Anda di halaman 1dari 12

NAMA : FIBIKA SUFIANI

NIM : 18017
KELAS : SEMESTER 4 A
MAKUL : UAS KEPERAWATAN LUKA 1

1. Bagaimana konsep penatalaksanaan luka kronis


JAWAB :
Dalam penatalaksanaan luka kronis , berbagai faktor lokal maupun sistemik harus
diperhatikan untuk membantu mencapai penyembuhan yang optimal. Luka kronik adalah
luka yang tidak menyembuh sesuai dengan proses fisiologi dan anatomis yang normal,
baik dalam hal tahapan maupun maupun waktu penyembuhan. Luka di anggap sebagai
kronis jika tidak menunjukan perkembangan ke arah penyembuhan dalam 30 hari.
Contoh luka kronik adalah ulkus diabetikum, ulkus vena, dan ulkus tekan.
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama prosesn
Luka kronis: sulit sembuh akibat terganggunya penyembuhan luka oleh faktor
sistemik, lokal dan faktor lain, Luka kronis terjadi karena penyembuhan luka primer yang
tertunda (delayed primary healing).
2. Jelaskan debridemen yang tepat pada penanganan luka
JAWAB :
a. Chemical Debridement
yaitu pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan enzim (pepaya), sodium
hipochloride atau magot yang biasa disebut bioliosis.
b. Mechanical Debridement
Yaitu pengangkatan jaringan mati dengan menggunkan kasa (digosok/
diusap), pinset, dengan konsep wet dry dressing atau dengan irigasi tekanan tinggi
dan hidroterapi/ whirlpool.
Prinsip kerjanya adalah wet to dry dressing. Luka ditutup dengan kassa yang
telah dibasahi normal saline, setelah kering kasa akan melekat dengan jaringan yang
mati. menggunakan balutan seperti anyaman yang melekat pada luka. Lapisan luar
dari luka mengering dan melekat pada balutan anyaman. Selama proses
pengangkatan, jaringan yang melekat pada anyaman akan diangkat. Beberapa dari
jaringan tersebut non-viable, sementara beberapa yang lain viable. Debridement ini
nonselektif karena tidak membedakan antara jaringan sehat dan tidak sehat.
Debridement mekanikal memerlukan ganti balutan yang sering.
Proses ini bermanfaat sebagai bentuk awal debridement atau sebagai persiapan
untuk pembedahan. Hidroterapi juga merupakan suatu tipe debridement
mekanik.Keuntungan dan risikonya masih diperdebatkan.
1) Indikasi
Luka dengan debris nekrotik moderat
2) Keuntungan
a) Materialnya murah
3) Kerugiaan
a) Non selective dan dapat menyebabkan trauma jaringan sehat atau jaringan
penyembuhan
b) Proses penyembuhan lambat
c) Nyeri
d) Hifroterapi dapat menyebabkan maserasi jaringan. Juga penyebaran melalui
air dapat menyebabkan kontaminasi atau infeksi. Disinfeksi tambahan dapat
menjadi sitotoksik

