Anda di halaman 1dari 10

1. Membuat (min.

5) pertanyaan dan jawaban tentang materi:


a. Teori-teori Keberlakuan Hukum Islam
b. Pembaharuan Hukum Islam
c. Peranan Hukum Islam dalam Pembentukan Hukum Nasional

Jawaban

1. A. Materi “Teori-teori Keberlakuan Hukum Islam”

1. Apakah perbedaan antara Teori Receptie & Receptie A Contrario ?

Jawaban:

Teori receptie diperkenalkan oleh Prof. Christhian Snouck Hurgronye. Teori


ini menyatakan bahwa pada dasarnya bagi rakyat pribumi berlaku hukum adat.
Hukum islam berlaku jika telah dierima oleh masyarakat sebagai hukum adat. teori
ini dikemukakan agar orang-orang pribumi tidak memegang teguh ajaran islam
karena dihawatirkan mereka akan sulit menerima pengaruh budaya barat. Hurgronye
juga khawatir adanya pengaruh Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin al
Afghani masuk ke Indonesia. Untuk mencegah hal itu terjadi, Hurgronye
menyampaikan usulan kebijakannya terhadap Islam (Islam Policy) kepada pemerintah
Hindia Belanda. Usulan ebijakan tersebut antara lain:

- Dalam bidang agama, hendaknya pemerintah Hindia Belanda memberikan


kebebasan sacara jujur dan penuh tanpa syarat bagi orang islam.
- Dalam bidang Kemasyarakatan hendaknya pemerintah Hindia Belanda
menghormati adat istiadat dan kebisaan rakyat yang berlaku.
- Dalam bidang ketatanegaraan, mencegah tumbuhnya ideologi yang dapat
membawa dan menumbuhkan gerakan Pan-Islamisme.

 Melalui kebijkan ini, hurgronye telah berhasil meminimlisasi hukum


islam pada masyarakat indonesia.Teori ini berlaku hingga zaman kemerdekaan.

Teori receptie a contrario dikembangkan oleh Sayuti Thalib SH. Teori


receptio a contrario seara harfiah berearti kebalikan dari teori receptie. Jika teori
receptie mendahulukan hukum adat daripada hukum Islam, maka teori receptie a
contrario mendahulukan hukum islam daripada hukum adat. dalam teori receptio
hukum islam dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan hukum adat, sementara
teori reeptie a contrario hukum adat dapat berlaku jika tidak bertentangan dengan
hukum islam.
2. Apa yang dimaksud dengan Teori Kredo atau Syahadat?

Jawaban:

Teori kredo atau syahadat ialah teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum
Islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadat sebagai
konsekuensi logis dari pengucapan kredonya.

Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam filsafat hukum Islam.
Prinsip tauhid yang menghendaki setiap orang yang menyatakan dirinya beriman
kepada ke-Maha Esaan Allah swt., maka ia harus tunduk kepada apa yang
diperintahkan Allah swt. Dalam hal ini taat kepada perintah Allah swt. dan sekaligus
taat kepada Rasulullah saw. dan sunnahnya.

Teori Kredo ini sama dengan teori otoritas hukum yang dijelaskan oleh H.A.R.
Gibb (The Modern Trends in Islam, The University of Chicago Press, Chicago,
Illionis, 1950). Gibb menyatakan bahwa orang Islam yang telah menerima Islam
sebagai agamanya berarti ia telah menerima otoritas hukum Islam atas dirinya.

Teori Gibb ini sama dengan apa yang telah diungkapkan oleh imam madzhab
seperti Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah ketika mereka menjelaskan teori mereka
tentang Politik Hukum Internasional Islam (Fiqh Siyasah Dauliyyah) dan Hukum
Pidana Islam (Fiqh Jinayah). Mereka mengenal teori teritorialitas dan non
teritorialitas. Teori teritorialitas dari Imam Abu Hanifah menyatakan bahwa seorang
muslim terikat untuk melaksanakan hukum Islam sepanjang ia berada di wilayah
hukum di mana hukum Islam diberlakukan. Sementara teori non teritorialitas dari
Imam Syafi’i menyatakan bahwa seorang muslim selamanya terikat untuk
melaksanakan hukum Islam di mana pun ia berada, baik di wilayah hukum di mana
hukum Islam diberlakukan, maupun di wilayah hukum di mana hukum Islam tidak
diberlakukan.

