Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Terpuruknya nilai–nilai pendidikan dilatar belakangi oleh kondisi internal
Islam yang tidak lagi menganggap ilmu pengetahuan umum sebagai satu kesatuan
ilmu yang harus diperhatikan. Selanjutnya, ilmu pengetahuan lebih banyak
diadopsi bahkan dimanfaatkan secara komprehensif oleh barat yang pada masa
lalu tidak pernah mengenal ilmu pengetahuan.
Secara garis besar ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses
pembaharuan Islam. Pertama faktor internal yaitu, faktor kebutuhan pragmatis
umat Islam yang sangat memerlukan satu system yang betul – betul bisa dijadikan
rujukan dalam rangka mencetak manusia – manusia muslim yang berkualitas,
bertaqwa, dan beriman kepada Allah. Kedua faktor eksternal adanya kontak Islam
dengan barat juga merupakan faktor terpenting yang bisa kita lihat. Adanya
kontak ini paling tidak telah menggugah dan membawa perubahan phragmatik
umat Islam untuk belajar secara terus menerus kepada barat, sehingga
ketertinggalan yang selama ini dirasakan akan bisa terminimalisir.
Dalam makalah ini, kami lebih menekankan pada makna pembaharuan
beserta landasan dan tujuan pembaharuan Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tokoh Pembaharuan Dalam Islam kawasan Timur
1. Jamaluddin Al-Afghani
a. Biografi
Jamaluddin Al-Afghani lahir di As’adabad, dekat Kanar di
Distrik Kabul, Afghanistas tahun 1839 dan meninggal di Istambul
tahun 1897.1 Tetapi penelitian para sarjana menunjukkan bahawa ia
sebenarnya lahir di kota yang bernama sama (As’adabad) tetapi bukan
di Afghanistan, melainkan di Iran. Ini menyebabkan banyak orang,
khususnya mereka di Iran lebih suka menyebut pemikir pejuang
muslim modernis itu Al-As’adabi, bukan Al-Afghani, walaupun dunia
telah terlanjur mengenalnya sebagaimana dikehendaki oleh yang
bersangkutan sendiri, dengan sebutan Al-Afghani.2 Ia mempunyai
pertalian darah dengan Husein bin Ali melalui Ali At-Tirmizi,ahli
hadis terkenal. Keluarganya mengikuti mazhab Hanafi. Ia adalah
seorang pembaharu yang berpengaruh di Mesir. Ia menguasai bahasa-
bahasa Afghan, Turki, Persia, Perancis dan Rusia.
Pendidikannya sejak kecil sudah diajarkan mengaji Al-Qur’an
dari ayahnya sendiri, di samping bahsa Arab dan Sejarah. Ayahnya
mendatangkan  seorang guru ilmu tafsir, hadits, dan fiqih yang
dlengkapi dengan ilmu tasawuf dan ilmu ketuhanan, kemudian dikirim
ke India untuk mempelajari ilmu pengetahuan modern (Erofa).
Ia menetap di Kairo dan menjauhkan urusan politik untuk
berkonsentrasi ke bidang ilmiah dan sastra Arab. Rumah tempat
tinggalnya menjadi pusat pertemuan bagi para mahasiswa, diantaranya
adalah Muhammad Abduh.3
Melihat kepada kegiatan politik yang demikian besar dan
daerah yang demikian luas, maka dapat dikatakan bahwa Al-Afghani
1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, op cit hal. 130
2
Eka Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.hal 203
3
Ibid, h. 203-204

