Anda di halaman 1dari 28

1.

Apa yang menyebabkan pasien cepat lelah dan sering mengantuk


Definisi kelelahan
Menurut Tarwaka (2004) Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.
Kelelahan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu
korteks serebri dimana dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat
(inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang
mampu menurunkan kemampuan manusia beraksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
Penyebab Kelelahan
Penyebab kelelahan umumnya disebabkan oleh beban kerja berupa
- beban kerja internal Beban kerja internal biasanya berasal dari dalam tubuh itu sendiri
berupa: factor somatis ( umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, kondisi Kesehatan, status
gizi) dan faktor psikis (motivasi, kepuasan kerja, keinginan, dll)

kondisi Kesehatan yang menyebabkan cepat Lelah adalah penderita anemia, diabetes, sleep
apnea dsb
- beban kerja eksternal berupa (waktu kerja, istirahat, kerja gilir, kerja malam) lingkungan
kerja (fisika, kimia, biologi, ergonomi, dan psikologis)

SUMBER :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/58711/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
Sering mengantuk
Umumnya sering mengantuk disebabkan karena kurangnya waktu tidur tapi jika rasa
kantuk terjadi secara berlebihan sehingga menganggu aktifitas sehari-hari maka bisa jadi
disebabkan karena
- Defisiensi zat besi
Zat besi adalah komponen penyusun eritrosit, apabila tubuh kekurangan zat basi makan
produksi eritrosit menurun sehingga glukosa di darah pun menurun, hal tersebut lah yang dapat
menyebabkan kantuk
- Kurangnya olahraga
manfaat olahraga diantarannya adalah melancarkan peredaran darah, mengurangi resiko
darah tinggi dan obesitas, serta membakar lemak dan kalori. Oleh karena itu, apabila seseorang
kurang berolah raga akan timbul hal-hal yang berlawanan, seperti peredaran darah tidak lancer
dan menyebabkan asupan oksigen di jaringan tubuh berkurang dan menyebabkan rasa lemas dan
ngantuk
- Kelelahan
- Diabetes
Orang yang mengidap diabetes memiliki gejala sering buang air kecil , sering berkeringat di
malam hari yang menyebabkan ia susah tidur Ketika malam hari dan menjadi penyebab ia sering
mengantuk di siang harinya
- Sleep apnea
Gangguan pernafasan yang menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat. Sumbatan
ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur
Seringnya mengantuk dapat mengakibatkan penurunan aktivitas fisik yang menyebabkan
kelebihan berat badan sehingga berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit degeneratif seperti
penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, obesitas
SUMBER :
Rasmada, sada,dkk. 2012. Asupan Gizi dan Mengantuk pada Mahasiswa. 7(3).
Repository unimus (http://repository.unimus.ac.id/1113/3/BAB%20II.pdf)
http://arsip.jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/EDITORIAL%20Obstructive%20Sleep
%20Apnea.pdf

2. Definisi Sindroma metabolic


Sindroma metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang berkaitan
langsung terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler artherosklerotik. Faktor risiko tersebut
antara lain terdiri dari dislipidemia aterogenik seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan
kadar glukosa plasma, dan proinflamasi.
SUMBER : http://juke.kedokteran.unila.ac.id
3. Antropometri pada Metabolic Syndrom
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthoropos artinya tubuh dan metros
artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh
Pemeriksaan antropometri meliputi
a. Massa tubuh dengan pengukuran berat badan dalam satuan kilogram dan tinggi badan dalam
satuan meter. Kemudian massa tubuh akan disesuaikan dengan tabel Indeks massa tubuh.

Klasifikasi IMT
mengacu pada kriteria
asia pasifik.
 Seseorang mengalami obesitas jika BMI-nya berada di atas angka 25.
 Saat BMI seseorang menyentuh angka 23–24,9, maka ia dikategorikan mengalami kelebihan
berat badan.
 BMI normal berada di kisaran angka 18,5–22,9.
 Jika seseorang memiliki BMI di bawah angka 18,5, maka ia memiliki berat badan di bawah
normal.

b. Bentuk tubuh
Bentuk tubuh untuk orang metabolic syndrom memiliki bentuk apel shaped karena orang yang
terkena metabolic syndrom tergolong obesitas sentral, artinya terjadi kelebihan lemak pada
bagian abdomen sehingga memberikan bentuk yang lebih besar pada bagian perut. Obesitas
sentral juga memiliki keterkaitan dengan gangguan insulin karena free fatty acids yang berlebihan
c. Lingkar pinggang
Digunakan sebagai indikator antropometri yang berhubungan dengan lemak viseral dan subkutan.
Seseorang dikatakan obesitas abdominal jika nilai lingkar pinggang pada laki-laki >90 cm dan
pada perempuan >80 cm.

Pengukuran lingkar pinggang menggunakan metline. 


Pedoman pengukuran lingkar pinggang menurut standar WHO yaitu subjek harus berdiri tegak,
kedua tangan di samping. Pengukuran dilakukan saat pada akhir tahap ekspirasi normal, di
perkiraan titik tengah antara tulang rusuk paling bawah yang teraba dan puncak pelvis

Sumber:
Eprints.undip.ac.id. Overweight. Diakses pada 25 Maret 2021 dari
http://eprints.undip.ac.id/44753/3/Indah_Febriyani_22010110120090_BAB_2_KTI.pdf
Buku Skills lab FK UNS

d. Rasio lingkar pinggang-pinggul


merupakan alat ukur antropometri yang mudah untuk menentukan distribusi lemak tubuh
terutama lemak pada bagian abdomen . RLPP tetap tidak mampu membedakan lemak viseral dan
subkutan sehingga cara ukur ini tidak tepat untuk mengestimasikan lemak viseral saja. Rasio
yang tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular
karena RLPP mengukur simpanan intra-abdominal fat. RLPP lebih akurat untuk digunakan untuk
mendiagnosis pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dibandingkan LiPi dan IMT.
RLPP merupakan hasil bagi antara LiPi dan lingkar panggul. Pengukuran LiPi untuk menentukan
lingkar pinggang sama seperti protokol pengukuran LiPi WHO, sedangkan untuk mengukur
lingkar panggul, subjek harus berdiri tegak, kedua tangan di samping. Pengukuran lingkar
panggul dilakukan pada bagian terlebar dari bokong. Seseorang tergolong obesitas apabila ukuran
RLPP obesitas:
Laki-laki >0,90
Perempuan >0,85

e. Lingkar perut
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/sentral.
Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes
melitus, yang akhir-akhir ini juga erat hubungannya dengan kejadian sindroma metabolik.
Nilai normal pengukuran lingkar perut di Indonesia

