Anda di halaman 1dari 116

INTERPOLASI DAERAH PENCEMARAN

MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING


PADA DATA SPASIAL INDEKS PENCEMARAN
AIR TANAH DANGKAL DI WILAYAH
PROVINSI DKI JAKARTA

SELLY PERMATASARI

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M / 1434 H
INTERPOLASI DAERAH PENCEMARAN
MENGGUNAKAN METODE UNIVERSAL KRIGING
PADA DATA SPASIAL INDEKS PENCEMARAN
AIR TANAH DANGKAL DI WILAYAH
PROVINSI DKI JAKARTA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Sains

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Selly Permatasari

108094000010

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/ 1434 H

i
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA

MANAPUN.

Jakarta, Mei 2013

Selly Permatasari
108094000010

iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini Selly persembahkan untuk kedua orang tua Selly tercinta, Ayah dan

Bunda yang tak henti-hentinya memberikan doa, kasih sayang, perhatian, serta

dukungannya kepada Selly sejak kecil, saat ini, dan sampai akhir hayat nanti.

Tanpa doa, kesabaran, kasih sayang, semangat, kehangatan, serta kelembutan

Ayah dan Bunda, Selly tak akan sampai pada tahap ini dan menjadi seperti

sekarang ini. Skripsi ini juga dipersembahkan untuk adik-adik Selly tersayang, Iki

dan Aldi yang selalu membawa keceriaan disaat kakak lelah dan sedih. Semoga

kita selalu menjadi keluarga yang utuh selamanya..aaammiin. Selly sayang Ayah,

Bunda, Iki dan Aldi.

MOTTO

Jadilah seperti pohon kurma; tinggi cita-citanya, kebal dari penyakit,

dan bila dilempar dengan batu, ia akan membalas dengan buah

kurmanya!

Emasmu adalah agamamu, perhiasanmu adalah budi pekertimu, dan

hartamu adalah sopan santunmu

Orang yang paling berbahagia adalah orang yang dapat menebarkan

kebahagiaan kepada banyak orang

Bermanfaatlah untuk orang lain, karena itu adalah sebaik-baiknya manusia

iv
ABSTRAK

Selly Permatasari, Interpolasi Daerah Pencemaran Menggunakan Metode


Universal Kriging pada Data Spasial Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal di
Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Di bawah bimbingan Gustina Elfiyanti, M.Si dan
Nina Fitriyati, M.Kom.

Berdasarkan data spasial indeks pencemaran air tanah dangkal dari


BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007, air tanah di Jakarta sudah
mengalami pencemaran, yaitu sebesar 60,81%. Karena sampel sumur air tanah
dangkal yang diambil BPLHD hanya satu titik pada setiap kelurahan, maka
dilakukan interpolasi menggunakan metode Universal Kriging pada titik tidak
tersampel untuk mengetahui daerah pencemaran lainnya di Jakarta. Pada
perhitungan semivariogram, didapatkan nilai nugget sebesar 1,1, sill sebesar 1,9,
dan range sebesar 10.600, dengan model yang valid adalah model Eksponensial.
Dari hasil interpolasi secara umum diperoleh pencemaran air di Jakarta adalah
sebesar 81%.

Kata Kunci: data spasial, pencemaran, air tanah, Universal Kriging,


semivariogram.

v
ABSTRACT

Selly Permatasari, Interpolation Contamination Areas Using Universal Kriging


on Spatial Data Pollution Index of Shallow Groundwater in DKI Jakarta. Under
the guidance of Gustina Elfiyanti, M.Si and Nina Fitriyati, M.Kom.

Based on spatial data pollution index of shallow groundwater from


BPLHD DKI Jakarta in 2007, 60,81% of the groundwater in Jakarta was
contaminated. Because BPLHD take only one sampel point shallow groundwater
wells in each village, then we perform interpolation using Universal Kriging on
other points. From semivariogram, we obtain nugget 1,1, sill 1,9, and range
10.600, and the valid model is Eksponensial model. By interpolation, the
groundwater in Jakarta contaminated is 81%.

Keywords: spatial data, pollution, groundwater, Universal Kriging,


semivariogram.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita semua tidak

terkecuali pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “Interpolasi Daerah Pencemaran Menggunakan Metode Universal

Kriging pada Data Spasial Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal di

Wilayah Provinsi DKI Jakarta”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabatnya dan para

pengikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dorongan,

semangat, motivasi, dan bimbingan serta kritikan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ayah dan Bunda tercinta yang tiada henti-hentinya memberikan doa, kasih

sayang, motivasi, semangat, serta dukungan baiknya yang berupa moral

ataupun materil kepada penulis,

2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

3. Ibu Yanne Irene, M.Si, selaku Ketua Program Studi Matematika FST UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus sebagai penguji II,

4. Ibu Suma’inna, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi Matematika FST

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus pembimbing akademik,

vii
5. Ibu Gustina Elfiyanti, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Nina Fitriyati,

M.Kom selaku pembimbing II yang telah banyak sekali membantu penulis

memberikan pengarahan, saran, semangat, dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini, terimakasih banyak ibu,

6. Bapak Bambang Ruswandi, M.Stat, selaku penguji I,

7. Seluruh Ibu/ Bapak Dosen Program Studi Matematika FST Syarif

Hidayatullah Jakarta yang selama perkuliahan telah memberikan ilmu-

ilmunya dan pengalaman yang bermanfaat. Terima kasih bapak dan ibu ,

8. Adik-adik Selly tersayang, Iki dan Aldi, yang selalu membawa keceriaan

dan dukungannya, kalian pasti bisa mendapatkan yang terbaik dari kakak,

9. Mak dan Pak, dan seluruh keluarga besar Selly yang selalu memberikan

doa dan dukungannya kepada penulis,

10. Ilham Tri Saputra, yang selalu membantu, memberi semangat, motivasi,

dukungan sejak awal penulisan sampai saat ini,

11. Sahabat-sahabatku, Nur, Pur, Mazul, Mpit, Rizki Ayu Pratiwi, Lia, Septi,

Dewanti, Shasty, Icha yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan

doanya selalu. Terimakasih Sahabat :),

12. Keluarga Besar Math’08, Dewi, Faiz, Tedy, Danu, Putra, Ayu, Cica,

Hilman, Pekong, Tami, Mbak Karin, dan seluruhnya yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu. Terimakasih sudah menyemangati, memberi

dukungan, bantuan, keceriaan, kebersamaan, dan kenangan indah selama

ini. Selly sayang dan kangen kalian semua, kita harus tetep kompak ya

teman-teman \^.^/, sukses untuk kita semua. Aammiinn,

viii
13. Teman-teman kosan Ibu Faizah, Kak Vivi, Paul, Adek Ofa, Kak Sela dan

semuanya, terimakasih doa dan bantuannya,

14. Keluarga Besar Himatika FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Math’09,

Math’10, Math’11, Math’12, Kak Edo dan semuanya, terima kasih atas

kerjasama, bantuan, semangat, dan dukungannya,

15. Anak-anak sekertariat BEM FST, Najmi, Tiedy, Nita, Kak Congor,

Mayang, Ongge, Mamat, Isna, Kak Evan, Danu SI’08, Citra, yang telah

banyak membantu dan men-support penulis,

16. Si Kilat, motor luar biasa yang selalu mau disusahkan penulis dan tuannya,

17. Seluruh orang-orang yang sangat membantu dan tidak dapat disebutkan

namanya satu persatu. Terima kasih atas bantuannya,

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis memohon maaf jika terdapat

kesalahan yang kurang berkenan, dan penulis harapkan kritik dan saran demi

perbaikan penulisan dan penelitian ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang

berarti baik penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Aaammmiinn.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Mei 2013

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

PENGESAHAN UJIAN ii

PERNYATAAN iii

PERSEMBAHAN DAN MOTTO iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB II LANDASAN TEORI 6

2.1 Air Tanah, Mutu dan Pencemaran Air Tanah 6

2.1.1 Air Tanah 6

2.1.2 Mutu dan Pencemaran Air Tanah 7

2.2 Data Spasial 10

x
2.3 Asumsi Stasioner Orde Dua 11

2.4 Semivariogram 12

2.4.1 Semivariogram Eskperimental 13

2.4.2 Semivariogram Teoritis 14

2.5 Validasi Silang 16

2.5.1 Statistik Uji 𝑄1 17

2.5.2 Prosedur Validasi Silang 18

2.6 Interpolasi 20

2.7 Kriging 21

2.8 Universal Kriging 22

2.8.1 Linier 24

2.8.2 Tak Bias 25

2.8.3 Variansi Minimum 26

2.8.4 Sistem Persamaan Universal Kriging 32

BAB III METODE PENELITIAN 36

3.1 Sumber Data 36

3.2 Metode Pengolahan Data 37

3.3 Alur Penelitian 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 Deskriptif Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal 42

4.2 Uji Asumsi Orde Dua 45

4.3 Perhitungan Semivariogram Eksperimental 50

4.4 Pembentukan Model Semivariogram Teoritis 52

xi
4.4.1 Model Spherical 52

4.4.2 Model Eksponensial 53

4.4.3 Model Gaussian 54

4.5 Hasil Uji Validasi Silang Model Semivariogram 55

4.6 Uji Asumsi Stasioner Orde Dua pada Residual 60

4.7 Hasil Interpolasi Data Indeks Pencemaran Air Tanah

Dangkal Menggunakan Metode Universal Kriging 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 72

5.1 Kesimpulan 72

5.2 Saran 73

REFERENSI 75

LAMPIRAN 78

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Evaluasi Nilai Indeks Pencemaran Air 9

Tabel 3.1 Jumlah Titik Tidak Tersampel Sesuai Proporsi Luas

Kecamatan 39

Tabel 4.1 Status Mutu Air Tanah Provinsi DKI Jakarta 42

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Indeks Pencemaran Air Tanah

DKI Jakarta 43

Tabel 4.3 Status Mutu Air Tanah di Setiap Kabupaten/ Kotamadya

di Jakarta 44

Tabel 4.4 Daerah Ekstrim di Setip Kabupaten/ Kotamadya di Jakarta 44

Tabel 4.5 Pasangan Hasil Pengamatan pada Uji Cox-Stuart 48

Tabel 4.6 Nilai Perhitungan Semivariogram Eksperimental 50

Tabel 4.7 Nilai Uji Validasi Silang 𝑄1 57

Tabel 4.8 Pasangan Hasil Pengamatan pada Uji Cox-Stuart 62

Tabel 4.9 Proporsi Luas Wilayah Setiap Kecamatan di Jakarta 65

Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Estimasi Indeks Pencemaran Air Tanah 68

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Semivariogram Eksperimental 14

Gambar 2.2 Semivariogram Teoritis 16

Gambar 3.1 Alur Penelitian 40

Gambar 4.1 Diagram Status Mutu Air Tanah Provinsi DKI Jakarta 43

Gambar 4.2 Plot Sebaran Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal 45

Gambar 4.3 Plot Indeks Pencemaran terhadap X 46

Gambar 4.4 Plot Indeks Pencemaran terhadap Y 46

Gambar 4.5 Plot Tiga Dimensi Indeks Pencemaran dengan X dan Y 47

Gambar 4.6 Grafik Semivariogram Eksperimental 51

Gambar 4.7 Grafik Semivariogram Teoritis Model Spherical 53

Gambar 4.8 Grafik Semivariogram Teoritis Model Eksponensial 54

Gambar 4.9 Grafik Semivariogram Teoritis Model Gaussian 55

Gambar 4.10 Plot Distribusi Normal Residual Eksponensial 59

Gambar 4.11 Plot Residual Variabel Teregional terhadap X 60

Gambar 4.12 Plot Residual Variabel Teregional terhadap Y 61

Gambar 4.13 Plot Tiga Dimensi Residual Variabel Teregional terhadap

X dan Y 61

Gambar 4.14 Peta Sebaran Estimasi Data Indeks Pencemaran Air Tanah

Wilayah Provinsi DKI Jakarta 66

Gambar 4.15 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah DKI Jakarta 67

xiv
Gambar 4.16 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah

Jakarta Selatan 68

Gambar 4.17 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah

Jakarta Timur 69

Gambar 4.18 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah

Jakarta Pusat 69

Gambar 4.19 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah

Jakarta Barat 70

Gambar 4.20 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah

Jakarta Utara 70

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya

malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna

bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan

air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi

itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara

langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah)

bagi kaum yang memikirkan” (QS 1:164). Dari ayat di atas dapat kita ketahui

betapa pentingnya peranan air bagi kehidupan seluruh makhluk hidup dibumi ini.

Air yang baik bagi kehidupan makhluk hidup adalah air yang tidak tercemar.

Seiring bertambahnya penduduk di DKI Jakarta, kebutuhan air semakin

meningkat dan menjadikan kendala penyediaan air bersih. Mengacu pada

penelitian Al Afghani,dkk. (2011: 1) [1], jumlah air bersih yang dibutuhkan oleh

setiap warga ibukota berkisar dari 60 sampai 175 liter setiap harinya, dan jumlah

tersebut belum termasuk pasokan air bersih untuk kebutuhan komersial yang

diperkirakan mencapai 30% dari kebutuhan tersebut. Dari hasil penyusunanan

Neraca Sumberdaya Air Daerah DKI Jakarta diketahui total penggunaan

sumberdaya air untuk kebutuhan warga (domestik dan industri) pada tahun 2010

diperkirakan mencapai sekitar 811,21 juta m3, terdiri dari air permukaan 469,74

juta m3 (56,01%) dan dari air tanah sebanyak 341,47 juta m3 (39,99%) [2]. Jumlah

1
ini akan bertambah setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah warga

ibukota yang kini mencapai kurang lebih 9.761.992 ribu jiwa.

Air tanah merupakan alternatif utama bagi masyarakat untuk mendapatkan

air bersih dengan harga murah. Rusaknya kualitas air tanah timbul seiring dengan

perkembangan pemukiman yang pesat dan tidak teratur. Salah satu penyebab

pencemaran air tanah di Jakarta adalah penataan instalasi air yang tidak baik, yaitu

letak sumur resapan air berdekatan dengan septic tank sehingga sumur-sumur air

warga tercemar oleh rembesan dari septic tank, padahal jarak idealnya minimal

10-15 meter. Selain itu, penggunaan air tanah dangkal yang berlebihan dapat

menyebabkan penurunan permukaan air tanah yang mengakibatkan zat pencemar

asal saluran limbah dan septic tank yang kontruksinya kurang baik masuk ke

dalam akuifer air tanah dangkal.

Pada penelitian ini akan diestimasi daerah pencemaran di wilayah DKI

Jakarta untuk mengetahui daerah di Jakarta yang mengalami pencemaran air tanah

dangkal berdasarkan indeks pencemaran air menggunakan metode Universal

Kriging yang merupakan salah satu metode interpolasi kriging, untuk

mendapatkan estimasi yang baik. Penelitian ini menggunakan metode Universal

Kriging dikarenakan adanya trend pada data indeks pencemaran air tanah dan

tidak memenuhi asumsi stasioner orde dua, sehingga kriteria tersebut sesuai

dengan asumsi-asumsi penggunaan metode Universal Kriging.

Kriging adalah metode interpolasi weight moving average yang digunakan

untuk mengestimasi nilai dari sebuah titik sebagai kombinasi linear dari nilai titik

tersampel yang terdapat disekitar titik yang akan diestimasi dan menghasilkan

2
prediksi unbiased, biasa disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) dan

memiliki kesalahan minimum [3], oleh karena itu kriging merupakan metode

interpolasi yang paling baik untuk melakukan suatu estimasi. Asumsi-asumsi yang

harus dipenuhi data yang sesuai dengan Universal Kriging yaitu, rata-rata tidak

diketahui, memiliki sifat tidak stasioner orde dua dalam rata-rata, dan residual dari

taksiran berdistribusi normal serta memenuhi asumsi stasioner orde dua.

Dari beberapa penelitian yang menggunakan metode Universal Kriging,

antara lain oleh Rafsanjani, dkk [4] yang meneliti tentang penyebaran properti

reservoir, Universal Kriging memberikan analisis yang baik yaitu menghasilkan

zona yang ditargetkan dalam penelitian penyebaran properti. Kemudian penelitian

Kambhammettu,dkk [5] yang penelitiannya untuk mengetahui kontur yang

optimal untuk ketinggian air tanah dengan mengestimasi permukaan yang kontinu

pada tinggi permukaan air tanah dan estimasi variansi pada akuifer daerah aluvial.

Ada juga penelitian Gundogdu,dkk [6] yang meneliti tentang kadar air tanah

dengan tujuan menentukan model semivariogram teoritis terbaik. Perbedaan dari

penelitian ini dengan ketiga penelitian di atas adalah pada penelitian ini tidak

terdapat data elevasi kedalaman seperti pada penelitian-penelitian di atas, serta

pada penelitian ini tidak dilakukan secara komputerisasi seluruhnya dan

menggunakan model data berupa raster, tetapi lebih mengikuti persamaan-

persamaan pada sistem Universal Kriging. Oleh karena itu, interpolasi dengan

metode Universal Kriging ini diharapkan dapat memberikan estimasi yang baik

dalam memprediksi daerah-daerah di Provinsi DKI Jakarta yang mengalami

pencemaran air tanah dangkal.

3
1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Model semivariogram teoritis apa yang cocok dengan semivariogram

eksperimental pada data spasial indeks pencemaran air tanah dangkal di

wilayah Provinsi DKI Jakarta?

2. Informasi apa yang diperoleh dari interpolasi data spasial indeks

pencemaran air tanah dangkal di wilayah Provinsi DKI Jakarta

menggunakan metode Universal Kriging?

3. Daerah mana saja di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang mengalami

pencemaran air tanah dangkal?

1.3 Pembatasan Masalah

Agar pembahasan permasalahan tidak meluas atau menyimpang, maka

dibuatlah pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Metode interpolasi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

Universal Kriging.

2. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data spasial yang terdiri

dari dua titik koordinat absis (X) dan ordinat (Y) dengan satuan meter,

serta variabel teregional indeks pencemaran air tanah dangkal (Z) yang

berjumlah 74 titik sumur.

3. Lokasi pada penelitian ini terdapat di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

4
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat dan mengetahui model semivariogram teoritis apa yang cocok

dengan model semivariogram eksperimental pada data spasial indeks

pencemaran air tanah dangkal di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

2. Mencari tahu informasi apa saja yang didapatkan dari interpolasi data

spasial indeks pencemaran air tanah dangkal di wilayah Provinsi DKI

Jakarta dengan menggunakan metode Universal Kriging.

3. Mengetahui dan dapat menginformasikan daerah mana saja di wilayah

Provinsi DKI Jakarta yang mengalami pencemaran air tanah dangkal.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada warga Provinsi DKI Jakarta dari hasil

estimasi daerah mana saja yang mengalami pencemaran air tanah dangkal

sehingga dapat berhati-hati saat akan menggunakan air tanah dangkal.

2. Memberikan informasi kepada warga pada umumnya, dan Pemerintah

Daerah Provinsi DKI Jakarta pada khususnya untuk melakukan kebijakan

serta menjaga dan memperbaiki kualitas air tanah untuk memenuhi

kebutuhan air bersih dan kelestarian lingkungan hidup di Jakarta.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Air Tanah, Mutu dan Pencemaran Air Tanah

Air yang baik adalah air yang memenuhi standar baku mutu/ tidak

tercemar. Berikut ini adalah pembahasan tentang teori air tanah, mutu serta

pencemarannya:

2.1.1 Air Tanah

Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air

masuk ke formasi batuan yang mengandung air bertindak sebagai saluran

penyaluran dan sebagai reservoir, melalui permukaan tanah atau dari air

permukaan.

Air tanah ditemukan pada akuifer, yaitu lapisan tanah yang bersifat porous

(mampu menahan air) dan permeable (mampu melalukan atau memindahkan air).

Pergerakan air tanah sangat lambat, kecepatan arus berkisar antara 10 -10 sampai

10-3 m/detik dan dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah, dan

pengisian kembali air. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air

permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal (residence

time) yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena hal

tersebut, air tanah akan sulit untuk pulih kembali jika mengalami pencemaran.

Daerah di bawah tanah yang terisi air disebut daerah saturasi. Pada daerah

saturasi, setiap pori tanah dan bebatuan terisi oleh air yang merupakan air tanah.

6
Dinamika pergerakan air tanah terdiri atas pergerakan horizontal air tanah;

infiltrasi air hujan, sungai, danau dan rawa ke lapisan akuifer; dan keluarnya air

tanah melalui sumur, pancaran air tanah, serta aliran tanah memasuki sungai dan

tempat-tempat lain yang merupakan tempat keluarnya air tanah. Daerah yang

merupakan tempat masuknya air permukaan atau air hujan ke dalam tanah untuk

mengisi air tanah disebut recharge area, sedangkan daerah tempat keluarnya air

tanah atau tempat penyadapan/ pengambilan air tanah disebut discharge area [7].

Menurut letaknya terhadap permukaan, air tanah dibagi kedalam dua macam

yaitu:

1. Air tanah dangkal (Phreactic), yang umumnya tersimpan dalam akuifer

dekat permukaan hingga kedalaman 15 sampai 40 meter

2. Air tanah dalam, yang umumnya tersimpan dalam akuifer pada kedalaman

lebih dari 40 meter.

2.1.2 Mutu dan Pencemaran Air Tanah

Kualitas air tanah merupakan faktor penting disamping kuantitasnya. Air

hujan yang jatuh ke bumi mengandung sedikit unsur mineral terlarut. Setelah

jatuh ke atas tanah, air langsung bereaksi dengan mineral dalam tanah atau batuan.

Jumlah dan jenis unsur mineral yang terlarut tergantung pada komposisi kimia,

struktur fisik dari batuan, pH dan potensial redoks (Eh) dari air (Todd, 1980) [8].

Sifat fisika dan komposisi kimia air tanah yang menentukan mutu air tanah secara

alami sangat dipengaruhi oleh jenis litologi penyusun akuifer, jenis tanah/ batuan

yang dilalui air tanah, serta jenis air asal air tanah. Air tanah dangkal rawan

(vulnurable) terhadap pencemaran dari zat-zat pencemar dari permukaan. Namun

7
karena tanah/ batuan bersifat melemahkan zat-zat pencemar, maka tingkat

pencemaran terhadap air tanah dangkal sangat tergantung dari kedudukan akuifer,

besaran, dan jenis zat pencemar, serta jenis tanah/ batuan di zona tak jenuh, serta

batuan penyusun akuifer itu sendiri [9].

Ketika limbah cair dibuang ke tanah, partikel tanah berfungsi sebagai

filter, mencegah kandungan limbah yang berukuran besar dan meloloskan cairan

untuk meresap ke dalam tanah. Zat berbahaya yang terlarut dalam air ikut meresap

ke dalam tanah mencemari air tanah yang ada. Pencemaran air tanah berbeda

dengan pencemaran air permukaan seperti sungai dan danau karena beberapa

fenomena berikut:

1. Air tanah bergerak relatif lambat dibanding air permukaan, dan tidak

banyak tercampur dengan air atau bahan lainnya selama pergerakannya,

sehingga tidak terjadi pengenceran zat pencemar.

2. Air tanah tidak memiliki akses terhadap udara bebas, sehingga oksidasi

yang memurnikan dan menetralkan racun tidak terjadi pada lapisan akuifer

di kedalaman.

Oleh sebab itu, pencemaran air tanah dangkal maupun dalam pada volume

dan konsentrasi yang sama, relatif lebih berbahaya dibanding pencemaran air

permukaan, walaupun tanah/ batuan bersifat melemahkan zat-zat pencemar.

Kegiatan manusia yang menimbulkan pencemaran air tanah antara lain:

1. Limbah cair yang disimpan di kolam, danau, lembah, atau cekungan lain

tanpa dilapisi penyekat.

8
2. Pestisida yang bioresisten, yang digunakan secara berlebihan untuk

membasmi serangga seringkali meresap ke tanah.

3. Tailing atau ampas dari pengolahan bahan tambang yang mengandung

mineral beracun.

4. Limbah cair kimiawi yang dibuang dengan cara diinjeksikan ke dalam

lapisan tanah dalam di bawah lapisan akuifer, seringkali bocor dan

mencemari air tanah di atasnya.

5. Virus yang dapat dikembangbiakkan dalam limbah, sulit dihilangkan dari

air karena dapat melewati filter yang biasa dan bertahan dari klorinasi

[10].