2
lebih banyak bersifat pemimpin politik daripada pemimpin dan
pemikir pembaharuan dalam Islam, tetapi kegiatan yang dijalankan Al-
Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaharuan
dalam Islam.
b. Pemikiran Jamaluddin Al-Afghani
Menurut Afgany, ilmu pengetahuan yang dapat menundukkan
suatu bangsa, dan ilmu pula sebenarnya yang berkuasa di dunia ini
yang kadangkala berpusat di Timur ataupun di Barat. Ilmu juga yang
mengembangkan pertanian, industri, dan perdagangan, yang
menyebabkan penumpukan kekayaan dan harta. Tetapi filsafat
menurutnya merupakan ilmu yang laping teratas kedudukannya di
antara ilmu-ilmu yang lain.4
Selain itu beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter
yang universal. Salah satu gagasannya adalah persamaan manusia
antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai
akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di
luar jika situasi menginginkan.5
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat
prioritas utama agar umat Islam bisa bangkit dari keterpurukan menuju
kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada laki-laki
saja melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang
pendidikan tersebut.
2. Tahtawi
a. Biografi
 al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-
Tahtawi, ia merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar
pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta
pada tahun 1801, Tahta merupakan kota yang berada di bagian selatan
mesir dan wafat pada tahun 1873 di kairo. Ketika Muhammad Ali

Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Cet. II; Jakarta: Logos, 1999), h. 158
4

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, ( Jakarta:


5

Djambatan, 1992.), h. 300

3
mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi
termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh
pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika
berumur 16 tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya
ke al-Azhar dan pada tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh
Hasan al-Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon
ketika ia datang ke mesir. Gurunya al-Tahtawi ini sering mengadakan
kunungan kepada ahli-ahli dari Prancis tersebut untuk mengetahui
kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan mereka pun menerima
kunjungan itu dengan senang hatu karena mereka bisa belajar bahasa
arab dari gurunya al-Tahtawi.
b. Pemikiran
Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide
pendidikan yang universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan
kepada pemberian kesempatan yang sama antara laki-laki dan
perempuan di tengah masyarakat. Menurutnya, perbaikan pendidikan
hendaknya dimulai dengan memberikan kesempatan belajar yang sama
antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang posisi yang
menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi
isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan
melahirkan putra-putri yang cerdas.6
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga
tahapan. Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum
kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung,
al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah,
materinya berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing,
dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III, adalah pendidikan tinggi yang

6
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah dan
Kebudayaan Islam. (Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.) h, 220

4
tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai disiplin
ilmu.7
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan
terjalinnya cinta dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah
dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan kasih
sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan
kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak
perkembangan anak didik.8
Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi sangat
memperhatikan metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.
3. Muhammad Abduh
a. Biografi
Syekh Muhamad Abduh bernama lengkap Muhammad bin
Abduh bin Hasan Khairullah.  Beliau dilahirkan di desa Mahallat
Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal
dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula keturunan
bangsawan.
Muhammad Abduh hidup dalam lingkungan keluarga petani di
pedesaan.  Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat
yang suka memberi pertolongan. Semua saudaranya membantu
ayahnya mengelola usaha pertanian, kecuali Muhammad Abduh yang
oleh ayahnya ditugaskan untuk menuntut ilmu pengetahuan.  Pilihan
ini bisa jadi hanya suatu kebetulan atau mungkin juga karena ia sangat
dicintai oleh ayah dan ibunya. Hal tersebut terbukti dengan sikap
ibunya yang tidak sabar ketika ditinggal oleh Muhammad Abduh ke
desa lain, baru dua minggu sejak kepergiannya, ibunya sudah datang
menjenguk. Beliau dikawinkan dalam usia yang sangat muda yaitu
pada tahun 1865,  saat ia baru berusia 16 tahun.
Pendidikan Muhammad Abduh dimulai dari Masjid al-Ahmadi
Thantha (sekitar 80 Km. dari Kairo) untuk mempelajari tajwid Al-
7
Ibid, h. 221
8
Ibid, h. 221-222