c. Autolysis Debridement
1) Yaitu pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh dengan menciptakan kondisi
lembab pada luka.
2) Luka hitam dan kuning akan melunak mudah diangkat bahkan hilang diserap oleh
absorbent dressing.
3) Tubuh mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang berperan selama proses
autolisis berlangsung.
4) Balutan yang melunakkan seperti gel, koloid, cream, salf.
Autolysis adalah tekhnik debridemen yang membuat suasana lembab untuk
mengaktifkaan enzim di dalam luka atau yang berasal dari dalam tubuh sendiri yang
akan menghancurkan jaringan non vital. menggunakan enzim tubuh dan pelembab
untuk rehidrasi, melembutkan dan akhirnya melisiskan jaringan nekrotik.
Debridement otolitik bersifat selektif, hanya jaringan nekrotik yang dihilangkan.
Proses ini juga tidak nyeri bagi pasien. Debridemen otolitik dapat dilakukan dengan
menggunakan balutan oklusif atau semioklusif yang mempertahankan cairan luka
kontak dengan jaringan nekrotik. Debridement otolitik dapat dilakukan dengan
hidrokoloid, hidrogel atau transparent films.
1) Indikasi
Pada luka stadium III dan IV dengan eksudat sedikit sampai sedang.
2) Keuntungan
a) Sangat selektif, tanpa menyebabkan kerusakan kulit di sekitarnya
b) Prosesnya aman, menggunakan mekanisme pertahanan tubuh sendiri untuk
membersihkan luka debris nekrotik.
c) Efektif dan mudah
d) Sedikit atau tanpa nyeri
3) Kerugian
a) Tidak secepat debridemen surgikal
b) Luka harus dimonitor ketat untuk melihat tanda – tanda infeksi
c) Dapat menyebabkan pertumbuhan anaerob bila hidrokoloid oklusif digunakan.
d. Surgical Debridement
1) Yaitu tindakan pembedahan dengan menggunakan benda tajam dan tidak hanya
pada jaringan yang mati, tetapi juga pada jaringan yang sehat
2) Memerlukan anestesi untuk mengurangi nyeri sehingga
3) Tindakan ini hanya boleh dilakukan oleh dokter umum dan bedah
Debridement surgikal adalah pengangkatan jaringan avital dengan
menggunakan skalpel, gunting atau instrument tajam lain Debridement surgikal
merupakan standar perawatan untuk mengangkat jaringan nekrotik. Keuntungan
debridement surgikal adalah karena bersifat selektif; hanya bagian avital yang
dibuang. Debridement surgikal dengan cepat mengangkat jaringan mati dan dapat
mengurangi waktu. Debridement surgikal dapat dilakukan di tempat tidur pasien atau
di dalam ruang operasi setelah pemberian anestesi. Tujuan dari surgikal debridmen
adalah eksis luka sampai jaringan normal, lunak, vaskularisasi baik.
Seingkali tindakan ini dilakukan karena : keadaan umum penderita jelek,
persyaratan pembiusan ( kadar hemoglobin, kadar gula darah, albumin, elektrolit,
batuk pilek, tidak ada yang mengurus penderita, antrian jadwal operasi, adamya
masalah dalam pembiayaan,)
1) Indikasi
a) Luka dengan jaringan nekrotik yang luas
b) Jaringan terinfeksi
2) Keuntungan
a) Cepat dan selektif
b) Efektif
3) Kerugian
a) Nyeri
b) Mahal, terutama bila perlu dilakukan di kamar operasi
a. Biological debridement
Merupakan terapi upaya debridement secara biological menggunakan larva
disebut sebagai manggot debridement therapy (MDT). Larva ini memiliki kemampuan
untuk menghasilkan enzim proteolitik yang bergina untuk mencerna jaringan yang mati
atau nekrotik.
Cara debridmen
Caranya :
1. Lihat lukanya apakah luka luar atau luka dalam
2. Lihat apakah masih ada pendarahan atau tidak, kalau masih ada pendarahan berarti
luka dalam maka di lakukan proses deep ( ditekan menggunakan kassa)
3. Bersihkan luka dengan air yang mengalir , apabila ada sisa – sisa jaringan yang mati
maka dihilangkan
4. Untuk membunuh bakteri pada luka menggunakan betadin, H202 (peroksida) atau
antiseptic.
e. Conservative Sharp Wound Debridement (CSWD)
1) Yaitu pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan gunting, pinset dan
bisturi hanya pada jaringan mati sehingga tidak banyak berdarah dan tidak
menimbulkan nyeri pada pasien.
2) CSWD dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berlisensi, spt Enterostomal
Therapi Nurse (ETN), Wound Ostomi Continence Nurse (WOCN) Certified
Wound Care Spesialist (CWCS)
3) Pengangkatan jaringan mati memerlukan waktu tambahan dalam penyembuhan
luka sekitar 2 minggu jika tanpa penyulit.