Untuk mengetahui kualitas air tanah di kota Jakarta, Badan Pengelola

Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta melakukan penelitian

untuk mengetahui status mutu air tanah melalui indeks pencemaran (Pollution

Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap

parameter kualitas air sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 115 tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air. Berikut ini

adalah tabel evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran air:

Tabel 2.1 Tabel Evaluasi Nilai Indeks Pencemaran Air

Evaluasi Nilai Status Mutu


0 ≤ PIj ≤ 1,0 Baik/ Memenuhi baku mutu
1,0 < PIj ≤ 5,0 Cemar Ringan
5,0 < PIj ≤ 10 Cemar Sedang
PIj > 10 Cemar Berat

9
2.2 Data Spasial

Data spasial adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran yang

mengandung informasi tentang posisi geografis dari suatu obyek, berkaitan

dengan lokasi, bentuk dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Informasi

yang tersedia dalam data spasial adalah data-data yang bersangkutan dengan

objek-objek pada ruang bumi seperti permukaan bumi, bawah permukaan bumi,

perairan, kelautan, dan atmosfer [11]. Data spasial merupakan data dependen,

karena dikumpulkan dari lokasi berbeda yang mengindikasikan adanya

ketergantungan antara pengukuran dengan lokasi. Nilai pengukuran data di lokasi

𝑠 biasa dinotasikan dengan 𝑍 𝑠 dimana 𝑍 𝑠 merupakan variabel teregional,

yaitu variabel yang berdistribusi dalam ruang. Himpunan dari variabel teregional

𝑍 𝑠 disebut proses spasial 𝑍 𝑠 , 𝑠 ∈ 𝐷 , dimana 𝐷 adalah himpunan acak di

ruang berdimensi D, ℝ𝑑 [12]. Data spasial dapat berupa data diskrit atau kontinu.

Data spasial memiliki lokasi spasial beraturan (regular) maupun tidak beraturan

(irrregular). Suatu lokasi dikatakan regular jika antara lokasi yang saling

berdekatan satu dengan yang lain mempunyai posisi yang beraturan dengan jarak

yang sama besar. Sedangkan dikatakan irregular jika antara lokasi yang saling

berdekatan satu dengan yang lain mempunyai posisi yang tidak beraturan dengan

jarak yang berbeda [13]. Data spasial ini didapatkan dari beberapa sumber,

diantaranya adalah citra satelit, peta analog, foto udara (Aerial Photograps), data

tabular, dan data survei.

10
2.3 Asumsi Stasioner Orde Dua

Himpunan variabel acak 𝑍 𝑠 , 𝑠 ∈ 𝐷 diasumsikan memenuhi asumsi

stasioner bila distribusi probabilitas dari variabel teregional di lokasi tertentu sama

untuk setiap pertambahan jarak sebesar ℎ, distribusi variabel teregional

𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍 𝑠𝑛 , sama dengan 𝑍 𝑠1 + ℎ , 𝑍 𝑠2 + ℎ , … , 𝑍 𝑠𝑛 + ℎ . Apabila

ada dua momen yang konstan yaitu mean dan variansinya, maka kondisi tersebut

disebut sebagai stasioner orde dua. Menurut Cressie [14], suatu fungsi dikatakan

memenuhi kondisi stasioner orde dua jika memenuhi kedua syarat berikut:

1. Ekspetasi atau mean variabel acak ada dan konstan untuk semua titik.

𝐸𝑍 𝑠 = 𝜇 𝑠 = 𝜇, ∀𝑠 ∈ 𝐷

Dengan kata lain ekspetasi dari variabel teregional di titik 𝑠 atau mean ada

dan konstan untuk setiap 𝑠 ∈ 𝐷.

2. Kovariansi antara dua peubah acak yang berjarak ℎ, [𝑍 𝑠 , 𝑍 𝑠 + ℎ ],

tidak bergantung pada letak titik, hanya bergantung pada jarak antara dua

titik.

𝐶𝑜𝑣 𝑍 𝑠 + ℎ , 𝑍 𝑠 = 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ .𝑍 𝑠 − 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ .𝐸 𝑍 𝑠

= 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ .𝑍 𝑠 − 𝜇2

= 𝐶(ℎ) (2.1)

𝐶(ℎ) disebut kovariogram. Kovariogram untuk dua data yang berjarak 0,

atau ℎ = 0 nilainya sama dengan variansi dari populasi, atau bisa

dinyatakan sebagai berikut: 𝑉𝑎𝑟 𝑍(𝑠) = 𝐶(0) untuk setiap 𝑠 ∈ 𝐷

Himpunan variabel acak 𝑍 𝑠 , 𝑠 ∈ 𝐷 memenuhi asumsi stasioner orde

dua juga memenuhi kondisi sebagai berikut:

11
1. Ekspetasi dari selisih dua variabel acak yang berjarak ℎ nilainya sama

dengan nol, atau dapat dinotasikan:

𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍(𝑠) = 0, ∀𝑠 ∈ 𝐷

2. Selisih variabel acak yang berjarak ℎ, 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍(𝑠) , memiliki

variansi yang hanya bergantung pada jarak, tidak bergantung pada lokasi

atau dapat dinotasikan:


2 2
𝑉𝑎𝑟 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍(𝑠) = 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍 𝑠 − 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍(𝑠)

Karena 𝐸 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍(𝑠) = 0, maka

2
𝑉𝑎𝑟 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍 𝑠 =𝐸 𝑍 𝑠+ℎ −𝑍 𝑠

1 1 2
𝑉𝑎𝑟 𝑍 𝑠 + ℎ − 𝑍 𝑠 = 𝐸 𝑍 𝑠+ℎ −𝑍 𝑠 = 𝛾(ℎ) (2.2)
2 2

Fungsi 𝛾(ℎ) disebut semivariogram [15].

Metode Simple Kriging dan Ordinary Kriging digunakan saat stasioner

orde dua terpenuhi, sedangkan pada Universal Kriging justru digunakan ketika

asumsi stasioner orde dua tidak terpenuhi oleh variabel teregional. Hal ini

disebabkan karena mean tidak konstan atau terdapat suatu pola pada mean yang

disebut drift. Misalkan 𝜇 𝑠 ≡ 𝐸 𝑍 𝑠 ada untuk setiap 𝑠 ∈ 𝐷, disebutkan 𝜇 .

adalah sebuah trend, biasa dipanggil drift. Kondisi ini disebut nonstasioner dalam

mean.

2.4 Semivariogram

Pada geostatistik, terdapat suatu perangkat dasar dari geostatistika untuk

visualisasi, memodelkan dan menjelaskan korelasi spasial antar data, serta

12
eksploitasi autokorelasi spasial dari variabel teregional yang biasa dikenal sebagai

semivariogram, 𝛾. Semivariogram adalah setengah dari variogram, 2𝛾.

Variabel teregional yang memenuhi asumsi stasioner orde dua menjadi

dasar penggunaan semivariogram. Dalam Universal Kriging variabel teregional

diasumsikan tidak stasioner, akan tetapi semivariogram dapat digunakan pada

Universal Kriging untuk mengamati korelasi spasial dalam data. Hal ini

dikarenakan terdapat asumsi stasioner orde dua pada komponen residual dari

variabel teregional [12].

2.4.1 Semivariogram Eksperimental

Semivariogram eksperimental adalah semivariogram yang diperoleh dari

data yang diamati atau data hasil pengukuran. Semivariogram didefinisikan

sebagai berikut:

1
𝛾 ℎ = 𝑉𝑎𝑟 𝑍 𝑠 − 𝑍 𝑠 + ℎ
2

1
= 𝐸 [𝑍 𝑠 − 𝑍 𝑠 + ℎ ]2 − 𝐸[𝑍 𝑠 − 𝑍 𝑠 + ℎ ] 2
2

Karena pada data stasioneritas terdapat sifat 𝐸 𝑍 𝑠 = 𝐸[𝑍 𝑠 + ℎ ],

sehingga
2
2𝛾 ℎ = 𝐸 𝑍 𝑠 − 𝑍(𝑠 + ℎ)

Dari rumus di atas diperoleh rumus praktis dari semivariogram

eksperimental ditaksir sebagai berikut:


1 𝑁(ℎ) 2
𝛾 ℎ = 2𝑁(ℎ ) 𝑖=1 𝑍(𝑠𝑖 ) − 𝑍(𝑠𝑖 + ℎ) (2.3)

Dengan:

𝛾 ℎ = nilai semivariogram dengan jarak ℎ

13
𝑍(𝑠𝑖 ) = nilai pengamatan di titik 𝑠

𝑍 𝑠𝑖 + ℎ = nilai pengamatan di titik 𝑠𝑖 + ℎ

𝑁(ℎ) = banyaknya pasangan titik yang mempunyai jarak ℎ

Berikut ini adalah gambar semivariogram eksperimental:


Semivariance (𝛾(ℎ))

(𝐶𝑖 ) (𝐶0 + 𝐶𝑖 )
(𝑎)

(𝐶0 ) (ℎ)

Gambar 2.1 Semivariogram Eksperimental

Setelah menghitung semivariogram eksperimental, selanjutnya

semivariogram tersebut dicocokkan ke dalam sebuah fungsi.

2.4.2 Semivariogram Teoritis

Semivariogaram yang dicocokkan dengan sebuah fungsi menghasilkan

parameter-parameter yang harus dicari nilainya agar diperoleh model yang cocok

untuk semivariogram ekperimental. Parameter-parameter tersebut mengambil

peranan penting dalam analisis selanjutnya. Parameter-parameter tersebut adalah:

1. Range (𝑎), yaitu jarak pada saat nilai semivariogram mencapai sill, atau

jarak maksimum dimana masih terdapat korelasi antar variabel teregional.

2. Sill (𝐶0 + 𝐶𝑖 ), yaitu nilai semivariogram yang konstan untuk jarak tertentu

sampai dengan jarak yang tidak terhingga sehingga antara dua variabel

14
teregional yang berjarak ℎ tidak berkorelasi. Nilai sill umumnya akan

mendekati nilai variansi dari populasi.

3. Nugget Effect (𝐶0 ), yaitu nilai semivariogram pada jarak interval

mendekati nol.

Melakukan penaksiran parameter yang cocok dengan semivariogram

ekperimental merupakan suatu hal yang sulit dilakukan, karena tidak ada aturan

yang jelas. Dalam praktiknya, penaksiran parameter dilakukan dengan cara trial

and error, yaitu dengan mencocokkan model semivariogram yang dipilih dengan

grafik semivariogram ekperimentalnya. Melalui grafik semivariogram

eksperimental diperoleh taksiran nilai dari parameter-parameter tersebut. Terdapat

beberapa jenis model semivariogaram teoritis yang sering digunakan, yaitu:

1. Model Bola (Spherical Model)


3
3ℎ 1 ℎ
𝐶0 + 𝐶𝑖 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾 ℎ = 2𝑎 2 𝑎
𝐶0 + 𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

Dengan

ℎ = jarak lokasi antar sampel

𝐶0 = nugget effect

𝐶0 + 𝐶𝑖 = sill

𝑎 = range

2. Model Eksponensial (Exponential Model)


𝐶0 + 𝐶𝑖 1 − 𝑒𝑥𝑝 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾 ℎ = 𝑎
𝐶0 + 𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

3. Model Gauss (Gaussian Model)

15
2

𝐶 + 𝐶𝑖 1 − 𝑒𝑥𝑝 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾 ℎ = 0 𝑎
𝐶0 + 𝐶𝑖 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

Berikut ini adalah gambar dari ketiga model semivariogram teoritis [13]:

Semivariance (𝜸 𝒉 )

Sill

Nugget

(𝒂)

Gambar 2.2 Semivariogram Teoritis

Sebelum model semivariogram teoritis digunakan, terlebih dahulu perlu

dilakukan pengujian untuk melihat keakuratan model semivariogram. Jika model

semivariogram dapat menggambarkan korelasi spasial di dalam data pengamatan,

maka model semivariogram tersebut layak digunakan. Pengujian tersebut

menggunakan uji validasi silang [12].

2.5 Validasi Silang

Uji validasi silang dilakukan untuk menguji apakah model semivariogram

sudah cocok dengan data. Jika model semivariogram tersebut menggambarkan

korelasi yang kuat antara 𝑍 𝑠0 dan 𝑍 𝑠0 , maka nilai taksiran 𝑍 𝑠0 akan

mendekati nilai sebenarnya 𝑍 𝑠0 . Selisih kedua nilai tersebut dikenal juga

dengan residual.

16
Prinsip dasar dalam validasi silang adalah melakukan penaksiran nilai

variabel teregional 𝑍 𝑠𝑖 berdasarkan nilai variabel teregional 𝑍 𝑠1 , … , 𝑍 𝑠𝑖−1 ,

dimana 𝑖 = 2, … , 𝑛, dan 𝑛 adalah jumlah sampel. Dalam pengujian dengan

validasi silang menggunakan metode Universal Kriging, penaksiran nilai suatu

variabel teregional dimulai dengan menaksir nilai variabel teregional ketiga. Hal

ini dikarenakan penaksiran nilai variabel teregional kedua berdasarkan infomasi

dari sampel pertama tidak dapat dilakukan. Keberadaan drift menyebabkan

adanya kondisi yang kontradiksi pada sistem persamaan Universal Kriging.

Berdasarkan prinsip dasar uji validasi silang, penaksiran 𝑍 𝑠3 dilakukan

berdasarkan nilai variabel teregional 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 yang sudah diketahui. Setelah

itu, dibandingkan nilai 𝑍 𝑠3 dengan nilai taksiran 𝑍 𝑠3 yang diperoleh dari

metode Universal Kriging. Selisih antara kedua nilai tersebut disebut residual.

Residual diasumsikan berdistribusi normal. Demikian selanjutnya hingga

diketahui taksiran variabel teregional 𝑍 𝑠𝑛 .

Hal penting yang dilakukan dalam uji validasi silang adalah mengolah

residual yang diperoleh pada perhitungan di atas menjadi residual terbaku yaitu

residual yang sudah distandarisasi. Residual terbaku ini yang kemudian dijadikan

landasan untuk menguji apakah model semivariogram yang digunakan valid atau

tidak. Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji 𝑄1 . Berikut ini pembahasan

mengenai statistik uji 𝑄1 .

2.5.1 Statistik Uji 𝑸𝟏

Statistik uji 𝑄1 digunakan untuk menentukan model semivariogram yang

valid. 𝑄1 menyatakan rata-rata dari residual terbaku.

17
1 𝑛
𝑄1 = 𝑛−2 𝑘 =3 𝜀𝑘 (2.4)

Dimana 𝑛 adalah jumlah sampel. Residual terbaku dalam uji validasi ini

berdistribusi normal 𝜀𝑘 ~𝑁(0,1). Ekspetasi dan variansi dari 𝑄1 dapat diketahui

dan diperoleh

1
𝑄1 ~𝑁 0,
𝑛−2

Dengan tingkat kepercayaan 95%, model semivariogram ditolak jika


2
𝑄1 ≥ (2.5)
𝑛−2

2.5.2 Prosedur Validasi Silang

Adapun langkah-langkah dalam melakukan uji validasi silang terhadap

model semivariogram adalah sebagai berikut:

1. Misalkan 𝑍 𝑠𝑖 adalah nilai dari variabel teregional 𝑍 di lokasi 𝑠𝑖 , dan 𝑠𝑖

merupakan lokasi yang berupa koordinat (𝑋𝑖 , 𝑌𝑖 ) dimana 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.

Sedangkan fungsi drift merupakan fungsi dari sumbu koordinat 𝑌. Hitung

nilai taksiran 𝑍 𝑠3 dengan menggunakan Universal Kriging

menggunakan nilai 𝑍 𝑠1 dan 𝑍 𝑠2 . Menurut definisi, taksiran 𝑍 𝑠3

merupakan kombinasi linier dari 𝑍 𝑠1 dan 𝑍 𝑠2 .

𝑍 𝑠3 = 𝜆1 𝑍 𝑠1 + 𝜆2 𝑍 𝑠2 (2.6)

Dimana nilai 𝜆1 dan 𝜆2 merupakan bobot yang diperoleh dari sistem

persamaan Universal Kriging. Setelah memperoleh nilai 𝜆1 dan 𝜆2 , dan

disubtitusikan ke dalam Persamaan (2.6), maka diperoleh nilai 𝑍 𝑠3

dengan variansi 𝜎3 2 .

18
2. Bandingkan hasil taksiran 𝑍 𝑠3 dengan nilai sebenarnya 𝑍 𝑠3 .

Kemudian hitung selisih antar dua nilai tersebut atau biasa disebut

residual.

𝑒3 = 𝑍 𝑠3 − 𝑍 𝑠3 (2.7)

3. Lakukan standarisasi terhadap residual yang telah diperoleh pada langkah

sebelumnya. Residual ini disebut residual terbaku.


𝑒
𝜀3 = 𝜎3 (2.8)
3

4. Selanjutnya, hitung taksiran terhadap 𝑍 𝑠4 dengan menggunakan 𝑍 𝑠1 ,

𝑍 𝑠2 , dan 𝑍 𝑠3 seperti langkah pertama.

5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk menghitung residual dan residual terbaku.

6. Lanjutkan langkah-langkah di atas untuk 𝑍 𝑠𝑘 lainnya sampai diperoleh

nilai taksiran 𝑍 𝑠𝑛 dengan menggunakan nilai 𝑍 𝑠1 , … , 𝑍 𝑠𝑛 −1 . Dimana

𝑘 = 3, … , 𝑛. Secara umum residual dapat ditulis sebagai berikut:

𝑒𝑘 = 𝑍 𝑠𝑘 − 𝑍 𝑠𝑘 ; 𝑘 = 3, … , 𝑛

Dan residual terbaku dapat ditulis sebagai berikut:

𝑒𝑘
𝜀𝑘 = ; 𝑘 = 3, … , 𝑛
𝜎𝑘

7. Hitung rata-rata keseluruhan residual terbaku (𝑄1 ), yaitu:


𝑛
1
𝑄1 = 𝜀𝑘
𝑛−2
𝑘=3

8. Lakukan uji hipotesis

H0: Model semivariogram valid

H1: Model semivariogram tidak valid

19
Dengan statistik uji 𝑄1 seperti yang ditunjukkan pada langkah 7. Aturan

2
keputusan tolak H0 jika 𝑄1 ≥ pada tingkat kepercayaan 95%.
𝑛 −2

Dengan perkataan lain, model semivariogram tidak cocok atau tidak valid
2
jika 𝑄1 ≥ .
𝑛 −2

9. Lakukan uji kenormalan residual

H0: Residual berdistribusi normal

H1: Residual tidak berdistribusi normal

Dengan 𝛼 = 0.05, aturan keputusan tolak H0 jika 𝛼 < 0.05 pada tingkat

kepercayaan 95%. Dengan perkataan lain, residual berdistribusi normal

jika 𝛼 > 0.05 [12].

2.6 Interpolasi

Interpolasi adalah metode atau fungsi matematika yang menduga nilai

pada lokasi-lokasi yang datanya tidak diketahui nilainya atau dapat dikatakan

tidak tesedia. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat

kontinu di dalam ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence)

secara spasial (Anderson, 2001). Kedua asumsi tersebut mengindikasikan bahwa

pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya

dan nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip dari pada nilai pada

titik-titik yang terpisah lebih jauh [16].

Keunggulan interpolasi dengan metode kriging adalah estimasi yang

dihasilkan merupakan estimasi yang unbiased atau biasa disebut BLUE sehingga

20
menghasilkan hasil yang baik dengan tingkat kesalahan/ eror yang minimal

sehingga dapat mendekati data yang seharusnya.

2.7 Kriging

Awalnya, kriging merupakan analisis data geostatistika yang oleh D.G.

Krige, insinyur pertambangan Afrika Selatan, untuk menginterpolasikan suatu

nilai kandungan mineral oleh D.G. Krige, insinyur pertambangan Afrika Selatan,

berdasarkan nilai-nilai yang diketahui, tapi kini sudah berkembang di berbagai

bidang. Metode kriging merupakan metode khusus dalam moving average

terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan variansi dari hasil

estimasi. Metode kriging mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi

akurasi estimasi, yaitu: banyaknya sampel, posisi sampel, jarak antar sampel

dengan titik yang akan diestimasi, kontinuitas spasial dari variabel-variabel yang

terlibat. Dengan kata lain metode ini digunakan untuk mengestimasi besarnya

nilai karakteristik dari estimator, 𝑍, pada titik tidak tersampel berdasarkan

informasi dari titik-titik tersampel yang berada disekitarnya [16].

Misalkan akan diestimasi karakteristik 𝑍 pada suatu lokasi 𝑠0 yang tidak

terukur berdasarkan informasi dari titik-titik yang terukur karakteristiknya. Hal ini

dapat dilakukan dengan membentuk kombinasi linier dari titik-titik yang telah

diketahui informasinya 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠𝑛 ), yaitu dengan membentuk

persamaan:
𝑛

𝑍(𝑠0 ) = 𝜆𝑖 𝑍 𝑠𝑖
𝑖=1

Dimana 𝜆𝑖 adalah bobot dari 𝑍 𝑠𝑖 dengan 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 [15].

21
Kriging dibagi kedalam beberapa tipe yaitu, metode Simple Kriging,

Ordinary Kriging, dan Universal Kriging, metode-metode tersebut digunakan

sesuai dengan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi oleh data yang digunakan. Pada

skripsi ini metode yang akan digunakan adalah metode Universal Kriging, dan

untuk penjelasan lebih lanjut tentang Universal Kriging akan dibahas pada subbab

2.8.

2.8 Universal Kriging

Universal Kriging merupakan metode kriging yang datanya mempunyai

trend tertentu. Hal pertama yang harus dilakukan jika kita memiliki data spasial

adalah melakukan pengujian asumsi stasioner orde dua. Terdapat dua syarat agar

suatu variabel teregional dikatakan memenuhi kondisi stasioner orde dua. Hasil

pengujian asumsi stasioner orde dua terhadap variabel teregional kemudian

menjadi landasan untuk menentukan metode kriging yang tepat yaitu Simple

Kriging, Ordinary Kriging, atau Universal Kriging. Simple Kriging dan Ordinary

Kriging digunakan ketika asumsi stasioner orde dua terpenuhi. Sebaliknya,

Universal Kriging digunakan ketika asumsi stasioner orde dua tidak terpenuhi.

Kondisi disebut nonstasioner. Hal yang menyebabkan kondisi nonstasioner adalah

mean dari variabel teregional yang tidak konstan.

Dalam metode Universal Kriging, mean yang tidak konstan dinyatakan

sebagai kombinasi linier dari fungsi-fungsi yang diketahui. Jika bentuk drift

adalah linier, maka mean merupakan kombinasi linier dalam parameter 𝛽 dimana

𝑓 merupakan fungsi dalam bentuk koordinat lokasi 𝑠 yang berpangkat satu.

Berlaku pula jika bentuk drift adalah kuadratik, maka mean merupakan kombinasi

22
linier dalam parameter 𝛽 dimana 𝑓 merupakan fungsi dalam bentuk koordinat

lokasi 𝑠 yang berpangkat dua. Bentuk kombinasi linier ini menyatakan 𝑓0 (𝑠) sama

dengan 1. Hal ini berarti, kondisi mean yang konstan masih dimasukkan dalam

persamaan mean. Berikut ini merupakan persamaan mean yang tidak konstan

karena keberadaan drift:


𝑝+1
𝐸𝑍 𝑠 =𝜇 𝑠 = 𝑗 =1 𝑓𝑗 −1 𝑠 𝛽𝑗 −1 , 𝑠∈𝐷 (2.9)

Dimana 𝛽 = (𝛽0 , 𝛽1 , … , 𝛽𝑝 ) adalah vektor parameter yang tidak diketahui dan

𝑓0 𝑠 , 𝑓1 𝑠 , … , 𝑓𝑝 𝑠 adalah fungsi-fungsi yang diketahui. Variabel teregional

nonstasioner pada Universal Kriging adalah jumlah dari dua komponen yaitu drift

dan residual.

Variabel teregional didefinisikan sebagai berikut:

𝑍 𝑠 = 𝜇 𝑠 + 𝛿(𝑠) (2.10)

dengan:

𝑍 𝑠 = variabel teregional dengan 𝑠 ∈ 𝐷

𝜇 𝑠 = drift, yaitu komponen deterministik dan merupakan mean dari data di

lokasi 𝑠. 𝐸 𝑍 𝑠 = 𝜇 𝑠 ,𝑠 ∈ 𝐷

𝛿(𝑠) = residual, yaitu komponen random yang memenuhi hipotesis stasioner

dengan mean residual nol. 𝐸 𝛿(𝑠) = 0, 𝑠 ∈ 𝐷.

Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu mengenai kriteria BLUE yang

harus dipenuhi oleh taksiran, karena untuk mendapatkan suatu hasil penaksiran

yang akurat taksiran harus memenuhi kriteria BLUE, yaitu taksiran dari variabel

teregional yang bersifat linier, tak bias dengan variansi minimum.

23
2.8.1 Linier

Dalam Universal Kriging, diasumsikan bahwa mean dari variabel

teregional tidak diketahui dan tidak konstan. Mean tersebut dinotasikan dengan

𝜇 𝑠 . Seperti telah dijelaskan dalam subbab di atas, bahwa mean 𝜇 𝑠 tersebut

ditulis sebagai kombinasi linier dalam parameter 𝛽 dengan menyertakan fungsi-

fungsi 𝑓𝑗 −1 𝑠 , dimana 𝑠 ∈ 𝐷, dan 𝑗 = 1, … , 𝑝 + 1. Bentuk kombinasi linier

tersebut merupakan salah satu upaya agar taksiran memenuhi sifat linier.

Misalkan 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠𝑛 ) adalah pengukuran 𝑍 pada lokasi

𝑠1 , 𝑠2 , … , 𝑠𝑛 . Taksiran dari 𝑍 di titik 𝑠0 yaitu 𝑍(𝑠0 ) dapat dinyatakan sebagai

kombinasi linier dari 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠𝑛 ). Taksiran 𝑍(𝑠0 ), ditulis sebagai

berikut:

𝑛
𝑍 𝑠0 = 𝑖=1 𝜆𝑖 𝑍(𝑠𝑖 ) (2.11)

Dimana 𝜆𝑖 adalah bobot dari 𝑍(𝑠𝑖 ) dengan 𝑖 = 1,2, … , 𝑛.

