntsche, A., Granic, E., & Isabela. (2019).
Emotion regulation in action: use, selection, and success of emotion regulation in
adolescents’ daily lives. International Journal of Behavioral Development, 1-11.

Liangtie Dai., Lingna Wang. (2015). Review of family functioning. Open Journal of Social
Sciences, 134-141.

M Nisfiannoor., Yuni Kartika. (2004). Hubungan antara regulasi emosi dan penerimaan
kelompok teman sebaya pada remaja. Jurnal Psikologi, 160-178.

Mallinckrodt, B. (1998). Family dysfunction, alexithymia, and client attachment to therapist.


Journal of Counseling Psychology, 497-504.

Michael Cassano., Carisa P Parrish., Janice Zeman. (2007). Influence of gender on parental
socialization of children's sadness regulation. Social Development, 210-231.

Morris, Criss, A. S., Silk, M. M., Houltberg, J. S., & J, B. (2017). The impact of parenting on
emotion regulation during childhood and adolescence. Child Development
Perspectives, 233-238.

Pebby Ayu Ramadhany., Metty Verasari. (2016). Hubungan antara persepsi remaja terhadap
keberfungsian keluarga dengan kematangan emosi pada remaja akhir. Jurnal
Psikologi Perseptual, 17-26.

Prof Dr. A Muri Yusuf, M. Pd (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif & penelitian
Gabungan. Padang: Kencana.

Rawdhah Binti Yasa., Fatmawati. (2018). Persepsi keberfungsian keluarga bagi anak dari
keluarga single parent. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 167-180.

Rich Gilman., E Scott Huebner., Michael J Furlong.. (2009). Handbook of positive


psychology in schools.

19
Rime, B. (2001). The social sharing of emotion: interpersonal and collective dimensions.
Boletin de Psicologia Spain, 97-108.

Sabatier, Cervantes, C., & Restrepo, D. (2017). Emotion regulation in children and
adolescents: concepts, processes and influences. Artículo en Edición – Article in Press
Psicologia, 11-14.

Sara Meyer., H Abigail Raikes., Elita A Virmani., Sara Waters., Ross A Thompson. (2014).
Parent emotion representations and the socialization of emotion regulation in the
family. International Journal of Behavioral Development, 164-173.

Sofia Retnowati., Wahyu Widhiarso., Kumala W Rohmani. (2003). Peranan keberfungsian


keluarga pada pemahaman dan pengungkapan emosi. Jurnal Psikologi, 91-104.

Thornock, Nelson, C. M., Porter, L. J., Evans-Stout, C. L., & A, C. (2019). There's no place
like home: the associations between residential attributes and family functioning.
Journal of Environmental Psychology, 39-47.

Wiwien Dinar Pratisti. (2013). Peran orangtua dalam perkembangan kemampuan regulasi
emosi anak : model teoritis. Prosiding Seminar Nasional Parenting, 322-333.

Yiming Qian., Fumei Chen., Chunyong Yuan. (2020). The effect of co-parenting on
children's emotion regulation under fathers’ perception: A moderated mediation
model of family functioning and marital satisfaction. Children and Youth Services
Review, 105-501.

20
LAMPIRAN

21
SKALA 1

Kuesioner Penelitian

Nama/Inisial :
Jenis Kelamin :
Usia :
Asal :
Pendidikan :

22
No Pernyataan 1 2 3 4
1 Keluarga saya mampu menyelesaikan permasalahan
sehari-hari
2 Keluarga saya bertindak sesuai dengan keputusan
bersama terhadap suatu masalah
3 Setelah keluarga saya mencoba menyelesaikan suatu
masalah, kami biasanya mendiskusikan apakah solusi
itu berhasil atau tidak
4 Keluarga saya mampu mengatasi permasalahan yang
berkaitan dengan emosi
5 Keluarga saya membicarakan segala hal secara terbuka,
termasuk yang berkaitan dengan perasaan
6 Keluarga saya mencoba memikirkan berbagai cara
untuk memecahkan masalah
7 Ketika salah satu anggota keluarga merasa kecewa,
yang lain mengetahui penyebabnya
8 Saya tidak dapat mengetahui perasaan seseorang dari
apa yang mereka katakan
9 Kami berbicara terus terang tanpa memberikan
isyarat
10 Kami berbicara secara langsung tanpa melalui
perantara
11 Kami jujur satu sama lain
12 Kami tidak berbicara satu sama lain ketika sedang
marah
13 Ketika saya tidak menyukai apa yang telah dilakukan
seseorang, saya memberitahunya
14 Ketika saya meminta seseorang untuk melakukan
sesuatu, saya memastikan bahwa ia melakukan hal
tersebut
15 Kami memastikan anggota keluarga memenuhi
tanggung jawab mereka
16 Tugas-tugas didalam keluarga tidak terbagi rata
17 Kami mengalami kesulitan dalam melunasi tagihan
18 Masing-masing dari kami memiliki tugas dan
tanggung jawab tertentu
19 Hanya ada sedikit waktu untuk mengeksplor minat
pribadi
20 Kami mendiskusikan tugas mengenai pekerjaan
rumah tangga
21 Jika diminta melakukan sesuatu, perlu untuk
diingatkan terlebih dahulu
22 Kami tidak puas dengan tugas keluarga yang sudah
diberikan
23 Kami enggan menunjukkan kasih sayang kami satu
sama lain
24 Beberapa dari kami tidak bersikap hangat terhadap
anggota keluarga lainnya