3. Bagaimana konsep managemen nyeri (farmakologis) pada pasien luka kronis?


a. Nyeri ringan dengan memberikan obat :
1) Aspirin, dosis 2400-3600 mg/hari diberikan dalam 4-6 kali/hari
2) Paracetamol, dosis 2000-4000 mg/hari diberikan 4-6 kali/hari
3) Ibuprofen, 1200-1600 (max 2400) mg/hari diberikan 3-4 kali/hari
b. Nyeri sedang dengan memberikan obat :
1) Codeine dan aspirin (Codis), 325/30 aktif 4-6 jam
2) Codeine dan paracetamol (Paracodol), 500/8 – 500/30 aktif 4-6 jam
3) Codeine, 30-240 aktif 4-6 jam
4) Dihydrocodeine (DF118)
c. Nyeri hebat dengan memberikan obat :
1) Mulai dengan opioid yang lebih kuat, mungkin dengan adjuvan
2) Dextropropoxyphene (Doloxene)
3) Pentazocine (Sosend)
d. Nyeri neuropati, dengan memberikan obat pregabalin (Lyrica) dari Pfizer
e. Memberikan asetosal, contohnya asam asetilsalisilat dan aspirin
f. Memberikan asetaminophen, contohnya paracetamol
g. Memberikan obat asam mefenamat
h. Memberikan obat opioid, contohnya morfin, kodein, petidin, tramadol, dan fentanil.
4. Bagaimana konsep managemen nyeri (nonfarmakologis) pada pasien luka kronis?
a. Distraksi, dengan cara mengalihkan perhatian ke objek lain, misalnya dengan cara
mendengarkan musik, mengajak ngobrol dan tarik nafas dalam
b. Relaksasi, dengan cara kepala kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk di kursi
c. Guided imagery, dengan mengalihkan pikiran pasien ke hal-hal yang menyenangkan,
misalnya menceritakan sesuatu keadaan yang indah
d. Massage, dengan cara melakukan pijatan pada area jaringan lunak yang bertujuan untuk
mengatasi masalah fisik, fungsional atau terkadang psikologi
e. Tens, dengan cara menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau menengang
pada area nyeri
f. Hipnoterapi (Hypnosis), yang dapat mempengaruhi ACC dimana akan berefek pada
proses afeksi terhadap pengalaman nyeri yang mampu menimbulkan koping positif
g. Akupuntur, dengan cara memasukkan jarum-jarum kecil pada kulit, bertujuan menyentuh
titik-titik tertentu tergantung pada lokasi nyeri yang dapat memblok transmisi nyeri ke
otak.
5. Jelaskan konsep neuropatic diabetic foot ulcer !
Diabetic Foot Ulcer (DFU) / Ulkus Kaki Diabetic (UKD) merupakan salah satu
komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus yang paling ditakuti. Diabetes mellitus
berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan kerusakan
jaringan bagian dalam atau kematian jaringan. DFU adalah penyakit pada kaki penderita
diabetes dengan karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom serta gangguan
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Faktor yang berperan pada patogenesis DFU meliputi
hiperglikemia, neuropati, keterbatasan sendi dan deformitas. Ulkus diabetik merupakan
luka terbuka pada permukaan kulit akibat adanya penyumbatan pada pembuluh darah di
tungkai dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga klien sering
tidak merasakan adanya luka. Luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Waspadji, 2009). Ulkus kaki pada klien
diabetes mellitus yang telah berlanjut menjadi pembusukan yang memiliki kemungkinan
besar untuk di amputasi.
Pengertian ulkus diabetik menurut beberapa ahli antara lain :
1. Luka diabetik adalah luka yang terjadi padas klien diabetik yang melibatkan
gangguan pasa syaraf peripheral dan automonik (Suryadi, 2004).
2. Luka diabetik adalah luka yang terjadi karena adanya kelainan syaraf, kelainan
pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila infeksi tidak diatasi dengan baik,
hal itu akan berlanjut menjadi pembusukan bahkan dapat diamputasi (Wijaya, 2013).
3. Ulkus adalah luka yang terletak pada permukaan kulit atau selaput lender dimana
terjadi kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer (Andygreeni, 2010)
4. Ulkus diabetik dikenal dengan istilah gangren didefinisikkan sebagai jaringan
nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli paruh besar arteri
pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagain akibat proses
inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau
terbakar), proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes
melitus (Gitarja, 2011).
5. Definisi lain juga menyebutkan bahwa ulkus kaki diabetik adalah kelainan tungkai
kaki bawah atau bagian tubuh selalu tertekan akibat diabetes melitus yang tidak
terkendali. Kelainan kaki DM dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah,
gangguan persyarafan dan adanya infeksi (Tambunan, 2009).
Berdasarkan definisi diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa, ulkus diabetik adalah
suatu kondisi terjadinya luka pada tungkai kaki bawah atau bagian tubuh yang selalu
tertekan disebabkan oleh adanya gangguan/kelainan syaraf peripheral dan autonomi serta
adanya infeksi sehingga menyebabkan terjadinya kematian jaringan yang luas dan
disertai invasive kuman saprofit.
Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes melitus
yang sering dijumpai dan ditakuti oleh karena pengelolaannya sering mengecewakan dan
berakhir dengan amputasi, bahkan kematian. UKD dapat dicegah dengan melakukan
skrining dini serta edukasi pada kelompok berisiko tinggi, dan penanganan penyebab
dasar seperti neuropati, penyakit artei perifer dan deformitas. Prevalensi pasien UKD
berkisar 410% dari populasi umumnya, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada manula.
Sekitar 1424% pasien UKD memerlukan amputasi dengan rekurensi 50 % setelah tiga
tahun. Patogenesis utama UKD yaitu neuropati dan penyakit arteri perifer (PAP). PAP
berkontribusi 50% pada pasien UKD, tetapi hal ini jarang dijumpai tunggal. Terdapat
faktor-faktor lain yang turut berperan seperti merokok, hipertensi dan hiperlipidemia.
Selain itu PAP menurunkan akses oksigen dan antibiotik ke dalam ulkus.
Penatalaksanaan UKD meliputi penanganan iskemia dengan meningkatkan perfusi
jaringan, debridemen untuk mengeluarkan jaringan nekrotik, perawatan luka untuk
menghasilkan moist wound healing, off-loading kaki yang terkena, intervensi bedah,
pananganan komorbiditas dan infeksi, serta pencegahan rekurensi luka. Terapi ajuvan
meliputi terapi oksigen hiperbarik, pemberian granulocyte colony stimulating factors
(GCSF), growth factors dan bioengineerd tissues. Pada hakekatnya UKD dapat dicegah
dengan cara mela-kukan skrining dini serta edukasi penata-laksanaan kaki diabetes pada
individu be-risiko tinggi. Demikian pula pencegahan dan pengelolaan yang tepat terhadap
faktor-faktor penyebab dasar patogenesis kaki dia-betes, yakni neuropati, penyakit arteri
peri-fer dan deformitas dapat mencegah timbul-nya UKD serta segala konsekuensinya.