5
Qur'an.  Setelah dua tahun berjalan di sana, pada tahun 1864 ia
memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-
saudara dan kerabatnya.  Waktu kembali ke desa inilah ia dikawinkan.
b. Pemikiran
Menurut Abduk, pendidikan merupakan lembaga yang paling
strategis untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial secara
sistematis. Gagasannya yang paling mendasar dalam sistem pendidikan
adalah bahwa ia sangat menentang sistem dualisme. Menurutnya,
dalam lembaga-lembaga pendidikan umum harus diajarkan agama.
Sebaliknya, dalam lembaga-lembaga pendidikan agama harus
diajarkan ilmu pengetahuan modern.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan
pembaharuannya adalah melalui Universitas al-Azhar. Menurutnya,
seluruh kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan saat itu.
Ilmu-ilmu filsafat dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan,
dihidupkan kembali. Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu
diajarkan di al-Azhar.9 Dengan memasukkan ilmu pengetahuan
modern ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan sebaliknya,
dimaksudkan untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan
ulama dan ahli modern, dan diharapkan kedua golongan ini bersatu
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di zaman
modern.
4. Rasyid Redha
a. Biografi
Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid
Muhammad Rasyid Rida ibn Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn
al-Sayyid Baharuddin ibn al-Sayyid Munla Ali Khalifah al-Baghdadi. 10
beliau dilahirkan di Qalmun, suatu kampung sekitar 4 Km dari Tripoli,
Libanon, pada bulan Jumadil ‘Ula 1282 H (1864 M). Dia adalah
9
A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.
10
A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, (Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN
Antasari, 1990), h. 13

6
seorang bangsawan Arab yang mempunyai garis keturunan langsung
dari Sayyidina Husain, putra Ali ibn Abi Thalib dan Fatimah putri
Rasulullah saw.11
Pada tahun 1898 M. Muhammad Rasyid Rida hijrah ke Mesir
untuk menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dua tahun kemudian
ia menerbitkan majalah yang diberi nama “al-Manar” untuk menyebar
luaskan  ide-idenya dalam usaha pembaharuan.
b. Pemikiran
Dalam bidang pendidikan, Rasyid Ridha memandang bahwa
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bertentangan dengan Islam.
Oleh karena itu, peradaban Barat modern harus dipelajari oleh umat
Islam. Hal ini relevan dengan pendapat gurunya (Muhammad Abduh)
bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang di Barat wajib dipelajari
umat Islam untuk kemajuan mereka.12 Beliau juga berpendapat bahwa
mengambil ilmu pengetahuan Barat modern sebenarnya mengambil
kembali ilmu pengetahuan yang pernah dimiliki umat Islam.13
Usaha yang dilakukan di bidang pendidikan adalah
membangun sekolah misi Islam dengan tujuan utama untuk mencetak
kader-kader Muballig yang tangguh, sebagai imbangan terhadap
sekolah misionaris Kristen. Sekolah tersebut didirikan pada tahun 1912
di Kairo dengan nama Madrasah al-Dakwah wa al-Irsyad.14
Dalam lembaga tersebut Ridha memadukan antara kurikulum
Barat dan kurikulum yang biasa diberikan madrasah tradisional.
5. Qasim Amin
a. Biografi
Qasim Amin di lahirkan  di kota Cairo paada tahun 1863, dari
seorang ayah Muhammad Beik Amin yang berdarah Turki dan

11
Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1994), h. 280.
12
Harun Nasution, op. cit., h. 151.
13
Ibid, h. 75
14
Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h. 163.

7
Ibundanya berdarah Mesir Kelahiran Sha’id. Keluarga Muhammad
Beik berasal dari keluarga penguasa negara dan tergolong kaya.
Muhammad Beik juga merupakan sosok pratisi yang tergolong
ilmuan dan kaya dengan pengalaman praktis, terutama dari
pengalaman  sebagai pegawai tinggi Turki, Beliau juga turut berperan
dalam karir Amin. Karena sang ayah tidak rela jika anaknya hanya
sekedar mempunyai kemampuan teoritis.
Cara Beliau mewujudkan kepeduliannya yaitu dengan cara
menjalin hubungan yang baik dengan Mustafa Fahmi. Yaitu dengan
cara, menitipkan putranya untuk dilatih secara praktis di kantor
pengacara tersebut.
Qasim Amin ialah sosok intelektual Mesir yang memiliki basis
pendidikan dan pergaulan yang luas, perjalanannya pun mulai dari
Dunia Arab khas Timur Tengah hingga dunia Eropa dan Amerika yang
metropolis. Qasim Amin bisa diandaikan sebagai “ikon” yang begitu
getol memperjuangkan terciptanya peradaban baru islam yang
berbingkai keadilan, kesetaraan dan kemuliaan bagi laki-laki dan
perempuan sekaligus.
b. Pemikiran
Usaha Amin memberdayakan dan mengangkat martabat
perempuan, di mata Amin, adalah usaha untuk menegakkan apa yang
di pandangnya  sebagai prinsip  ideal Islam vis avis realitas sosial
perempuan Mesir, dan juga demi sebuah kemajuan bangsa.
Gagasan ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn
intelektual Amin terhadap realitas perempuan Mesir. Ia juga melihat
perempuan di Mesir telah dipinggirkan dalam relasi laki-laki. Ide
emansipasi wanita yang dicetuskan oleh Qasim Amin timbul karena
sentakan tulisan wanita prancis  Duc. D’ Haorcourt yang
mengkritik  struktur sosial masyarakat Mesir, terutama keadaan
perempuan di sana.15
15
Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki,
Menggurat Perempuan Baru, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003) h. 85-109