23
25 Kami tidak menunjukkan rasa cinta antar anggota
keluarga
26 Kami tidak mengatakan apa yang sesungguhnya kami
rasakan
27 Kelembutan bukan hal utama di dalam keluarga
28 Kami mengekspresikan kelembutan
29 Saya tidak merasa malu atau rikuh jika menangis di depan
angota keluarga lainnya
30 Ketika salah satu terlibat permasalahan, yang lain ikut
terlibat
31 Mereka hanya akan tertarik jika dirasa ada sesuatu
yang bisa mereka manfaatkan pada diri saya
32 Sulit untuk berbicara satu sama lain mengenai
perasaan secara lembut
33 Kami terlalu egois
34 Kami terlibat satu sama lain hanya ketika ada sesuatu
yang menarik
35 Kami menunjukkan minat satu sama lain ketika kami
bisa mendapatkan sesuatu darinya secara pribadi
36 Keluarga saya hanya menunjukkan ketertarikan satu
sama lain jika mereka bisa mendapatkan sesuatu
37 Meskipun bermaksud baik, tapi kami terlalu
mengganggu kehidupan anggota keluarga satu sama
lain
38 Kami tidak tahu apa yang harus dilakukan jika dalam
keadaan darurat
39 Kami bisa dengan mudah melanggar aturan serta
konsekuensi yang ada
40 Kami tahu apa yang harus dilakukan dalam keadaan
darurat.
41 Kami tidak mempunyai ekspetasi mengenai kebiasaan
dalam menggunakan toilet
42 Kami memiliki aturan tentang memukul orang lain
43 Kami tidak memiliki aturan tertentu
44 Jika aturan dilanggar, kami tidak tau apa yang akan
terjadi
45 Apapun bisa terjadi di dalam keluarga kami
46 Terdapat aturan mengenai situasi yang berbahaya
47 Kami tidak mempunyai transportasi yang layak
48 Sulit untuk merencanakan kegiatan keluarga karena
kami saling salah paham satu sama lain
49 Dalam situasi yang sulit kami saling meminta
dukungan satu sama lain
50 Terkadang kami kehabisan barang yang kami
butuhkan
51 Kami tidak mengatakan satu sama lain mengenai
kesedihan yang dirasakan
52 Seluruh anggota keluarga diterima apa adanya

24
53 Keluarga saya menghindari membahas ketakutan dan
kekhawatiran kami
54 Kami bisa mengungkapkan perasaan satu sama lain
55 Terdapat banyak perasaan negatif di dalam keluarga
56 Kami merasa diterima apa adanya
57 Membuat suatu keputusan menjadi masalah didalam
keluarga kami
58 Kami dapat membuat keputusan tentang bagaimana
menyelesaikan masalah
59 Kami tidak rukun satu sama lain
60 Kami saling percaya satu sama lain

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Nama/Inisial :
Jenis Kelamin :
Usia :
Asal :
Pendidikan :

SKALA 2
Isilah skala dibawah ini sesuai dengan pengalaman yang anda rasakan dengan memberikan
tanda centang (✓) pada salah satu keterangan yang tersedia. Berikut adalah keterangan
pilihan jawaban:
Keterangan Jawaban:
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = cukup Tidak Setuju
4 = Netral
5 = cukup Setuju
6 = Setuju
7 = Sangat Setuju

No Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7
Ketika saya ingin merasakan emosi
yang lebih positif (seperti
1
kegembiraan), saya mengubah apa
yang saya pikirkan
Ketika saya ingin mengurangi emosi
negatif (seperti kesedihan atau
2
kemarahan), saya mengubah apa yang
saya pikirkan
Ketika saya dihadapkan pada situasi
yang membuat saya stress, saya
3
memikirkan cara untuk menenangkan
diri
Ketika sata ingin merasakan emosi
4
yang lebih positif, saya mengubah