N O
or be
m sit
al as

Laki 9 >
-laki 0 90
c c
m m

Pere 8 >
mpu 0 80
an c c
m m

Sumber : Buku skills lab FK UNS

4. Patofisiologi Metabolic Syndrom


[Etiologi sindrom metabolik belum dipahami seluruhnya, akan tetapi] Resistensi
insulin dan hiperinsulinemia diduga menjadi penyebab berkembangnya sindrom metabolik dan
berperan dalam patogenesis masing-masing komponennya. Obesitas [khususnya obesitas
abdominal atau viseral], mediator inflamasi, adipositokin, kortisol, stres oksidatif, predisposisi
genetik, dan karakteristik gaya hidup seperti aktivitas fisik dan diet diduga terlibat dalam
patofisiologi sindrom metabolik.
Lemak viseral (dibandingkan dengan lemak subkutan), ukuran partikel kolesterol (LDL
dan HDL) yang lebih kecil, dan peningkatan jumlah partikel kolesterol (LDL dan very low-
density lipoprotein/ VLDL) berkaitan dengan resistensi insulin yang lebih tinggi. Pada individu
yang rentan, ketidakmampuan sel ß untuk mengompensasi resistensi insulin mengakibatkan
hipoinsulinemia relatif, peningkatan aktivitas hormon sensitif lipase, dan lipolisis trigliserida
berlebihan dari adiposit, terutama yang berasal dari lemak abdominal, dengan pelepasan free
fatty acids (FFA) berlebihan.
Asam lemak bebas yang berlebihan masuk ke dalam hati melalui sirkulasi portal
untuk disimpan sebagai trigliserida dan merangsang hati untuk membentuk VLDL yang
selanjutnya mengakibatkan hipertrigliseridemia. Pertukaran trigliserida dari kolesterol dengan
cholesteryl ester dari kolesterol HDL yang dimediasi oleh cholesteryl ester transfer protein,
selanjutnya menghasilkan klirens HDL yang cepat.[Kelebihan trigliserida juga akan ditransfer ke
LDL yang kemudian menjadi substrat untuk enzim hepatik lipase.] Proses lipolisis trigliserida
tersebut selanjutnya menghasilkan partikel LDL berukuran kecil (small dense LDL).
Secara klinis, dislipidemia pada obesitas ditunjukkan sebagai hipertrigliseridemia, kadar
kolesterol HDL yang rendah, dan peningkatan rasio small dense LDL/kolesterol LDL.
Peningkatan aliran FFA ke jaringan perifer juga menghambat sinyal insulin. Adanya
resistensi insulin hepatik dan jumlah FFA yang besar menyebabkan proses glukoneogenesis
meningkat yang berkontribusi terhadap hiperglikemia. [Resistensi insulin mioselular juga
mengakibatkan penurunan penggunaan glukosa perifer.] Sejalan dengan waktu, sel ß pankreas
berusaha melakukan dekompensasi terhadap peningkatan kebutuhan insulin dalam mengatasi
resistensi insulin yang akhirnya mengakibatkan DMT2.

Penyebab hipertensi adalah multifaktorial, yaitu:


1. Disfungsi endotel yang disebabkan oleh FFA dan diperantarai oleh reactive oxygen
species (ROS)
2. Hiperinsulinemia yang diinduksi oleh aktivasi sistem saraf pusat
3. Inhibisi sintesis nitric oxide
4. Sitokin yang diperoleh dari jaringan lemak
5. Hiperaktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) pada obesitas.

Kondisi hipertrigliseridemia, penurunan kolesterol HDL, DMT2, dan hipertensi yang timbul
akibat peningkatan FFA tersebut akan menyebabkan penyakit kardiovaskular
SUMBER;
Spesialis1.ika.fk.unair.ac.id jurnal fk unair IDA Indonesia 2014

5. Faktor resiko Metabolic Syndrome


1. Umur
Bertambahnya usia juga meningkatkan resiko menderita metabolic syndrome. Umumnya
metabolic syndrome terjadi pada pasien dengan persentase diabwah 10% pada pasien
20tahunan dan 40% pada pasien berumur 60 tahun.

2. Ras
Metabolic syndrome umumnya lebih banyak terdapat pada pasien berkulit hitam dan
Mexican-americans

3. Obesitas
Meningkatnya resiko menderita metabolic syndrome umumnya terdapat pada pasien yang
memiliki nilai BMI diatas 25 dan pasien yang memiliki perut buncit (abdominal obesity /
sentral obesity)

4. Diabetes
Mempunyai keluarga yang terjangkit diabetes tipe 2 atau ibu menderita diabetes pada saat
hamil juga meningkatkan resiko menderita metabolic syndrome pada anak atau
keturunannya

5. Pola hidup tidak sehat


Tidak menjaga pola makan (makan makanan yang terlalu berlemak dan makanan manis)
juga jarang berolahraga

6. Memiliki kebiasaan merokok

7. Memiliki keluarga yang menderita metabolic syndrome

8. Dan penyakit pendukung seperti:


Hipertensi , cardiovascular disease, polycystic ovary syndrome (kelainan hormoal dimana
perempuan memproduksi hormon laki” yang berlebihan)
SUMBER:
https://www.pbrc.edu/training-and-education/ppt/metabolic_syndrome.ppt
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170589/

6. Kelainan Hormon pada Metabolic syndrome


INSULIN

Pengertian
Protein hormon yang dibentuk dari asam amino tirosin di sel-sel pancreas yang terkumpul sebagai
pancreatic islet / islet of Langerhans

 Terdiri atas dua rantai yaitu alpha&beta chain yang masing-masing diikat dengan ikatan sulfida
 Bersifat hidrofilik (hormon yang dapat larut dalam air) dan selektif pada reseptornya
 Berfungsi  mengontrol kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh, menginisiasi enzim-enzim lain
seperti enzim-enzim pada glikolisis (glukokinase, piruvat kinase, phospofruktokinase)
 Prinsip kerja insulin sama dengan hormon seperti biasanya yaitu up dan down regulasi. Artinya
jika insulin banyak diproduksi maka kadar reseptor akan berkurang begitu juga sebaliknya jika
kadar insulin dalam tubuh kurang, maka tubuh akan mengirim sinyal untuk memperbanyak
reseptor. Hal ini untuk menjaga homeostasis tubuh.