Seorang pasien bernama Mr. X datang ke zaki Hospital dengan keluhan terdapat luka diarea
punggung. Luka tampak kotor, bernanah dan bau. Pasien mengatakan mempunyai riwayat DM
dan saat ini sudah dirawat selama 10 hari. TTV TD : 120/80 mmHg, N :84 x/menit, RR : 20
x/menit, S : 36,8 C. HASIL PEMERIKSAAN LAB : gds 500 mg/Dl. Pasien didiagnosis medis
pasien pressure ulcer.
6. Pengkajian
A. Identitas pasien
a. Nama : Mr. X
b. Tanggal lahir : Tidak terkaji
c. Umur : Tidak terkaji
d. Agama : Tidak terkaji
e. Pendidikan : Tidak terkaji
f. Pekerjaan : Tidak terkaji
g. Golongan darah : Tidak terkaji
h. Jenis kelamin : Tidak terkaji
i. Alamat : Tidak terkaji
B. Identitas penagnggung jawab
a. Nama : Tidak terkaji
b. Umur : Tidak terkaji
c. Agama : Tidak terkaji
d. Pendidikan : Tidak terkaji
e. Pekerjaan : Tidak terkaji
f. Gol darah : Tidak terkaji
Hub dengan kloien :
C. Alasan masuk RS : -
D. Riwayat penyakit sekarang : pasien luka diarea punggung. Luka tampak kotor, bernanah
dan bau.
E. Riwayat kesehatan yang lalu : pasien pernah mempunyai riwayat DM
F. Riwayat kesehatan keluarga : Tidak terkaji
G. Riwayat pengobatan atau elergi : tidak terkaji
H. Data Penunjang : Hasil pemeriksaan labooratorium GDS 500mg/dl
I. Pemeriksaan Fisik
TTV :
TD : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8 C