Dari persamaan diatas, taksiran dinyatakan sebagai kombinasi linier. Hal ini

menunjukkan sifat linier dari taksiran, dimana taksiran yang dinotasikan dengan

𝑍 𝑠 merupakan kombinasi linier dari variabel teregional 𝑍(𝑠).

Pada pembahasan lebih lanjut, pencarian parameter 𝜆 menjadi salah satu

bagian yang penting, karena parameter 𝜆 dapat menentukan taksiran dari nilai

variabel teregional di lokasi tertentu. Sedangkan untuk mendapatkan nilai 𝜆𝑖 ,

semivariogram yang sudah didapat bersama dengan fungsi-fungsi yang diketahui

dimasukkan dalam sistem persamaan Universal Kriging.

24
2.8.2 Tak Bias

Taksiran dalam metode kriging ini diupayakan memenuhi sifat tak bias.

𝑍 𝑠0 merupakan penaksir tak bias untuk 𝑍 𝑠0 jika dan hanya jika:


𝑛
1. 𝑖=1 𝜆𝑖 =1 (2.12)
𝑛
2. 𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓𝑗 (𝑠𝑖 ) = 𝑓𝑗 (𝑠0 ) , 𝑗 = 1,2, … , 𝑝 (2.13)

Sedangkan kondisi tak bias yang harus dipenuhi oleh taksiran tersebut yaitu:

𝐸 𝑍 𝑠0 − 𝑍 𝑠0 =0

Atau

𝐸 𝑍 𝑠0 = 𝐸 𝑍 𝑠0 (2.14)

Bukti:

(←) Misalkan kondisi pada Persamaan (2.12) dan (2.13) dipenuhi. Akan

dibuktikan bahwa 𝑍 𝑠0 merupakan penaksir tak bias untuk 𝑍 𝑠0 .

Sebelum mendapat penaksir tak bias, harus dicari terlebih dahulu ekspetasi

dari taksiran dan ekspetasi dari variabel teregional. Ekspetasi dari variabel

teregional ditulis sebagai berikut:

𝐸 𝑍 𝑠0 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑓1 𝑠0 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑓𝑝 𝑠0 , 𝑠0 ∈ 𝐷 (2.15)

Ekspetasi dari taksiran variabel teregional ditulis sebagai berikut:

𝑛 𝑛 𝑛
𝐸 𝑍 𝑠0 = 𝛽0 𝑖=1 𝜆𝑖 + 𝛽1 𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓𝑝 𝑠𝑖 (2.16)

Karena Persamaan (2.12) dan (2.13), maka

𝐸 𝑍 𝑠0 = 𝐸 𝑍 𝑠0

Dengan kata lain, 𝑍 𝑠0 merupakan penaksir tak bias untuk 𝑍 𝑠0 .

25
(→) Misalkan 𝑍 𝑠0 merupakan penaksir tak bias untuk 𝑍 𝑠0 . Akan dibuktikan

bahwa kondisi pada Persamaan (2.15) dan (2.16) dipenuhi.

Jika kondisi tak bias terpenuhi oleh taksiran maka

𝐸 𝑍 𝑠0 = 𝐸 𝑍 𝑠0

𝑛 𝑛 𝑛

𝛽0 + 𝛽1 𝑓1 𝑠0 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑓𝑝 𝑠0 = 𝛽0 𝜆𝑖 + 𝛽1 𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝜆𝑖 𝑓𝑝 𝑠𝑖
𝑖=1 𝑖=1 𝑖=1

Sehingga diperoleh kondisi yang ditulis pada Persamaan (2.12) dan (2.13).

Oleh karena itu, diperoleh suatu kesimpulan bahwa 𝑍 𝑠0 merupakan

penaksir tak bias untuk 𝑍 𝑠0 jika dan hanya jika kondisi pada Persamaan (2.12)

dan (2.13) dipenuhi.

2.8.3 Variansi Minimum

Untuk mendapatkan taksiran terbaik, 𝑍 𝑠0 diupayakan memiliki variansi

kesalahan yang minimum. Variansi tersebut merupakan merupakan variansi dari

residual yaitu selisih antara 𝑍 𝑠0 dengan taksirannya 𝑍 𝑠0 . Dengan kata lain,

diharapkan taksiran tersebut dapat menaksir nilai yang sebenarnya dengan

kesalahan sekecil mungkin. Secara matematis, variansi ditulis sebagai berikut:

𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 = 𝑐𝑜𝑣 𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 − 2𝑐𝑜𝑣 𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 + 𝑐𝑜𝑣[𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 ] (2.17)

Persamaan diatas dapat dijabarkan berdasarkan persamaan di bawah ini:

𝑛 𝑛
𝑐𝑜𝑣 𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 = 𝐶00 − 𝑖=1 𝑗 =1 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾(𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 ) (2.18)

𝑛
−2𝑐𝑜𝑣 𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 = −2𝐶00 + 2 𝑖=1 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 (2.19)

𝑐𝑜𝑣 𝑍 𝑠0 𝑍 𝑠0 = 𝜎 2 = 𝐶00 (2.20)

26
Dengan mensubtitusi Persamaan (2.18), (2.19), dan (2.20) ke dalam

Persamaan (2.17), diperoleh persamaan variansi dalam bentuk semivariogram.

Berikut ini adalah persamaan variansi yang ditulis dalam bentuk semivariogram.

𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 = 𝑉𝑎𝑟 𝑍 𝑠0 − 𝑍 𝑠0 = 𝜎𝑒 2

𝑛 𝑛 𝑛
2
𝜎𝑒 = 𝐶00 − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + −2𝐶00 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 𝐶00
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1

𝑛 𝑛 𝑛

=− 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1

Dengan demikian, persamaan variansi dari residual penaksiran adalah:

𝜎𝑒 2 = − 𝑛
𝑖=1
𝑛
𝑗 =1 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 (2.21)

Setelah mendapatkan persamaan variansi, langkah selanjutnya mengupayakan

agar variansi tersebut dapat seminimal mungkin, yaitu dengan membuat turunan

parsial pertama dari 𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 .

Syarat tak bias yang telah dibahas sebelumnya, dapat membantu

menyelesaikan turunan parsial yang melibatkan sejumlah 𝑛 peubah yang tidak

diketahui. Sehingga terdapat sejumlah 𝑛 + 2 persamaan dengan 𝑛 peubah yang

tidak diketahui. Untuk turunan parsial dengan kondisi di atas dapat dilakukan

dengan menggunakan metode pengali lagrange. Dalam metode tersebut juga

diperkenalkan koefisien pengali lagrange yaitu 𝑚𝑗 dimana 𝑗 = 0, … , 𝑘.

Dalam metode lagrange, terlebih dahulu didefinisikan 𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 menjadi

sebuah fungsi Lagrange 𝐿 dengan mempertimbangkan syarat ketakbiasan. Fungsi

Lagrange 𝐿 ditulis sebagai berikut:

27
𝑛 𝑛 𝑛
𝐿=− 𝑖=1 𝑗 =1 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝑖=1 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 −

𝑛 𝑝 𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 +2 𝑗 =1 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 − 𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓𝑗 (𝑠𝑖 ) (2.22)

Kemudian fungsi Lagrange 𝐿 tersebut diturunkan terhadap 𝜆𝑖 , 𝑚0 dan 𝑚𝑗 , dimana

𝑖 = 1, … , 𝑛 dan 𝑗 = 1, … , 𝑝.

Penurunan 𝐿(𝜆, 𝑚) terhadap 𝜆𝑖 dan 𝑚𝑗 dilakukan dengan menginisialisasi

𝑖 = 1, 𝑗 = 1 dan turunan parsial terhadap 𝜆𝑖 , 𝑚0 , 𝑚𝑗 tersebut sama dengan nol.

Langkah-langkah penurunannya dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Turunan parsial pertama terhadap 𝜆𝑖 dimana 𝑖 = 1, … , 𝑛

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝜕𝐿 𝜕
= − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 − 𝜆𝑖
𝜕𝜆𝑖 𝜕𝜆𝑖
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1 𝑖=1

𝑝 𝑛

+2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓𝑗 𝑠𝑖 =0
𝑗 =1 𝑖=1

Untuk 𝑖 = 1

𝑛
𝜕𝐿 𝜕
= −2𝜆1 𝜆𝑗 𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑗 + 2𝜆1 𝛾 𝑠1 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 − 𝜆1
𝜕𝜆1 𝜕𝜆1
𝑗 =1

+2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 − 𝜆1 𝑓𝑗 𝑠1 =0
𝑗 =1

𝑛 𝑝

= −2 𝜆𝑗 𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑗 + 2𝛾 𝑠1 − 𝑠0 − 2𝑚0 − 2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠1 = 0
𝑗 =1 𝑗 =1

𝑛 𝑝

2 𝜆𝑗 𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑗 + 2𝑚0 + 2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠1 = 2𝛾 𝑠1 − 𝑠0
𝑗 =1 𝑗 =1

28
𝑛 𝑝

𝜆𝑗 𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑗 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠1 = 𝛾 𝑠1 − 𝑠0
𝑗 =1 𝑗 =1

Secara umum persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

𝑛 𝑝
𝑗 =1 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠𝑗 + 𝑚0 + 𝑗 =1 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 (2.23)

Untuk 𝑘 = 1, … , 𝑛.

2. Turunan parsial pertama terhadap 𝑚0

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝜕𝐿 𝜕
= − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 − 𝜆𝑖
𝜕𝑚0 𝜕𝑚0
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1 𝑖=1

𝑝 𝑛

+2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓𝑗 𝑠𝑖 =0
𝑗 =1 𝑖=1

𝑛
𝜕𝐿
=2 1− 𝜆𝑖 = 0
𝜕𝑚0
𝑖=1

1− 𝜆𝑖 = 0
𝑖=1

𝜆𝑖 = 1
𝑖=1

Dengan demikian, diperoleh sebuah persamaan dari turunan parsial

pertama fungsi 𝐿 terhadap 𝑚0 .


𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 =1 (2.24)

Persamaan diatas merupakan salah satu syarat ketakbiasan yang

diikutsertakan dalam pencarian variansi yang minimum.

3. Turunan parsial pertama terhadap 𝑚𝑗 dimana 𝑗 = 1, … , 𝑝.

29
𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝜕𝐿 𝜕
= − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 − 𝜆𝑖
𝜕𝑚𝑗 𝜕𝑚𝑗
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1 𝑖=1

𝑝 𝑛

+2 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓𝑗 𝑠𝑖 =0
𝑗 =1 𝑖=1

Untuk 𝑗 = 1

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛
𝜕𝐿 𝜕
= − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠𝑗 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 2𝑚0 1 − 𝜆𝑖
𝜕𝑚𝑗 𝜕𝑚1
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1 𝑖=1

+ 2𝑚1 𝑓1 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 =0
𝑖=1

𝑛
𝜕𝐿
= 2 𝑓1 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 =0
𝜕𝑚𝑗
𝑖=1

𝑓1 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 = 0
𝑖=1

𝜆𝑖 𝑓1 𝑠𝑖 = 𝑓1 𝑠0
𝑖=1

Secara umum persamaan di atas dapat ditulis sebagai sebuah persamaan

sebagai berikut:

𝑛
𝜕𝐿
= 2 𝑓𝑘 𝑠0 − 𝜆𝑖 𝑓𝑘 𝑠𝑖 =0
𝜕𝑚𝑘
𝑖=1

𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓𝑘 𝑠𝑖 = 𝑓𝑘 𝑠0 , 𝑘 = 1,2, … , 𝑝 (2.25)

Persamaan di atas juga merupakan salah satu syarat ketakbiasan yang

diikutsertakan dalam pencarian variansi yang minimum.

30
Dari hasil penurunan 𝐿(𝜆, 𝑚) terhadap 𝜆𝑖 , 𝑚0 , dan 𝑚𝑗 diperoleh tiga buah

persamaan berikut:
𝑛 𝑝
𝑗 =1 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝑚0 + 𝑗 =1 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 , 𝑘 = 1, … , 𝑛
𝑛 (2.26)
𝑖=1 𝜆𝑖 = 1
𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 𝑓𝑘 𝑠𝑖 = 𝑓𝑘 𝑠0 , 𝑘 = 1, … , 𝑝

Karena variansi kriging adalah variansi minimum dengan

mempertimbangkan syarat ketakbiasan, sehingga variansi kriging dinotasikan

dengan:
𝑝
𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 = 𝜎𝑒 2 = 𝑛
𝑖=1 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝑗 =1 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 (2.27)

maka langkah-langkah mencari variansi Universal Kriging adalah sebagai berikut:

a. Perhatikan Persamaan (2.23):

𝑛 𝑝

𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 , ∀𝑘 = 1, … , 𝑛
𝑗 =1 𝑗 =1

b. Kalikan kedua ruas pada persamaan di atas dengan 𝜆𝑘 .

𝑛 𝑝

𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 , ∀𝑘 = 1, … , 𝑛
𝑗 =1 𝑗 =1

c. Jumlahkan persamaan di atas dengan 𝑘 = 1, … , 𝑛

𝑛 𝑛 𝑝 𝑛

𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0
𝑘=1 𝑗 =1 𝑗 =1 𝑘=1

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑝 𝑛

𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝜆𝑘 𝑚 0 + 𝜆𝑘 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0
𝑘=1 𝑗 =1 𝑘=1 𝑘=1 𝑗 =1 𝑘=1

Berdasarkan Persamaan (2.24), 𝜆𝑘 = 1, maka persamaan di atas

menjadi:

31
𝑛 𝑛 𝑛 𝑝 𝑛

𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 𝑚0 + 𝜆𝑘 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 = 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0
𝑘=1 𝑗 =1 𝑘=1 𝑗 =1 𝑘=1

𝑛 𝑛 𝑛 𝑛 𝑝
𝑘=1 𝑗 =1 𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 = 𝑘=1 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 − 𝑚0 − 𝑘=1 𝑗 =1 𝜆𝑘 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 (2.28)

d. Perhatikan Persamaan (2.21). Ubah persamaan tersebut dalam 𝑖 = 𝑘.


𝑛 𝑛 𝑛
2
𝜎𝑒 = − 𝜆𝑖 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑖 + 2 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0
𝑖=1 𝑗 =1 𝑖=1

𝜎𝑒 2 = − 𝑛
𝑘=1
𝑛
𝑗 =1 𝜆𝑘 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠𝑘 + 2 𝑛
𝑘 =1 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 (2.29)

e. Subtitusikan Persamaan (2.28) ke dalam Persamaan (2.29), sehingga

𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 menjadi:

𝑛 𝑛 𝑝 𝑛
2
𝜎𝑒 = − 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 − 𝑚0 − 𝜆𝑘 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘 +2 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0
𝑘=1 𝑘=1 𝑗 =1 𝑘=1

𝑛 𝑛 𝑛 𝑝

=2 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 − 𝜆𝑘 𝛾 𝑠𝑘 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝜆𝑘 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠𝑘
𝑘 =1 𝑘 =1 𝑘=1 𝑗 =1

karena terdapat syarat ketakbiasan seperti pada Persamaan (2.25), maka

persamaan variansi residual menjadi:

𝑛 𝑝
2
𝜎𝑒 = 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0
𝑗 =1 𝑗 =1

Variansi Universal Kriging ditulis sebagai berikut:


𝑝
𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 = 𝜎𝑒 2 = 𝑛
𝑗 =1 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝑗 =1 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0 (2.30)

2.8.4 Sistem Persamaan Universal Kriging

Setelah diketahui bahwa taksiran dalam metode Universal Kriging yang

ditulis pada Persamaan (2.11) memenuhi sifat linier dan tak bias. Taksiran

tersebut merupakan suatu bentuk kombinasi linier dalam parameter 𝜆. Untuk itu,

32
pencarian parameter 𝜆𝑖 dimana 𝑖 = 1, … , 𝑛 merupakan bagian yang penting dalam

upaya penaksiran suatu nilai di suatu lokasi tertentu. Dalam hal ini, parameter 𝜆𝑖

dimana 𝑖 = 1, … , 𝑛 dipilih sedemikian sehingga meminimumkan mean square

eror dari taksiran. Langkah meminimumkan Mean Square Eror dari taksiran

sebenarnya sudah dilakukan bersamaan dengan pencarian variansi kriging yaitu

dengan melakukan penurunan parsial pertama fungsi Lagrange 𝐿 dengan

mempertimbangkan syarat ketakbiasan. Sehingga diperoleh tiga buah persamaan

yang dijadikan satu rangkaian persamaan yaitu Persamaan (2.26). Persamaan ini

dikenal dengan sistem persamaan Universal Kriging.

Untuk memudahkan pencarian 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛, persamaan (2.26) ditulis

dalam bentuk matriks berikut ini:

𝛾 𝑠1 − 𝑠1 𝛾 𝑠2 − 𝑠1 ⋯ 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠1 1 𝑓1 𝑠1 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠1 𝜆1 𝛾 𝑠1 − 𝑠0
𝛾 𝑠1 − 𝑠2 𝛾 𝑠2 − 𝑠2 ⋯ 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠2 1 𝑓1 𝑠2 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠2 𝜆1 𝛾 𝑠2 − 𝑠0
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑛 𝛾 𝑠2 − 𝑠𝑛 ⋯ 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠𝑛 1 𝑓1 𝑠𝑛 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠𝑛 𝜆𝑛 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠0
1 1 ⋯ 1 0 0 𝑚0 = 1
⋯ 0
𝑓1 𝑠1 𝑓1 𝑠2 ⋯ 𝑓1 𝑠𝑛 0 0 ⋯ 0 𝑚1 𝑓1 𝑠0
𝑓2 𝑠1 𝑓2 𝑠2 ⋯ 𝑓2 𝑠𝑛 ⋯ 𝑚2 𝑓2 𝑠0
0 0 0
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑓𝑝 𝑠1 𝑓𝑝 𝑠2 … 𝑓𝑝 𝑠𝑛 0 0 … 0 𝑚𝑝 𝑓𝑝 𝑠0

atau

0 𝛾 𝑠2 − 𝑠1 ⋯ 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠1 1 𝑓1 𝑠1 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠1 𝜆1 𝛾 𝑠1 − 𝑠0
𝛾 𝑠1 − 𝑠2 0 ⋯ 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠2 1 𝑓1 𝑠2 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠2 𝜆1 𝛾 𝑠2 − 𝑠0
⋮ ⋮ ⋱ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝛾 𝑠1 − 𝑠𝑛 𝛾 𝑠2 − 𝑠𝑛 ⋯ 0 1 𝑓1 𝑠𝑛 ⋯ 𝑓𝑝 𝑠𝑛 𝜆𝑛 𝛾 𝑠𝑛 − 𝑠0
1 1 ⋯ 1 0 0 𝑚0 = 1
⋯ 0
𝑓1 𝑠1 𝑓1 𝑠2 ⋯ 𝑓1 𝑠𝑛 0 0 ⋯ 0 𝑚1 𝑓1 𝑠0
𝑓2 𝑠1 𝑓2 𝑠2 ⋯ 𝑓2 𝑠𝑛 ⋯ 𝑚2 𝑓2 𝑠0
0 0 0
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮ ⋮
𝑓𝑝 𝑠1 𝑓𝑝 𝑠2 … 𝑓𝑝 𝑠𝑛 0 0 … 0 𝑚𝑝 𝑓𝑝 𝑠0

Matriks di atas dapat dinotasikan sebagai berikut:

Γ𝜆 = Γ0 (2.31)

33
Matriks Γ merupakan matriks berukuran 𝑛 + 𝑝 + 1 × (𝑛 + 𝑝 + 1), matriks 𝜆

merupakan matriks berukuran 𝑛 + 𝑝 + 1 × 1, dan matriks Γ0 merupakan

matriks berukuran 𝑛 + 𝑝 + 1 × 1. Matriks-matriks tersebut dinotasikan sebagai

berikut:

Γ 𝐹 𝜆 𝛾0
= 𝑓
𝐹′ 0 𝑚 0

Dimana:

Γ merupakan komponen matriks Γ yang terdiri dari semivariogram dari dua lokasi,

𝑠𝑖 dan 𝑠𝑗 , 𝑖 = 1, … , 𝑛 dan 𝑗 = 1, … , 𝑛.

𝐹 merupakan komponen matriks Γ yang terdiri dari fungsi-fungsi drift di lokasi

𝑠𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛 dan

0 merupakan komponen 0.

𝜆 merupakan komponen matriks 𝜆 yang terdiri dari 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛.

𝑚 merupakan komponen matriks 𝜆 yang tidak diketahui.

𝛾0 merupakan komponen matriks Γ0 yang terdiri dari semivariogram dari dua

lokasi, 𝑠0 dan 𝑠𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛.

𝑓0 merupakan komponen matriks Γ0 yang terdiri dari fungsi-fungsi drift di lokasi

𝑠0 , sehingga dari persamaan Γ𝜆 = Γ0 diperoleh 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛.

𝜆 = Γ −1 Γ0 (2.32)

n n
Dengan i=1 𝜆𝑖 = 1 dan i=1 𝜆𝑖 𝑓𝑘 (𝑠𝑖 ) = 𝑓𝑘 𝑠0 , 𝑘 = 1,2, … , 𝑝.

Dalam pembahasan metode Universal Kriging ini, persamaan drift

sebenarnya belum diketahui. Namun, drift dapat dimodelkan dengan fungsi

polinomial dari koordinat lokasi 𝑠𝑖 dimana 𝑖 = 1, … , 𝑛. Penentuan bentuk fungsi

34
polinomial didasarkan pada pola yang dihasilkan oleh data. Biasanya, pola yang

diperoleh dari data adalah linier dan kuadratik.

Fungsi polinomial dan semivariogram yang sudah valid dimasukkan ke

dalam sistem persamaan Universal Kriging. Sehingga nilai-nilai 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1, … , 𝑛

dapat diperoleh, seperti pada Persamaan (2.32). Selanjutnya, penaksiran nilai di

suatu lokasi yang ingin diketahui 𝑠0 dapat dilakukan dengan menggunakan

Persamaan (2.11):

𝑍 𝑠0 = 𝜆1 𝑍 𝑠1 + ⋯ + 𝜆𝑛 𝑍 𝑠𝑛

Dengan variansi seperti Persamaan (2.30) [12]:

𝑛 𝑝
2
𝑉𝑎𝑟 𝑒 𝑠0 = 𝜎𝑒 = 𝜆𝑗 𝛾 𝑠𝑗 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝑚𝑗 𝑓𝑗 𝑠0
𝑗 =1 𝑗 =1

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang

bersumber dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi

DKI Jakarta. Data tersebut merupakan data air tanah yang diambil dari satu

sampel sumur air tanah dangkal di setiap kelurahan yang ada di Provinsi DKI

Jakarta pada tahun 2007. Lokasi titik sampel terdapat di lima wilayah DKI Jakarta

dengan rincian sebagai berikut pada setiap wilayah:

1. Kotamadya Jakarta Selatan sebanyak 16 titik sampel sumur air tanah,

2. Kotamadya Jakarta Timur sebanyak 17 titik sampel sumur air tanah,

3. Kotamadya Jakarta Pusat sebanyak 11 titik sampel sumur air tanah,

4. Kotamadya Jakarta Barat sebanyak 15 titik sampel sumur air tanah, dan

5. Kotamadya Jakarta Utara sebanyak 15 titik sampel sumur air tanah.

Data ini terdiri dari data titik koordinat posisi lokasi pengambilan sampel

sumur air tanah dangkal (X dan Y) dengan data dalam satuan meter, dan data

indeks pencemaran air tanah yang status mutunya disesuaikan dengan skala sudah

ditentukan setiap kategorinya (Z).

36
3.2 Metode Pengolahan Data

Adapun tahapan yang dilakukan dalam mengelola data sekunder sampel

air tanah ini. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode Universal Kriging,

dan sebagai berikut ini adalah tahapan-tahapannya:

1. Buat statistik deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan informasi

tentang nilai pemusatan berupa rata-rata, variansi, nilai maksimal dan nilai

minimal pada data indeks pencemaran air tanah, serta gambaran mutu air

pada setiap wilayah kotamadya/ kabupaten di Jakarta.

2. Pengujian asumsi kestasioneran orde dua dengan memplotkan data

berdasarkan koordinatnya. Plotting dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu

dengan memplotkan data indeks pencemaran air tanah terhadap absis (X)

lokasi sampel, lalu memplotkan data indeks pencemaran air tanah terhadap

ordinat (Y) lokasi sampel, kemudian memplotkan data indeks pencemaran

air tanah dengan koordinat lokasi sampel dalam bentuk tiga dimensi.

Kemudian menghitung dan menganalis uji Cox-Stuart untuk bukti yang

lebih valid sebagai uji kecenderungannya. Jika terdapat kecenderungan

(nonstasioner) maka asumsi metode Universal Kriging terpenuhi.

3. Lakukan perhitungan semivariogram eksperimental sebelum diperoleh

model semivariogram. Dari semivariogram eksperimental didapatkan nilai

range, sill, dan nugget effect yang nantinya akan digunakan untuk

menghitung nilai semivariogram teoritisnya.

