Anda di halaman 1dari 7

TUGAS TUTORIAL KE-2

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEMESTER: 2022.1

Nama Mata Kuliah : Hukum Bisnis


Kode Mata Kuliah : EKMA4316
Nama : Lutfi Fanani
Nim : 042681243

No Tugas Tutorial
Menurut Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”), berakhirnya perseroan disebabkan oleh beberapa hal.
Coba Anda analisis menurut ketentuan pasal tersebut!

•• Dalam Pasal 6 UUPT ditentukan bahwa perseroan didirikan untuk jangka waktu
yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditafsirkan
bahwa perseroan pada dasarnya didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas,
dan apabila para pendiri PT ingin jelas di dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar.
Meskipun di dalam Anggaran Dasar PT sudah ditetapkan jangka waktu pendiriannya,
akan tetapi dimungkinkan bahwa PT dapat dibubarkan sebelum jangka waktu
tersebut berakhir. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 142 UUPT Ayat (1)
bahwa pembubaran perseroan terjadi :
a). Berdasarkan keputusan RUPS.
b). Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah
berakhir.
c). Berdasarkan penetapan pengadilan.
d). Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan.
e). Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam
keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
f). Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1
a).Pembubaran perseroan karena keputusa RUPS
Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili
paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara, dapat mengajukan usul pembubaran Perseroan kepada RUPS. Keputusan
RUPS tentang pembubaran Perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 UU PT. Pasal 87 Ayat
(1) menyebutkan keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat,
sementara ketentuan Pasal 89 UU PT menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan
agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan
pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam
RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat)
bagian jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiaran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.

b).Pembubaran perseroan karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam


anggaran dasar telah berakhir
Pembubaran Perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya
Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir. Sehubungan dengan hal
tersebut maka dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah jangka waktu
berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Dalam
kondisi ini, Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama
Perseroan setelah jangka waktu berdirinya Perseroan yang ditetapkan dalam anggaran
dasar berakhir.

c). Pembubaran Perseroan karena penetapan pengadilan


Menurut Pasal 146 UUPT, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:
1). Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan
umum atau perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan
perundang-undangan.
2). Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat
hukum dalam akta pendirian.
3). Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan
alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.
Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator.

d).Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar
biaya kepailitan.
Secara lengkap ketentuan Pasal 142 Ayat (1) huruf d menyebutkan bahwa, "Dengan
dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya
kepailitan". Bertolak dari ketentuan tersebut, cara pembubaran yang diatur di
dalamnya, berkaitan dengan Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(selanjutnya disebut "UU KPKPU"). Pasal 17 Ayat (2) UU KPKPU, Majelis Hakim
yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepailitan dan
imbalan jasa kurator. Biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator menurut Pasal 17
Ayat (3) UU KPKPU, dibebankan kepada pihak termohon pernyataan pailit atau
kepada pemohon pailit dan Debitur dalam perbandingan yang ditetapkan oleh Majelis
Hakim tersebut. Dan untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan
jasa kurator, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Eksekusi atas
permohonan kurator.
Berkaitan dengan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang
dikemukakan di atas, Pasal 18 UU KPKPU mengatur tata cara "pencabutan putusan
pernyataan pailit" sebagai berikut:
1). Majelis Hakim dapat mencabut putusan pernyataan pailit.
2). Majelis menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator.
3). Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Eksekusi.

e). Proses pembubaran karena harta pailit yang telah dinyatakan dalam keadaan
insolvensi
Secara lengkap ketentuan pasal 142 Ayat (1) huruf e UU PT menyebutkan bahwa,
"karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam UU KPKPU". Proses cara pembubaran karena
harta pailit Perseroan berada dalam keadaan insolvensi, berkaitan dengan ketentuan
Pasal 187 UU KPKPU, Menurut pasal ini, setelah harta pailit berada dalam keadaan
insolvensi maka Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu Rapat Kreditor pada hari,
jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat adalah untuk mendengar mereka
seperlunya mengenai cara pemberasan harta pailit dan jika perlu mengadakan
pencocokan piutang yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggang waktu. Bertolak
dengan ketentuan di atas dihubungkan dengan ketentuan Pasal 142 Ayat (1) huruf e
UU KPKPU, terhitung sejak Perseroan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga,
perseroan telah berada dalam keadaan "insolvensi". Berarti, sejak saat itu terjadi
pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan pasal UU PT di atas. Oleh karena itu,
RUPS menunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi.

f).Proses pembubaran karena izin usaha dicabut


Secara lengkap ketentuan Pasal 142 Ayat (1) huruf f UU PT menyebutkan bahwa,
"Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan
likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan". Penjelasan pasal
ini mengatakan yang dimaksud dengan "dicabutnya usaha perseroan sehingga
mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi", adalah ketentuan yang tidak
memungkinkan perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya
dicabut, misalnya izin usaha perbankan dicabut. Dengan demikian, tidak mungkin
lagi berusaha dalam bidang yang lain, misalnya perdagangan atau kontraktor.
Terjadinya pembubaran Perseroan jika izin usahanya dicabut, bersifat imperatif yaitu
perseroan "wajib" melakukan likuidasi.

Dalam hal terjadi pembubaran Perseroan, maka wajib diikuti dengan likuidasi yang
dilakukan oleh likuidator atau kurator dan Perseroan tidak dapat melakukan
perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan Perseroan
dalam rangka likuidasi. Namun demikian, dalam hal pembubaran terjadi berdasarkan
keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan
niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.
Dalam hal pembubaran Perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan, pengadilan
niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan
ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.

Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan kehilangan status badan


hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggung jawaban likuidator
diterima oleh RUPS atau pengadilan. Sejak saat pembubaran pada setiap surat luar
Perseroan dicantumkan kata "dalam likuidasi" di belakang nama Perseroan.

Sumber Referensi: BMP/EKMA4316/MODUL 3/HAL 3.78-3.82


Menurut peraturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) No. 56/POJK.03/2016 batas
maksimum kepemilikan saham pada Bank berdasarkan apa? Analisis berapa
2 maksimum yang ditetapkan untuk kepemilikan sahamnya?

* coret yang tidak sesuai

Anda mungkin juga menyukai