Sebagaimana diketahui bahwa mayoritas umat Islam di Indonesia adalah


penganut madzhab Syafi’i sehingga berlakunya teori syahadat ini tidak dapat
disangsikan lagi. Teori Kredo atau Syahadat ini berlaku di Indonesia sejak
kedatangannya hingga kemudian lahir Teori Receptio in Complexu di zaman
Belanda.

3. Teori keberlakuan hukum islam apa yang pertama kali lahir di Indonesia?

Jawaban:
Teori keberlakuan hukum islam yang pertama kali lahir di Indonesia adalah Teori
receptio in Complexu. Teori ini menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh
hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya
terdapat penyimpangan-penyimpangan. Teori ini berlaku di Indonesia ketika teori ini
diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian van den Berg. Teori
Receptio in Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti
dengan dibuatnya pelbagai kimpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam
menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah
kekuasaan VOC yang kemudian dikenal senagai Nederlandsch Indie.

Materi teori receptio in complexu ini, dimuat dalam pasal 75 RR


(Regeeringsreglement) tahun 1855. Pasal 75 ayat 3 RR berbunyi: “oleh hakim
Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-undang agama (godsdienstige wetten)
dan kebiasaan penduduk indonesia. Jadi pada masa teori ini hukum Islam berlaku
bagi orang Islam. Pada masa teori inilah keluarnya stbl. 1882 no. 152 tentang
pembentukan pengadilan agama (Priesterraad) di samping pengadilan negeri
(Landraad), yang sebelumnya didahului dengan penyusunan kitab yang berisi
himpunan hukum Islam, pegangan para hakim, seperti Mogharrer Code pada tahun
1747, Compendium van Clootwijk pada tahun 1795, dan Compendium Freijer pada
tahun 1761.

4. Bagaimana implementasi Teori Receptie pada zamannya?

Jawaban:

Penerapan teori Resepsi antara lain, pada tahun 1973 dengan stbl. 1937 no. 116,
wewenang menyelesaikan hukum waris dicabut dari pengadilan agama dan dialihkan
menjadi wewenang Pengadilan Negeri. Alasan pencabutan wewenang Pengadilan
Agama tersebut dengan alasan bahwa hukum waris Islam belum sepenuhnya diterima
oleh hukum adat (belum diresepsi).

Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan
oleh hakim agama Islam, apabila hukum adat mereka menghendakinya dan sejauh
tidak ditentukan lain dengan sesuatu ordonansi. Pemikiran Snouck Hurgronje tentang
teori Resepsi ini, sejalan dengan pendapatnya tentang pemisahan antara agama dan
politik. Pandangannya itu sesuai pula dengan sarannya kepada pemerintah Hindia
Belanda tentang politik Islam Hindia Belanda. Dia menyarankan agar pemerintah
Hindia Belanda bersifat netral terhadap ibadah agama d bertindak tegas terhadap
setiap kemungkinan perlawanan orang Islam fanatik. Islam dipandangnya sebagai
ancaman yang harus dikekang dan ditempatkan di bawah pengawasan yang ketat.
5. Berikan contoh implementasi dari Teori Reseptio A Contrario di Indonesia

Jawaban:

Di Aceh, masyarakatnya menghendaki agar soal-soal perkawinan dan soal


warisan diatur menurut hukum Islam. Apabila ada ketentuan adat di dalamnya, boleh
saja dilakukan atau dipakai, tetapi dengan satu ukuran, yaitu tidak boleh bertentangan
dengan hukum Islam. Dengan demikian yang ada sekarang adalah kebalikan dari teori
Resepsi yaitu hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum
Islam. Inilah yang disebut oleh Satyuti Thalib dengan teori Reseptio A Contrario
bahwa, dalam ternyata dalam masyarakat telah berkembang lebih jauh dari beberapa
daerah yang dianggap sangat kuat adatnya, terlihat ada kecenderungan teori resepsi
dari Snouck Hurgronje.

B. Materi “Pembaharuan Hukum Islam”

1. Apa yang dimaksud dengan Pembaharuan Hukum Islam?

Jawaban:

Pembaharuan hukum Islam berarti gerakan ijtihad untuk menetapkan ketentuan


hukum yang mampu menjawab permasalahan dan perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik
menetapkan hukum terhadap masalah baru untuk menggantikan ketentuan hukum
lama yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kemaslahatan manusia masa
sekarang. Yang dimaksud dengan ketentuan hukum di sini adalah ketentuan hukum
Islam kategori fikih yang merupakan hasil ijtihad para ulama, bukan ketentuan hukum
Islam kategori syariat.