4. Bentuk model semivariogram yang sesuai dengan data dilakukan dengan

mencoba beberapa model semivariogram teoritisnya, yaitu model

37
Spherical, Eksponensial, dan Gaussian. Kemudian cocokkan

semivariogram teoritis dengan semivariogram eksperimentalnya.

Pemilihan model semivariogram didasarkan pada plot semivariogram

model yang cocok dan sesuai, serta tidak menghasilkan pola tertentu.

5. Uji model semivariogram dengan menggunakan validasi silang (cross

validation). Dalam pengujian validasi silang menggunakan persamaan

Universal Kriging, penaksiran nilai suatu variabel teregional dimulai

dengan menaksir nilai variabel ketiga. Hal ini dikarenakan penaksiran nilai

variansi teregional kedua berdasarkan informasi dari sampel pertama tidak

dapat dilakukan karena keberadaan drift (kecenderungan) yang

menyebabkan adanya kondisi yang berlawanan pada sistem persamaan

Universal Kriging.

6. Uji normalitas residual modelnya, karena model penaksir yang baik adalah

model yang residual dari modelnya berdistribusi normal. Jika tidak maka

harus dilakukan uji validasi silang kembali sampai didapatkan residual

yang berdistribusi normal yang dimaksudkan agar prediksi yang dihasilkan

adalah prediksi yang baik dan mendekati nilai yang sebenarnya. Pengujian

distribusi normal pada residual ini menggunakan plot probabilitas normal

pada software statistik, dengan 𝛼 = 0,05.

7. Periksa residual yang dihasilkan pada model yang terbaik apakah

memenuhi asumsi stasioner orde dua, karena pada Universal Kriging

walaupun datanya tidak memenuhi asumsi stasioner orde dua, tetapi

residualnya tetap memenuhi asumsi tersebut.

38
8. Tentukan titik koordinat tidak tersampel pada area penelitian dengan

jumlah titik tidak tersampel sesuai dengan proporsi luas wilayah setiap

kecamatan dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jumlah Titik Tidak Tersampel Sesuai Proporsi Luas Kecamatan

Luas Wilayah Jumlah Titik Luas Wilayah Jumlah Titik


(%) Tidak Tersampel (%) Tidak Tersampel
0 ,0– 0,05 2 3,6 – 4,0 9
0,6 – 1,0 3 4,1 – 4,5 10
1,1 – 1,5 4 4,6 – 5,0 11
1,6 – 2,0 5 5,1 – 5,5 12
2,1 – 2,5 6 5,6 – 6,0 13
2,6 – 3,0 7 6,1 – 6,5 14
3,1 – 3,5 8

Dengan luas wilayah Jakarta sebesar 653.630.000 m2.

9. Lakukan penaksiran data indeks pencemaran air tanah pada titik tidak

tersampel dari titik koordinat yang sudah ditentukan pada langkah 8

menggunakan model semivariogram terbaik pada metode Universal

Kriging yang sudah di uji sebelumnya dengan validasi silang dan uji

normalitas pada residualnya.

Pengolahan data spasial sampel sumur air tanah dangkal ini menggunakan

metode Universal Kriging yang dilakukan dengan bantuan beberapa program

statistik seperti Microsoft Office Excel 2007, Software R 2.15.1, dan yang

lainnya. Serta untuk penggambaran data titik air untuk sampel ataupun prediksi

pada peta digunakan Software ArcView 3.3.

3.3 Alur Penelitian

Alur dari penelitian ini akan digambarkan pada Gambar 3.1.

39
Mulai

Meng-input koordinat lokasi setiap


titik (𝑋𝑖 , 𝑌𝑖 ) atau 𝑠𝑖 , dengan
𝑖 = 1,2, … ,74, serta nilai variabel
teregional 𝑍 pada setiap titik 𝑍(𝑠𝑖 )

Membuat statistik
deskriptif pada data

Asumsi Ya Asumsi Ya Menggunakan


Data stasioner mean
metode
orde dua terpenuhi diketahui
Simple Kriging

Tidak
Tidak Menggunakan
metode
Penaksiran menggunakan Ordinary Kriging
metode Universal Kriging

Menghitung nilai semivariogram


eksperimental, untuk mendapatkan
nilai nugget, sill, dan range

Membentuk model semivariogram teoritis


Spherical, Eksponensial, Gaussian

Melakukan uji validasi silang dengan langkah-langkah yang sama untuk setiap
model semivariogram, yaitu:
1. Bentuk sistem persamaan Universal Kriging;
2. Cari nilai 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 − 1;
3. Taksir nilai taksiran 𝑍(𝑠𝑘 ), 𝑘 = 3,4, … , 𝑛 menggunakan kombinasi
linear dari 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠𝑛−1 ), misalkan menaksir
𝑍 𝑠𝑛 = 𝜆1 𝑍 𝑠1 + 𝜆2 𝑍 𝑠2 + ⋯ + 𝜆𝑛−1 𝑍 𝑠𝑛 −1 ;
4. Hitung variansi kriging 𝜎 2 𝑘 , 𝑘 = 3,4, … , 𝑛;
5. Hitung residual 𝑒𝑘 , 𝑘 = 3,4, … , 𝑛;
6. Hitung residual terbaku 𝜀𝑘 , 𝑘 = 3,4, … , 𝑛;
7. Hitung nilai 𝑄1 , dan menguji hipotesis apakah model valid atau tidak;
8. Uji kenormalan residual

1 2 3

40
1 2 3

Melakukan uji asumsi stasioner


orde dua pada residual data.

Menentukan titik tidak tersampel


𝑠0 sesuai area penelitian

Membentuk sistem persamaan Universal Kriging untuk menaksir


nilai 𝑍 𝑠0 pada masing-masing titik 𝑠0 tidak tersampel yang sudah
ditentukan menggunakan model semivariogram yang valid dengan
𝑍 𝑠0 merupakan kombinasi linier dari 𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠𝑛 ), yaitu
𝑍 𝑠0 = 𝜆1 𝑍 𝑠1 + 𝜆2 𝑍 𝑠2 + ⋯ + 𝜆𝑛 𝑍 𝑠𝑛 ,
sehingga didapatkan nilai 𝜆𝑖 , 𝑖 = 1,2, … , 𝑛

Menghitung nilai taksiran 𝑍 𝑠0 pada


masing-masing titik tidak tersampel 𝑠0

Menghitung variansi dari setiap taksiran

Selesai

Gambar 3.1 Alur Penelitian

41
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal

Status mutu air tanah digambarkan dengan indeks pencemaran air. Berikut

ini adalah gambaran status mutu pencemaran air tanah secara keseluruhan

berdasarkan indeks pencemarannya di wilayah Provinsi DKI Jakarta pada tahun

2007:

Tabel 4.1 Status Mutu Air Tanah Provinsi DKI Jakarta

Status Mutu Jumlah Persentase (%)


Baik 29 39,19
Cemar Ringan 27 36,49
Cemar Sedang 7 9,46
Cemar Barat 11 14,86
Total 74 100

Dari tabel di atas didapatkan informasi bahwa keadaan air tanah di

wilayah Jakarta sudah sangat memprihatinkan karena air tanah yang masih

bermutu baik hanya sekitar 39,19%, sedangkan air tanah yang sudah tercemar

jumlahnya lebih banyak jika dikumulatifkan, sekitar 60,81% yang terbagi menjadi

tiga status mutu, yaitu cemar ringan (36,49%), cemar sedang (9,46%), dan cemar

berat (14,86%). Dan berikut ini adalah visualisasinya dalam bentuk diagram

lingkaran:

42
Cemar Berat
14,86%

Baik
Cemar Sedang 39,19%
9,46%

Cemar Ringan
36,49%

Gambar 4.1 Diagram Status Mutu Air Tanah Provinsi DKI Jakarta

Jika kita buat statistik deskriptifnya untuk indeks pencemaran dari 74

kelurahan ini, maka hasilnya seperti tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Indeks Pencemaran Air Tanah DKI Jakarta

Rata-rata Variansi Std. Deviasi Minimal Maksimal


4,04 25,86 5,09 0,20 20,90

Dari deskriptif di atas dapat diketahui bahwa rata-rata dari seluruh nilai

indeks pencemaran adalah 4,04, yang mengindikasikan sudah berstatus mutu

cemar ringan, dan hal ini membuktikan bahwa air tanah di Jakarta harus

pendapatkan penanganan yang serius. Nilai variansi data indeks pencemaran

adalah 25,86 dan simpangan baku sebesar 5,09. Nilai minimal dari seluruh indeks

pencemaran yang menandakan daerah bermutu terbaik adalah 0,20 yaitu pada

daerah Kebon Kosong (Jakarta Pusat) dan nilai maksimal atau daerah yang paling

tercemar menurut data indeks pencemaran adalah 20,90 yaitu pada daerah Duri

Kosambi (Jakarta Barat).

43
Jika dilihat berdasarkan wilayah kabupaten/ kotamadya yang ada di

Provinsi DKI Jakarta, status mutu air tanah dapat dijelaskan dengan Tabel 4.3 dan

untuk daerah ekstrim menurut data indeks pencemaran dapat dilihat pada Tabel

4.4.

Tabel 4.3 Status Air Tanah di Setiap Kabupaten/ Kotamadya di Jakarta

Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Status Mutu
Selatan Timur Pusat Barat Utara
Baik 8 Daerah 8 Daerah 3 Daerah 7 Daerah 3 Daerah
Cemar Ringan 7 Daerah 8 Daerah 5 Daerah 6 Daerah 1 Daerah
Cemar Sedang 1 Daerah 1 Daerah 2 Daerah 1 Daerah 2 Daerah
Cemar Berat - - 1 Daerah 1 Daerah 9 Daerah
Total 16 Daerah 17 Daerah 11 Daerah 15 Daerah 15 Daerah

Tabel 4.4 Daerah Ekstrim di Setiap Kabupaten/ Kotamadya di Jakarta

Daerah Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta


Ekstrim Selatan Timur Pusat Barat Utara
Minimal 0,30 0,40 0,20 0,40 0,30
(Grogol (Halim Perdana (Kebon (Duri Kepa) (Kelapa
Utara) Kusuma) Kosong) Gading Timur)
Maksimal 6,20 6,70 15,70 20,90 18,70
(Manggarai) (Pondok (Kebon (Duri (Penjagalan
Kelapa) Kelapa) Kosambi) Barat)

Pada Tabel 4.3 didapatkan informasi bahwa daerah yang sangat

memprihatinkan pencemaran air tanah dangkalnya adalah wilayah Kabupaten/

Kotamadya Jakarta Utara, karena jumlah daerah yang status mutunya cemar berat

cukup banyak, yaitu sebanyak 9 daerah dan jumlah daerah yang status mutunya

baik lebih sedikit, yaitu 3 daerah. Pada Tabel 4.4 kita mendapatkan informasi

dimana saja daerah-daerah yang paling tercemar atau paling baik status mutunya

44
di setiap wilayah kabupaten/ kotamadya yang ada di Provinsi DKI Jakarta

menurut data indeks pencemaran air tanah dangkal pada tahun 2007.

Sebaran data indeks pencemaran air tanah dangkal, dapat dilihat pada

scatter plot Gambar 4.2.

X
[0.2,0.5068]
(0.5068,1.284]
(1.284,3.255]
(3.255,8.248]
(8.248,20.9]

Gambar 4.2 Plot Sebaran Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal

Pada gambar scatter plot di atas diketahui data menyebar secara acak ke

seluruh tempat dan tidak membentuk suatu pola atau berkumpul.

4.2 Uji Asumsi Stasioner Orde Dua

Pengujian stasioner orde dua dilakukan dengan membuat plot antar data,

yaitu plot indeks pencemaran terhadap X, indeks pencemaran terhadap Y, dan plot

indeks pencemaran terhadap X dan Y. Berikut ini adalah hasil plot-plotnya:

45
20

15
IP

10

0
690000 695000 700000 705000 710000 715000 720000 725000
X

Gambar 4.3 Plot Indeks Pencemaran terhadap X

Grafik di atas adalah plot titik koordinat X terhadap data indeks

pencemaran air tanah. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa plot antara data

indeks pencemaran terhadap koordinat X membentuk trend menurun.

20

15
IP

10

0
9300000 9305000 9310000 9315000 9320000 9325000
Y

Gambar 4.4 Plot Indeks Pencemaran terhadap Y

Plot antara titik koordinat Y terhadap data indeks pencemaran air tanah

digambarkan pada Gambar 4.4. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa plot antara

data indeks pencemaran terhadap koordinat Y membentuk trend naik.

46
24
18
IP 12
6
0 9324000
9318000
9312000
9306000 Y
688000 696000 9300000
704000 712000
X 720000

Gambar 4.5 Plot Tiga Dimensi Indeks Pencemaran dengan X dan Y

Gambar tiga dimensi di atas adalah plot antara data indeks pencemaran air

tanah dengan koordinat X dan Y. Pada Gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa

adanya trend atau membentuk pola tertentu. Dari ketiga gambar plot di atas yang

membentuk adanya trend, maka dapat disimpulkan bahwa data indeks

pencemaran air tanah dangkal Provinsi DKI Jakarta ini tidak memenuhi asumsi

stasioner orde dua, atau dapat dikatakan nonstasioner.

Untuk uji yang lebih valid apakah ada trend atau tidak, dilakukan uji Cox-

Stuart sesuai [17] dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Buat pasangan-pasangan data yang berbentuk 𝑋1 , 𝑋1+𝐶 , … , 𝑋𝑛 , 𝑋𝑛 +𝐶

(𝑛 + 1)
dengan 𝐶 = 𝑛 2 untuk 𝑛 suatu bilangan genap, dan 𝐶 = 2 untuk

𝑛 suatu bilangan ganjil. Untuk 𝑛 bilangan ganjil harus ada data yang

disingkirkan, yaitu data tengah atau data ke- 𝐶. Karena jumlah data indeks

pencemaran ini terdapat 74 data, maka didapatkan 𝐶 = 74 2 = 37

pasangan data.

47
2. Setiap pasangan data 𝑋𝑖 , 𝑋𝑖+𝐶 untuk 𝑋𝑖 yang lebih besar daripada 𝑋𝑖+𝐶

diberi tanda “+” dan untuk 𝑋𝑖 yang lebih kecil daripada 𝑋𝑖+𝐶 diberi tanda

“-“. Untuk hasil dari langkah 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Pasangan Hasil Pengamatan pada Uji Cox-Stuart

Pasangan Pasangan
Pasangan Pasangan
Hasil Tanda Hasil Tanda
Data Data
Pengamatan Pengamatan
(1; 38) (0,50 ; 4,30) - (20;57) (4,20 ; 1,20) +
(2;39) (3,00 ; 15,70) - (21;58) (0,70 ; 0,40) +
(3;40) (1,60 ; 9,40) - (22;59) (0,70 ; 0,90) -
(4;41) (1,00 ; 0,70) + (23;60) (0,50 ;18,00) -
(5;42) (4,30 ; 0,20) + (24;61) (2,30 ; 5,00) -
(6;43) (0,50 ; 0,30) + (25;62) (4,30 ; 7,20) -
(7;44) (0,90 ; 8,00) - (26;63) (1,60 ; 12,10) -
(8;45) (0,40 ; 20,90) - (27;64) (1,30 ; 10,30) -
(9;46) (1,70 ; 2,50) - (28;65) (0,90 ; 0,30) +
(10;47) (1,10 ; 1,60) - (29;66) (0,70 ; 11,40) -
(11;48) (0,30 ; 5,50) - (30;67) (1,90 ; 18,70) -
(12;49) (0,70 ; 2,60) - (31;68) (0,70 ; 11,40) -
(13;50) (0,50 ; 0,80) - (32;69) (1,20 ; 0,50) +
(14;51) (2,20 ; 0,40) + (33;70) (2,10 ; 15,80) -
(15;52) (6,20 ; 0,40) + (34;71) (3,70 ; 13,30) -
(16;53) (1,10 ; 1,60) - (35;72) (4,70 ; 13,30) -
(17;54) (0,40 ; 0,50) - (36;73) (3,30 ; 8,60) -
(18;55) (1,00 ; 1,50) - (37;74) (3,70 ; 0,40) +
(19;56) (6,70 ; 0,80) +

3. Hitung tanda plus (T+) dan tanda minus (T-), kemudian ambil jumlah data

yang terkecil. Dari Tabel 4.5 didapatkan T + sebanyak 11 dan T- sebanyak

26, maka yang kita ambil adalah jumlah tanda plus karena lebih kecil dari

jumlah tanda minus.

48
4. Hitung 𝑃 𝑋 ≤ 𝑇 dengan 𝑛 = 𝐶, 𝑝 = 0,5 berdasarkan distribusi peluang

binomial. Berdasarkan distribusi peluang binomial untuk 𝑛 = 37 dan

𝑝 = 0,5 diperoleh
11

𝑃 𝑋 ≤ 11 = 𝑏(𝑥; 37, 0,5)


𝑥=0

=𝑃 𝑟 =0 +𝑃 𝑟 =1 +𝑃 𝑟 =2 +𝑃 𝑟 =3

+𝑃 𝑟 =4 +𝑃 𝑟 =5 +𝑃 𝑟 =6 +𝑃 𝑟 =7

+ 𝑃 𝑟 = 8 + 𝑃 𝑟 = 9 + 𝑃 𝑟 = 10 + 𝑃 𝑟 = 11

= 0,0000000 + 0,0000000 + 0,0000000 + 0,0000001

+ 0,0000005 + 0,0000032 + 0,0000169 + 0,0000749

+ 0,0002809 + 0,0009052 + 0,00025344 + 0,0062209

= 0,010037

5. Lakukan pengujian dengan hipotesis:

H0: Tidak ada trend dalam data

H1: Ada trend dalam data, bisa naik atau turun

Pengambilan keputusannya:

Tolak H0, jika 𝑃 𝑋 ≤ 𝑇 sama atau lebih kecil dari 𝛼 2, dan berlaku

sebaliknya.
11
Karena 𝑃 𝑋 ≤ 𝑇 = 𝑃 𝑋 ≤ 11 = 𝑥=0 𝑏(𝑥; 37, 0,5) = 0,010037 lebih

kecil dari 𝛼 2 = 0,025 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan

bahwa adanya trend dalam data, yaitu trend naik karena lebih banyak

tanda minus dari pada plus.

49
Karena pada dua tahap pengujian asumsi orde dua data membentuk trend

maka data nonstasioner dan memenuhi asumsi metode Universal Kriging. Karena

asumsi terpenuhi, maka dapat dilanjutkan ke analisis semivariogram.

4.3 Perhitungan Semivariogram Eksperimental

Setelah data melalui uji stasioner orde dua dan memenuhi asumsi

Universal Kriging, maka akan dilakukan perhitungan semivariogaram dari data

indeks pencemaran berdasarkan Persamaan (2.10).

𝑁(ℎ )
1 2
𝛾 ℎ = 𝑍(𝑠𝑖 ) − 𝑍(𝑠𝑖 + ℎ)
2𝑁(ℎ)
𝑖=1

Berdasarkan perhitungan menggunakan persamaan di atas maka

didapatkan hasil semivariogram seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.6 di bawah

ini, dengan Np (𝑁(ℎ)) merupakan banyaknya pasangan titik yang memiliki jarak

yang sama, distance (ℎ) adalah jaraknya, dan gamma merupakan nilai

semivariogram eksperimental yang didapatkan pada jarak tersebut.

Tabel 4.6 Nilai Perhitungan Semivariogram Eksperimental

No Np Distance Gamma No Np Distance Gamma


1 10 756,4128 1,064300 9 137 7871,8280 1,785553
2 30 1410,7125 1,322556 10 135 8820,7934 1,864595
3 61 2345,2673 1,178741 11 154 9703,4906 1,622065
4 77 3263,0463 1,495460 12 154 10646,2319 1,944692
5 88 4235,7533 1,322139 13 144 11549,8570 1,470126
6 91 5084,9960 1,214021 14 146 12483,8847 1,456000
7 117 6068,3723 1,270749 15 129 13406,9333 1,878083
8 118 6974,0858 1,783652

Pada hasil perhitungan semivariogram ekperimental di atas dapat dibuat

grafik semivariogram eksperimentalnya dengan memplotkan nilai

50
semivariogramnya seperti yang digambarkan pada Gambar 4.6. Dari gambar

grafik tersebut akan diketahui nilai nugget effect (𝐶0 ), range (𝑎) dan sill (𝐶0 +

𝐶𝑖 ). Berikut ini adalah gambar plot semivariogram eksperimental dari perhitungan

di atas:

1.5
semivariance

1.0

0.5

2000 4000 6000 8000 10000 12000

distance

Gambar 4.6 Grafik Semivariogram Eksperimental

Dari grafik semivariogram eksperimental di atas didapatkan nilai nugget

effect (𝐶0 ) yaitu 1,1 dan nilai sill (𝐶0 + 𝐶𝑖 ) 1,9 dengan range (𝑎) sejauh 10600.

Nilai sill sebesar 1,9 dikarenakan pada nilai tersebut semivariogram eksperimental

mencapai maksimum pada data indeks pencemaran air tanah dangkal ini, dan

range sebesar 10600 karena pada jarak tersebut nilai semivariogram

eksperimental mencapai sill dan jarak tersebut merupakan jarak maksimum

dimana masih terdapat korelasi antar data indeks pencemaran air tanah. Diketahui

51
juga pada gambar nilai nugget effect 1,1 karena pada nilai semivariogram

eksperimental tersebut jarak interval data indeks pencemaran mendekati nol.

Setelah didapatkan nilai sill, range, dan nugget effect pada semivariogram

eksperimental, langkah selanjutnya adalah melakukan pencocokan model

semivariogram teoritis yang dapat mewakili plot semivariogram

eksperimentalnya. Pada semivariogram teoritis ini akan digunakan tiga model

semivariogram teoritis, yaitu model Spherical, Eksponensial, dan Gaussian.

4.4 Pembentukan Model Semivariogram Teoritis

Pada tahap ini akan dicocokkan semivariogram eksperimental yang sudah

didapat pada subbab sebelumnya dengan model semivariogram teoritis yang akan

dicari sesuai dengan fungsi setiap modelnya. Idealnya model semivariogram

teoritis yang baik untuk dipilih adalah model yang dapat mewakili plot

semivariogram eksperimentalnya.

Model semivariogram yang akan digunakan adalah model Spherical,

Eksponensial, dan Gaussian, yang nantinya hasil taksiran yang diperoleh dari

ketiga model tersebut akan dibandingkan dan akan diuji. Berikut ini adalah

model-model tersebut:

4.4.1 Model Spherical

Berdasarkan plotting yang didapatkan dari perhitungan semivariogram

eksperimental didapatkan nugget effect sebesar 1,1 dan sill sebesar 1,9 dengan

range sebesar 10600. Dengan mensubtitusi nilai-nilai tersebut ke dalam

persamaan, maka model spherical-nya menjadi:

52
3
3 ℎ 1 ℎ
1,1 + 0,8 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾 ℎ = 2 10600 2 10600
1,9 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

Bentuk grafik model Spherical sesuai dengan persamaan di atas adalah

sebagai berikut:

1.5
semivariance

1.0

0.5

2000 4000 6000 8000 10000 12000

distance

Gambar 4.7 Grafik Semivariogram Teoritis Model Spherical

4.4.2 Model Eksponensial

Untuk model eksponensial dipilih nilai nugget effect, sill, dan range yang

sama dengan model Spherical, namun persamaan model saja yang berbeda.

Persamaan model eksponensial untuk data pencemaran air tanah adalah:


𝛾 ℎ = 1,1 + 0,8 1 − 𝑒𝑥𝑝 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
10600
1,9 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

53
Bentuk Grafik model Eksponensial dari persamaan di atas adalah sebagai

berikut:

1.5
semivariance

1.0

0.5

2000 4000 6000 8000 10000 12000

distance

Gambar 4.8 Grafik Semivariogram Teoritis Model Eksponensial

4.4.3 Model Gaussian

Sama seperti model Spherical dan Eksponensial, nilai effect, sill, dan

range yang dipilih secara berurutan adalah 1,1, 1,9, dan 10600. Berikut ini adalah

persamaan model Gaussian-nya:


2

1,1 + 0,8 1 − 𝑒𝑥𝑝 − 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ ≤ 𝑎
𝛾 ℎ = 10600
1,9 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 ℎ > 𝑎

Bentuk Grafik model Gaussian dari persamaan di atas adalah sebagai

berikut:

54
1.5
semivariance

1.0

0.5

2000 4000 6000 8000 10000 12000

distance

Gambar 4.9 Grafik Semivariogram Teoritis Model Gaussian

Model-model tersebut adalah model semivariogram teoritisnya yang

nantinya akan diuji menggunakan uji validasi silang 𝑄1 untuk menentukan model

semivariogram yang paling cocok dengan semivariogram eksperimental sehingga

nantinya dapat diestimasi indeks pencemaran air tanah pada titik koordinatnya

dengan kesalahan seminimal mungkin.

4.5 Hasil Uji Validasi Silang Model Semivariogram

Untuk menguji model semivariogram teoritis mana yang paling baik untuk

melakukan interpolasi dalam mengestimasi data indeks pencemaran air tanah

dangkal, maka dilakukan uji validasi silang. Langkah-langkah uji validasi silang

tersebut adalah sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab 2.5.

