BAB II
A. Metode Dirosa
1. Pengertian Metode
Metode atau metoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu metha
dan hodos. Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan
atau cara. Metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam bahasa Arab, metode disebut
thariqah.
Semua metode dapat dipergunakan berdasarkan kepentingan
masing-masing, sesuai dengan pertimbangan bahan yang akan
diberikan serta kebaikan dan keburukannya masing-masing. Dengan
kata lain pemilihan dan penggunaan metode tergantung pada nilai
efektivitasnya masing-masing. Selama tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran Islam, metode tersebut boleh dipergunakan
dalam pendidikan Islam (Bukhari Umar, 2010 : 180-181).
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur.
Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru untuk
mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam
kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikan, agar
pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa
dengan baik. Semakin baik metode mengajar, maka semakin efektif
pula pencapaian tujuan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya 2005 :
52).
2. Metode Dirosa (Dirasah Orang Dewasa)
Dirosa (Dirasah Orang Dewasa) adalah Pola pembinaan Islam
bagi kaum Muslimin Pemula (laki-laki, perempuan, remaja, orang
19
diturunkan kepada Nabi Musa as. atau Injil yang diturunkan kepada
Nabi Isa as. Demikian pula Kalam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw. yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah,
seperti Hadis Qudsi, tidak pula dinamakan Al-Qur’an (Zainal Abidin,
1992 : 1-2).
Al-Qur’an seratus persen berasal dari Allah SWT., baik secara
lafal maupun makna. Diwahyukan oleh Allah SWT kepada Rasul dan
Nabi-Nya Muhammad SAW. melalui wahyu al-jaliyy‟ wahyu yang
jelas yaitu dengan turunnya malaikat utusan Allah SWT. Jibril a.s.
untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada Rasulullah SAW. bukan
melalui jalan wahyu yang lain seperti ilham, pemberian inspirasi dalam
jiwa, melalui mimpi yang benar atau cara lainnya (Yusuf Qardhawi,
2000 : 25).
Pengertian Al-Qur’an secara etimologi para ulama telah
berbeda pendapat di dalam menjelaskan kata Al-Qur’an dasi sisi
derivasi (isytiqaq), cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau
tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama
yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah
pun telah terpecah menjadi dua pendapat.
Sebagian dari mereka, di antaranya Al-Lihyani, berkata bahwa
kata Al-Qur’an merupakan kata jadian dari kata dasar “qara‟a”
(membaca) sebagaimana kata rujhan dan ghufran. Kata jadian ini
kemudian dijadikan sebagai nama bagi firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. penamaan ini mesuk ke dalam
kategori “tasmiyah al-maf ul bi al-mashdar” (penamaan isim maf ul
dengan isim mashdar). Mereka merujuk firman Allah pada surat Al-
Qiyamah ayat 17-18 yaitu :
32
Artinya :
“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah
selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya itu.” (Q.S Al-
Qiyamah : 17-18).
Tafsir Q.S Al-Qiyamah ayat 17-18 :
Jangan engkau merasa takut tidak dapat menghafalnya, karena
Kami (Allah) mengumpulkan Al-Qur’an itu dalam dada engkau, dan
menempatkannya di dalam hati engkau dan Kami akan mentaufikkan
engkau untuk membacanya dengan sempurna.
Apabila Al-Qur’an telah dibacakan kepada engkau maka
dengarkanlah dengan baik-baik kemudian berulah engkau mengulangi
membacanya dan kerjakanlah seluruh isinya, baik yang merupakan
syariat ataupun yang merupakan hukum.
Diriwayatkan bahwa Nabi ketika permulaan turunnya wahyu
sangat berkeinginan untuk segera menghafal Al-Qur’an dan beliau
terus menyambut pembacaan Al-Qur’an kata demi kata sebelum Jibril
selesai membacanya, di dalam surat Thaha dan di dalam surat ini Allah
melarang Nabi berbuat demikian. Apakah hikmahnya pembicaraan ini
di letakkan di tengah-tengah pembicaraan bangkit dan orang-orang
yang mengingkarinya.