8
Qasim Amin begitu menaruh harapan kepada kaum perempuan
untuk dapat menempuh pendidikan. Karena terdapat hubungan yang
positif antara pendidikan perempuan dengan kemajuan perempuan.
Pendidikan untuk perempuan di yakini sebagai salah satu cara untuk
melepaskan kaum perempuan Mesir dari perlakuan diskriminatif.
6. Thaha Husein
a. Biografi
Thaha Husein dilahirkan tahun 1889 M. di Izbat al-Kilu. Ketika
berumur dua tahun telah terkena penyakit optualmia (kebutaan),
penyakit yang biasa menyerang anak-anak ketika itu, namun penyakit
tersebut tidak menghalanginya menuntut ilmu. Ia belajar al-Quran dan
dapat menghafalnya pada usia sembilan tahun.
Pada tahun 1902, ia dikirim orang tuanya untuk belajar di al-
Azhar dengan harapan agar kelak Thaha Husein menjadi alim Azhar,
memberi palajaran agama dalam halaqah yang besar.
Akan tetapi Thaha Husein keluar dari al-Azhar, ia kecewa
dengan sistem pengejarannya yang sempit dan tidak berkembang serta
materi pelajarannya amat tradisonal dan menjemukan. Pada tahun
1905, ia mendalami pemikiran Muhammad Abduh, salah satu yang
amat menonjol dari keterpengaruhannya adalah sikapnya yang
menentang praktek tawassul di desanya sehingga dicap sebagai
seorang yang tersesat dan menyesatkan.
Pada tahun 1908 bersamaan dengan dibukanya Universitas
Kairo, Thaha Husein mendaftarkan diri, di sinilah ia berkenalan
dengan sederatan orientalis semisal Iguazio Buidi, Enno Litman,
Santillana, Nallino dan Masignon. Pada tanggal 5 Mei 1914 Thaha
Husein mempertahankan disertasinya yang berjudul Dzikra Abi
al-'Ala dan berhasil yudisium jayyid jiddan pada tahun itu juga Thaha
Husein dikirim ke Perancis untuk belajar sejarah.
b. Pemikiran