55
Validasi silang pada metode metode ini dimulai dari nilai taksiran 𝑍 𝑠3

dengan persamaan Universal Kriging menggunakan nilai 𝑍 𝑠1 dan 𝑍 𝑠2 .

Perhitungan ini dilakukan pada model semivariogram Spherical, Eksponensial,

dan Gaussian. Penaksiran tidak dapat dilakukan dari nilai taksiran ke dua karena

𝜆1 tidak diketahui sehingga 𝑍 𝑠2 tidak dapat ditaksir. Berikut ini adalah

penjabarannya:

Untuk melakukan penaksiran indeks pencemaran air tanah pada koordinat

(𝑋2 , 𝑌2 ) sistem persamaan Universal Kriging menjadi

𝛾 𝑠1 − 𝑠1 1 𝑦1 𝜆1 𝛾 𝑠2 − 𝑠1
1 0 0 𝑚0 = 1
𝑦1 0 0 𝑚1 𝑦2

atau

0 1 𝑦1 𝜆1 𝛾 𝑠2 − 𝑠1
1 0 0 𝑚0 = 1
𝑦1 0 0 𝑚1 𝑦2

Maka persamaan di atas bila dijabarkan menjadi

𝑚0 + 𝑚1 𝑦1 = 𝛾 𝑠2 − 𝑠1 (3.1)

𝜆1 = 1 (3.2)

𝜆1 𝑦1 = 𝑦2 (3.3)

Pada Persamaan (3.2) dan (3.3) terjadi kontradiksi, karena tidak mungkin 𝑦1 = 𝑦2 ,

karena drift merupakan fungsi dari koordinat 𝑌. Sehingga 𝜆1 tidak dapat

diperoleh. Jika 𝜆1 tidak diketahui, maka nilai indeks pencemaran pada koordinat

(𝑋2 , 𝑌2 ) yaitu 𝑍 𝑠2 = 𝜆1 𝑍(𝑠1 ) tidak dapat ditaksir. Oleh karena itu, penaksiran

tidak dapat dilakukan pada sampel kedua, tetapi dimulai pada sampel ketiga. Pada

sistem persamaan Universal Kriging, akan didapatkan nilai 𝜆1 dan 𝜆2 . Setelah

56
nilai 𝜆1 dan 𝜆2 diperoleh, dan disubtitusikan ke dalam Persamaan (2.11), maka

diperoleh nilai 𝑍 𝑠3 dengan variansi 𝜎3 2 = 3


1 𝜆𝑖 𝛾 𝑠𝑖 − 𝑠0 + 𝑚0 + 𝑚1 𝑓1 (𝑠3 ).

Hasil proses uji validasi silang pada Subbab 2.5 mulai langkah 1 sampai

dengan langkah 7 dapat dilihat pada lampiran 2, lampiran 3, dan lampiran 4 untuk

setiap model Spherical, Eksponensial, dan Gaussian secara berurutan, dan nilai

uji validasi silang 𝑄1 untuk masing-masing model dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.7 Nilai Uji Validasi Silang 𝑄1

Model 𝑸𝟏
Spherical 0,2859
Eksponensial -0,1929
Gaussian -25,8571

Setelah mendapatkan nilai validasi silang 𝑄1 pada setiap model seperti yang

terlihat pada Tabel 4.6, maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah

langkah 8, yaitu menguji kelayakan dan validitas model untuk dilakukan estimasi.

Berikut ini adalah hasil dari pengujiannya pada masing-masing model:

1. Model Spherical

Hipotesis:

H0: Model semivariogram valid

H1: Model semivariogram tidak valid

Aturan keputusan:
2 2
Jika 𝑄1 ≥ = = 0,2357, H0 maka ditolak, dan
𝑛−2 74−2

2 2
Jika 𝑄1 < = = 0,2357, H0 maka diterima.
𝑛−2 74−2

Pada Tabel 4.6 nilai 𝑄1 model Spherical diperoleh sebesar 0,2859.

57
Karena nilai 𝑄1 = 0,2859 ≥ 0,2357, maka H0 ditolak. Artinya model

semivariogram menggunakan model Spherical tidak valid dan tidak dapat

untuk dilakukan estimasi pada data indeks pencemaran air tanah.

2. Model Eksponensial

Hipotesis:

H0: Model semivariogram valid

H1: Model semivariogram tidak valid

Aturan keputusan:
2 2
Jika 𝑄1 ≥ = = 0,2357, H0 maka ditolak, dan
𝑛−2 74−2

2 2
Jika 𝑄1 < = = 0,2357, H0 maka diterima.
𝑛−2 74−2

Pada Tabel 4.6 nilai 𝑄1 model Eksponensial diperoleh sebesar -0,1929.

Karena nilai 𝑄1 = 0,1929 < 0,2357, maka H0 diterima. Artinya model

semivariogram menggunakan model Ekponensial valid dan dapat untuk

dilakukan estimasi pada data indeks pencemaran air tanah.

3. Model Gaussian

Hipotesis:

H0: Model semivariogram valid

H1: Model semivariogram tidak valid

Aturan keputusan:
2 2
Jika 𝑄1 ≥ = = 0,2357, H0 maka ditolak, dan
𝑛−2 74−2

2 2
Jika 𝑄1 < = = 0,2357, H0 maka diterima.
𝑛−2 74−2

Pada Tabel 4.6 nilai 𝑄1 model Gaussian diperoleh sebesar -25,8571.

58
Karena nilai 𝑄1 = 25,8571 ≥ 0,2357, maka H0 ditolak. Artinya model

semivariogram menggunakan model Gaussian tidak valid dan tidak dapat

untuk dilakukan estimasi pada data indeks pencemaran air tanah.

Dari pengujian di atas, kita mendapatkan kesimpulan bahwa hanya model

semivariogram menggunakan model Eksponensial saja yang valid dan dapat

untuk dilakukan estimasi pada data indeks pencemaran air tanah dangkal.

Kemudian melakukan langkah ke 9, yaitu uji kenormalan residual

menggunakan plot distribusi normal pada model Eksponensial dengan hipotesis

sebagai berikut:

H0: Residual berdistribusi normal

H1: Residual tidak berdistribusi normal

Plot Distribusi Normal Residual Eksponensial


99,9

99

95
90
80 Mean -0,2340
Persentase

70 StDev 5,009
60 N 72
50
40 KS 0,101
30 P-Value 0,067
20
10
5

0,1
-20 -10 0 10 20
Residual Eksponensial

Gambar 4.10 Plot Distribusi Normal Residual Eksponensial

Karena p-value pada uji distribusi normal pada residual sebesar 0,067 >

0,05, maka H0 tidak ditolak. Artinya residual pada model Eksponensial

berdistribusi normal.

59
Dari hasil uji validasi untuk pengujian model semivariogram yang terbaik

didapatkan model yang terbaik adalah model semivariogram menggunakan model

Eksponensial, karena memenuhi uji kelayakan/ validitas model serta memiliki

residual yang normal, sehingga model Eksponensial baik untuk dilakukan estimasi

pada data indeks pencemaran air tanah dangkal di Provinsi DKI Jakarta ini.

4.6 Uji Asumsi Stasioner Orde Dua pada Residual

Universal Kriging digunakan pada saat variabel teregional tidak

memenuhi stasioner orde dua dan memiliki trend, tetapi residual pada variabel

harus memenuhi stasioner orde dua, dan berikut ini adalah uji asumsi stasioner

orde dua untuk memenuhi asumsi metode Universal Kriging:

Pengujian stasioner orde dua adalah dengan membuat plot antar data, yaitu

plot residual terhadap X, residual terhadap Y, dan plot residual variabel teregional

terhadap X dan Y. Berikut ini adalah hasil plot-plotnya:

15

10
Residual Eksponensial

-5

-10

690000 695000 700000 705000 710000 715000 720000 725000


X

Gambar 4.11 Plot Residual Variabel Teregional terhadap X

60
Plot antara titik koordinat X terhadap residual variabel teregional

digambarkan pada Gambar 4.11. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa plot

antara residual terhadap koordinat X stasioner dalam rata-rata dan tidak ada trend.

15

10
Residual Eksponensial

-5

-10

9300000 9305000 9310000 9315000 9320000 9325000


Y

Gambar 4.12 Plot Residual Variabel Teregional terhadap Y

Plot antara titik koordinat Y terhadap residual variabel teregional

digambarkan pada Gambar 4.12. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa plot

antara residual variabel teregional terhadap koordinat Y stasioner dalam rata-rata

dan tidak ada trend.

20

10
Residual 0

-10
9320000
-20 9312000 Y
688000 696000 9304000
704000 712000 9296000
X 720000

Gambar 4.13 Plot Tiga Dimensi Residual Variabel Teregional terhadap X dan Y

61
Plot tiga dimensi antara titik koordinat X dan Y terhadap residual variabel

teregional digambarkan pada Gambar 4.13. Pada grafik di atas dapat dilihat

bahwa data stasioner dan tidak ada trend ataupun membentuk suatu pola tertentu.

Dari ketiga gambar plot diatas tidak terdapat kecenderungan dan stasioner

dalam rata-rata, maka dapat disimpulkan bahwa residual variabel teregional ini

memenuhi asumsi stasioner orde dua.

Untuk uji yang lebih valid apakah ada trend atau tidak, dilakukan uji Cox-

Stuart dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Buat pasangan-pasangan data yang berbentuk 𝑋1 , 𝑋1+𝐶 , … , 𝑋𝑛 , 𝑋𝑛 +𝐶

(𝑛 + 1)
dengan 𝐶 = 𝑛 2 untuk 𝑛 suatu bilangan genap, dan 𝐶 = 2 untuk

𝑛 suatu bilangan ganjil. Untuk 𝑛 bilangan ganjil harus ada data yang

disingkirkan, yaitu data tengah atau data ke- 𝐶. Karena jumlah data indek

pencemaran ini terdapat 72 data, maka didapatkan 𝐶 = 72 2 = 36

pasangan data.

2. Setiap pasangan data 𝑋𝑖 , 𝑋𝑖+𝐶 untuk 𝑋𝑖 yang lebih besar daripada 𝑋𝑖+𝐶

diberi tanda “+” dan untuk 𝑋𝑖 yang lebih kecil daripada 𝑋𝑖+𝐶 diberi tanda

“-“. Untuk hasil dari langkah 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.8 Pasangan Hasil Pengamatan pada Uji Cox-Stuart

Pasangan Pasangan Hasil Pasangan Pasangan Hasil


Tanda Tanda
Data Pengamatan Data Pengamatan
(1; 37) (-5,1299 ; 13,0019) - (19;55) (-0,9054 ; -5,5998) +
(2;38) (-0,6511 ; 3,9861) - (20;56) (-1,0385 ; -4,8288) +
(3;39) (2,7416 ; -4,0155) + (21;57) (-2,1198 ; -4,4753) +
(4;40) (-2,5305 ; -5,2393) + (22;58) (0,3442 ; 12,606) -
(5;41) (-1,1812 ; -2,5555) + (23;59) (2,6031 ; -2,7268) +
(6;42) (-1,0830 ; 2,3395) - (24;60) (-0,1622 ; -3,509) +
(7;43) (0,5894 ; 16,0149) - (25;61) (0,4576 ; 5,1928) -

62
(8;44) (0,1536 ; -9,2797) + (26;62) (-0,7158 ; 6,4856) -
(9;45) (-1,0757 ; -4,1534) + (27;63) (-0,9407 ; -7,6829) +
(10;46) (-0,5399 ; -2,2760) + (28;64) (1,2640 ; 0,5817) +
(11;47) (-1,0681 ; -6,5299) + (29;65) (-0,7909 ; 8,1055) -
(12;48) (0,7751 ; -3,7923) + (30;66) (-1,1317 ; 4,5469) -
(13;49) (4,4960 ; -4,7177) + (31;67) (1,7535 ; -9,425) +
(14;50) (-0,9762 ; -5,3172) + (32;68) (1,6397 ; 6,8877) -
(15;51) (-1,1432 ; -2,4348) + (33;69) (4,6884 ; 5,7260) -
(16;52) (0,1131 ; -8,3843) + (34;70) (1,6225 ; 5,0783) -
(17;53) (6,0800 ; -2,2066) + (35;71) (0,1466 ; -6,5898) +
(18;54) (2,3292 ; -1,9628) + (36;72) (2,4029 ; -10,7178) +

3. Hitung tanda plus (T+) dan tanda minus (T-), kemudian ambil jumlah data

yang terkecil. Dari Tabel 4.7 didapatkan T+ sebanyak 24 dan T- sebanyak

11, maka yang kita ambil adalah jumlah tanda minus karena lebih kecil

dari jumlah tanda minus.

4. Hitung 𝑃 𝐾 ≤ 𝑇 dengan 𝑛 = 𝐶, 𝑝 = 0,50 berdasarkan tabel distribusi

peluang binomial. Berdasarkan tabel distribusi peluang binomial untuk

𝑛 = 36 dan 𝑝 = 0,50 diperoleh


11

𝑃 𝑋 ≤ 12 = 𝑏(𝑥; 36, 0,5)


𝑥=0

=𝑃 𝑟=0 +𝑃 𝑟=1 +𝑃 𝑟=2 +𝑃 𝑟=3

+𝑃 𝑟 =4 +𝑃 𝑟 =5 +𝑃 𝑟 =6 +𝑃 𝑟 =7

+ 𝑃 𝑟 = 8 + 𝑃 𝑟 = 9 + 𝑃 𝑟 = 10 + 𝑃 𝑟 = 11

+ 𝑃 𝑟 = 12

= 0,0000000 + 0,0000000 + 0,0000000 + 0,0000001

+ 0,0000009 + 0,0000055 + 0,0000283 + 0,0001215

+ 0,0004403 + 0,0013700 + 0,0036989 + 0,0087429

+ 0,0182143 = 0,0326227

63
5. Lakukan pengujian dengan hipotesis:

H0: Tidak ada trend dalam data

H1: Ada trend dalam data, bisa naik atau turun

Pengambilan keputusan:

Tolak H0, jika 𝑃 𝐾 ≤ 𝑇 sama atau lebih kecil dari 𝛼 2, dan berlaku

sebaliknya.
11
Karena 𝑃 𝐾 ≤ 𝑇 = 𝑃 𝑋 ≤ 12 = 𝑥=0 𝑏(𝑥; 36, 0,5) = 0,0326227 lebih

besar dari 𝛼 2 = 0,025 maka H0 tidak ditolak, sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak adanya trend dalam data.

Karena pada dua tahap pengujian asumsi orde dua residual variabel

teregional tidak membentuk trend dan stasioner pada rata-rata, maka residual

memenuhi asumsi stasioner orde dua.

Oleh karena itu, data indeks pencemaran air tanah wilayah Provinsi DKI

Jakarta dikatakan memenuhi seluruh asumsi untuk metode Universal Kriging, dan

layak untuk dilakukan estimasi menggunakan model semivariogram

Eksponensial.

4.7 Hasil Interpolasi Data Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal

Menggunakan Metode Universal Kriging

Setelah melewati beberapa langkah pada subbab di atas dan mendapatkan

model yang terbaik, maka selanjutnya data spasial indeks pencemaran air tanah

dangkal dapat dilakukan interpolasi menggunakan model eksponensial pada

metode Universal Kriging untuk mengestimasi nilai indeks pencemaran di lokasi

tidak tersampel dengan jumlah titik yang sudah dipilih sesuai dengan proporsi

64
luas wilayahnya. Berikut ini adalah besar proporsi luas wilayah setiap kecamatan

yang ada di Jakarta:

Tabel 4.9 Proporsi Luas Wilayah Setiap Kecamatan di Jakarta

Kabupaten/ Kota Kecamatan Luas Wilayah (m2) Proporsi (%)


Pesanggrahan 13563217,61 2,1
Kebayoran Lama 19341373,18 3,0
Kebayoran Baru 12683510,62 1,9
Setiabudi 9137750,65 1,4
Tebet 9112123,5 1,4
Jakarta Selatan
Mampang Prapatan 7928004,04 1,2
Pancoran 8872639,1 1,4
Cilandak 17898483,24 2,7
Pasar Minggu 21715769,22 3,3
Jagakarsa 25008457,87 3,8
Cakung 41279808,3 6,3
Pulo Gadung 14906262,31 2,3
Duren Sawit 22068409,43 3,4
Matraman 4864733,1 0,7
Makassar 21634359,99 3,3
Jakarta Timur
Jatinegara 10348117,04 1,6
Kramat Jati 13167986,59 2,0
Pasar Rebo 13165131,05 2,0
Ciracas 16659410,95 2,5
Cipayung 27526228,14 4,2
Sawah Besar 6238209,58 1,0
Kemayoran 7230069,91 1,1
Gambir 7475570,24 1,1
Senen 4344205,24 0,7
Jakarta Pusat
Johar Baru 2364258,46 0,4
Cempaka Putih 4655478,79 0,7
Tanah Abang 10033049,6 1,5
Menteng 6494466,43 1,0
Kalideres 28912642,13 4,4
Cengkareng 25812159,34 3,9
Grogol Petamburan 10706921,91 1,6
Tambora 5367463,2 0,8
Jakarta Barat
Taman Sari 4484880,28 0,7
Kembangan 24896154,44 3,8
Kebon Jeruk 17381905,59 2,7
Palmerah 7357049,29 1,1
Penjaringan 36286499,01 5,6
Pademangan 12337348,41 1,9
Tanjung Priok 22886157,66 3,5
Jakarta Utara
Koja 11308686,76 1,7
Cilincing 41023837,75 6,3
Kelapa Gading 16093194,25 2,5

65
Kemudian titik tidak tersampel tersebut diestimasi dan didapatkan data

estimasi indeks pencemaran air tanah dangkal di wilayah DKI Jakarta seperti pada

Lampiran 8, dan bila digambarkan dalam peta Provinsi DKI Jakarta maka sebaran

estimasinnya seperti pada Gambar 4.14 di bawah ini:

Gambar 4.14 Peta Sebaran Estimasi Data Indeks Pencemaran Air Tanah

Wilayah Provinsi DKI Jakarta

66
Informasi yang didapat dari Gambar 4.14 di atas adalah secara umum

daerah pencemaran air tanah lebih banyak berada di daerah Kota/ Kabupaten

Jakarta Utara, karena di wilayah tersebut banyak didapatkan daerah pencemaran

dengan tingkat mutu sangat buruk, yaitu cemar berat. Dan daerah kota/ kabupaten

yang memiliki kualitas air tanah yang baik yaitu pada daerah Kota/ Kabupaten

Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Untuk gambaran status mutu pencemaran dari seluruh wilayah Provinsi

DKI Jakarta berdasarkan data estimasi dapat dilihat pada diagram lingkaran

dibawah ini:

Cemar
Berat
9%
Baik
19%

Cemar
Sedang
27% Cemar
Ringan
45%

Gambar 4.15 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah DKI Jakarta

Dari Gambar 4.15 dapat diketahui dari keseluruhan estimasi mutu air

tanah yang bekualitas baik hanya sebesar 19% dan sisanya 81% sudah tercemar,

yaitu cemar ringan 45%, cemar sedang 27%, dan cemar berat 9%. Hal ini

menandakan sudah sebagian besar wilayah air tanah di Jakarta sudah tercemar.

Berikut ini adalah statistik deskriptif dari data estimasi indeks pencemaran

air tanah dangkal yang didapatkan:

67
Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Estimasi Indeks Pencemaran Air Tanah

Rata-rata Variansi Std. Deviasi Minimal Maksimal


4,19 15,16 3,46 0,02 15,16

Pada statistik deskriptif pada Tabel 4.9 didapatkan rata-rata dari seluruh

estimasi sebesar 4,19, artinya status mutu di wilayah jakarta sudah pada mutu

cemar ringan. Nilai variansi sebesar 15,16 yang menandakan besar ragam datanya,

dan simpangan bakunya sebesar 3,46. Nilai minimal dari seluruh estimasi adalah

0,02 pada Kecamatan Kebayoran Baru (Jakarta Selatan) yang menandakan pada

daerah tersebut mutu air tanahnya paling baik, dan nilai maksimum sebesar 15,16

pada Kecamatan Penjaringan (Jakarta Utara yang mengindikasikan status mutu air

tanah tersebut paling tercemar.

Penggambaran status mutu dari estimasi indeks pencemaran air tanah pada

setiap kota/ kabupaten dapat dilihat pada diagram-diagram lingkaran berikut:

Cemar
Sedang
9%
Baik
26%
Cemar
Ringan
65%

Rata-rata= 2,3382

Gambar 4.16 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah Jakarta Selatan

Status mutu wilayah Kota/Kabupaten Jakarta Selatan umumnya cemar

ringan, tetapi pada wilayah ini masih banyak terdapat daerah yang mutu air

tanahnya baik, yaitu sebanyak 26%.

68
Cemar
Sedang
10% Baik
29%

Cemar
Ringan
61%

Rata-rata= 2,2933

Gambar 4.17 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah Jakarta Timur

Status mutu wilayah Kota/Kabupaten Jakarta Timur umumnya cemar

ringan juga, dan wilayah Jakarta Timur merupakan wilayah yang paling banyak

terdapat daerah yang mutu air tanahnya baik dibandingkan dengan wilayah

lainnya di Jakarta, yaitu sebanyak 29%.

Cemar
Berat Baik
8% 19%

Cemar
Sedang
35% Cemar
Ringan
38%

Rata-rata= 4,2086

Gambar 4.18 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah Jakarta Pusat

Status mutu wilayah Kota/Kabupaten Jakarta Pusat umumnya cemar

ringan dan cemar sedang, tetapi pada wilayah ini masih terdapat daerah yang mutu

air tanahnya baik, yaitu sebanyak 19%.

69
Cemar
Berat Baik
10% 14%

Cemar
Cemar
Ringan
Sedang
32%
44%

Rata-rata= 5,2748

Gambar 4.19 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah Jakarta Barat

Status mutu wilayah Kota/Kabupaten Jakarta Barat umumnya cemar

sedang dan masih terdapat daerah yang mutu air tanahnya baik, yaitu sebanyak

14%.

Baik
4% Cemar
Ringan
16%
Cemar
Berat
29%

Cemar
Sedang
51%
Rata-rata=7,8698

Gambar 4.20 Hasil Estimasi Status Mutu Air Tanah Wilayah Jakarta Utara

Status mutu wilayah Kota/Kabupaten Jakarta Utara umumnya cemar

sedang dan sedikit sekali daerah yang mutu air tanahnya baik, yaitu sebanyak 4%.

Wilayah Kota/ Kabupaten Jakarta Utara merupakan wilayah yang paling

70
dibandingkan dengan banyak terdapat daerah yang mutu air tanahnya cemar berat,

yaitu sebesar 29% wilayah kota/kabupaten lainnya.

Jika dilihat dari keseluruhan estimasi indeks pencemaran air tanah, perlu

adanya penanganan yang serius untuk memperbaiki kualias air tanah dangkal di

Jakarta, salah satunya dengan menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi

penggunaan air tanah yang berlebihan.

71
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Interpolasi menggunakan metode Universal Kriging pada penelitian ini

menghasilkan estimasi yang cukup baik pada titik tidak tersampel di wilayah

Provinsi DKI Jakarta, hal ini dapat dilihat dari perbandingan hasil estimasi dengan

data spasial sebelumnya yang hampir sama. Dari metode Universal Kriging dan

hasil pada penelitian untuk menginterpolasi daerah pencemaran air tanah di

wilayah Provinsi DKI Jakarta dapat disimpulkan:

1. Model semivariogram teoritis yang valid dan cocok dengan semivariogram

eksperimental pada data spasial indeks pencemaran air tanah dangkal di

wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah model semivariogram Eksponensial,

dikarenakan model Eksponensial memenuhi uji validasi model dan

normalitas residual.

2. Informasi yang diperoleh dari interpolasi data spasial indeks pencemaran

menggunakan metode Universal Kriging ini adalah umumnya status mutu

air tanah di wilayah Provinsi DKI Jakarta ini sudah sampai cemar ringan,

yaitu sebesar 45%, sehingga perlu adanya peranan masyarakat ataupun

pemerintah daerah untuk menangani air tanah yang sudah tercemar dan

memelihara air tanah yang masih bermutu baik.

3. Hampir di setiap kota/kabupaten terdapat daerah yang air tanahnya

tercemar, tetapi sebagian hanya tercemar ringan dan sedang. Daerah di

72
wilayah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki pencemaran air tanah

dangkalnya buruk, yaitu cemar berat adalah di wilayah Kota/ Kabupaten

Jakarta Utara, terutama pada Kecamatan Penjaringan, Pademangan,

Tanjung Priok, dan Koja. Selain itu juga ada beberapa kecamatan di

wilayah Kota Kabupaten Jakarta Barat yaitu Kecamatan Tambora, Taman

Sari, dan Kalideres. Ada juga yang di wilayah Kota/ Kabupaten Jakarta

Pusat, yaitu pada daerah Kecamatan Tanah Abang. Daerah di wilayah

Provinsi DKI Jakarta yang masih terdapat status mutu air tanah dangkal

yang baik adalah di Kecamatan Pesanggrahan, Kebayoran Lama,

Kebayoran Baru, Setiabudi, Tebet, Mampang Prapatan, Cilandak, Pasar

Minggu (Kota/ Kabupaten Jakarta Selatan), Kecamatan Cakung, Pulo

Gadung, Duren Sawit, Makasar, Jatinegara, Pasar Rebo, Ciracas,

Cipayung (Kota/ Kabupaten Jakarta Timur), Kecamatan Senen, Johar

Baru, Cempaka Putih (Kota/ Kabupaten Jakarta Pusat), Kecamatan

Cengkareng, Kembangan, Kebon Jeruk (Kota/ Kabupaten Jakarta Barat),

dan Cilincing (Jakarta Utara).