Sintesis Insulin

Proses
terbentuk
insulin
secara garis
besar sama
dengan
hormon 
1. Mes
seng
er
RN
A
dari
Metabolisme Insulin dalam tubuh

Metabolisme karbohidrat, insulin bertugas di


a. Hati  menurunkan produksi glukosa, inhibisi glukoneogenesis dan meningkatkan sintesis
glikogen
b. Muscle  meningkatkan sintesis glikogen dan intake dari glukosa (penggunaan glukosa)
c. Adiposa  Meningkatkan pengeluaran glukosa dengan cara meningkatkan jumlah GLUT 4 di
membran sel sebagai transporter

Metabolisme lipid
a. Insulin menurunkan sekresi Free fatty acids dengan menghambat akivitas hormon-sensitive lipase
di adipose tissie sehingga terjadi degredasi trigliseraldehid
b. Insulin juga meningkatkan transport dan metabolisme glukosa ke sel adiposa dan meningkatkan
aktifitas lipoprotein lipase di adipose tissue sehingga terjadilah sintesis trigliseraldehid
Regulasi Insulin
Untuk yang gambar A (dalam keadaan sel beta rest / glukosa rendah)

Glukosa rendah  metabolisme slow  ATP sedikit  ATP merangsang Kalium chanel untuk terbuka
 Kalium keluar dari sel  Sel dalam keadaan resting membran potensial  voltage-gated channel Ca+
tertutup  Insulin tidak dihasilkan

Untuk yang gambar B  glukosa darah tinggi

Glukosa darah meningkat  Terbuka GLUT 2 Transporter  Glukosa masuk ke sel  Terjadi
Glikolisis, Oksidasi glukosa di mitokondria  Hasilkan ATP  ATP menutup kalium channel 
Kalium dalam sel menjadi sedikit  terjadi depolarisasi dinding sel  voltage-gated channel Ca2+
terbuka  Ca2+ masuk ke sel  Ca2+ (calsium) akan mendorong vesikel-vesikel berisi insulin untuk
eksitosis keluar sel untuk menangkap glukosa

Resistensi Insulin

Ketidakmampuan sel ß untuk mengompensasi resistensi insulin 

- Hipoinsulinemia relatif
- Peningkatan aktivitas hormon sensitif lipase
- Lipolisis trigliserida berlebihan dari adiposit, terutama yang berasal dari lemak abdominal dengan
pelepasan asam lemak bebas/free fatty acids (FFA) berlebihan

Ini penjelasan panjangnya, dibawah udah kusingkat


Akumulasi jaringan lemak pada sentral tubuh yang menghasilkan asam lemak bebas (FFA) secara
berlebihan akan mengakibatkan peningkatan jumlah perpindahan asam lemak bebas menuju ke hati
melalui drainase vena porta. Karena banyaknya asam lemak bebas pada hati, sitokin inflamasi akan
dikeluarkan oleh lemak viseral melalui vena porta. Hal tersebut yang dapat menyebabkan resistensi
insulin pada hati, sehingga produksi glukosa yang meningkat menjadi tidak terkendali (JoJ, etal,2009;
Virtue & Vidal, 2009). Keterbatasan kemampuan jaringan adiposa untuk hipertrofi (terutama
kompartemen lemak perifer dan subkutan) menyebabkan asam lemak bebas pada jaringan adiposa dan
non-adiposa akan berlebihan. Seperti yang diungkapan spillover hypothesis, keterbatasan jaringan non
adipose untuk mengoksidasi serta menyimpan asam lemak bebas menyebabkan penumpukan akumulasi
lemak ektopik dan derivat aktif asam lemak bebas yang berakhir pada resistensi insulin. Sehingga
lipotoksisitas dan apoptosis akan terjadi pada organ yang berkaitan (Jo J et al, 2009). Adiposit yang
mengalami hipertrofi akan menyebabkan hipoksia lokal pada Retikulum Endoplasma (RE) sel, kematian
adiposit, dan infiltrasi makrofag. Jika hal ini terus terjadi, sekresi sitokin pro inflamasi seperti TNF-α,
interleukin (IL)-6, interleukin (IL)-1, IFNϒ, dan monocytes chemoattractant protein (MCP)-1 akan
meningkat dan mengakibatkan terjadinya inflamasi local maupun sistemik yang dapat mengganggu
pensinyalan insulin (Item & Konrad, 2012). Saat
sitokin pro-inflamasi dilepaskan, kejadian
tersebut akan memicu aktivasi dari c-jun N-
terminal kinase (JNK) dan IkB kinase (IKK).
JNK dan IKK dapat menyebabkan kejadian
resistensi insulin dengan meningkatkan
fosforilasi serin yang bersifat inhibisi dari Insulin
Receptor Substrate (IRS)-1, yang merupakan
kunci dari kaskade pensinyalan insulin. JNK dan
IKK juga bekerja dengan meningkatkan aktivasi
transkrip gen inflamasi seperti iNOS. Aktivasi
iNOS menyebabkan peningkatan produksi Nitrit
Oksida (NO) dan pembentukan derivat
peroksinitrit (ONOO) yang reaktif. NO dan
ONOO dianggap sebagai penghambat
pensinyalan insulin dengan melakukan nitrasi
IRS-1, fosfatidilinositol 3-kinase (PI3K) dan Akt,
yang merupakan kunci terjadinya translokasi
transporter glukosa 4 (GLUT4) ke permukaan sel
dan aktivasi transport glukosa dalam miosit. Penghambatan ikatan insulin dengan reseptornya,
menyebabkan kadar insulin dalam darah terus meningkat atau hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia yang
berkepanjangan ini akan mengaktivasi jalur protein kinase mTOR/S6K1 dan menyebabkan resistensi
insulin dengan meningkatkan fosforilasi IRS-1
WEE CUMA ITU KAN PANJANG KALI DIATAS, INI KUSINGKAT 