2. Bagaimana cara pembaharuan hukum islam itu terjadi?

Jawaban:

Ada 3 cara, yakni:

1. Apabila hasil ijtihad lama itu adalah salah satu dari sekian keboleh-jadian yang
dikandung oleh suatu teks Al-Qur’an dan hadith. Dalam keadaan demikian,
pembaharuan dilakukan dengan mengangkat pula keboleh-jadian yang lain yang
terkandung dalam ayat atau hadith tersebut. Contoh, Jumhur ulama telah
menetapkan tujuh macam kekayaan yang wajib zakat, yaitu emas dan perak;
tanam-tanaman; buah-buahan; barang-barang dagangan; binatang ternak; barang
tambang; dan barang peninggalan orang dahulu yang ditemukan waktu digali.
Ketujuh macam kekayaan yang ditetapkan wajib zakat itu berkisar dalam ruang
lingkup keboleh – jadian arti.

2. Bila hasil ijtihad lama didasarkan atas ‘urf setempat, dan bila ‘urf itu sudah
berubah, maka hasil ijtihad lama itupun dapat diubah dengan menetapkan hasil
ijtihad baru yang berdasarkan kepada ‘urf setempat yang telah berubah itu.
Contohnya hasil ijtihad mengenai kepala negara wanita. Hasil ijtihad ulama
terdahulu menetapkam wanita tidak boleh menjadi kepala negara, sesuai dengan
‘urf masyarakat Islam masa itu yang tidak bisa menerima wanita sabagai kepala
negara. Dengan berkembangnya paham emansipasi wanita, ‘urf masyarakat Islam
sekarang sudah berubah, mereka sudah dapat menerima wanita sebagai kepala
negara. Hasil ijtihad ulamapun sudah dapat berubah dan sudah menetapkan bahwa
wanita boleh menjadi kepala negara.

3. Apabila hasil ijtihad lama ditetapkan dengan qiyas, maka pembaharuan dapat
dilakukan dengan meninjau kembali hasil-hasil ijtihad atau ketentuan-ketentuan
hukum yang ditetapkan dengan qiyas dengan menggunakan istihsan.
Sebagaimana diketahui, penetapan hukum dengan istihsan merupakan suatu jalan
keluar dari kekakuan hukum yang dihasilkan oleh qiyas dan metode-metode
istinbat hukum yang lain. Contohnya hasil ijtihad tentang larangan masuk masjid
bagi orang haid yang diqiyaskan kepada orang junub karena sama-sama hadath
besar. Ada ulama yang merasa qiyas di atas kurang tepat karena ada unsur lain
yang membedakan haid dengan junub, walaupun keduanya sama-sama hadath
besar.

3. Apakah tujuan dari pembaharuan hukum islam itu sendiri?

Jawaban:

Pembaharuan hukum Islam dimaksudkan agar ajaran Islam tetap ada dan diterima
oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualitas hukum Islam atau untuk
menjembatani ajaran teoretis dalamkitab-kitab fiqh hasil pemikiran mujtahid dengan
kebutuhan masa kini. Sejak awal Hukum Islam sebenarnya tidak memiliki tujuan lain,
kecuali kemaslahatan (keadilan) manusia. Ungkapan bahwa Hukum Islam
dicanangkan demi kebahagiaan manusia lahir batin dan duniawi ukhrawi, sepenuhnya
mencerminkan kemaslahatan manusia.

4. Apa saja metode yang dapat ditempuh dalam pembaharuan hukum islam?

Jawaban:

1. Pemahaman Baru Terhadap Kitabullah;


2. Pemahaman Baru Terhadap Sunnah;
3. Pendekatan Ta’aqquli (Rasional);
4. Penekanan Zawajir (Zawajir dan Jawabir) dalam Pidana;
5. Masalah Ijmak;
6. Masalik al-‘Illat (Sara Penetapan Illat);
7. Masalih Mursalah;
8. Sadd az-Zari’ah;
9. Irtijab Akhalf ad-Dararain;
10. Keputusan Waliyy al-Amr;
11. Memfiqhkan Hukum Qat’I.

5. Jelaskan secara singkat mengenai pembaharuan hukum islam di Indonesia

Jawaban:

Di dalam prakteknya pembaharuan Hukum Islam di Indonesia sudah mulai


berkembang sejak jaman kemerdekaan yaitu pada tahun 1945 dan kemudian sampai
sekarang sudah cukup banyak produk reformasi hukum Isla tersebut diantaranya yang
berperan penting dalam reformasi tersebut adalah ormas-ormas Islam dan yang paling
penting adalah bahwa Pengadian Agama selaku lembaga penegak hukum menjadi
lebih luas kewenangannya untuk melakukan reformasi hukum Islam yaitu dengan
adanya UU Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Dan juga adanya
Undang-Undang nomor 35 tahun 2000 tentang Propernas yang menyebutkan bahwa
untuk membentuk hukum Nasional salah satu bahan bakunya adalah hukum Agama.