Ada yang mengatakan bahwa penjelasan ini masih bersangkut
paut dengan penjelasan orang yang telah lalu, karena tiap-tiap manusia
mempunyai sebuah kitab amalan yang akan di bacanya di hari kiamat.
Apabila orang yang mendustakan hari bangkit diperintahkan membaca
kitabnya, dia menggerakkan lidahnya dengan cepat supaya tidak
kedengaran sebagian apa yang di bacanya. Dia menyangka bahwa
yang demikian itu melepaskannya dari azab. Karena itu mereka
dilarang membacanya dengan tergesa-gesa dan memerintahkan mereka
untuk mengakui segala perbuatannya.
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat, diletakannya penjelasan ini
di sini adalah untuk membantah orang bergegas-gegas walaupun dalam
33
Artinya :
“Yang diturunkan kepada Nabi Rasulullah SAW. yang ditulis di
dalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir tanpa
keraguan.”
c. Menurut Abu Syahbah
.ُ بِهَ ْف ِظ ِو ًَ َي ْعنَاه.و.ىُ ٌَ ِكتَابُاهللِ َع َّز ًَ َج َّم ْان ًُنَ َّز ُل خَاتِ َى أ ْيبِيَا أِ ِه ُي َح ًَّ ٍد ص
ف ِي ْن أ ًَّ ِل ِ صا ِح ْ َاَ ْن ًَ ْنقُهٌُْ بِاتَّ ٌَا تُ ِراَ ْن ًُفِ ْي ُد نِ ْهق
َ ًَ ط ِع ًَ ْانيَقِ ْي ِن ْان ًَ ْكتٌُْ بُ فِ ْان
ِ َّسٌُْ َر ِة ْانفَاتِ َح ِت اِنَى اَ ِخ ِر سٌُْ َر ِةانن
.اس
Artinya :
“Kitab Allah yang diturunkan baik lafaz maupun maknanya
kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW. yang diriwayatkan secara
mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan
kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad), yang ditulis dalam mushaf mulai dari awal surat al-
Fatihah sampai akhir surat an-Nas.”
Artinya :
“dan kami turunkan dari Al-Qur‟an suatu yang menjadi panawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman .....” (Q.S Al-Isaa : 82).
Tafsir Q.S Al-Israa ayat 82 :
Kami turunkan kepada engkau wahai Rasul dari Al-Qur’an ini
sesuatu yang menjadi penawar bagi segala penyakit jiwa, penyakit
tubuh dan penawar bagi segala rupa penyakit serta menjadi obat bagi
36
ummat bagi perseorangan dan menjadi rahmat bagi segala orang yang
beriman.
Al-Qur’an telah mengeluarkan orang Arab yang boleh yang
tidak memakai sepatu dan berkaki telanjang itu menjadi ummat yang
mempunyai ilmu yang tinggi, kebudayaan yang memuncak dan
kekuasaan yang menakjubkan. Mereka mematahkan kaisar-kaisar
Persia dan kaisar-kaisar Romawi.
Hal yang telah diterangkan di atas ini diperoleh para mukmin
yang berharap hatinya kepada Al-Qur’an dengan rasa tunduk dan
khusu’, terlepas dari rasa sombong, dengki dan benci. Adapun orang-
orang zalim yang penuh jiwanya dengan takabur, dengki dan benci
maka kerugian sajalah yang bertambah-tambah bagi mereka itu
(Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqqi, 1995 : 2280 - 2284).
