Mada Sukma Dytho1, Valda Yulia Annisa’1, Rusnaindah Ifta Firdausi1, Ahmad
Muzayyin2
' Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
2
Departemen Neurologi, RSUD IR. Soekarno Sukoharjo
Korespondensi: author 1. Alamat email: j510215136@student.ums.ac.id
ABSTRAK
Pendahuluan: Kejadian trauma sumsum tulang belakang lengkap memiliki angka insidensi lebih
tinggi pada laki-laki, dengan kejadian terbanyak pada usia 15-29 tahun dan diatas >50 tahun dengan angka
kejadian diestimasikan 10,4-84 kasus per 1 juta penduduk pertahun. Trauma medula spinalis lengkap dapat
memakan biaya 1,1 hingga 4,6 juta dolar per pasien selama masa hidupnya. Metode: Penulisan artikel
dengan desain Literature Review sehingga memerlukan beberapa sumber database dan penggunaan kata
kunci yang berkaitan yang nantinya akan ditelaah dan dirangkum. Hasil: medula spinalis merupakan
struktur tubuler pada kolumna vertebralis yang merupakan kepanjangan dari batang otak dan berjalan
hingga daerah lumbar. Transeksi spinal komplet merupakan hilangnya kemampuan mengirim impuls
sensorik dan motorik secara lengkap dan permanen atau temporer melalui tingkatan sumsum tulang
belakang yang terpengaruh karena kerusakan secara traumatis maupun non-traumatis. Pemeriksaan fisik
neurologis sensorik maupun motorik berguna untuk menentukan tingkatan lesi. Tatalaksana pada kasus ini
yang dimulai dari stabilisasi pasien hingga pemberian steroid berguna bagi pasien. Simpulan:transeksi
spinal komplet memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang guna menentukan
diagnosis serta tingkat keparahan, penanganan segera diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
serta meningkatkan prognosis dari pasien.
Medula spinalis merupakan organ kerusakan yang terjadi pada medula spinalis
yang berisi kumpulan saraf yang menjadi karena trauma langsung atau tidak langsung
penghubung susunan saraf pusat dan berjalan yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi
Medula Spinalis) merupakan kerusakan secara per 1 juta kasus pertahun, di Australia terjadi
total pada medula spinalis karena lesi yang 16 kasus/1 juta penduduk/tahun, dan di eropa
bersifat transversal sehingga menyebabkan barat sekitar 15 kasus per 1 juta penduduk
hilangnya seluruh fungsi neurologis di bawah pertahun dengan penyebab tertinggi adalah
area medulla spinalis yang mengalami lesi kekerasan. Kejadian trauma sumsum tulang
(Alizadeh, Dyck and Karimi-Abdolrezaee, belakang banyak terjadi pada laki-laki (79,8%)
Trauma medula spinalis menjadi salah kejadian terbanyak pada usia 15-29 tahun dan
satu penyebab kematian dan kecacatan pada diatas >50 tahun (Ahuja et al., 2017; El Tecle
10.000 per tahun, dengan angka kejadian Complete Spinal Transection (CST)
trauma medula secara keseluruhan memiliki efek yang merugikan pada pasien
diestimasikan 10,4-84 kasus per 1juta dan keluarganya. CST dapat menyebabkan
penduduk tiap tahun pada setiap negara, gangguan fungsi saraf secara permanen pada
dengan angka kematian langsung 4-17%, usia muda. Pasien dengan CST memerlukan
kematian pada satu tahun pertama 3,6%, dan penyesuaian terhadap berbagai aspek, seperti
tahun kedua 1,2%. Angka kematian meningkat mobilisasi pasien, psikologis, urologis,
ketika tingkat cedera semakin tinggi (kasus pernafasan, kulit, disfungsi seksual, dan
dengan trauma sumsung tulang belakang pada ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan
cervical lebih tinggi daripada bagian lumbal), seperti pada saat sebelum terjadi trauma.
usia yang lebih tua, dan tingkat beratnya Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk
cedera (Ahuja et al., 2017; Stein and Knight, pasien dengan trauma tersebut diestimasikan
2017; El Tecle et al., 2018). mencapai 7 milliar dolar per tahunnya untuk
Trauma pada medula spinalis terbanyak pelayanan kesehatan akut maupun kronis
pada bagian thorak dan servical, dengan 30%- dengan biaya tiap orang selama masa
163
ISSN : 2721-2882
hidupnya 1,1 hingga 4,6 juta dolar (Ahuja et al., 2017; El Tecle et al., 2018). Penyebab
al., 2017; El Tecle et al., 2018). traumatis terjadi ketika adanya dampak
gastrointestinal tract dan kandung kemih. Setelah fase shock terjadi, dapat
Hilangnya inervasi pada persarafan diikuti fase spastik pada otot dan
area yang terkena. Lesi yang terjadi di atas phase). Awalnya gerakan spastik pada
jantung. Fase spinal shock ini berlangsung ditandai dengan adanya peningkatan
beberapa minggu dan bisa sampai ekstrim tekanan darah arteri selama
shock spinal, trauma medulla spinalis juga dan saluran gastrointestinya yang
yang ditandai dengan kehilangan fungsi aktifitas reflek di daerah di bawah level
dan stimulasi saraf simpatis, dimana saraf lesi (Yılmaz, Turan and Keleş, 2015).