C. Peranan Hukum Islam dalam Pembentukan Hukum Nasional

1. Bagaimana kedudukan hukum islam sebagai sistem hukum yang berperan dalam
pembentukan hukum nasional di Indonesia?
Jawaban:

Hukum Islam sebagai salah satu sistem hukum yang juga berlaku di Indonesia
mempunyai kedudukan dan arti yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan
pembangunan manusia seutuhnya yakni baik pembangunan dunia maupun
pembangunan akhirat, dan baik dibidang materil, maupun dibidang mental-spiritual.
Agama Islam menghendaki agar pembangunan itu dilaksanakan, baik pembangunan
manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, baik dalam bidang materil
maupun dalam bidang mental spiritual.

Dalam pembangunan dibidang mental spiritual, hukum Islam berusaha


menjadikan Individu sebagai insan kamil(manusia paripurna) yakni manusia yang
beraqidah yang benar, luhur dan beramal saleh. dalam bidang materil, hukum Islam
meletakkan prinsip-prinsip/dasar-dasar umum yang dengan itu pengelolaan dan
pemanfaatan materi jaminan untuk manusia berdasarkan ridah Allah SWT.
Selanjutnya dalam pembangunan bidang sosial, hukum Islam meletakkan prinsip-
prinsip/dasar-dasar sosial seperti prinsip persamaan, persatuan, persaudaraan,
keadilan, permusyawaratan, keseimbangan dan lain-lainnya yang dengan prinsip-
prinsip tersebut terjamin kemajuan dan perkembangan sosial secara bertahap dan
mantap (Hamid, 978 : 35-37).

2. Bagaimana peranan hukum islam dalam pembentukan hukum nasional?

Jawaban:

Zarkowi Soejoeti ( mantan sekjen Departemen agama ) juga mengatakan  dalam


salah satu tulisannya bahwa kalau kita mengacu kepada undang-undang no I thn 1974
maka agama dapat dijadikan solusi dalam pembangunan hukum Nasional karena itu
hukum Islam sebagai salah satu sistem ajaran Islam yang dianut oleh sebgian besar
0leh rakyat Indonesia untuk dapat memberikan kontribusinya kepada pembangunan
hukum nasional.

Peran hukum Islam juga dapat dilihat dari beberapa sumber, antara lain dalam
pembukaan UUD 45 alenia keempat yang menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar
negara. Hal itu menunjukkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber
hukum yang berlaku dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Sila pertama dari pancasila adalah “Ketuhanan yang Mahaesa” mempunyai


kedudukan kedudukan hukum yang sangat kuat oleh karena secara konstitusional
tercantum pada pasal 29 ayat(1) UUD 45 yang berbunyi : Negara berdasarkan
Ketuhanan Yang Mahaesa. Dengan demikian sila Ketuhanan Yang Mahaesa ini
merupakan hukum positif yang fundamentil yang mengikat setiap warganegara dalam
bermasyarakat dan bernegara.

3. Apakah sumbangsih hukum islam dalam pembentukan hukum nasional di Indonesia?

Jawaban:

Adanya peraturan perundang-undangan yang secara langsung ditujukan untuk


mengatur pelaksanaan ajaran Islam bagi para pemeluknya. Di antara produk hukum
yang dapat dimasukkan dalam kategori ini adalah UU No. 1/1974 tentang Perkawinan
bersama peraturan pelaksanaannya (PP No. 9/1975), UU No. 7/1989 tentang
Peradilan Agama, PP No. 28/1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, dan Inpres No.
1/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Adapula dalam bidang-bidang hukum
keluarga (ahwal al-syakhshiyyah) , hukum waris (fara’id) meskipun hanya bersifat
pilihan hukum, hukum perwakafan, zakat, dan haji. Dengan adanya hukum positif
yang menjamin dan mengaturnya, maka pelaksanaan hukum Islam tersebut akan lebih
terjamin kekuatan hukumnya.

Hukum Islam sebagai sumber nilai bagi aturan hukum yang akan dibuat,
dilakukan dengan cara asas-asas (nilai-nilai) dari hukum tersebut ditarik dan
kemudian dituangkan dalam hukum nasional. Dengan demikian, maka implementasi
hukum Islam tidak hanya terbatas pada bidang hukum perdata, khususnya hukum
keluarga, tetapi juga pada bidang- bidang lain seperti hukum pidana, hukum tata
negara, hukum administrasi negara, dan hukum dagang.