25
cara berpikir saya tentang situasi
yang sedang dialami
Saya mengendalikan emosi dengan
5 mengubah cara berpikir tentang
situasi yang sama
Ketika saya ingin mengurangi emosi
6 negatif, saya mengubah cara berpikir
saya tentang situasi yang ada
Saya hanya menyimoang emosi yang
7
saya rasakan
Ketika sata merasakan emosi positif,
saya berhati-hati untuk tidak
8
mengekspresikannya secara
berlebihan
Saya mengendalikan emosi saya
9
dengan tidak mengungkapkannya
Ketika saya merasakan emosi negatif,
10 saya memilih untuk tidak
mengekspresikannya

Lampiran 2. Blueprint

Keberfungsian Keluarga
No Aspek Item Favorable Item Unfavorable Jumlah Item
1 Problem Solving 2, 24, 38, 50, 60 12 6
2 Communication 3, 18, 29, 43, 52, 59 14 7
3 Role 4, 10, 30, 40 15, 23, 34, 45, 53 9
4 Affective Responsiveness 49, 57 9, 19, 28, 35, 39 7
5 Affective Involvement 5 13, 22, 25, 33, 37, 42, 8
54
6 Behavioral Control 20, 32, 55 7, 17, 27, 44, 47, 48, 10
58
7 General Functioning 6, 16, 26, 36, 46, 56 1, 8, 11, 21, 31, 41, 51 13
Total 60

Regulasi Emosi
No Aspek Item Item Jumlah Item
Favorable Unfavorable

1 Cognitive Reappraisal 1,2,3,4,5,6 - 6


2 Expressive Suppression 7,8,9,10 - 4
Jumlah 10

26
Lampiran 3. Validitas Skala

Keberfungsian Keluarga
VAR00060 VAR00061
VAR00001 Pearson Correlation .563** .731**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00002 Pearson Correlation .624** .638**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00003 Pearson Correlation .434** .567**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00004 Pearson Correlation .168* .014
Sig. (2-tailed) .047 .867
N 140 140
VAR00005 Pearson Correlation .104 .074
Sig. (2-tailed) .220 .386
N 140 140
VAR00006 Pearson Correlation .612** .782**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00007 Pearson Correlation .422** .620**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00008 Pearson Correlation .046 .267**
Sig. (2-tailed) .589 .001
N 140 140
VAR00009 Pearson Correlation .404** .661**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00010 Pearson Correlation .469** .519**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00011 Pearson Correlation .338** .617**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00012 Pearson Correlation .585** .675**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00013 Pearson Correlation .336** .541**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140

VAR00060 VAR00061

27
VAR00014 Pearson Correlation -.071 -.012
Sig. (2-tailed) .405 .884
N 140 140
VAR00015 Pearson Correlation .273** .512**
Sig. (2-tailed) .001 .000
N 140 140
VAR00016 Pearson Correlation .606** .730**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00017 Pearson Correlation .475** .675**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00018 Pearson Correlation .449** .609**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00019 Pearson Correlation .524** .682**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00020 Pearson Correlation .342** .443**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00021 Pearson Correlation .316** .455**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00022 Pearson Correlation .472** .714**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00023 Pearson Correlation .334** .502**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00024 Pearson Correlation .656** .698**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00025 Pearson Correlation .556** .760**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00026 Pearson Correlation .429** .651**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00027 Pearson Correlation .229** .284**

VAR00060 VAR00061
VAR00027 Sig. (2-tailed) .007 .001
N 140 140
VAR00028 Pearson Correlation .493** .709**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00029 Pearson Correlation .482** .570**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140

28
VAR00030 Pearson Correlation .407** .499**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00031 Pearson Correlation .586** .792**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00032 Pearson Correlation .156 .182*
Sig. (2-tailed) .066 .032
N 140 140
VAR00033 Pearson Correlation .434** .668**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00034 Pearson Correlation .373** .548**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00035 Pearson Correlation .409** .643**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00036 Pearson Correlation .590** .722**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00037 Pearson Correlation .282** .465**
Sig. (2-tailed) .001 .000
N 140 140
VAR00038 Pearson Correlation .652** .706**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00039 Pearson Correlation .396** .514**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00040 Pearson Correlation .370** .522**
Sig. (2-tailed) .000 .000

VAR00060 VAR00061
VAR00040 N 140 140
VAR00041 Pearson Correlation .459** .647**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00042 Pearson Correlation .583** .687**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00043 Pearson Correlation .601** .770**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00044 Pearson Correlation .281** .347**
Sig. (2-tailed) .001 .000
N 140 140
VAR00045 Pearson Correlation -.147 .086
Sig. (2-tailed) .083 .313
N 140 140