5.2 Saran

Peneliti menyarankan untuk daerah penelitian sebaiknya dibentuk grid

berupa pixel-pixel dengan menggunakan software khusus pembuatan peta,

sehingga titik koordinat tidak tersampel didapatkan secara komputerisasi dan hasil

penelitiannya berupa raster. Selain itu, banyak parameter air tanah yang

digunakan untuk menentukan suatu daerah tercemar atau tidak, disarankan untuk

memasukkan beberapa parameter selain parameter indeks pencemaran air

73
kedalam interpolasi menggunakan metode Co-Kriging untuk mendapatkan hasil

yang lebih baik.

Hasil dari interpolasi pada data spasial indeks pencemaran air tanah

dangkal ini juga dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah Daerah Provinsi DKI

Jakarta untuk mengambil kebijakan dalam memperbaiki air tanah yang sudah

tercemar ataupun memelihara air tanah yang masih berkualitas baik.

74
REFERENSI

[1] Al Afgani, Mohammad Mova, dkk, Transparansi RegulasiPenyediaan Air

Minum di DKI Jakarta, Jakarta: ECOTAS, 2011.

[2] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta, Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2010, BPLHD Provinsi

DKI Jakarta, Jakarta, 2010.

[3] Teori Kriging MPD, http://id.scribd.com/doc/45662409/teori-kriging-MPD,

[30/5/2012 16.58 WIB].

[4] Rafsanjani, Muhammad Hatta, H. Kuswanto dan Sutikno, “Analisis

Penyebaran Properti Reservoir pada Petrophysical Modelling di Lokasi

X Papua Barat dengan Metode Universal Kriging,” Jurnal Sains dan Seni

ITS, vol. 1(1), pp. 7-11, September 2012.

[5] Kambhammettu, B V N P, P. Allena & J.P. King, “Application and

Evaluation of Universal Kriging for Optimal Contouring of Groundwater

Levels,” J. Earth Syst. Sci, vol. 120(3), pp. 413-422, Juni 2011.

75
[6] Gundogdu, Kemal Sulhi & I. Guney, “Spatial Analyses of Groundwater

Levels Using Universal Kriging,” J. Earth Syst. Sci, vol. 116(1), pp. 49-

55, Februari 2007.

[7] Effendi, Hefni, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, Yogyakarta: Kanisius, 2003.

[8] Saeni, M. S., Kualitas Air Tanah Dangkal Daerah Pemukiman di Kabupaten

Bekasi, Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2010.

[9] Asal Usul Air Tanah, http://acehpedia.org/Asal_Usul_Air_Tanah,

[28/8/2012 12.57 WIB].

[10] Pencemaran Air Tanah, http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ling1111/penc-

airtanah.htm, [15/11/2012 14.48 WIB].

[11] Gumelar, Dhani, Data Spasial, tersedia online di

http://ilmukomputer.org/2007/06/28/data-spasial/, 2003. Diakses 3

Juni 2012, 23.00 WIB.

[12] Lestari, Ani Puji, “Metode Universal Kriging (Studi Kasus: Kandungan Gas

Bumi di Kepulauan Natuna Barat,” Skripsi, Departemen Matematika

FMIPA Universitas Indonesia, Depok, 2007.

[13] Alfina, Anantia Nur, “Metode Ordinary Kriging pada Geostatistika,”

Skripsi, Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan Matematika

FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2010.

76
[14] Cressie, Noel A. C, Statistics for Spatial Data, New York: John Wiley and

Son.Inc, 1991.

[15] Wibisono, Iif Yusuf, “Penaksiran Volume Reservoir Minyak Bumi dengan

Simple Kriging pada Lapangan Minyak Jatibarang,” Skripsi,

Departemen Matematika FMIPA Universitas Indonesia, Depok, 2006.

[16] Laksana, Endra Angen, “Analisis Data Geostatistika dengan Universal

Kriging,” Skripsi, Program Studi Matematika Jurusan Pendidikan

Matematika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta,

2010.

[17] Statistika Non Parametrik, http://www.scribd.com/doc/3844248/Uji-

CoxStuart-untuk-Memeriksa-Kecenderungan, [15/2/1013 14.28 WIB].

[18] Bivand, Roger S, E. J. Pebesma and V.Gomez-Rubio, Applied Spatial Data

Analysis with R, New York: Springer, 2008.

[19] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003

Tentang Penentuan Status Mutu Air, Jakarta, 2003.

77
Lampiran 1

Data Indeks Pencemaran (IP) Air Tanah Dangkal

Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007

No ID Lokasi X (meter) Y (meter) IP Mutu


1 201 Ciganjur 700673,51 9298678,60 0,50 Baik
2 202 Tanjung Barat 704029,59 9302709,00 3,00 Cemar Ringan
3 203 Pela Mampang 701771,48 9308722,20 1,60 Cemar Ringan
4 204 Pondok Labu 697340,33 9303595,20 1,00 Baik
5 205 Pondok Pinang 697402,54 9305429,70 4,30 Cemar Ringan
6 206 Kebayoran Baru 699227,95 9309205,90 0,50 Baik
7 207 Kalibata 705058,14 9309220,40 0,90 Baik
8 208 Pejaten Barat 703628,13 9306990,00 0,40 Baik
9 209 Pesanggrahan 696353,86 9312777,50 1,70 Cemar Ringan
10 210 Kebon Baru 707009,75 9311212,60 1,10 Cemar Ringan
11 211 Grogol Utara 698125,43 9312984,10 0,30 Baik
12 212 Setia Budi 721254,77 9313410,70 0,70 Baik
13 213 Srengseng Sawah 721194,87 9297724,70 0,50 Baik
14 214 Gandaria Selatan 702892,17 9297732,30 2,20 Cemar Ringan
15 215 Manggarai 699319,53 9305790,50 6,20 Cemar Sedang
16 217 Kebayoran Lama Utara 702111,63 9302766,40 1,10 Cemar Ringan
17 401 Halim Perdana Kusuma 709289,59 9306105,60 0,40 Baik
18 402 Cakung Barat 715210,77 9315964,00 1,00 Baik
19 403 Pondok Kelapa 714702,70 9309232,90 6,70 Cemar Sedang
20 404 Rawa Teratai 716952,23 9315587,90 4,20 Cemar Ringan
21 405 Cijantung 706639,19 9300412,40 0,70 Baik
22 406 Rawamangun 708952,61 9314680,80 0,70 Baik
23 407 Penggilingan 717136,33 9313237,10 0,50 Baik
24 408 Kramat Jati 707565,26 9305939,80 2,30 Cemar Ringan
25 409 Kampung Melayu 707077,84 9312034,50 4,30 Cemar Ringan
26 410 Munjul 711409,84 9299873,60 1,60 Cemar Ringan
27 411 Ciracas 708842,12 9300621,00 1,30 Cemar Ringan
28 412 Klender 711964,47 9311917,80 0,90 Baik
29 413 Ujung Menteng 718012,55 9315612,90 0,70 Baik
30 414 Utan Kayu Utara 707553,00 9314678,40 1,90 Cemar Ringan
31 415 Bidara Cina 707639,66 9310160,90 0,70 Baik
32 416 Cililitan 709817,96 9306761,20 1,20 Cemar Ringan
33 417 Malaka Jaya 710654,32 9298382,00 2,10 Cemar Ringan
34 101 Karet Tengah 701059,45 9314164,30 3,70 Cemar Ringan
35 102 Cikini 704444,71 9315354,10 4,70 Cemar Ringan
36 103 Kwitang 704967,16 9316340,60 3,30 Cemar Ringan
37 104 Mangga Dua Selatan 703021,13 9320890,30 3,70 Cemar Ringan
38 105 Tanah Tinggi 705646,66 9317127,80 4,30 Cemar Ringan
39 106 Kebon Kelapa 702691,32 9318594,30 15,70 Cemar Berat
40 107 Kemayoran 705267,33 9318569,10 9,40 Cemar Sedang
41 108 Cempaka Putih Barat 707511,39 9316391,00 0,70 Baik

78
42 109 Kebon Kosong 706020,77 9318950,80 0,20 Baik
43 110 Gelora 700453,25 9313114,70 0,30 Baik
44 111 Kramat 705033,82 9318977,30 8,00 Cemar Sedang
45 301 Duri Kosambi 692412,78 9317934,40 20,90 Cemar Berat
46 302 Kalideres 689327,48 9320352,20 2,50 Cemar Ringan
47 303 Palmerah 698495,27 9314161,30 1,60 Cemar Ringan
48 304 Jelambar Baru 698510,84 9320151,00 5,50 Cemar Sedang
49 305 Tangki 702471,66 9320356,70 2,60 Cemar Ringan
50 306 Kemanggisan 698534,15 9315292,40 0,80 Baik
51 307 Duri Kepa 696491,56 9317272,10 0,40 Baik
52 308 Sukabumi Selatan 696840,30 9313255,10 0,40 Baik
53 309 Meruya Utara 692942,96 9314874,10 1,60 Cemar Ringan
54 310 Tegal Alur 690400,23 9323603,90 0,50 Baik
55 311 Rawa Buaya 690374,80 9317226,80 1,50 Cemar Ringan
56 312 Kembangan Selatan 692602,51 9315966,40 0,80 Baik
57 313 Tambora 700565,23 9320537,40 1,20 Cemar Ringan
58 314 Kebon Jeruk 696558,94 9315810,20 0,40 Baik
59 315 Kapuk 697160,72 9312635,00 0,90 Baik
60 501 Rorotan 705960,09 9320246,30 18,00 Cemar Berat
61 502 Pademangan Barat 703782,62 9321375,50 5,00 Cemar Ringan
62 503 Sunter Agung 706408,31 9321272,70 7,20 Cemar Sedang
63 504 Sunter Jaya 708528,98 9319650,20 12,10 Cemar Berat
64 505 Kamal Muara 691713,22 9324468,80 10,30 Cemar Berat
65 506 Kelapa Gading Timur 711684,03 9317794,40 0,30 Baik
66 507 Tugu Selatan 712087,38 9321201,70 11,40 Cemar Berat
67 508 Penjagalan Barat 699646,20 9323386,20 18,70 Cemar Berat
68 509 Semper Barat 714009,14 9322170,90 11,40 Cemar Berat
69 510 Pegangsaan Dua 712975,82 9318821,10 0,50 Baik
70 511 Pluit 697399,40 9323695,10 15,80 Cemar Berat
71 512 Ancol 702881,62 9322175,20 13,30 Cemar Berat
72 513 Tanjung Priok 702438,58 9322735,90 13,30 Cemar Berat
73 514 Kali Baru 706924,70 9323417,90 8,60 Cemar Sedang
74 515 Koja 709515,57 9321689,20 0,40 Baik

79
Lampiran 2

Program Semivariogram Eksperimental

#Modul
library(lattice)
library(sp)
library(rgdal)
library(gstat)
library(maptools)

#Masukkan data dari menu


titikair <- read.spss("D:/KULIAH (skripsi)/titikair_ip.sav",
use.value.labels=TRUE, max.value.labels=Inf, to.data.frame=TRUE)
colnames(titikair) <- tolower(colnames(titikair))

data(titikair)
print(titikair)
str(titikair)
summary(titikair)
coordinates(titikair)<-c("x","y")

#Plot indeks pencemaran


spplot(titikair, "ip", xlab="X", ylab="Y", do.log=T)

#Perhitungan analisis semivariogram


variogram(log(ip)~1, titikair)
plot(variogram(log(ip)~1, titikair),pch=16, cex=1.05) #oke

#Model Semivariogram
v <- variogram(log(ip) ~ 1, titikair)

v.sph<-fit.variogram(v, vgm(1, "Sph", 10600,1))


v.sph
plot(variogram(log(ip)~1, titikair),fit.variogram=v, vgm(1, "Sph",
10600,1),pch=16, cex=1.01)

v.exp<-fit.variogram(v, vgm(1, "Exp", 10600,1))


v.exp
plot(variogram(log(ip)~1, titikair),fit.variogram=v, vgm(1, "Exp",
10600,1),pch=16, cex=1.01)

v.gau<-fit.variogram(v, vgm(1, "Gau", 10600,1))


v.gau
plot(variogram(log(ip)~1, titikair),fit.variogram=v, vgm(1, "Gau",
10600,1),pch=16, cex=1.01)

80
Lampiran 3

Program Uji Validasi Silang Universal Kriging

clc;
clear;
n=74; %Jumlah data

X=[700673.51;704029.59;701771.48;697340.33;697402.54;699227.95;705
058.14;703628.13;696353.86;707009.75;698125.43;721254.77;721194.87
;702892.17;699319.53;702111.63;709289.59;715210.77;714702.70;71695
2.23;706639.19;708952.61;717136.33;707565.26;707077.84;711409.84;7
08842.12;711964.47;718012.55;707553.00;707639.66;709817.96;710654.
32;701059.45;704444.71;704967.16;703021.13;705646.66;702691.32;705
267.33;707511.39;706020.77;700453.25;705033.82;692412.78;689327.48
;698495.27;698510.84;702471.66;698534.15;696491.56;696840.30;69294
2.96;690400.23;690374.80;692602.51;700565.23;696558.94;697160.72;7
05960.09;703782.62;706408.31;708528.98;691713.22;711684.03;712087.
38;699646.20;714009.14;712975.82;697399.40;702881.62;702438.58;706
924.70;709515.57;]; %Data koordinat X

Y=[9298678.60;9302709.00;9308722.20;9303595.20;9305429.70;9309205.
90;9309220.40;9306990.00;9312777.50;9311212.60;9312984.10;9313410.
70;9297724.70;9297732.30;9305790.50;9302766.40;9306105.60;9315964.
00;9309232.90;9315587.90;9300412.40;9314680.80;9313237.10;9305939.
80;9312034.50;9299873.60;9300621.00;9311917.80;9315612.90;9314678.
40;9310160.90;9306761.20;9298382.00;9314164.30;9315354.10;9316340.
60;9320890.30;9317127.80;9318594.30;9318569.10;9316391.00;9318950.
80;9313114.70;9318977.30;9317934.40;9320352.20;9314161.30;9320151.
00;9320356.70;9315292.40;9317272.10;9313255.10;9314874.10;9323603.
90;9317226.80;9315966.40;9320537.40;9315810.20;9312635.00;9320246.
30;9321375.50;9321272.70;9319650.20;9324468.80;9317794.40;9321201.
70;9323386.20;9322170.90;9318821.10;9323695.10;9322175.20;9322735.
90;9323417.90;9321689.20;]; %Data koordinat Y

Z=[0.50;3.00;1.60;1.00;4.30;0.50;0.90;0.40;1.70;1.10;0.30;0.70;0.5
0;2.20;6.20;1.10;0.40;1.00;6.70;4.20;0.70;0.70;0.50;2.30;4.30;1.60
;1.30;0.90;0.70;1.90;0.70;1.20;2.10;3.70;4.70;3.30;3.70;4.30;15.70
;9.40;0.70;0.20;0.30;8.00;20.90;2.50;1.60;5.50;2.60;0.80;0.40;0.40
;1.60;0.50;1.50;0.80;1.20;0.40;0.90;18.00;5.00;7.20;12.10;10.30;0.
30;11.40;18.70;11.40;0.50;15.80;13.30;13.30;8.60;0.40]; %Data
indeks pencemaran air tanah dangkal

S=[X Y]; %Lokasi yang akan ditaksir indeks pencemarannya


H=zeros(n); %Menghitung jarak antar dua titik
for i=1:n
for j=1:i
if(i~=j)
H(i,j)=sqrt((X(i)-X(j))^2+(Y(i)-Y(j))^2);

81
H(j,i)=H(i,j);
end
end
end
H;
fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Spherical');
m=73;
S0=S(m+1,:);
A=zeros(m+2); %Membentuk matriks Γ
for i=1:m
for j=1:i
if(i~=j)
if(H(i,j)<10600)
A(i,j)=1.1+0.8*(((3*H(i,j))/(2*10600))-
((H(i,j)^3)/(2*(10600^3))));
else
A(i,j)=1.9;
end
A(j,i)=A(i,j);
end
end
end
A(m+1,1:m)=1;
A(1:m,m+1)=1;
for i=(m+2):(m+2)
for j=1:m
if(i~=j)
A(i,j)=Y(j);
A(j,i)=A(i,j);
end
end
end
A;
H0=zeros(m,1); %Menghitung jarak antar titik sampel dengan titik
yang akan ditaksir
for i=1:m
H0(i)=sqrt((X(i)-S0(1,1))^2+(Y(i)-S0(1,2))^2);
end
H0;
B=zeros(m+2,1); %Membentuk matriks Γ0
for i=1:m
if(H0(i)<10600)
B(i)=1.1+0.8*(((3*H0(i))/(2*10600))-
((H0(i)^3)/(2*(10600^3))));
else
B(i)=1.9;
end
end
B(m+1)=1;
B(m+2)=S0(1,2);
B;
lamda_S=A\B %Matriks 𝜆 (bobot-bobot Universal Kriging)
ztak_S=transpose(lamda_S(1:i))*Z(1:i) %Nilai taksiran indeks
pencemaran air tanah dangkal
residual_S=Z(m+1,1)-ztak_S %Nilai Residual
variansi_S=lamda_S'*B %Variansi taksiran

82
residualterbaku_S=residual_S/sqrt(variansi_S) %Nilai residual
terbaku

fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Eksponensial');


m=73;
S0=S(m+1,:);
C=zeros(m+2); %Membentuk matriks Γ
for i=1:m
for j=1:i
if(i~=j)
if(H(i,j)<10600)
C(i,j) = 1.1+0.8*(1-exp(-(H(i,j)/10600)));
else
C(i,j)=1.9;
end
C(j,i)=C(i,j);
end
end
end
C(m+1,1:m)=1;
C(1:m,m+1)=1;
for i=(m+2):(m+2)
for j=1:m
if(i~=j)
C(i,j)=Y(j);
C(j,i)=C(i,j);
end
end
end
C;
H0=zeros(m,1); %Menghitung jarak antar titik sampel dengan titik
yang akan ditaksir
for i=1:m
H0(i)=sqrt((X(i)-S0(1,1))^2+(Y(i)-S0(1,2))^2);
end
H0;
D=zeros(m+2,1); %Membentuk matriks Γ0
for i=1:m
if(H0(i)<10600)
D(i)=1.1+0.8*(1-exp(-(H0(i)/10600)));
else
D(i)=1.9;
end
end
D(m+1)=1;
D(m+2)=S0(1,2);
D;
lamda_E=C\D %Matriks 𝜆 (bobot-bobot Universal Kriging)
ztak_E=transpose(lamda_E(1:i))*Z(1:i) %Nilai taksiran indeks
pencemaran air tanah dangkal
residual_E=Z(m+1,1)-ztak_E %Nilai Residual
variansi_E=lamda_E'*D %Variansi taksiran
residualterbaku_E=residual_E/sqrt(variansi_E) %Nilai residual
terbaku

fprintf('Uji Validasi Silang untuk Model Gaussian');

83
m=73;
S0=S(m+1,:);
E=zeros(m+2); %Membentuk matriks Γ
for i=1:m
for j=1:i
if(i~=j)
if(H(i,j)<10600)
E(i,j)=1.1+0.8*(1-exp(-((H(i,j)^2)/(10600^2))));
else
E(i,j)=1.9;
end
E(j,i)=E(i,j);
end
end
end
E(m+1,1:m)=1;
E(1:m,m+1)=1;
for i=(m+2):(m+2)
for j=1:m
if(i~=j)
E(i,j)=Y(j);
E(j,i)=E(i,j);
end
end
end
E;
H0=zeros(m,1); %Menghitung jarak antar titik sampel dengan titik
yang akan ditaksir
for i=1:m
H0(i)=sqrt((X(i)-S0(1,1))^2+(Y(i)-S0(1,2))^2);
end
H0;
F=zeros(m+2,1); %Membentuk matriks Γ0
for i=1:m
if(H0(i)<10600)
F(i)=1.1+0.8*(1-exp(-((H0(i)^2)/(10600^2))));
else
F(i)=1.9;
end
end
F(m+1)=1;
F(m+2)=S0(1,2);
F;
lamda_G=E\F %Matriks 𝜆 (bobot-bobot Universal Kriging)
ztak_G=transpose(lamda_G(1:i))*Z(1:i) %Nilai taksiran indeks
pencemaran air tanah dangkal
residual_G=Z(m+1,1)-ztak_G %Nilai Residual
variansi_G=lamda_G'*F %Variansi taksiran
residualterbaku_G=residual_G/sqrt(variansi_G) %Nilai residual
terbaku

84
Lampiran 4

Hasil Uji Validasi Silang 𝑸𝟏 Model Spherical

Residual
Residual Variansi
No Sampel 𝒁 𝒁 Terbaku
𝒆𝒊 𝝈𝒊 𝟐
𝜺𝒊
1 𝑍 𝑠3 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ) 1,60 6,7299 -5,1299 15,2352 -1,3143
2 𝑍 𝑠4 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ), 𝑍(𝑠3 ) 1,00 1,6356 -0,6356 2,3087 -0,4183
3 𝑍 𝑠5 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠4 ) 4,30 1,5076 2,7924 1,9523 1,9985
4 𝑍 𝑠6 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠5 ) 0,50 2,8291 -2,3291 2,4360 -1,4923
5 𝑍 𝑠7 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠6 ) 0,90 1,8040 -0,9040 2,4070 -0,5827
6 𝑍 𝑠8 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠7 ) 0,40 1,6640 -1,2640 1,6828 -0,9744
7 𝑍 𝑠9 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠8 ) 1,70 1,2991 0,4009 3,2626 0,2219
8 𝑍 𝑠10 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠9 ) 1,10 1,2668 -0,1668 2,1971 -0,1125
9 𝑍 𝑠11 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠10 ) 0,30 1,4242 -1,1242 1,9644 -0,8021
10 𝑍 𝑠12 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠11 ) 0,70 1,1758 -0,4758 2,6799 -0,2906
11 𝑍 𝑠13 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠12 ) 0,50 1,7980 -1,2980 3,2012 -0,7255
12 𝑍 𝑠14 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠13 ) 2,20 1,2292 0,9708 2,1040 0,6693
13 𝑍 𝑠15 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠14 ) 6,20 1,8238 4,3762 1,5809 3,4805
14 𝑍 𝑠16 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠15 ) 1,10 2,2871 -1,1871 1,6181 -0,9332
15 𝑍 𝑠17 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠16 ) 0,40 1,3086 -0,9086 1,9482 -0,6510
16 𝑍 𝑠18 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠17 ) 1,00 1,0452 -0,0452 2,5478 -0,0283
17 𝑍 𝑠19 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠18 ) 6,70 1,1479 5,5521 1,9963 3,9296
18 𝑍 𝑠20 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠19 ) 4,20 1,5659 2,6341 1,8367 1,9436
19 𝑍 𝑠21 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠20 ) 0,70 1,6767 -0,9767 1,8936 -0,7098
20 𝑍 𝑠22 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠21 ) 0,70 1,9724 -1,2724 2,0415 -0,8905
21 𝑍 𝑠23 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠22 ) 0,50 2,6801 -2,1801 1,6741 -1,6849
22 𝑍 𝑠24 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠23 ) 2,30 1,1599 1,1401 1,6228 0,8950
23 𝑍 𝑠25 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠24 ) 4,30 1,1888 3,1112 1,5848 2,4714
24 𝑍 𝑠26 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠25 ) 1,60 1,4488 0,1512 2,1073 0,1042
25 𝑍 𝑠27 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠26 ) 1,30 1,4116 -0,1116 1,6643 -0,0865
26 𝑍 𝑠28 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠27 ) 0,90 2,5681 -1,6681 1,7091 -1,2760
27 𝑍 𝑠29 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠28 ) 0,70 2,0442 -1,3442 1,6000 -1,0627
28 𝑍 𝑠30 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠29 ) 1,90 1,6912 0,2088 1,6712 0,1615
29 𝑍 𝑠31 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠30 ) 0,70 1,7462 -1,0462 1,5010 -0,8539
30 𝑍 𝑠32 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠31 ) 1,20 1,6560 -0,4560 1,5432 -0,3671
31 𝑍 𝑠33 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠32 ) 2,10 1,5102 0,5898 1,7601 0,4446
32 𝑍 𝑠34 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠33 ) 3,70 1,3377 2,3623 1,8244 1,7489
33 𝑍 𝑠35 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠34 ) 4,70 2,2489 2,4511 1,7598 1,8477
34 𝑍 𝑠36 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠35 ) 3,30 3,0768 0,2232 1,6579 0,1733
35 𝑍 𝑠37 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠36 ) 3,70 2,7934 0,9066 2,3080 0,5968
36 𝑍 𝑠38 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠37 ) 4,30 3,1400 1,1600 1,5634 0,9277
37 𝑍 𝑠39 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠38 ) 15,70 3,5019 12,1981 1,6650 9,4533
38 𝑍 𝑠40 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠39 ) 9,40 5,5059 3,8941 1,5602 3,1176
39 𝑍 𝑠41 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠40 ) 0,70 3,7560 -3,0560 1,5063 -2,4900