Kemudian pada UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU No.
4/1979 tentang Kesejahteraan Anak; juga bisa dalam bentuk diberikannya jaminan
hukum terhadap pelaksanaan syariat (hukum) Islam, seperti yang terjadi pada UU No.
5/1960 tentang Agraria dan UU No. 7/1992 j.o. UU No. 10/1998 tentang Perbankan.
Di samping yang telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, hukum
Islam khususnya bidang keperdataan, sesungguhnya dapat saja dilaksanakan oleh
masyarakat tanpa harus menunggu dibuatnya aturan hukum formal. Di dalam pasal
1338 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu perjanjian berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.

Jadi, KUH Perdata ini menganut asas kebebasan berkontrak, yang berarti setiap
warga negara bebas melakukan segala bentuk perjanjian (kontrak), termasuk kaum
muslimin yang ingin melakukannya berdasarkan hukum muamalatnya
(keperdataannya). Dengan demikian, mereka diberikan kebebasan sepenuhnya untuk
melakukan bisnis berdasarkan hukum Islam. Tinggallah sekarang bagaimana
kesadaran umat Islam sendiri terhadapnya.

4. Bagaimana strategi legislasi hukum Islam dalam pembangunan hukum di Indonesia?

Jawaban:

Adapun strategi legislasi hukum Islam dalam pembangunan hukum di Indonesia


dapat dilakukan melalui tiga sektor (mengutip teori Weiner Friedman) antara lain:
1. Substansi hukum
Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan disebutkan bahwa dalam
membentuk peraturan perundang-undangan harus berdasarkan pada asas yang
meliputi: 1) Kejelasan tujuan; 2) Kelembagaan atau organ pembentuk yang
tepat; 3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan; 4) Dapat dilaksanakan; 5)
Kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6) Kejelasan rumusan; dan 7)
Keterbukaan. Materi muatan peraturan perundang-undangan sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengandung
asas-asas yang meliputi: 1) Pengayoman; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4)
Kekeluargaan; 5) Kenusantaraan; 6) Bhinneka tunggal ika; 7) Keadilan; 8)
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; 9) Ketertiban dan
kepastian hukum; dan/atau. 10) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Jika diperhatikan asas dan materi muatan perundang-undangan dalam
tatanan hukum Indonesia terdapat banyak kesamaan dengan asas dan materi
muatan hukum Islam (fikih). Hukum Islam telah mengatur hubungan umat
dalam kehidupan beribadah (ubudiyah), sosial (muamalat), kekeluargaan
(munakahat), kenegeraan (siyasah dan jinayah).

2. Struktur hukum

Struktur menurut teori ini mencakup lembaga atau instansi pembentuk dan
penegak hukum. Hukum Islam dapat memberikan kontribusi dalam ajaran
akhlak /moral kepada pihak yang berwenang dalam pembentuk dan penegak
hukum. Ajaran moral hukum Islam dirasakan penting dalam memperbaiki
mental para penegak hukum. Jika moral penegak hukum baik, maka
implikasinya penegakan hukum akan menjadi berwibawa dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan butir pancasila sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan
beradab”.
3. Kultur / budaya hukum
Sekilas history perjalanan hukum islam di Indonesia merupakan hukum
yang hidup dalam masyarakat dan menjadi bagian integral dari kesadaran
hukum masyarakat Indonesia. Meskipun dalam faktanya tidak seluruh aspek
hukum Islam berlaku sebagaimana hukum positif di Indonesia.

5. Bagaimana orientasi hukum islam dalam tatanan pembangunan hukum di Indonesia?

Jawaban:

Menurut Masykuri Abdillah, dilihat dari segi orientasi penerapan hukum Islam
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: 

1. Pertama, adalah orentasi yang berupaya memperjuangkan implementasi ajaran


secara komprehensif (kaffah), baik bidang akidah, syari’ah, maupun etika-moral. 
2. Kedua, adalah orentasi yang hanya berupaya memperjuangkan implementasi
akidah dan etika-moral Islam. 
3. Ketiga, adalah orentasi yang hanya berupaya memperjuangkan sedapat mungkin
implementasi syari’ah -disamping akidah serta etika-moral -atau minimal prinsip-
prinsipnya, yang terintegrasi ke dalam sistem nasional.

Anda mungkin juga menyukai