HUBUNGAN INSULIN DAN


GLUKAGON
Insulin dan Glukagon bekerja secara
antagonis
Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa
darah >120mg/dL (naik), sel beta
pankreas melepaskan insulin untuk
menurunkan konsentrasi glukosa dengan
cara meningkatkan pengambilan glukosa
oleh hati dan menyimpannya sebagai
glikogen.
Sedangkan ketika kadar glukosa darah
turun, Insulin memperlambat
perombakan glikogen dalam hati dan
menghambat konversi asam amino dan asam lemak menjadi glukosa. Hati dan otot rangka menyimpan
gula sebagai glikogen, sementara sel-sel jaringan adiposa mengubah glukosa menjadi lemak.
Secara normal, glukagon akan memberikan sinyal ke sel-sel hati untuk meningkatkan hidrolisis glikogen,
mengubah asam amino dan asam lemak menjadi glukosa dan memulai pelepasan glukosa secara perlahan-
lahan ke 4 dalam sirkulasi. Ketika mekanisme homeostatis glukosa menyimpang, terdapat konsekuensi
yang serius.
(ini terserah mau dibaca atau ngga )  Diabetes melitus merupakan gangguan endokrin yang disebabkan
oleh defisiensi insulin atau hilangnya respon terhadap insulin pada jaringan target, dengan hasil kadar
glukosa darah yang tinggi
Sumbernya : Lestari, W. A. A. "Resistensi insulin: Definisi, mekanisme dan pemeriksaan
laboratoriumnya." Buku Ilmiah Clinical Pathology Update on SURAMADE 1 (2011): 2011-1.

7. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Metabolic syndrome


Pemeriksaan penunjang pada sindrom metabolik diawali dengan pemeriksaan laboratorium,
dan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi jika diperlukan. Pada pasien obesitas juga
dapat dilakukan pemeriksaan khusus untuk mendeteksi kondisi seperti obstructive sleep apnea.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk pasien sindrom metabolik sebaiknya mencakup pemeriksaan :
 Gula darah dan HbA1C
 Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, asam urat
 Kadar trigliserida
 Kadar kolesterol HDL
 Fungsi tiroid : thyroid stimulating hormone  (TSH)

Pemeriksaan di atas berfungsi untuk menilai apakah kadar parameter yang diukur
memenuhi kriteria diagnosis sindrom metabolik. Fungsi tiroid juga perlu dinilai apabila gejala
klinis mengindikasikan diagnosis banding ke arah gangguan tiroid.

Radiologi
Gangguan metabolik dan klinik yang ditemukan pada SM memberikan risiko yang lebih
besar terhadap penyakit kardiovaskular dibandingkan risiko penyakit jantung koroner lainnya
bila berdiri sendiri. Sangatlah beralasan jika berbagai aspek dari SM berperan penting
menyebabkan gangguan kardiovaskular.Pemeriksaan radiologi tidak memiliki nilai diagnostik
untuk sindrom metabolik. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk mendeteksi adanya
kemungkinan komplikasi, terutama kompilasi kardiovaskular, misalnya penyakit jantung koroner
dan kardiomegali. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan sesuai indikasi antara lain stres
elektrokardiografi, ekokardiografi, dan cardiac positron emission tomography. 

Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan lain yang bersifat khusus yakni pemeriksaan polysomnography untuk
mendiagnosis obstructive sleep apnea, suatu kondisi yang banyak dialami pasien dengan
obesitas
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang dilakukan
oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah
pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan atau riwayat penyakit pada pasien
1. Tes gula darah sewaktu
Tes gula darah ini dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu berpuasa dan tanpa
memerhatikan kapan terakhir Anda makan. Tes ini dapat dilakukan untuk memantau kadar gula
darah penderita diabetes, atau untuk menilai tinggi-rendahnya kadar gula darah orang yang lemas
atau pingsan.
2. Tes gula darah puasa
Ini merupakan tes gula darah yang mengharuskan Anda untuk berpuasa (biasanya 8 jam)
sebelum melakukan tes, agar hasilnya tidak dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Tes
gula darah puasa ini umumnya digunakan sebagai tes pertama untuk mendiagnosa penyakit
diabetes.
3. Tes gula darah 2 jam setelah makan (post prandial)
Sepuluh menit setelah makan, kadar gula darah akan mulai mengalami kenaikan dan
mencapai puncaknya setelah 2 jam. Setelah 2-3 jam, gula darah akan turun kembali ke kondisi
normal. Tes gula darah post prandial dilakukan 2 jam setelah pasien makan, dan biasanya
dikerjakan setelah tes gula darah puasa. Tes ini dapat menggambarkan kemampuan tubuh dalam
mengontrol kadar gula dalam darah, yang terkait dengan jumlah serta sensitivitas insulin di
dalam tubuh.

4. Tes hemoglobin A1c (HbA1c)


Tes darah ini dilakukan untuk mengetahui kadar rata-rata gula darah dalam 2-3 bulan
terakhir. Tes ini mengukur persentase gula darah yang melekat pada hemoglobin (Hb).
Pemeriksaan HbA1c dapat dilakukan untuk mendiagnosis diabetes, serta untuk mengetahui
terkontrol atau tidaknya kadar gula darah penderita diabetes.
Jika kadar HbA1C Anda lebih dari 6,5 persen dalam 2 kali pemeriksaan dengan waktu
yang berbeda, kemungkinan Anda menderita diabetes atau penyakit diabetes Anda tidak
terkontrol. Kadar antara 5,7-6,4 persen mengindikasikan prediabetes, dan di bawah 5,7 persen
dianggap normal.

1. Pemeriksaan kadar gula darah puasa menunjukkan kadar gula darah sesaat, atau
waktu itu, yang terukur dalam darah setelah puasa 8 jam. Sedangkan HbA1c
menunjukkan kadar gula darah rata-rata dalam 2-3 bulan. Jadi, memang pemeriksaan
HbA1c ini lebih baik, lebih akurat karena menggambarkan kadar gula darah
dalam waktu yang cukup lama, 2-3 bulan. Semakin baik kadar HbA1c ini maka
semakin kecil pula  risiko komplikasi diabetes melitus yang sering mengancam penderita
diabetes melitus.
Pengukuran kadar gula darah biasanya menggunakan alat glucometer. Alat ini bekerja
dengan cara membaca elektron yang dihasilkan dari peoses pemecahan glukosa menjadi
glukagon. Proses pemecahan ini dilakukan oleh enzim glukosa oksidase yang terdapat
dalam strip glucometer dengan cara oksidasi. Semakin banyak glukosa dalam darah yang
teroksidasi menjadi glukagon, maka semakin banyak elektron yang dihasilkan sehingga
semakin tinggi nilai yang terbaca di alat.