J. Analisa data

No
Hari/Tanggal Data Fokus Etiologi Problem
1.
Selasa, 9 Juni DS: Faktor Mekanis Gangguan
2020 DO : - Pasien Nampak (mis. integritas
terdapat luka di area Penekanan pada kuit
punggung tonjolan
- Luka tampak kotor tulang ,
- Luka tampak gesekan).
bernanah dan bau
TTV
TD : 120/80 mmHG
N : 84 x/ menit
RR : 20 x/menit
S : 36,8 C
7. Diagnosa Keperawatan
Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang,
gesekan)
8. intervensi

No Hari/tanggal No.d Tujuan dan KH Intervensi TTD


x
1. Selasa 9 Juni 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi
2020 keperawatan selama 1x8 TTV
jam masalah keperawatan 2. Bersihkan
dapat diatasi dengan KH : luka yang
1. Itegritas kulit yang baik kotor dan
bias dipoertahankan ganti balut
(sensasi, elastisitas, sesuai interval
temperstur, hidrasi, waktu
pigmentasi) 3. Ajarkan
1. Tidak ada luka pasien untuk
atau lesi pada kulit menggunakan
2. Perfusi jaringan pakaian yang
baik longgar
3. Menunjukkan 4. Kolaborasi
pemahaman dalam dalam
prpses perbaikan pemberian
kulit dan obat
mencegah
terjadinnya cedera
tulang
4. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami

9. Implementasi

No Hari/tanggal No.dx Implementasi Respon klien


1. Selasa 9 juni 1 1. Mengobservasi TTV DS : pasien mengatakan
2020 setuju untuk di TTV
07.00 DO : pasien Nampak
tenang

08.00 2. Membersihkan luka


yang kotor dang anti DS : Pasien mengatakan
balut sesuai interval setuju
09.00 waktu DO : pasien Nampak
3. Mengajarkan pasien menahan sakit
untuk menggunakan
pakaian yang longgar DS : pasien mengatakan
setuju dan mau mengikuti
prosedurnya
DO : pasien Nampak
11.00 4. Mengkolaborasi kooperatif dan mengikuiti
pemberian obat
DS : pasien mengatakan
setuju
DO : pasien Nampak
kooperatif

10. Evaluasi

No Hari/tanggal Dx kep Evaluasi TTD


1. Selasa 9 juni Gangguan S : Pasien mengatakan sakit pada area luka
2020 itegritas berkurang dan mengatakan nyaman setelah
13.45 kulit b.d luka dibersihkan
faktor O : Pasien nampak lebih nyaman
mekanis A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV
2. Bersihkan luka yang kotor dan ganti
balut sesuai interval waktu
3. Ajarkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
4. Kolaborasi dalam pemberian obat

SUMBER
Lebrun E. Tomic – Canic M, Kirsner RS.(2010). The Role of surgical Debridement in Healing of
Diabetic Foot ulcers. Wound repai and regeneratrion,

Brunner and Sudarth (2001) Keperawatan medikal bedah, Edisi 8 Vol 2. Jakarta :EGC

Buku asuhan keperawatan praktis 2016 Mediaction Jogjakarta

Standar diagnosis keperawatan indonesi

Ppt manajemen nyeri

Anda mungkin juga menyukai