Ilmu jiwa (psikologi) modern mengatakan bahwa
berkomunikasi dengan orang lain sangat efektif untuk mengurangi
beban berat yang ditanggung jiwa. Para psikolog menyarankan orang-
orang yang jiwanya tengah menanggung beban berat untuk
berkomunikasi dengan orang lain, bicara dari hati ke hati agar
terkurangi bebannya. Sementara membaca Al-Qur’an ibaratnya adalah
komunikasi dengan Allah SWT. otomatis, dengan komunikasi itu,
orang yang membaca Al-Qur’an jiwanya akan menjadi tenang dan
tenteram, lebih-lebih bila dihubungkan bahwa malaikat akan turun
memberikan ketenangan kepada orang yang tengah membaca Al-
Qur’an.
Ketiga, memberikan syafaat. Disaat umat manusia diliputi
kegelisahan pada hari kiamat, Al-Qur’an bisa hadir memberikan
pertolongan bagi orang-orang yang senantiasa membacanya di dunia.
Keempat, menjadi nur di dunia sekaligus menjadi simpanan di
akhirat. Dengan membaca Al-Qur’an muka seorang muslim akan ceria
dan berseri-seri. Ia tampak anggun dan bersahaja karena akrab bergaul
dengan Kalam Tuhannya. Lebih jauh, ia akan dibimbing oleh Kitab
37
Suci itu dalam meniti jalan kehidupan yang lurus. Selain itu, di akhirat
membaca Al-Qur’an akan bisa menjadi deposito besar yang
membahagiakan.
Kelima, malaikat turun memberikan rahmat dan ketenangan.
Jika Al-Qur’an dibaca, malaikat akan turun memberikan si pembaca
itu rahmat dan ketenangan. Seperti diketahui ada segolongan malaikat
yang khusus ditugaskan untuk mencari majelis dan forum dzikir dan
membaca Al-Qur’an. Jika malaikat menurunkan rahmat dan
ketenangan otomatis orang yang membaca Al-Qur’an hidupnya akan
selalu tenang, tenteram, tampak anggun, indah, disukai orang, dan
bersahaja.
Hal terpenting dalam kegiatan membaca Al-Qur’an ini adalah
rutinitas atau keajegan (keistiqamahan), yakni membacanya secara
berkesinambungan dan terus-menerus. sedikit yang rutin misalnya
setiap hari membaca seperempat hingga setengah juz tentu lebih baik
nilainya daripada khatam sekali dalam sehari tetapi hanya
dilaksanakan setahun sekali (Ahmad Syarifuddin. 2004 : 45-49).
Sebagaimana diketahui, Al-Qur’an merupakan kitab suci umat
Islam, dan beriman kepada tergolong salah satu rukun iman. Ia adalah
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. mulai
dari awal surat al-Fatihah sampai dengan akhir surat al-Nas. Al-Qur’an
juga merupakan salah satu sumber hukum Islam yang menduduki
peringkat teratas, dan seluruh ayatnya berstatus qath‟iy al-wurud, yang
diyakini eksistensinya sebagai wahyu dari Allah SWT.
Autentisitas serta orisinalitas Al-Qur’an benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah baik dari
segi lafaz maupun dari segi maknanya. Sejak awal hingga akhir
turunnya, seluruh ayat Al-Qur’an telah ditulis dan didokumentasikan
oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW.
disamping itu seluruh ayat Al-Qur’an dinukilkan atau diriwayatkan
secara mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Sementara dalam
38
Artinya :
“Apabila kamu membaca Al-Qur‟an, hendaklah kamu meminta
perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk.” (Q.S An-
Nahl : 98).
Tafsir Q.S An-Nahl ayat 98 :
Apabila engkau hendak membaca Al-Qur’an maka
mohonlah kepada Allah supaya melindungi engkau dari wiswas
setan yang terkutuk yang menghalangi engkau mentadabbur dan
menghayati apa yang engkau baca itu.
Nabi sendiri disuruh oleh Allah untuk berlaku demikian
bila hendak membaca Al-Qur’an maka tentulah kita ummatnya ini
lebih-lebih lagi diperintahkan mengerjakannya (Tengku
Muhammad Hasbi Ash Shiddiqqi, 1995 : 2201 - 2201).