2. Salah satu tes untuk mengukur fungsi ginjal yang biasa dilakukan oleh dokter adalah
pemeriksaan kreatinin. Kreatinin adalah produk limbah dalam darah Anda yang berasal
dari aktivitas otot. Hal ini biasanya dikeluarkan dari darah oleh ginjal Anda.
Sebenarnya, pemeriksaan fungsi ginjal sebaiknya dilakukan oleh siapa saja, baik yang
merasa sehat maupun menunjukkan gejala. Dilansir dari National Institute of Diabetes
and Digestive and Kidney Disease, ada beberapa kelompok yang dianjurkan memeriksa
ginjal mereka secara teratur, yaitu:
- penyandang diabetes
- memiliki riwayat hipertensi
- menderita penyakit jantung
- mempunyai anggota keluarga dengan penyakit ginjal

2. Pemeriksaan trigliserida merupakan pemeriksaan darah yang mengukur konsentrasi


trigliserida di dalam darah. Trigliserida adalah salah satu jenis lemak yang ditemukan
dalam darah. Saat kita makan, tubuh mengubah kalori yang tidak digunakan dalam
bentuk trigliserida yang kemudian disimpan dalam sel lemak. Trigliserida dilepaskan
untuk menghasilkan energi saat tubuh membutuhkannya. Jika kalori yang dikonsumsi
lebih banyak dibanding kalori yang digunakan (misalnya untuk beraktivitas), maka
konsentrasi trigliserida akan meningkat. Peningkatan konsentrasi trigliserida dalam darah
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan menjadi tanda adanya sindrom
metabolik.

Hasil pemeriksaan ideal trigliserida :


Trigliserida: kurang dari 150 mg/dL (semakin rendah jumlahnya, semakin baik).

3. Tes kolesterol atau disebut juga pemeriksaan profil lipid adalah pemeriksaan medis
berupa tes darah untuk mengukur jumlah total zat lemak (kolesterol dan trigliserida)
dalam darah

Kadar Kolesterol HDL dan Kadar Trigliserida


Pengukuran kadar kolesterol HDL dan trigliserida menggunakan uji
sprektrofotometri. Bahan dan alat yang diperlukan antara lain serum, tabung reaksi dan
rak, dispenser 1,0 ml, mikropipet 0,01 (0,1 μL), colorimeter dengan gelombang 500 nm
(520-546) (Dawiesah, 1989)

Hasil pemeriksaan kolesterol yang ideal adalah sebagai berikut:


- LDL: kurang dari 130 mg/dL (semakin rendah jumlahnya, semakin baik).
- HDL: lebih dari 60 mg/dL (semakin tinggi jumlahnya, semakin baik).
- Kolesterol total: kurang dari 200 mg/dL (semakin rendah jumlahnya, semakin baik).
Seseorang disebut memiliki kolesterol tinggi apabila hasil pemeriksaan kolesterol LDLnya
lebih dari 190 mg/dL, atau total kolesterolnya lebih dari 240 mg/dL.

5. Polisomnografi (disebut juga oksimetri nokturnal) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk
mendiagnosis gangguan tidur. Polisomnografi akan merekam gelombang otak, kadar oksigen
dalam darah, denyut jantung dan frekuensi pernapasan, begitu juga dengan pergerakan kaki dan
mata selama pemeriksaan ini dilakukan.

SUMBER :
http://repository.unimus.ac.id/1958/3/BAB%20II.pdf
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Konsensus-Diagnosis-dan-Tata-
Laksana-Sindrom-Metabolik-Pada-Anak-dan-Remaja.pdf
8. Diagnosa banding sindrom metabolic
- Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidak seimbangan energi yang masuk dengan energi yang keluar.
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan
jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
- Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur paling tidak
pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan
darahnya lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).
- Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau
penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL (Sunita,
2004)
- Hypertrigliseridemia
Hipertrigliseridemia merupakan salah satu jenis dislipidemia yang umumnya terjadi
bersamaan dengan hiperkolesterolemia, kadar kolesterol LDL tinggi, atau kadar kolesterol HDL
rendah
- Hiperglikemia
Hiperglikemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar glukosa dalam tubuh
seseorang yang melebihi batas normal. Hiperglikemia yang tidak dikontrol terus menerus akan
berkembang menjadi penyakit diabetes melitus dan merupakn resiko bagi penyakit metabolik
lainnya.
Meskipun Sindrom Metabolik bukanlah suatu penyakit tapi merupakan kumpulan gejala
(ICD 10 tidak ada definisi), namun deteksi dini pada seseorang akan memberikan arti yang
sangat besar untuk segera diatasi. Hal ini disebabkan kumpulan gejala klinis yang terjadi
bersamaan berperan menimbulkan penyakit kardiovaskular.
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien Sindrom Metabolik adalah National
Cholesterol Education Project, Adult Treatment Panel (NCEP–ATP III), yaitu apabila seseorang
memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain:
 Lingkar perut pria >102 cm atau wanita >88 cm;
 Hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida >150 mg/dL),
 Kadar HDL–C pria <40 mg/dl untuk wanita <50 mg/dl
 Kadar glukosa darah puasa >110 mg/dL.
 Tekanan darah lebih dari 130/85 mmHg

SUMBER
Driyah, Srilaning, dkk. 2019. Prediktor Sindrom Metabolik : Studi Kohor Prospektif Selama
Enam Tahun di Bogor, Indonesia. 29 (3). 215 – 224.
Rini, Sandra. 2015. Sindrom Metabolik. 4(4).
Dewi, Mirna Candra. 2015. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Obesitas pada Anak. 4 (8).
Pramono, Laurentius A. Dan Harbuwono, Dante S. 2015. Managing Hypertriglyceridemia in
Daily Practice. 47 (3).
Khayana, Poppy Bincar,dkk.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/120/jtptunimus-gdl-ulfahrizia-5956-2-babii.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3657/4/Chapter2.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/803/4/Chapter2.pdf

9. Komplikasi Sindrom Metabolic

Sindroma metabolik merupakan suatu faktor risiko multipel untuk penyakit


kardiovaskular, dan sindrom ini berkembang melalui kerjasama yang saling terkait antara
obesitas dan kerentanan metabolik. Sindroma metabolik merupakan salah satu risiko untuk
penyakit kardiovaskular aterosklerotik – atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD).
Faktor resiko penyakit tersebut antara lain obesitas abdominal, kenaikan kadar gula darah
(hiperglikemik), kenaikan kadar trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL.