membuka saluran nafas sehingga dibawah ini (Yılmaz, Turan and Keleş,
kapiler dan penurunan cardiac output utama. Berbagai jenis lesi primer ini
165
ISSN : 2721-2882
menyebabkan hipoksia jaringan dan belakang serta kerusakan tidak langsung
iskemia, yang akhirnya menyebabkan melalui produksi ROS dan RNS, serta
infark substansia grisea. Sel saraf yang perubahan dari fungsi mikrosirkulasi dan
melewati area ini secara fisik terputus dan iskemia sekunder. Neurotransmitter
sinyal saraf juga akan terganggu seiring berlebihan setelah cedera. Aktivasi
substansia grisea akan rusak dan tidak penting dalam induksi terjadinya iskemia.
dapat kembali lagi, sedangkan substansia Proses ini dikenal sebagai excitotoxicity,
alba terjadi dalam 72 jam (Yılmaz, Turan yaitu aktivasi reseptor glutamat yang
Reperfusi dapat memperburuk kerusakan akumulasi natrium dan air intraseluler dan
radikal bebas dan produk toksik lainnya Akumulasi kalsium intraseluler ini
(kerusakan sekunder). (Alizadeh, Dyck dianggap sebagai hasil akhir dari kematian
utama dalam mekanisme cedera sekunder sel glial gagal, menyebabkan asidosis
kerusakan sel lebih lanjut. Pada tahap Apabila medula spinalis tiba-tiba
memperburuk kerusakan neuron, sel glial, 1. Pergerakan volunter di bawah lesi hilang
dan pembuluh darah. Fase kedua secara mendadak dan bersifat permanen,
lesi, letak lesi sebenarnya dapat diketahui 7. Masalah pada kulit (ulkus dekubitus).
kulit dan subkutaneus untuk mengetahui dari gambaran ekspresi pasien dan
level adalah batas paling kaudal dari 4) C8: Fleksi digitorum profundus jari
adalah batas paling kaudal dari standar American Spinal Injury Association
kekuatan otot tersebut bisa menilai tingkat sensorik dan motorik yang
protein tulang yang disekresi oleh terjadinya fraktur pada vertebra C1-C2.
3. CT-scan Vertebra
170
ISSN : 2721-2882
CT- Scan dapat melihat struktur Pemeriksaan mielografi
tulang, dan kanalis spinalis dalam dianjurkan pada penderita yang telah
pilihan utama untuk mendeteksi cedera lumbal, sebab sering terjadi herniasi
gambaran jaringan lunak secara jelas spinalis dimulai segera setelah terjadinya
Berguna pada fase akut cedera spinalis. Langkah pertama yang dapat
6. Mielografi control
171
ISSN : 2721-2882
Klasifikasi cedera tulang belakang b. Stabilisasi medis
(0,9% natrium klorida atau ringer dan paling lama 8 jam setelah
laktat) atau Cairan koloid (albumin). cidera. Apabila pasien datang tidak
Sedangkan untuk pengobatan lini kedua melebihi dari 3 jam setelah cidera
174
ISSN : 2721-2882
terjadi dapat diberikan d. Pemberian antidepresen trisiklik
melebihi 8 jam setelah cidera metil Hormone (TRH) dan Analog TRH
Komplikasi pada cedera medula sensorik dan motorik secara lengkap dan
7. Kontrol bladder dan bowel terganggu diagnosis serta tingkat keparahan.. Tatalaksana
8. Respon seksual terganggu pada kasus ini yang dimulai dari stabilisasi
9. Menstruasi terhambat (Nulle et al., pasien hingga pemberian steroid berguna bagi
menggunakan penilaian ASIA dan respons atas, dapat dikatakan bahwa kesembuhan
terhadap pengobatan. Cedera tulang belakang pasien tidak semata-mata dapat dicapai
memiliki hasil yang buruk. Pasien dengan diberikan ketika pasien tiba di rumah sakit.
cedera tulang belakang komplet memiliki Tetapi, juga terkait dari kesadaran pasien itu
kesempatan kurang dari 5% untuk sendiri mengenai gejala yang diderita bahwa
belakang komplet berlanjut pada 72 jam sakit. Karena penanganan segera diperlukan
setelah cedera maka tingkat kesembuhan nol. untuk mencegah komplikasi dan
Alizadeh, A., Dyck, S. M. and Karimi- Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Dewanto, G. et al. (2007) Panduan Praktis Neurocritical Care, 27, pp. 170–180.
worldwide spinal cord injury: a Life Support (ATLS). 9th edn. Chicago,
Journal, 34(3), pp. 157–162. doi: Journal, 10(3), pp. 324–331. doi:
10.1136/emermed-2016-205780. 10.1177/2192568219844990.
El Tecle, N. E. et al. (2018) ‘The natural Yılmaz, T., Turan, Y. and Keleş, A. (2015)
10.3171/2017.7.SPINE17107.
178
ISSN : 2721-2882