85
40 𝑍 𝑠42 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠41 ) 0,20 5,7523 -5,5523 1,5194 -4,5044
41 𝑍 𝑠43 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠42 ) 0,30 2,9049 -2,6049 1,5263 -2,1085
42 𝑍 𝑠44 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠43 ) 8,00 5,4993 2,5007 1,4099 2,1060
43 𝑍 𝑠45 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠44 ) 20,90 3,2388 17,6612 2,1484 12,0493
44 𝑍 𝑠46 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠45 ) 2,50 9,4137 -6,9137 2,0730 -4,8019
45 𝑍 𝑠47 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠46 ) 1,60 3,4973 -1,8973 1,5200 -1,5389
46 𝑍 𝑠48 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠47 ) 5,50 7,6284 -2,1284 1,9095 -1,5403
47 𝑍 𝑠49 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠48 ) 2,60 6,7733 -4,1733 1,5043 -3,4026
48 𝑍 𝑠50 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠49 ) 0,80 3,9957 -3,1957 1,5105 -2,6002
49 𝑍 𝑠51 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠50 ) 0,40 6,0566 -5,6566 1,6416 -4,4149
50 𝑍 𝑠52 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠51 ) 0,40 2,0363 -1,6363 1,4421 -1,3626
51 𝑍 𝑠53 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠52 ) 1,60 5,6387 -4,0387 1,7094 -3,0890
52 𝑍 𝑠54 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠53 ) 0,50 5,4759 -4,9759 2,0471 -3,4778
53 𝑍 𝑠55 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠54 ) 1,50 6,5954 -5,0954 1,6585 -3,9566
54 𝑍 𝑠56 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠55 ) 0,80 4,9744 -4,1744 1,5028 -3,4052
55 𝑍 𝑠57 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠56 ) 1,20 5,1484 -3,9484 1,5553 -3,1660
56 𝑍 𝑠58 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠57 ) 0,40 2,4495 -2,0495 1,4586 -1,6970
57 𝑍 𝑠59 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠58 ) 0,90 0,9353 -0,0353 1,3837 -0,0300
58 𝑍 𝑠60 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠59 ) 18,00 4,4861 13,5139 1,5223 10,9529
59 𝑍 𝑠61 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠60 ) 5,00 6,4294 -1,4294 1,4898 -1,1711
60 𝑍 𝑠62 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠61 ) 7,20 7,2498 -0,0498 1,5639 -0,0398
61 𝑍 𝑠63 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠62 ) 12,10 5,2944 6,8056 1,6196 5,3476
62 𝑍 𝑠64 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠63 ) 10,30 3,9193 6,3807 1,8096 4,7433
63 𝑍 𝑠65 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠64 ) 0,30 4,0991 -3,7991 1,7011 -2,9128
64 𝑍 𝑠66 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠65 ) 11,40 5,1824 6,2176 1,8332 4,5922
65 𝑍 𝑠67 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠66 ) 18,70 4,9504 13,7496 1,7846 10,2925
66 𝑍 𝑠68 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠67 ) 11,40 7,6878 3,7122 1,8053 2,7628
67 𝑍 𝑠69 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠68 ) 0,50 5,4174 -4,9174 1,5423 -3,9596
68 𝑍 𝑠70 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠69 ) 15,80 9,4098 6,3902 1,7253 4,8650
69 𝑍 𝑠71 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠70 ) 13,30 7,8746 5,4254 1,4686 4,4769
70 𝑍 𝑠72 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠71 ) 13,30 9,6721 3,6279 1,4608 3,0016
71 𝑍 𝑠73 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠72 ) 8,60 10,0050 -1,4050 1,6825 -1,0832
72 𝑍 𝑠74 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠73 ) 0,40 8,8333 -8,4333 1,5468 -6,7808
Jumlah 20,5860
𝑄1 0,2856

Untuk 𝑖 = 3,4,5, … . ,73

86
Lampiran 5

Hasil Uji Validasi Silang 𝑸𝟏 Model Eksponensial

Residual
Residual Variansi
No Sampel 𝒁 𝒁 Terbaku
𝒆𝒊 𝝈𝒊 𝟐
𝜺𝒊
1 𝑍 𝑠3 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ) 1,60 6,7299 -5,1299 13,0463 -1,4203
2 𝑍 𝑠4 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ), 𝑍(𝑠3 ) 1,00 1,6511 -0,6511 1,9388 -0,4676
3 𝑍 𝑠5 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠4 ) 4,30 1,5584 2,7416 1,7643 2,0640
4 𝑍 𝑠6 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠5 ) 0,50 3,0305 -2,5305 2,0317 -1,7753
5 𝑍 𝑠7 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠6 ) 0,90 2,0812 -1,1812 1,9901 -0,8373
6 𝑍 𝑠8 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠7 ) 0,40 1,4830 -1,0830 1,5159 -0,8796
7 𝑍 𝑠9 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠8 ) 1,70 1,1106 0,5894 2,5319 0,3704
8 𝑍 𝑠10 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠9 ) 1,10 0,9464 0,1536 1,9832 0,1091
9 𝑍 𝑠11 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠10 ) 0,30 1,3757 -1,0757 1,6650 -0,8337
10 𝑍 𝑠12 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠11 ) 0,70 1,2399 -0,5399 2,8667 -0,3189
11 𝑍 𝑠13 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠12 ) 0,50 1,5681 -1,0681 3,4645 -0,5738
12 𝑍 𝑠14 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠13 ) 2,20 1,4249 0,7751 1,8325 0,5726
13 𝑍 𝑠15 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠14 ) 6,20 1,7040 4,4960 1,3947 3,8070
14 𝑍 𝑠16 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠15 ) 1,10 2,0762 -0,9762 1,3945 -0,8267
15 𝑍 𝑠17 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠16 ) 0,40 1,5432 -1,1432 1,6031 -0,9029
16 𝑍 𝑠18 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠17 ) 1,00 0,8869 0,1131 2,2008 0,0762
17 𝑍 𝑠19 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠18 ) 6,70 0,6200 6,0800 1,6047 4,7996
18 𝑍 𝑠20 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠19 ) 4,20 1,8708 2,3292 1,7247 1,7736
19 𝑍 𝑠21 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠20 ) 0,70 1,6054 -0,9054 1,5518 -0,7268
20 𝑍 𝑠22 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠21 ) 0,70 1,7385 -1,0385 1,5972 -0,8217
21 𝑍 𝑠23 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠22 ) 0,50 2,6198 -2,1198 1,4779 -1,7437
22 𝑍 𝑠24 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠23 ) 2,30 1,9558 0,3442 1,3757 0,2935
23 𝑍 𝑠25 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠24 ) 4,30 1,6969 2,6031 1,3116 2,2730
24 𝑍 𝑠26 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠25 ) 1,60 1,7622 -0,1622 1,5348 -0,1309
25 𝑍 𝑠27 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠26 ) 1,30 0,8424 0,4576 1,3618 0,3921
26 𝑍 𝑠28 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠27 ) 0,90 1,6158 -0,7158 1,3565 -0,6146
27 𝑍 𝑠29 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠28 ) 0,70 1,6407 -0,9407 1,4459 -0,7823
28 𝑍 𝑠30 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠29 ) 1,90 0,6360 1,2640 1,3754 1,0778
29 𝑍 𝑠31 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠30 ) 0,70 1,4909 -0,7909 1,2007 -0,7218
30 𝑍 𝑠32 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠31 ) 1,20 2,3317 -1,1317 1,2342 -1,0187
31 𝑍 𝑠33 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠32 ) 2,10 0,3465 1,7535 1,4085 1,4775
32 𝑍 𝑠34 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠33 ) 3,70 2,0603 1,6397 1,3855 1,3930
33 𝑍 𝑠35 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠34 ) 4,70 0,0116 4,6884 1,4048 3,9556
34 𝑍 𝑠36 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠35 ) 3,30 1,6775 1,6225 1,3425 1,4003
35 𝑍 𝑠37 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠36 ) 3,70 3,5534 0,1466 1,7964 0,1094
36 𝑍 𝑠38 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠37 ) 4,30 1,8971 2,4029 1,3174 2,0935
37 𝑍 𝑠39 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠38 ) 15,70 2,6981 13,0019 1,4244 10,8941
38 𝑍 𝑠40 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠39 ) 9,40 5,4139 3,9861 1,2998 3,4963
39 𝑍 𝑠41 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠40 ) 0,70 4,7155 -4,0155 1,2208 -3,6343

87
40 𝑍 𝑠42 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠41 ) 0,20 5,4393 -5,2393 1,3101 -4,5774
41 𝑍 𝑠43 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠42 ) 0,30 2,8555 -2,5555 1,2607 -2,2760
42 𝑍 𝑠44 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠43 ) 8,00 5,6605 2,3395 1,2632 2,0816
43 𝑍 𝑠45 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠44 ) 20,90 4,8851 16,0149 1,8593 11,7449
44 𝑍 𝑠46 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠45 ) 2,50 11,7797 -9,2797 1,9152 -6,7054
45 𝑍 𝑠47 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠46 ) 1,60 5,7534 -4,1534 1,2507 -3,7139
46 𝑍 𝑠48 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠47 ) 5,50 7,7760 -2,2760 1,3243 -1,9778
47 𝑍 𝑠49 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠48 ) 2,60 9,1299 -6,5299 1,2734 -5,7866
48 𝑍 𝑠50 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠49 ) 0,80 4,5923 -3,7923 1,2660 -3,3704
49 𝑍 𝑠51 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠50 ) 0,40 5,1177 -4,7177 1,1389 -4,4207
50 𝑍 𝑠52 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠51 ) 0,40 5,7172 -5,3172 1,1269 -5,0089
51 𝑍 𝑠53 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠52 ) 1,60 4,0348 -2,4348 1,2914 -2,1426
52 𝑍 𝑠54 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠53 ) 0,50 8,8843 -8,3843 1,7249 -6,3839
53 𝑍 𝑠55 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠54 ) 1,50 3,7066 -2,2066 1,3813 -1,8775
54 𝑍 𝑠56 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠55 ) 0,80 2,7628 -1,9628 1,2356 -1,7658
55 𝑍 𝑠57 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠56 ) 1,20 6,7998 -5,5998 1,2422 -5,0243
56 𝑍 𝑠58 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠57 ) 0,40 5,2288 -4,8288 1,0916 -4,6218
57 𝑍 𝑠59 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠58 ) 0,90 5,3753 -4,4753 1,0715 -4,3234
58 𝑍 𝑠60 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠59 ) 18,00 5,3940 12,6060 1,2115 11,4529
59 𝑍 𝑠61 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠60 ) 5,00 7,7268 -2,7268 1,1939 -2,4956
60 𝑍 𝑠62 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠61 ) 7,20 10,7090 -3,5090 1,1435 -3,2814
61 𝑍 𝑠63 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠62 ) 12,10 6,9072 5,1928 1,1346 4,8751
62 𝑍 𝑠64 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠63 ) 10,30 3,8144 6,4856 1,4784 5,3340
63 𝑍 𝑠65 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠64 ) 0,30 7,9829 -7,6829 1,1756 -7,0859
64 𝑍 𝑠66 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠65 ) 11,40 10,8183 0,5817 1,2768 0,5148
65 𝑍 𝑠67 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠66 ) 18,70 10,5945 8,1055 1,1275 7,6335
66 𝑍 𝑠68 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠67 ) 11,40 6,8531 4,5469 1,2947 3,9960
67 𝑍 𝑠69 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠68 ) 0,50 9,9250 -9,4250 1,2035 -8,5913
68 𝑍 𝑠70 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠69 ) 15,80 8,9123 6,8877 1,0949 6,5824
69 𝑍 𝑠71 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠70 ) 13,30 7,5740 5,7260 1,1341 5,3768
70 𝑍 𝑠72 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠71 ) 13,30 8,2217 5,0783 1,2118 4,6132
71 𝑍 𝑠73 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠72 ) 8,60 15,1898 -6,5898 1,1816 -6,0623
72 𝑍 𝑠74 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠73 ) 0,40 11,1178 -10,7178 1,1484 -10,0014
Jumlah -13,8911
𝑄1 -0,1929

Untuk 𝑖 = 3,4,5, … . ,73

88
Lampiran 6

Hasil Uji Validasi Silang 𝑸𝟏 Model Gaussian

Residual
Residual Variansi
No Sampel 𝒁 𝒁 Terbaku
𝒆𝒊 𝝈𝒊 𝟐
𝜺𝒊
1 𝑍 𝑠3 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ) 1,60 6,7299 -5,1299 11,4717 -1,5146
2 𝑍 𝑠4 |𝑍 𝑠1 , 𝑍(𝑠2 ), 𝑍(𝑠3 ) 1,00 1,5887 -0,5887 1,7625 -0,4434
3 𝑍 𝑠5 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠4 ) 4,30 1,5190 2,7810 1,6022 2,1971
4 𝑍 𝑠6 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠5 ) 0,50 3,0711 -2,5711 1,7717 -1,9316
5 𝑍 𝑠7 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠6 ) 0,90 2,0631 -1,1631 1,8072 -0,8652
6 𝑍 𝑠8 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠7 ) 0,40 1,4730 -1,0730 1,3491 -0,9238
7 𝑍 𝑠9 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠8 ) 1,70 1,0147 0,6853 2,3960 0,4427
8 𝑍 𝑠10 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠9 ) 1,10 0,6621 0,4379 1,8198 0,3246
9 𝑍 𝑠11 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠10 ) 0,30 1,3524 -1,0524 1,5074 -0,8572
10 𝑍 𝑠12 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠11 ) 0,70 1,3334 -0,6334 2,9281 -0,3702
11 𝑍 𝑠13 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠12 ) 0,50 1,4432 -0,9432 3,5856 -0,4981
12 𝑍 𝑠14 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠13 ) 2,20 1,4335 0,7665 1,6714 0,5929
13 𝑍 𝑠15 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠14 ) 6,20 1,6478 4,5522 1,2446 4,0804
14 𝑍 𝑠16 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠15 ) 1,10 2,0897 -0,9897 1,1883 -0,9079
15 𝑍 𝑠17 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠16 ) 0,40 1,4417 -1,0417 1,4642 -0,8609
16 𝑍 𝑠18 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠17 ) 1,00 0,9554 0,0446 2,0516 0,0311
17 𝑍 𝑠19 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠18 ) 6,70 0,5497 6,1503 1,4151 5,1701
18 𝑍 𝑠20 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠19 ) 4,20 1,9540 2,2460 1,5664 1,7946
19 𝑍 𝑠21 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠20 ) 0,70 1,2353 -0,5353 1,3588 -0,4592
20 𝑍 𝑠22 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠21 ) 0,70 1,5014 -0,8014 1,3782 -0,6826
21 𝑍 𝑠23 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠22 ) 0,50 2,9083 -2,4083 1,3065 -2,1070
22 𝑍 𝑠24 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠23 ) 2,30 2,2639 0,0361 1,2143 0,0328
23 𝑍 𝑠25 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠24 ) 4,30 1,4021 2,8979 1,1576 2,6934
24 𝑍 𝑠26 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠25 ) 1,60 1,7430 -0,1430 1,3693 -0,1222
25 𝑍 𝑠27 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠26 ) 1,30 0,2649 1,0351 1,1389 0,9699
26 𝑍 𝑠28 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠27 ) 0,90 1,4515 -0,5515 1,0986 -0,5262
27 𝑍 𝑠29 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠28 ) 0,70 1,2938 -0,5938 1,2933 -0,5221
28 𝑍 𝑠30 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠29 ) 1,90 0,2374 1,6626 1,2392 1,4935
29 𝑍 𝑠31 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠30 ) 0,70 1,5219 -0,8219 0,9721 -0,8336
30 𝑍 𝑠32 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠31 ) 1,20 2,9885 -1,7885 1,0099 -1,7797
31 𝑍 𝑠33 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠32 ) 2,10 0,0239 2,0761 1,2467 1,8594
32 𝑍 𝑠34 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠33 ) 3,70 2,3204 1,3796 1,0987 1,3162
33 𝑍 𝑠35 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠34 ) 4,70 0,6478 5,3478 1,1608 4,9636
34 𝑍 𝑠36 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠35 ) 3,30 1,4337 1,8663 1,1227 1,7614
35 𝑍 𝑠37 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠36 ) 3,70 4,6143 -0,9143 1,4605 -0,7566
36 𝑍 𝑠38 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠37 ) 4,30 1,5650 2,7350 1,0803 2,6314
37 𝑍 𝑠39 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠38 ) 15,70 2,6405 13,0595 1,2375 11,7396
38 𝑍 𝑠40 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠39 ) 9,40 5,7789 3,6211 1,1215 3,4193
39 𝑍 𝑠41 |𝑍 𝑠1 , 𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠40 ) 0,70 5,4144 -4,7144 1,0474 -4,6065

89
40 𝑍 𝑠42 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠41 ) 0,20 5,4287 -5,2287 1,1304 -4,9179
41 𝑍 𝑠43 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠42 ) 0,30 2,8045 -2,5045 1,0446 -2,4505
42 𝑍 𝑠44 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠43 ) 8,00 5,7093 2,2907 1,1090 2,1752
43 𝑍 𝑠45 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠44 ) 20,90 4,1371 16,7629 1,6637 12,9961
44 𝑍 𝑠46 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠45 ) 2,50 14,1907 -11,6907 1,7057 -8,9514
45 𝑍 𝑠47 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠46 ) 1,60 8,4611 -6,8611 1,0153 -6,8092
46 𝑍 𝑠48 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠47 ) 5,50 6,8172 -1,3172 0,8335 -1,4428
47 𝑍 𝑠49 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠48 ) 2,60 8,9814 -6,3814 1,0120 -6,3435
48 𝑍 𝑠50 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠49 ) 0,80 5,9682 -5,1682 1,0352 -5,0796
49 𝑍 𝑠51 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠50 ) 0,40 3,5719 -3,1719 0,5340 -4,3406
50 𝑍 𝑠52 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠51 ) 0,40 7,9454 -7,5454 0,9166 -7,8812
51 𝑍 𝑠53 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠52 ) 1,60 0,5856 2,1856 0,8475 2,3741
52 𝑍 𝑠54 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠53 ) 0,50 13,5656 -13,0656 1,1836 -12,0096
53 𝑍 𝑠55 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠54 ) 1,50 0,6848 0,8152 1,0911 0,7804
54 𝑍 𝑠56 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠55 ) 0,80 7,2274 8,0274 0,4798 11,5890
55 𝑍 𝑠57 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠56 ) 1,20 0,6548 1,8548 0,2190 3,9635
56 𝑍 𝑠58 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠57 ) 0,40 10,2712 10,6712 0,0004 533,5600
57 𝑍 𝑠59 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠58 ) 0,90 22,7200 -21,8200 1,2051 -19,8767
58 𝑍 𝑠60 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠59 ) 18,00 11,4331 6,5669 1,0778 6,3254
59 𝑍 𝑠61 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠60 ) 5,00 19,1728 -14,1728 0,9021 -14,9220
60 𝑍 𝑠62 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠61 ) 7,20 35,0486 -27,8486 0,1740 -66,7619
61 𝑍 𝑠63 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠62 ) 12,10 86,1913 -74,0913 0,0008 -2619,5230
62 𝑍 𝑠64 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠63 ) 10,30 622,9570 633,2570 8,7545 214,0249
63 𝑍 𝑠65 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠64 ) 0,30 19,2428 -18,9428 0,8552 -20,4838
64 𝑍 𝑠66 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠65 ) 11,40 215,4382 226,8382 5,7539 94,5660
65 𝑍 𝑠67 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠66 ) 18,70 44,3693 63,0693 2,3025 41,5641
66 𝑍 𝑠68 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠67 ) 11,40 16,7841 -5,3841 1,3331 -4,6632
67 𝑍 𝑠69 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠68 ) 0,50 14,5695 -14,0695 0,8220 -15,5183
68 𝑍 𝑠70 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠69 ) 15,80 21,4591 37,2591 1,6398 29,0962
69 𝑍 𝑠71 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠70 ) 13,30 7,9377 5,3623 1,0650 5,1961
70 𝑍 𝑠72 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠71 ) 13,30 4,3871 8,9129 1,0320 8,7736
71 𝑍 𝑠73 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠72 ) 8,60 22,2319 -13,6319 0,7463 -15,7797
72 𝑍 𝑠74 |𝑍 𝑠1 ,𝑍 𝑠2 , … , 𝑍(𝑠73 ) 0,40 16,6084 -16,2084 0,9215 -16,8847
Jumlah -1861,7092
𝑄1 -25,8571

Untuk 𝑖 = 3,4,5, … . ,73

90
Lampiran 7

Program Estimasi Data Indeks Pencemaran Air Tanah Wilayah DKI

Jakarta Menggunakan Metode Universal Kriging

clc;
clear;
n=74; %Jumlah data

X=[700673.51;704029.59;701771.48;697340.33;697402.54;699227.95;705
058.14;703628.13;696353.86;707009.75;698125.43;721254.77;721194.87
;702892.17;699319.53;702111.63;709289.59;715210.77;714702.70;71695
2.23;706639.19;708952.61;717136.33;707565.26;707077.84;711409.84;7
08842.12;711964.47;718012.55;707553.00;707639.66;709817.96;710654.
32;701059.45;704444.71;704967.16;703021.13;705646.66;702691.32;705
267.33;707511.39;706020.77;700453.25;705033.82;692412.78;689327.48
;698495.27;698510.84;702471.66;698534.15;696491.56;696840.30;69294
2.96;690400.23;690374.80;692602.51;700565.23;696558.94;697160.72;7
05960.09;703782.62;706408.31;708528.98;691713.22;711684.03;712087.
38;699646.20;714009.14;712975.82;697399.40;702881.62;702438.58;706
924.70;709515.57;]; %Data koordinat X

Y=[9298678.60;9302709.00;9308722.20;9303595.20;9305429.70;9309205.
90;9309220.40;9306990.00;9312777.50;9311212.60;9312984.10;9313410.
70;9297724.70;9297732.30;9305790.50;9302766.40;9306105.60;9315964.
00;9309232.90;9315587.90;9300412.40;9314680.80;9313237.10;9305939.
80;9312034.50;9299873.60;9300621.00;9311917.80;9315612.90;9314678.
40;9310160.90;9306761.20;9298382.00;9314164.30;9315354.10;9316340.
60;9320890.30;9317127.80;9318594.30;9318569.10;9316391.00;9318950.
80;9313114.70;9318977.30;9317934.40;9320352.20;9314161.30;9320151.
00;9320356.70;9315292.40;9317272.10;9313255.10;9314874.10;9323603.
90;9317226.80;9315966.40;9320537.40;9315810.20;9312635.00;9320246.
30;9321375.50;9321272.70;9319650.20;9324468.80;9317794.40;9321201.
70;9323386.20;9322170.90;9318821.10;9323695.10;9322175.20;9322735.
90;9323417.90;9321689.20;]; %Data koordinat Y

Z=[0.50;3.00;1.60;1.00;4.30;0.50;0.90;0.40;1.70;1.10;0.30;0.70;0.5
0;2.20;6.20;1.10;0.40;1.00;6.70;4.20;0.70;0.70;0.50;2.30;4.30;1.60
;1.30;0.90;0.70;1.90;0.70;1.20;2.10;3.70;4.70;3.30;3.70;4.30;15.70
;9.40;0.70;0.20;0.30;8.00;20.90;2.50;1.60;5.50;2.60;0.80;0.40;0.40
;1.60;0.50;1.50;0.80;1.20;0.40;0.90;18.00;5.00;7.20;12.10;10.30;0.
30;11.40;18.70;11.40;0.50;15.80;13.30;13.30;8.60;0.40]; %Data
indeks pencemaran air tanah dangkal

X0=[694243.71;697658.56;696380.28;696035.67;699206.06;702943.52;70
5147.29;700998.03;702445.38;698379.00;698730.26;700653.42;701687.2