Komplikasi utama sindrom metabolik yaitu penyakit kardiovaskular dan resistensi


insulin yang mengarah ke peningkatan risiko terjadinya diabetes melitus tipe 2 (NCEP-
ATP III). Selain kedua kompilasi tersebut, individu dengan sindrom metabolik juga rentan
terhadap kondisi lain seperti batu empedu kolesterol, fatty liver, asma, gangguan tidur, dan
beberapa jenis kanker (Grundy, et al. 2004).

Sindrom metabolik memiliki 3 kategori etiologi yang potensial dalam perjalannya, yaitu
obesitas dan gangguan jaringan adiposa, resistensi insulin, dan konstelasi faktor
independen lainnya (misal: pembuluh darah, imunologi) yang memediasi komponen lain
dari sindrom metabolik.

Obesitas merupakan komponen utama kejadian Sindrom Metabolik, namun mekanisme


yang jelas belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya
metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat,
baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adiposa dapat
menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim
antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres oksidatif. Stress
oksidatif menghambat pengambilan glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan sekresi
insulin oleh sel–β pancreas. Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi
penyakit, antara lain diabetes melitus tipe II dan aterosklerosis.

Menurut Mega dkk (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara sindrom metabolik
dengan gejala komplikasi mikrovaskuler pada pasien DM. Diperjelas lagi oleh Lingga (2012)
yang mengatakan bahwa peningkatan tekanan darah, penumpukan lemak perut, keseimbangan
lemak darah terganggu merupakan deretan gejala akibat resistensi insulin. Sindrom metabolik
yang terjadi ketika resistensi insulin berkolaborasi dengan level lemak darah (kolesterol dan
trigliserid) yang tinggi, kelebihan lemak tubuh, dan tekanan darah tinggi. Kolaborasi ini dapat
menyebabkan komplikasi pada Diabetes Mellitus.

( Gambar Hubungan resistensi insulin dan Penyakit Komplikasi Sindrom Metabolik)


SUMBER :
1. Christijani, Reviana. Penentuan Diagnosis Sindrom Metabolik Berdasarkan Penilaian
Skor Sindrom Metabolik dan Ncep Atp-Iii Pada Remaja. Jurnal Penelitian Gizi dan
Makanan, Juni 2019 Vol. 42 (1): 21-28.
2. Soleha, Tri Umiana, M. Azzaky Bimandama. Hubungan Sindrom Metabolik dengan
Penyakit Kardiovaskular. Jurnal Majority, April 2016 Vol. 5 (2) : 49-55
3. Rini, Sandra. Sindrom Metabolik. Jurnal Majority, Februari 2015 Vol. 4 (4) : 88-93

10. Interpretasi pemeriksaan tanda vital

Vital Sign
Defenisi : ukuran statistik berbagai fisiologis yang digunakan untuk membantu menentukan
status kesehatan seseorang, terutama pada pasien yang secara medis tidak stabil atau memiliki
faktor-faktor resiko komplikasi kardiopulmonal dan untuk menilai respon terhadap intervensi.
1. Tekanan darah.
Adalah pengukuran Tekanan yang di alami darah pada pembuluh arteri ketika
darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh.
Tujuan dari pemeriksaan tekanan darah adalah untuk menentukan adanya
normotensi, hipertensi atau hipotensi. Tekanan darah diukur dengan pemeriksaan indirek
pada ekstremitas atas dengan maset tekanan darah dan stetoskop. Maset harus memiliki
lebar yang tepat untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. Idealnya, kantong dalam
manset harus mencakup 80% dari keliling lengan, dengan pusat kantong diatas arteri
brakialis.
Standar lebar manset untuk rata-rata lengan dewasa yaitu 12-14 cm. manset yang terlalu
kecil memberikan hasil lebih tinggi,sedangkan manset yang terlalu besar menghasilkan
nilai yang lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Untuk alternatif pasien obesitas, manset
ukuran standar dapat diletakkan pada lengan bawah dibawah fossa antecubital, dan arteri
radialis dapat dipalpasisehingga hanya hanya nilai sistolik rata-rata yang dapat terukur.
Pada dewasa normal sehat, tekanan sistolik normal berkisar 90-120 mmHg dan umumnya
meningkat seiring usia. Nilai normal tekanan diastole berkisar 60-80 mmHg. 

2. Denyut Nadi/Pulsus
Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit. Jika pulsus
lebih dari 100 kali permenit disebut takikardia, sedangkan juka pulsus kurang dari 60
kali permenit disebut bradikardia. Nilai pulsus abnormal dapat menjadi tanda dari
kelainan kardiovaskulat namun dapat dipengaruhi oleh latihan fisik, keadaan pasien,
kecemasan, obat, atau demam. Pulsus normal merupakan serial dari ritme detak jantung
yang terjadi pada interval yang regular. Ketika detak terjadi pada interval yang ireguler,
pulsus disebut ireguler, disritmia atau aritmia.
Prosedur standar untuk memeriksa pulsus adalah
- Palpasi arteri karotis pada tepi trakea atau arteri radial pada sisi ibu jari lengan.
Penggunakaan arteri karotis untuk pengukuran pulsus memiliki beberapa keuntungan.
Pertama, arteri karotis cukup familiar. Kedua, arteri ini cukup menggambarkan
karena merupakan arteri utama yang mensuplai otak; terlebih pada situasi
kegawatdaruratan, arteri ini dapat dipalpasi ketika arteri perifer lainnya tidak dapat
dipalpasi. Terakhir, arteri ini letaknya mudah ditemukan dan mudah dipalpasi karena
ukurannya. Untuk pemeriksaan terbaik sebaiknya dilakukan selama satu menit penuh
untuk mendeteksi adanya ritme irregular.
- Meraba dengan tiga jari tangan (digiti Ii, ii, iv manus) tepat di atas arteri radialis.
Digiti II dan IV digunakan untuk fiksasi dan digiti II untuk deteksi denyutan. Setelah
denyut nadi teraba jari-jari dipertahankan pada posisinya kemudian dilakukan
pengukuran frekuensi dan irama nadi.
Pulsus harus dipalpasi selama 1 menit sehingga ritme abnormal dapat terdeteksi.
Sebagai alternative, dapat dipalpasi selama 30 detik dan dikalikan 2. Untuk denyut
teratur hitung frekuensi nadi selama 15 detik dikalikan 4 (atau Alecs count hitung
cepat selama  6 detik dikalikan 10).
- Arteri Radialis. Terletak sepanjang tulang radialis, lebih mudah teraba di atas
pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif mudah dan sering dipakai secara rutin.