9
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat
bahwa perguruan tinggi adalah sarana terbaik mencetak ilmuwan dan
tenaga ahli yang diharapkan melakukan perubahan-perubahan
fundamental yang dapat memajukan Mesir yang saat itu masih berada
pada kondisi yang memprihatinkan dan terkebelakang dalam berbagai
bidang khususnya pendidikan, di banding dengan Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual,
keilmiahan, dan memiliki metode analisis modern. Kemerdekaan
intelektual dan kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa diperoleh
melalui kemerdekaan ilmu dan intelektual.16
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka
beliau menegaskan agar sistem pendidikan Mesir harus didasarkan
pada sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah sampai ke
Perguruan Tinggi, demikian juga metode penelitiannya.17
Gagasan Thaha Husain ini memiliki arti penting bagi kemajuan
ilmu pengetahuan di Mesir karena mampu melahirkan inovasi-inovasi
baru dalam bidang pendidikan dan di sinilah muncul kemampuan
belajar efektif dalam belajar yang sesungguhnya.
B. Tokoh Pembaharuan Islam di Turki
1. Sultan Mahmud II
Kegagalan Sultan Sanlim III tidak menyulutkan penggantinya 
Sultan Mahmud II untuk mengadalan pembaharuan. Pada tahun 1826
Sultan Mahmud II membentuk korp tentara baru di luar Jeniseri dan
menggunakan instruktur dari Mesir  tidak berasal dari Eropa agar tidak
direspon negatif oleh ulama dan segera membubarkan. 
Jeniseri serta melarang Tarekat Bektasy, mengadakan penghapusan
wajir agung diganti dengan perdana menteri, wajir agung pada saat itu
dipegang oleh syaikh al-Islam, pembaharuan sistem hukum yang
memberlakukan hukum sekuler di samping hukum syari’ah, peradilan
16
Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1994), h. 99
17
Ibid,

10
syariah diserahkan kepada syaikh al-Islam sedangkan peradilan sekuler
diserahkan kepada Majlich-I Ahkam-I Adliye, dan pembaharuan di bidang
pendidikan dengan membentuk sekolah umum ( Mekteb-I Ma’arif) dan
sekolah sastra ( mekteb-i ‘Ulum-u Edebiye).18
2. Tanzimat
Sepeninggal Sultan Mahmud II, gerakan pembaharuan dilakukan
oleh Abdul Majid (1839-1861) dengan perdana menteri Rasyid Pasya.
Periode ini disebut masa Tanzimat  yang mengandung arti peraturan dan
perundang-undangan baru. Tokoh-tokoh Tanzimat antara lain: Rasyid
Pasya, Mehmed Sadik Rifat Pasya, dan Muhammad Ali Pasya dan Fuad
Pasya.
Diantara beberapa peraturan perundang-undangan yang dihasilkan
pada masa tanzimat antara lain:19
a. Piagam Hatt-I Sherif Gulhane tahun 1839 sebagai dasar pembaharuan
di bidang administrasi, perpajakan, hukum, pendidikan, kau minoritas
dan militer yang menyebabkan perang di Crimea akibat penolakan
kaum ulama akibat dari  reduksi  peran ulama.
b. Piagam Hatt-I Humayun ( 1856 M) yang mengakomodir hak-hak
minoritas. Piagam ini mendapat reaksi keras dari ulama dan kelompok
penduduk yang berpendidikan Barat yang tergabung dalam Usmani
Muda.
3. Utsmani Muda
Usmani Muda merupakan perkumpulan yang didirikan pada tahun
1865 dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut menjadi
pemerintahan yang konstitusional. Tokoh Usmani muda antara lain Mihdat
Pasya, Ziya Pasya, dan Nanik Kemal.
Kematian Perdana Menteri Ali Pasya ( 1871 M)  menandai
berakhirnya Tanzimat, gerakan pembaharuan diganti oleh kelompok
Usmani Muda yang berhasil menurunkan secara paksa Sultan Abdul Aziz
18
H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam
Dunia Isam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 3
19
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja Rosdakarya,  hal. 283

11
pada tahun 1876 melalui fatwa Syaikh al-Islam dan diganti oleh Murad V
yang mendapat dukungan Usmani Muda. Akan tetapi karena Murad V
dianggap tidak berhasil memimpin Turki Usmani dan dianggap sakit
mental oleh Syaikh al-Islam di kemudian hari, maka diganti oleh S sultan
Abdul Hamid ( 31 Agustus 1876) dan perdana menterinya Mihdat Pasya
salah seorang tokoh Usmani Muda.20
Usmani Muda dalam pembaharuannya terbagi kepada 2 partai
ditinjau dari segi liberalisnya. Usmani Muda pertama liberal yang
menghendaki sistem pemerintahan otonomi bagi daerah-daerah
( desentralisasi), kedua Usmani muda yang tergabung dalam partai Ittihadi
ve Terekki, pemenang pemilu 1908 yang ingin mempertahankan sistem
pemerintahan sentralistik. Dan pada tahun 1912 M, partai tersebut juga
tampil sebagai pemenang  yang melibatkan diri Turki Usmani dalam
perang Balkan bersama Jerman dengan harapan menjadi media untuk
merebut kembali daerah-daerah yang sudah memerdekakan diri
sebelumnya dalam sistem pemerintahan federasi. Diantara negara yang
sudah memerdekakan diri dari Turki Usmani Bulggaria,Austria, Yunani,
Bosnia dan Herzegivina.
4. Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan
Usmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan
yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam
suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah
yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu
dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi,
mengambil bentuk perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan dan
pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi
mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-
komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal
dengan nama Turki Muda.Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah
20
John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, hal. 144-145