29
VAR00046 Pearson Correlation .700** .729**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00047 Pearson Correlation .198* .299**
Sig. (2-tailed) .019 .000
N 140 140
VAR00048 Pearson Correlation .204* .335**
Sig. (2-tailed) .016 .000
N 140 140
VAR00049 Pearson Correlation .663** .734**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00050 Pearson Correlation .618** .723**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00051 Pearson Correlation .625** .751**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00052 Pearson Correlation -.297** -.385**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00053 Pearson Correlation .266** .508**
Sig. (2-tailed) .001 .000
N 140 140

VAR00060 VAR00061
VAR00054 Pearson Correlation .385** .623**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00055 Pearson Correlation .172* .193*
Sig. (2-tailed) .042 .022
N 140 140
VAR00056 Pearson Correlation .666** .811**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00057 Pearson Correlation .323** .375**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 140 140
VAR00058 Pearson Correlation .094 .284**
Sig. (2-tailed) .271 .001
N 140 140
VAR00059 Pearson Correlation .239** .360**
Sig. (2-tailed) .005 .000
N 140 140
VAR00060 Pearson Correlation 1 .758**
Sig. (2-tailed) .000
N 140 140
VAR00061 Pearson Correlation .758** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 140 140

30
Regulasi Emosi

Lampiran 4. Uji Descriptive Variabel Penelitian

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

keberfungsian_keluarga
140 85 208 140.99 26.489

regulasi_emosi
140 10 70 52.54 9.464

Valid N (listwise)
140

Lampiran 5. Reliabilitas Skala Keberfungsian Keluarga

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.957 60

Lampiran 6. Reliabilitas Skala Regulasi Emosi

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.781 10

Lampiran 7. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 140

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 9.36225087

31
Most Extreme Differences Absolute .055

Positive .033

Negative -.055

Kolmogorov-Smirnov Z .654

Asymp. Sig. (2-tailed) .785

a. Test distribution is Normal.

Lampiran 8. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

REGULASI_EMOSI * Between (Combined) 5982.662 72 83.093 .861 .734


KEBERFUNGSIAN_KE Groups
Linearity 267.151 1 267.151 2.767 .101
LUARGA
Deviation from
5715.511 71 80.500 .834 .775
Linearity

Within Groups 6468.081 67 96.539

Total 12450.743 139

Lampiran 9. Uji Korelasi Masing-masing Aspek

Correlations

ASPEK_1 TOTAL_Y

ASPEK_1 Pearson Correlation 1 -.017

Sig. (2-tailed) .839

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.017 1

Sig. (2-tailed) .839

N 140 140

ASPEK_2 TOTAL_Y

ASPEK_2 Pearson Correlation 1 -.071

Sig. (2-tailed) .405

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.071 1

32
Sig. (2-tailed) .405

N 140 140

Correlations

ASPEK_3 TOTAL_Y

ASPEK_3 Pearson Correlation 1 -.189*

Sig. (2-tailed) .025

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.189* 1

Sig. (2-tailed) .025

N 140 140

Correlations

ASPEK_4 TOTAL_Y

ASPEK_4 Pearson Correlation 1 -.182*

Sig. (2-tailed) .032

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.182* 1

Sig. (2-tailed) .032

N 140 140

Correlations

ASPEK_5 TOTAL_Y

ASPEK_5 Pearson Correlation 1 -.172*

Sig. (2-tailed) .042

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.172* 1

Sig. (2-tailed) .042

N 140 140

Correlations

ASPEK_6 TOTAL_Y

ASPEK_6 Pearson Correlation 1 -.071

Sig. (2-tailed) .407

N 140 140

33
TOTAL_Y Pearson Correlation -.071 1

Sig. (2-tailed) .407

N 140 140

Correlations

ASPEK_7 TOTAL_Y

ASPEK_7 Pearson Correlation 1 -.132

Sig. (2-tailed) .121

N 140 140

TOTAL_Y Pearson Correlation -.132 1

Sig. (2-tailed) .121

N 140 140

Lampiran 10. Uji Analisis Regresi Sederhana

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate

1 .146a .021 .014 9.396

a. Predictors: (Constant), KEBERFUNGSIAN_KELUARGA

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 267.151 1 267.151 3.026 .084a

Residual 12183.592 138 88.287

Total 12450.743 139

a. Predictors: (Constant), KEBERFUNGSIAN_KELUARGA

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 59.922 4.316 13.885 .000

KEBERFUNGSIAN_KELUA
-.052 .030 -.146 -1.740 .084
RGA

a. Dependent Variable: REGULASI_EMOSI

34
35

Anda mungkin juga menyukai