91
4;701938.77;704021.49;716574.32;717193.28;717812.47;708637.25;7131
28.23;712127.21;713534.45;708096.95;711902.05;708862.41;708992.94;
706236.07;705597.60;707117.43;709846.33;711269.59;709992.94;710438
.52;711902.05;710888.83;703683.75;705684.70;704978.42;706999.81;70
6718.52;692176.06;693209.88;692763.55;690905.99;693833.06;690680.8
3;696311.36;716099.56;717479.35;695277.53;693761.26;704471.81;7022
20.22;700587.82;697323.02;698223.65;695915.78;696928.99;700515.58;
699518.32;698336.23;701411.56;702303.05;703064.57;704793.76;704513
.03;701235.61;703334.36;703479.21;702501.67;699206.06;699630.90;69
6760.12;697773.34;703065.68;704415.52;702332.80;701094.43;699550.6
7;700515.58;702065.68;704302.94;703683.75;700644.11;702670.54;7009
25.56;702332.80;712576.86;716179.84;715223.14;711226.57;713703.32;
715842.33;714378.80;708303.72;710164.60;709199.70;707905.48;709369
.01;711060.58;714685.97;710494.81;711564.31;713421.87;706359.35;70
6994.21;710164.60;709337.54;710719.97;708524.67;707545.58;705935.3
4;708018.06;706649.60;705960.38;706511.76;706498.24;707849.19;7059
60.38;704857.64;704359.23;706925.29;708351.91;708165.88;709143.85;
708524.67;710044.49;711620.60;710945.12;709988.20;702996.75;703892
.74;705546.85;704865.84;706498.24;704444.11;705822.76;699619.59;70
2514.30;703683.75;688992.14;691417.92;694864.00;690230.52;690174.2
3;690455.68;691131.15;692425.82;693551.61;697491.89;697717.05;6918
45.99;693833.06;693382.74;694339.67;696084.65;703164.02;714368.82;
717125.69;715697.12;714259.84;714777.26;715639.63;716616.98;698930
.38;705505.39;701601.04;704995.48;697000.57;714491.38;713534.45;71
1845.76;714716.53;705879.05;709594.17;709061.86;704306.26;702783.1
2;700033.12;701342.63;700531.53;702276.51;704702.03;699481.75;7021
00.77;687775.48;690495.57;687697.48;688260.38;687416.03;688048.43;
688823.28;696724.89;698379.00;698930.38;698861.46;699743.48;701825
.09;692176.06;696035.67;695759.98;695127.72;696478.67;699757.44;69
8447.93;698730.26;697885.92;696127.96;691493.29;692988.07;694425.3
5;699484.58;698277.26;702307.54;704444.11;705684.70;707407.74;7056
93.64;707935.80;710164.60;711097.82;710810.36;713266.08;711845.20;
717306.88;712707.57;712880.05;711956.57;710580.40;710026.76;708855
.66;710407.92;711500.26;700929.10;700925.56;689125.53;687810.06;70
0033.12;700860.18;700869.27;694225.13;698030.80;690285.98;696092.5
9;698392.25;697472.39;699542.07;705753.62;700576.91;708855.09;7078
78.31;707188.41;707763.32;709957.84;711680.88;]; % Data koordinat
X tidak tersampel

Y0=[9311042.16;9311245.97;9309870.50;9305114.90;9308629.91;9312969
.17;9311404.61;9309043.44;9309399.62;9304012.16;9306619.99;9303667
.55;9302840.49;9304086.95;9304537.27;9315659.91;9318159.37;9316526
.97;9315063.44;9311248.93;9309659.63;9310053.66;9308009.61;9308533
.84;9308927.87;9312144.91;9298567.35;9300822.15;9300202.96;9299946
.34;9297384.47;9302426.96;9303918.08;9302679.71;9301553.92;9316470
.68;9316349.13;9316526.97;9315815.69;9317176.19;9318968.15;9314350
.40;9317258.74;9315513.76;9313149.59;9312136.38;9313178.73;9320384
.67;9319809.75;9307733.93;9310284.03;9302623.42;9299189.75;9301272
.47;9305663.06;9312192.67;9310898.00;9307689.49;9311248.93;9307633

92
.20;9307970.94;9312558.44;9311118.93;9312080.09;9312471.03;9310490
.79;9307418.45;9307690.04;9309112.36;9307464.33;9302840.49;9305381
.61;9303692.92;9301947.94;9305252.75;9306619.99;9301779.07;9305269
.03;9297326.76;9299670.09;9300290.39;9302904.87;9302285.68;9300934
.73;9299133.46;9298626.85;9297726.22;9313592.26;9314107.78;9317033
.58;9313825.07;9314838.28;9312868.14;9313431.04;9316693.74;9315384
.23;9313936.87;9313543.62;9316189.24;9310490.79;9309126.09;9312136
.38;9311460.90;9308759.00;9313609.63;9314695.01;9308285.30;9305873
.04;9305719.35;9304818.72;9310215.10;9312755.56;9311235.74;9307802
.85;9306079.81;9304425.69;9309040.44;9303580.34;9302978.33;9299876
.86;9298964.59;9302082.35;9297526.80;9301324.21;9296431.55;9298795
.72;9296431.55;9299752.65;9298795.72;9297613.64;9319519.52;9318485
.70;9317934.33;9319060.01;9318384.53;9317415.88;9315232.31;9312213
.83;9314557.17;9314106.52;9318046.80;9321380.41;9319933.05;9316583
.26;9317258.74;9318609.69;9319848.07;9320016.93;9320917.57;9317765
.35;9316752.13;9316032.79;9318497.11;9315570.05;9317315.03;9311967
.51;9321419.51;9322069.62;9323103.45;9323661.67;9324409.06;9320844
.60;9319177.35;9321591.98;9310008.34;9309980.32;9310109.95;9308560
.98;9302840.49;9318328.24;9316301.81;9315344.89;9315513.76;9314275
.39;9307182.88;9310352.95;9320001.98;9317765.35;9318210.01;9317589
.72;9316808.42;9316695.84;9315075.43;9313385.50;9315659.91;9321716
.03;9323466.64;9317709.06;9318609.69;9319735.49;9320579.83;9322549
.97;9319519.52;9318623.54;9317314.03;9319864.13;9320748.70;9319174
.92;9312420.60;9317382.95;9314901.77;9318215.66;9315964.08;9316486
.97;9315659.91;9314556.83;9314050.23;9322248.82;9324006.62;9323546
.69;9321994.42;9322914.28;9321247.04;9322345.31;9321311.49;9321931
.78;9320622.27;9320499.65;9319292.33;9324826.49;9321534.49;9323834
.14;9320208.74;9324868.99;9325558.88;9323546.69;9321362.02;9316831
.58;9318257.49;9319864.13;9318372.47;9317452.61;9320154.70;9315039
.62;9313768.78;9323999.43;9325251.88;9318968.15;9320966.88;9319454
.04;9324151.66;9323694.98;9325731.36;9324351.56;9325386.41;9322626
.83;9324639.02;9323241.29;9323144.25;9323103.45;9324754.00;9323489
.20;9322109.40;9322621.00;9322896.68;]; %Data koordinat Y tidak
tersampel

S=[X0 Y0]; %Lokasi yang akan ditaksir indeks pencemarannya (titik


tidak tersampel)

H=zeros(n); %Menghitung jarak antar dua titik


for i=1:n
for j=1:i
if(i~=j)
H(i,j)=sqrt((X(i)-X(j))^2+(Y(i)-Y(j))^2);
H(j,i)=H(i,j);
end
end
end
H;

m=255;

93
S0=S(m,:);
A=zeros(n); %Membentuk matriks Γ
for i=1:n
for j=1:i
if(i~=j)
if(H(i,j)<10600)
A(i,j) = 1.1+0.8*(1-exp(-(H(i,j)/10600)));
else
A(i,j)=1.9;
end
A(j,i)=A(i,j);
end
end
end
A(n+1,1:n)=1;
A(1:n,n+1)=1;
for i=(n+2):(n+2)
for j=1:n
if(i~=j)
A(i,j)=Y(j);
A(j,i)=A(i,j);
end
end
end
A;

H0=zeros(n,1); %Menghitung jarak antar titik sampel dengan titik


yang akan ditaksir
for i=1:n
H0(i)=sqrt((X(i)-S0(1,1))^2+(Y(i)-S0(1,2))^2);
end
H0;

B=zeros(n+2,1); %Membentuk matriks Γ0


for i=1:n
if(H0(i)<10600)
B(i)=1.1+0.8*(1-exp(-(H0(i)/10600)));
else
B(i)=1.9;
end
end
B(n+1)=1;
B(n+2)=S0(1,2);
B;

lamda=A\B %Matriks 𝜆 (bobot-bobot Universal Kriging)

ztak=transpose(lamda(1:i))*Z(1:i) %Nilai taksiran indeks


pencemaran air tanah dangkal

variansi=lamda'*B %Variansi taksiran

94
Lampiran 8

Data Estimasi Indeks Pencemaran Air Tanah Dangkal

di Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Status Taksiran Indeks


Kecamatan No X Y Variansi
Mutu Pencemaran
Jaksel-Pesanggarahan 1 694243,71 9311042,16 0,1618 1,2171
2 697658,56 9311245,97 0,7002 0,9657
Jaksel-Kebayoran
3 696380,28 9309870,50 0,9624 1,0493
Lama
4 696035,67 9305114,90 0,1358 1,1627
Jaksel-Kebayoran
5 699206,06 9308629,91 0,0243 1,0064
Baru
Jaksel-Setiabudi 6 702943,52 9312969,17 0,5806 0,9958
Jaksel-Tebet 7 705147,29 9311404,61 0,3230 0,9077
Jaksel-Mampang 8 700998,03 9309043,44 0,2298 0,9655
Prapatan 9 702445,38 9309399,62 0,5540 0,9835
10 698379,00 9304012,16 0,9807 1,0952
Jaksel-Cilandak
11 698730,26 9306619,99 0,0806 1,1160
12 700653,42 9303667,55 0,6965 1,1121
13 701687,24 9302840,49 0,8259 1,1359
Jaksel-Pasar Minggu
14 701938,77 9304086,95 0,7569 1,0993
15 704021,49 9304537,27 0,6221 1,0137
16 716574,32 9315659,91 0,7435 1,0265
Jaktim-Cakung 17 717193,28 9318159,37 0,9020 1,2603
18 717812,47 9316526,97 0,9302 1,2570
Baik
Jaktim-Pulo Gadung 19 708637,25 9315063,44 0,7309 0,9708
20 713128,23 9311248,93 0,4547 1,0988
Jaktim-Duren Sawit 21 712127,21 9309659,63 0,3219 0,9839
22 713534,45 9310053,66 0,4178 1,0952
23 708096,95 9308009,61 0,8003 0,9806
Jaktim-Makassar 24 711902,05 9308533,84 0,6551 1,0906
25 708862,41 9308927,87 0,8299 0,9081
Jaktim-Jatinegara 26 708992,94 9312144,91 0,6489 0,8351
27 706236,07 9298567,35 0,2474 1,2914
Jaktim-Pasar Rebo
28 705597,60 9300822,15 0,7553 1,2169
Jaktim-Ciracas 29 707117,43 9300202,96 0,8850 1,2344
30 709846,33 9299946,34 0,4268 1,2714
31 711269,59 9297384,47 0,2831 1,4208
32 709992,94 9302426,96 0,0445 1,1737
Jaktim-Cipayung
33 710438,52 9303918,08 0,8924 1,1492
34 711902,05 9302679,71 0,8933 1,2590
35 710888,83 9301553,92 0,5624 1,2739
Jakpus-Senen 36 703683,75 9316470,68 0,4934 0,9934
Jakpus-Johar Baru 37 705684,70 9316349,13 0,0571 1,0422

95
38 704978,42 9316526,97 0,1855 1,0197
Jakpus-Cempaka 39 706999,81 9315815,69 0,4182 0,9945
Putih 40 706718,52 9317176,19 0,7517 0,9644
Jakbar-Cengkareng 41 692176,06 9318968,15 0,7078 1,1361
42 693209,88 9314350,40 0,5210 1,1650
43 692763,55 9317258,74 0,4475 1,1016
Jakbar-Kembangan 44 690905,99 9315513,76 0,3076 1,2037
45 693833,06 9313149,59 0,9366 1,1491
46 690680,83 9312136,38 0,6872 1,3483
Jakbar-Kebon Jeruk 47 696311,36 9313178,73 0,4700 0,8795
48 716099,56 9320384,67 0,8823 1,1425
Jakut-Cilincing
49 717479,35 9319809,75 0,8601 1,2720
50 695277,53 9307733,93 1,0495 1,2030
51 693761,26 9310284,03 2,4272 1,2654
Jaksel-Pesanggarahan 52 704471,81 9302623,42 2,9818 1,1139
53 702220,22 9299189,75 2,0603 1,2736
54 700587,82 9301272,47 4,0348 1,1828
55 697323,02 9305663,06 1,1054 1,0784
Jaksel-Kebayoran 56 698223,65 9312192,67 1,1679 0,9668
Lama 57 695915,78 9310898,00 3,6944 1,0769
58 696928,99 9307689,49 4,3707 1,0729
59 700515,58 9311248,93 2,0720 0,9861
Jaksel-Kebayoran
60 699518,32 9307633,20 2,5564 1,0583
Baru
61 698336,23 9307970,94 1,5033 1,0186
62 701411,56 9312558,44 3,6866 0,9951
Jaksel-Setiabudi 63 702303,05 9311118,93 2,3953 1,0348
64 703064,57 9312080,09 3,2805 1,0148
65 704793,76 9312471,03 1,8258 1,0029
Jaksel-Tebet
66 704513,03 9310490,79 2,2092 0,9360
Cemar
Jaksel-Mampang
Ringan 67 701235,61 9307418,45 1,1698 1,0334
Prapatan
68 703334,36 9307690,04 3,5224 1,0221
Jaksel-Pancoran 69 703479,21 9309112,36 1,3433 0,9835
70 702501,67 9307464,33 3,1216 1,0406
71 699206,06 9302840,49 3,7609 1,1333
72 699630,90 9305381,61 1,3008 1,0653
Jaksel-Cilandak
73 696760,12 9303692,92 4,0739 1,2046
74 697773,34 9301947,94 4,6954 1,2720
75 703065,68 9305252,75 1,4188 1,1037
76 704415,52 9306619,99 1,4960 1,1207
Jaksel-Pasar Minggu
77 702332,80 9301779,07 1,9042 1,1874
78 701094,43 9305269,03 2,4522 1,0364
79 699550,67 9297326,76 1,7980 1,4661
80 700515,58 9299670,09 3,8494 1,2484
Jaksel-Jagakarsa 81 702065,68 9300290,39 1,7537 1,2378
82 704302,94 9302904,87 3,1768 1,0980
83 703683,75 9302285,68 3,0889 1,1330

96
84 700644,11 9300934,73 3,7271 1,2042
85 702670,54 9299133,46 1,1142 1,2990
86 700925,56 9298626,85 3,8343 1,3139
87 702332,80 9297726,22 3,1064 1,3521
88 712576,86 9313592,26 4,7056 1,0886
89 716179,84 9314107,78 1,6631 1,0883
90 715223,14 9317033,58 3,9412 1,1956
Jaktim-Cakung 91 711226,57 9313825,07 4,8289 1,0324
92 713703,32 9314838,28 4,3880 1,1181
93 715842,33 9312868,14 1,0479 1,1275
94 714378,80 9313431,04 1,0184 1,1109
95 708303,72 9316693,74 1,5108 0,9341
96 710164,60 9315384,23 2,5225 1,0118
Jaktim-Pulo Gadung 97 709199,70 9313936,87 4,0709 0,9596
98 707905,48 9313543,62 1,8675 0,8912
99 709369,01 9316189,24 2,7080 1,0401
100 711060,58 9310490,79 4,0113 0,8916
101 714685,97 9309126,09 2,1609 1,1555
Jaktim-Duren Sawit 102 710494,81 9312136,38 2,3438 0,9761
103 711564,31 9311460,90 4,4393 1,0002
104 713421,87 9308759,00 2,8296 1,1045
105 706359,35 9313609,63 3,2967 1,0353
Jaktim-Matraman
106 706994,21 9314695,01 2,4755 0,9680
107 710164,60 9308285,30 2,1736 1,0330
108 709337,54 9305873,04 3,5670 1,0625
Jaktim-Makassar
109 710719,97 9305719,35 1,1360 1,1531
110 708524,67 9304818,72 2,9649 1,0849
111 707545,58 9310215,10 4,0213 0,7846
Jaktim-Jatinegara 112 705935,34 9312755,56 2,4804 1,0054
113 708018,06 9311235,74 1,4509 0,7472
114 706649,60 9307802,85 2,3686 0,9099
115 705960,38 9306079,81 2,8551 1,0372
Jaktim-Kramat Jati 116 706511,76 9304425,69 2,3116 1,0709
117 706498,24 9309040,44 2,0077 0,9643
118 707849,19 9303580,34 1,7003 1,1027
119 705960,38 9302978,33 2,5319 1,0718
Jaktim-Pasar Rebo 120 704857,64 9299876,86 1,3946 1,2713
121 704359,23 9298964,59 1,0476 1,3225
122 706925,29 9302082,35 4,4240 1,1262
123 708351,91 9297526,80 1,3088 1,4416
Jaktim-Ciracas 124 708165,88 9301324,21 2,4699 1,1912
125 709143,85 9296431,55 2,0027 1,5230
126 708524,67 9298795,72 1,0161 1,3228
127 710044,49 9296431,55 1,8647 1,5456
128 711620,60 9299752,65 2,0359 1,2393
Jaktim-Cipayung
129 710945,12 9298795,72 1,2336 1,2777
130 709988,20 9297613,64 1,5400 1,4129

97
Jakpus-Sawah Besar 131 702996,75 9319519,52 1,6622 0,9616
132 703892,74 9318485,70 1,4660 0,9970
133 705546,85 9317934,33 3,3365 1,0461
Jakpus-Kemayoran
134 704865,84 9319060,01 4,6595 0,9949
135 706498,24 9318384,53 2,2909 1,0115
Jakpus-Senen 136 704444,11 9317415,88 1,5212 1,0268
Jakpus-Cempaka
137 705822,76 9315232,31 4,7267 0,9907
Putih
Jakpus-Tanah Abang 138 699619,59 9312213,83 3,3976 0,9752
139 702514,30 9314557,17 1,5241 1,0010
Jakpus-Menteng
140 703683,75 9314106,52 4,6125 1,0331
Jakbar-Kalideres 141 688992,14 9318046,80 4,4292 1,3259
142 691417,92 9321380,41 4,3202 1,2127
143 694864,00 9319933,05 4,0309 1,1108
144 690230,52 9316583,26 4,4412 1,2221
145 690174,23 9317258,74 4,5992 1,2231
Jakbar-Cengkareng
146 690455,68 9318609,69 4,3971 1,2349
147 691131,15 9319848,07 4,3645 1,2142
148 692425,82 9320016,93 1,9275 1,1038
149 693551,61 9320917,57 2,7441 1,1402
Jakbar-Grogol 150 697491,89 9317765,35 4,9886 1,0345
Petamburan 151 697717,05 9316752,13 3,4217 1,0390
152 691845,99 9316032,79 3,1347 1,1409
Jakbar-Kembangan 153 693833,06 9318497,11 1,3491 1,0975
154 693382,74 9315570,05 3,4562 1,0338
155 694339,67 9317315,03 1,4365 1,0637
Jakbar-Kebon Jeruk
156 696084,65 9311967,51 1,5420 1,0320
Jakut-Pademangan 157 703164,02 9321419,51 4,0184 1,0875
158 714368,82 9322069,62 4,0036 1,2108
159 717125,69 9323103,45 1,8561 1,2921
160 715697,12 9323661,67 3,9424 1,1791
Jakut-Cilincing 161 714259,84 9324409,06 2,7107 1,2342
162 714777,26 9320844,60 2,4476 1,1707
163 715639,63 9319177,35 2,2437 1,1407
164 716616,98 9321591,98 1,1566 1,1909
Jaksel-Kebayoran
165 698930,38 9310008,34 5,6514 0,9945
Baru
Jaksel-Tebet 166 705505,39 9309980,32 7,9692 0,8695
Jaksel-Mampang
167 701601,04 9310109,95 5,7398 1,0078
Prapatan
Cemar Jaksel-Pancoran 168 704995,48 9308560,98 5,1214 0,9663
Sedang Jaksel-Cilandak 169 697000,57 9302840,49 5,3721 1,2133
170 714491,38 9318328,24 7,1475 1,1691
171 713534,45 9316301,81 5,1969 1,1208
Jaktim-Cakung
172 711845,76 9315344,89 5,3043 1,0809
173 714716,53 9315513,76 6,5890 1,1295
Jaktim-Matraman 174 705879,05 9314275,39 5,4432 0,9930

98
Jaktim-Makassar 175 709594,17 9307182,88 5,3479 1,0072
Jaktim-Jatinegara 176 709061,86 9310352,95 5,3371 0,8868
177 704306,26 9320001,98 5,4771 1,0612
Jakpus-Sawah Besar
178 702783,12 9317765,35 6,8555 1,0588
179 700033,12 9318210,01 8,1839 1,0662
180 701342,63 9317589,72 5,9516 1,0441
Jakpus-Gambir
181 700531,53 9316808,42 5,6797 1,0462
182 702276,51 9316695,84 6,6479 1,0316
Jakpus-Senen 183 704702,03 9315075,43 5,0016 1,0067
Jakpus-Tanah Abang 184 699481,75 9313385,50 6,5810 0,9152
Jakpus-Menteng 185 702100,77 9315659,91 5,9920 0,9984
186 687775,48 9321716,03 7,7014 1,4271
187 690495,57 9323466,64 6,4855 1,2751
188 687697,48 9317709,06 7,4847 1,2404
Jakbar-Kalideres 189 688260,38 9318609,69 8,0642 1,2765
190 687416,03 9319735,49 6,5827 1,3118
191 688048,43 9320579,83 7,0505 1,3684
192 688823,28 9322549,97 6,9331 1,4187
193 696724,89 9319519,52 7,8084 1,0582
Jakbar-Grogol
194 698379,00 9318623,54 6,3407 1,0432
Petamburan
195 698930,38 9317314,03 5,0715 1,1020
196 698861,46 9319864,13 8,0260 1,0769
Jakbar-Tambora
197 699743,48 9320748,70 7,0216 1,0963
Jakbar-Taman Sari 198 701825,09 9319174,92 9,5393 1,0600
Jakbar-Kembangan 199 692176,06 9312420,60 1,3076 1,2684
200 696035,67 9317382,95 6,0828 1,0032
201 695759,98 9314901,77 5,6182 1,0122
Jakbar-Kebon Jeruk
202 695127,72 9318215,66 5,4158 1,0912
203 696478,67 9315964,08 7,4630 0,9601
204 699757,44 9316486,97 6,7518 1,0416
205 698447,93 9315659,91 8,2284 1,0051
Jakbar-Palmerah
206 698730,26 9314556,83 7,3603 0,9488
207 697885,92 9314050,23 7,5095 0,9309
208 696127,96 9322248,82 7,9417 1,0942
209 691493,29 9324006,62 7,4277 1,2784
210 692988,07 9323546,69 7,7372 1,0356
Jakut-Penjaringan
211 694425,35 9321994,42 5,1603 1,1072
212 699484,58 9322914,28 9,9126 1,0205
213 698277,26 9321247,04 9,6601 1,1200
214 702307,54 9322345,31 6,1614 1,1233
Jakut-Pademangan
215 704444,11 9321311,49 7,5589 1,1067
216 705684,70 9321931,78 9,2499 1,1314
217 707407,74 9320622,27 8,2104 1,1130
Jakut-Tanjung Priok
218 705693,64 9320499,65 6,8392 1,0626
219 707935,80 9319292,33 5,8729 1,0280
220 710164,60 9324826,49 6,9567 1,3029
Jakut-Koja
221 711097,82 9321534,49 7,8992 1,1722

99
222 710810,36 9323834,14 9,5854 1,1480
223 713266,08 9320208,74 6,8792 1,1548
224 711845,20 9324868,99 6,6139 1,1901
Jakut-Cilincing 225 717306,88 9325558,88 5,2527 1,6083
226 712707,57 9323546,69 9,4557 1,1995
227 712880,05 9321362,02 8,6370 1,0890
228 711956,57 9316831,58 5,7325 1,0930
229 710580,40 9318257,49 5,6167 1,0814
230 710026,76 9319864,13 7,7103 1,0682
Jakut-Kelapa Gading
231 708855,66 9318372,47 5,2397 1,0050
232 710407,92 9317452,61 5,7570 1,0529
233 711500,26 9320154,70 9,6967 1,1471
234 700929,10 9315039,62 10,9434 0,9563
Jakpus-Tanah Abang
235 700925,56 9313768,78 11,0073 0,9514
236 689125,53 9323999,43 10,8322 1,4196
Jakbar-Kalideres
237 687810,06 9325251,88 10,1189 1,4761
Jakbar-Tambora 238 700033,12 9318968,15 10,2931 1,0474
239 700860,18 9320966,88 12,0963 1,0048
Jakbar-Taman Sari
240 700869,27 9319454,04 11,8935 0,9871
241 694225,13 9324151,66 10,0444 1,0653
242 698030,80 9323694,98 13,7762 0,9699
243 690285,98 9325731,36 10,9364 1,4826
Cemar Jakut-Penjaringan 244 696092,59 9324351,56 10,5082 0,9764
Berat 245 698392,25 9325386,41 15,1610 1,0726
246 697472,39 9322626,83 11,0507 1,1173
247 699542,07 9324639,02 14,7764 1,1076
248 705753,62 9323241,29 13,9934 1,1553
Jakut-Pademangan
249 700576,91 9323144,25 10,5462 1,0099
250 708855,09 9323103,45 11,2728 1,1461
251 707878,31 9324754,00 13,6575 1,3435
Jakut-Tanjung Priok
252 707188,41 9323489,20 14,0713 1,1940
253 707763,32 9322109,40 12,4463 1,1447
254 709957,84 9322621,00 10,9141 1,1236
Jakut-Koja
255 711680,88 9322896,68 11,3167 1,1491

100

Anda mungkin juga menyukai