39
Artinya :
“........ Dan bacalah al Qur‟an itu dengan tartil (murattal).” (Q.S
Al-Muzammil : 4).
Tafsir Q.S Al-Muzzammil ayat 4 :
Bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan supaya lebih
dapat engkau memahaminya dan memperhatikan isinya. Perintah
ini dihadapkan kepada Nabi, termasuk ummatnya. Nabi
memerintahkan membaca Al-Qur’an di dalam sembahyang karena
Al-Qur’an itu penawar hati.
Adapun sebabnya Allah memerintahkan Nabi
melaksanakan tugas ini adalah untuk menyiapkan Nabi memikul
beban yang sangat berat (Tengku Muhammad Hasbi Ash
Shiddiqqi, 1995 : 4217 - 4219).
f. Disunahkan membaca Al-Qur’an dengan suara yang bagus dan
merdu. Oleh sebab itu, membaca Al-Qur’an dengan suara yang
bagus adalah sunnah. Namun demikian hendaklah memperhatikan
ketentuan-ketentuan dan tata cara ilmu tajwid. Membaca Al-
Qur’an dengan murattal itu lebih membekas dan lebih banyak
40
Artinya :
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah, supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan
supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran.” (Q.S Al-Shad : 29).
Tafsir Q.S Shaad ayat 29 :
Jalan untuk memperoleh kebahagiaan dan nikmat yang
kekal ialah mengikuti Al-Qur’an, sebuah kitab yang diturunkan
oleh Allah menerangi segala sesuatu untuk menjadi petunjuk dan
rahmat bagi segala mukmin.
41
Artinya :
“Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada
mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan
menangis.” (Q.S Maryam : 58).
Tafsir Q.S Maryam ayat 58 :
Nabi-nabi yang telah Kami kisahkan kabar-kabar mereka
kepada engkau wahai Rasul adalah orang-orang yang dianugrahi
nikmat oleh Allah, di dekatkan mereka kepadnya, di tinggikan
42
Artinya :
“Dan apabila mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul
(Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata
disebabkan kebenaran Al-Qur‟an yang mereka ketahui.” (Q.S Al-
Maidah : 83).
43
2) Faktor Psikologis
a) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas
b) Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan
keinginan untuk selalu maju
c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang
tua, guru dan teman-teman
d) Adanya keinginan untuk memerbaiki kegagalan yang lalu
dengan usaha yang baru
e) Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila
menguasai pelajaran
f) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada
belajar (Sumadi Suryabrata, 2011 : 236-237).
b. Faktor-faktor Ektern
1) Faktor keluarga
Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan
utama, yang akan menjadi penyebab keberhasilan dan kesulitan
belajar pula.
a) Cara mendidik anak, orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan anak-anaknya mungkin acuh tak acuh atau tidak
memperhatikan kemajuan keberhasilan anak-anaknya yang
akan menjadi penyebab kesulitan belajar.
b) Ekonomi keluarga juga merupakan faktor kesulitan belajar
bagi anak. Biaya merupakan faktor yang sangat penting
karena belajar memerlukan biaya. Keluarga yang miskin
juga tidak dapat menyediakan tempat belajar yang
memadai, di mana tempat belajar itu merupakan salah satu
sarana terlaksananya belajar secara efisien dan efektif.
c) Metode mengajar juga merupakan faktor kesulitan belajar
seperti, metode mengajar yang tidak menarik, materinya
terlalu banyak dan tidak menguasai bahan.
46
g. Sempitnya Pandangan
Ada pembaca yang kemampuannya sempit. Arah
pandangan adalah jumlah kata atau kalimat yang mampu dilihat
mata dalam satu kali pandangan. Semakin luas arah pandangan
seseorang semakin cepat kemampuan membacanya (Muhammad
Ali Al-Khuli, 2010 : 123-124).