12
Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran
Sahabuddin (1887-1948).21
5. Kemal At-Turk
Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering
dikenal dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan
Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat
julukan Ghazi, artinya sang pembela keyakinan. Julukan ini diberikan
ketika beliau dengan gemilang membawa Turki kepada kemenangan
dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa Kemal dielu-elukan
dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama Ali
Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota
itu. Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara
menegak racun. Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita
sholihah. Ali Riza meninggal saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun
sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya.22
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu
memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia
secara brutal menentang peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia
sering memaki-maki gurunya saat bersekolah. Sehingga suatu hari pernah
ditampar salah satu gurunya karena sang guru sudah kehilangan kesabaran
menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya, Mustafa Kemal kecil
lari dan tidak mau masuk sekolah lagi.

21
Ibid,
22
Ibid, h. 146

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakteristik pembaharuan Islam yang terjadi di Mesir dan Turki ada 
keragaman yang menjadi  acuan serta latar belakang tokohnya. Pembaharuan
di Mesir lebih banyak berangkat dan digerakan pembaharuan pemikiran
akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar sebagai tempat khazanah ilmu atau
perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang kehidupan dan
pengalaman seorang tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan pembaharuan
yang dilakukannya, seperti adanya perbedaan gerakan pembaharuan 
Jamaludin al-Afghani dengan Muhammad Abduh.  Sedangkan pembaharuan
di Turki lebih terpokus kepada tokoh kepemimpinan atau kelompok yang 
menyokong kekuasaan pada saat itu dengan melihat Barat sebagai acuannya.
Di Mesir tokoh pembaharuan berhadapan dengan keadaan pola
pendidikan, politik dan sosial keagamaan masyarakat yang sedang mengalami
penjajahan dari bangsa Barat, sementara di Turki melihat Barat sebagai negara
yang telah mengalahkan mereka di kancah perpolitikan dunia dengan cara
mengimbangi atau lebih banyak belajar kepada Barat dalam segala halnya.
Sehingga segala sesuatu yang akan menghalangi tujuan tersebut akan dilawan 
dengan cara revolusioner seperti yang dilakukan Mustafa  Kemal yang
menghapuskan kekhilafahan Turki Usmani menjadi Republik Turki.

B. DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.), h. 181.

A. Athaillah, Aliran Akidah Tafsîr al-Manar, Banjarmasin: Balai Penelitian IAIN


Antasari, 1990.

Ahmad Amin, Islam dari Masa ke masa, Bandung: Remaja /Rosdakarya.

Ali Mufradi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab .Cet. II; Jakarta: Logos, 1999.

Eka Yanuarti.Kumpulan Materi Pemikiran Modern Dalam Islam.

14
John J. Donohue, John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

H.M. Yusran Asmuni. Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan


dalam Dunia Isam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu al-Quran / Tafsir, Jakarta : Bulan


Bintang, 1994.

Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang. 

Qasim Amin, Sejarah Penindasan Perempuan, Menggugat Islam Laki-Laki,


Menggurat Perempuan Baru, .Yogyakarta: IRCiSoD, 2003.

Syahrin Harahap, Al-Qur’an dan Sekularisasi .Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana


Yogya, 1994.

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:


Djambatan, 1992.

Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin.Sejarah
dan Kebudayaan Islam. Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.

15

Anda mungkin juga menyukai