3. Laju Pernafasan ( Respiratory Rate )


Adalah frekuensi proses inspirasi dan ekspirasi dalam satuan waktu/menit.
Faktor yang mempengaruhi Respiratory Rate:
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Suhu Tubuh
4) Posisi tubu
5) Aktivitas
Teknik : Operator berdiri di belakang dan tanpa sepengetahuan pasien kemudian
dilakukan observasi sangkar dada. Dihitung jumlah gerakan sangkar dada (siklus fase
inspirasi dan ekspirasi) dalam 1 menit.
 Bayi adalah 24-30 siklus per menit
 Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit
 Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus per menit
 Dewasa adalah 8-12 siklus per menit
Interpretasi
a. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
b. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
c. Apnea : Bila tidak bernapas .
4. Suhu Tubuh
Tujuan : untuk menentukan suhu tubuh penderita
Suhu tubuh dihasilkan dari:
1) Laju metabolisme basal diseluruh tubuh
2) Aktifitas otot
3) Metabolisme tambahan karena pengaruh hormon
Intepretasi :
 suhu tubuh orang dewasa normal 36,1 C sampai dengan 37,5 C
 sub febris 37,5 C sampai dengan 38,5 C
 Febris di atas 38,5 C
SUMBER :
- https://ibmm.fkg.ugm.ac.id/2017/11/03/vital-sign-tekanan-darah-dan-nadi/
- https://medlineplus.gov/vitalsigns.html
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553213/
- https://med.unhas.ac.id/fisioterapi/wp-content/uploads/2016/11/PEMERIKSAAN-
VITAL-SIGN.pdf

11. Tatalaksana Farmakologi dan Non-Farmakologi Metabolic Syndrom

Pengobatan metabolic syndrome bisa melalui tata laksana farmakologi


(pengobatan) dan tata laksana non farmakologi (psikoterapi).

1. TATALAKSANA FARMAKOLOGI

Tujuan utama penanganan Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko penyakit jantung
koroner dengan cara menurunkan LDL dan tekanan darah tinggi serta penanganan diabetes. 

Pemberian terapi farmakologi dapat dipertimbangkan apabila

1. konsentrasi kolesterol LDL darah tetap > 190 mg/dL setelah dilakukan terapi diet pada
subjek yang tidak mempunyai faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK)
2. Konsentrasi kolesterol LDL darah tetap > 160mg/dL setelah dilakukan terapi diet pada
subjek yang mempunyai faktor risiko lain, seperti obesitas, hipertensi, merokok, atau
mempunyai riwayat keluarga dengan PJK dini
3. Konsentrasi kolesterol LDL darah ≥ 130 mg/dL pada anak dengan diabetes melitus.

Obat-obatan yang biasa diberikan oleh dokter diantaranya :

 Obat diuretik, penghambat beta, atau obat ACE inhibitor untuk mengatasi tekanan darah
tinggi.
 Obat golongan statin, misalnya atorvastatin, untuk mengatasi kolesterol tinggi.
 Obat diabetes, seperti metformin.

1. Diuretik adalah obat yang digunakan untuk membuang kelebihan garam dan air dari
dalam tubuh melalui urine. Obat ini memiliki beberapa jenis, yaitu loop diuretic, diuretik
hemat kalium, dan thiazide. Diuretik atau diuretic tersedia dalam bentuk obat minum
atau suntik.
Diuretik bekerja dengan mencegah penyerapan garam, termasuk natrium dan
klorida, di ginjal. Kadar garam juga mempengaruhi kadar air yang diserap atau
dikeluarkan oleh ginjal. Dengan cara kerja ini, garam dan air akan dibuang dari tubuh
melalui pengeluaran urine. Obat ini akan mengurangi jumlah cairan di pembuluh darah
Anda dan ini membantu menurunkan tekanan darah Anda.
Contoh : Indapamide
Indapamide adalah obat untuk menurunkan tekanan darah pada kondisi
hipertensi. Obat ini juga digunakan untuk mengatasi edema pada pasien gagal
jantung. Perlu diketahui bahwa indapamide tidak dapat menyembuhkan hipertensi.
Indapamide harus digunakan sesuai dengan resep dokter.
Indapamide termasuk dalam golongan obat diuretik thiazide. Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pengeluaran cairan dan garam melalui urine, sehingga tekanan
darah dan penumpukan cairan (edema) bisa berkurang. Indapamide harus digunakan
sesuai dengan resep dokter. Berikut adalah dosis indapamide berdasarkan kondisi yang
ingin diatasi:

 Kondisi: Hipertensi
1,25–2,5 mg 1 kali sehari
 Kondisi: Edema
2,5 mg 1 kali sehari

Selalu ikuti instruksi yang telah diberikan oleh dokter dan baca aturan pemakaian yang
terdapat pada kemasan obat sebelum mengonsumsi indapamide. Indapamide dapat dikonsumsi
sebelum atau sesudah makan. Telan tablet indapamide dengan menggunakan bantuan air putih.
Karena obat ini bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil, dianjurkan mengonsumsi obat ini 4
jam sebelum tidur atau di pagi hari. Konsumsi indapamide pada waktu yang sama setiap harinya.
Tetap konsumsi indapamide meski Anda telah merasa lebih baik. Jika Anda menggunakan obat
untuk menurunkan kolesterol, gunakan obat tersebut dengan memberikan jeda waktu 4 jam
sebelum atau setelah mengonsumsi indapamide. Jika Anda lupa mengonsumsi indapamide,
segera minum obat ini jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya belum terlalu dekat. Jika
sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis. Simpan indapamide pada suhu ruangan,
di tempat yang kering, dan terhindar dari sinar matahari secara langsung. Jauhkan dari jangkauan
anak-anak.
Berikut ini adalah beberapa efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan indapamide:

 Diare
 Pusing
 Sakit kepala
 Nafsu makan menurun
 Gangguan tidur
 Sakit perut

Kontraindikasi penggunaan indapamide pada pasien anuria, gangguan hati atau ginjal parah,
ensefalopati, hipokalemia, atau stroke yang baru saja terjadi.
2. Beta blocker adalah obat yang digunakan untuk membantu mengurangi kecepatan dan kekuatan
detak jantung sekaligus menurunkan tekanan darah. Obat ini bekerja dengan memblokir efek
hormon adrenalin yang berlebih. 
- Jumlah hormon adrenalin yang terlalu banyak bisa menyebabkan jantung berdetak
cepat, tekanan darah tinggi, keringat berlebih, kecemasan, dan jantung berdebar.
Hal tersebut membuat jantung bekerja lebih keras hingga bisa memicu berbagai masalah
kesehatan. Beta blocker berfungsi untuk menghalangi pelepasan hormon tersebut
sehingga dapat mengurangi stres pada jantung. Obat ini juga bisa menghalangi produksi
angiotensin II untuk memperlebar pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi lebih
lancar. 
Contoh : bisoprolol
Bisoprolol adalah obat untuk mengobati hipertensi atau tekanan darah tinggi,
angina pektoris, aritmia, dan gagal jantung. Bisoprolol termasuk ke dalam golongan obat
penghambat beta (beta blockers).
Bisoprolol bekerja dengan cara memperlambat detak jantung dan tekanan otot
jantung saat berkontraksi, sehingga beban jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh dapat berkurang. Dengan turunnya tekanan darah, maka stroke , serangan jantung,
dan gangguan ginjal, juga dapat dicegah. Untuk pasien dewasa, dosis awal bisoprolol
berkisar antara 1,25–10 mg, sekali sehari. Dokter dapat memberikan dosis maksimum
hingga 20 mg per hari jika diperlukan.
Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan bisoprolol
sebelum mulai mengonsumsinya. Obat ini ini dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah
makan, dan sebaiknya diminum pada pagi hari. Pastikan ada jarak waktu yang cukup
antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan untuk mengonsumsi bisoprolol pada
jam yang sama setiap hari untuk memaksimalkan efeknya.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi bisoprolol, disarankan untuk segera
melakukannya begitu teringat jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya tidak terlalu
dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis. Agar efek pengobatan
maksimal, sangat penting untuk mengikuti saran dokter mengenai gaya hidup sehat,
seperti mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara teratur, dan tidak merokok.
Pengobatan dengan bisoprolol biasanya berlangsung dalam jangka panjang.
Jangan menghentikan penggunaan obat ini tanpa berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu
untuk menghindari kambuhnya gejala penyakit. Simpan obat ini pada suhu ruangan,
serta terhindar dari udara lembap dan sinar matahari langsung. Jauhkan dari
jangkauan anak-anak.
Sama seperti obat-obat lain, bisoprolol juga berpotensi menyebabkan efek
samping. Beberapa efek samping yang paling sering terjadi setelah mengonsumsi obat
ini adalah:

 Pusing
 Mual
 Muntah
 Kelelahan
 Denyut jantung lambat
 Konstipasi
 Diare
 Jari tangan dan kaki terasa dingin

Kontraindikasi penggunaan bisoprolol di antaranya pada syok kardiogenik dan


asma berat.

3. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau penghambat enzim pengubah


angiotensin adalah kelompok obat yang digunakan untuk mengobati hipertensi, gagal
jantung, dan gagal ginjal kronis. Obat ini membuat dinding pembuluh darah rileks sehingga
tekanan darah dapat menurun.
Contoh : Enalapril
Enalapril termasuk kelompok obat yang dikenal sebagai Inhibitor ACE. Obat ini bekerja
dengan melonggarkan pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih mudah.
Dosis Dewasa biasa untuk Hipertensi:
Dosis awal (tablet oral atau solusi): 5 mg diminum sekali sehari.
Dosis pemeliharaan (tablet oral atau solusi): 10-40 mg diminum per hari sebagai dosis
tunggal atau dalam 2 dosis yang terbagi.
Dosis maksimum: 40 mg diminum setiap hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis
yang terbagi

Dalam kombinasi dengan obat diuretik:


Dosis awal: 2,5 mg diminum sekali sehari

Obat ini memiliki bebarapa efek samping diantaranya :


 batuk
 hilangnya sensitivitas peraba, kehilangan nafsu makan
 pusing, mengantuk, sakit kepala
 masalah tidur (insomnia)
 bibir kering
 mual, muntah, diare atau
 gatal-gatal ringan atau ruam
4. Statin adalah obat untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet dengan kandungan simvastatin 10 mg dan 20 mg. Statin adalah senyawa
antilipermic derivat asam mevinat yang mempunyai mekanisme kerja menghambat 3-hidroksi-3-
metil-glutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam
pembentukan kolesterol. HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan
HMG-CoA menjadi asam mevalonat.
Contoh : Simvastatin
Simvastatin merupakan obat golongan statin. Dosis penggunaan simvastatin tergantung pada
kadar kolesterol, kondisi kesehatan, serta seberapa tinggi risiko pasien untuk terkena serangan
jantung dan stroke. Dosis simvastatin yang biasanya diberikan oleh dokter untuk kolesterol
tinggi adalah 10-40 mg, satu kali sehari.
Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, termasuk simvastatin. Beberapa efek
samping yang dapat terjadi saat mengonsumsi simvastatin adalah:

 Bersin-bersin
 Pilek
 Sakit tenggorokan
 Mual
 Sembelit

Obat ini tidak boleh diberikan kepada pasien dengan kondisi:

- Hipersensitif terhadap simvastatin atau komponen obat


- Gagal fungsi hati atau pernah mengalami gagal fungsi hati
- Peningkatan jumlah serum transaminase yang abnormal
- Pecandu alkohol.
5. Metformin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah yang meningkat
pada penderita diabetes. Obat ini dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasikan
dengan obat penurun gula darah yang lain.
Mekanisme kerjanya adalah menurunkan kadar glukosa guna menimbulkan penurunan
glukoneogenesesis hati.
Contoh : Benofomin
Obat ini termasuk golongan obat antidiabetes. Dosis metformin dibedakan berdasarkan usia,
tingkat keparahan, riwayat kesehatan, dan respons pasien terhadap obat. Berikut adalah takaran
penggunaan metformin:
 Dewasa
Dosis awal 500-850 mg, 2-3 kali sehari. Dosis maksimal 3000 mg per hari, dibagi ke
dalam 3 kali minum.

 Anak-anak 10 tahun ke atas


Dosis awal 500-850 mg, 1 kali sehari. Dosis maksimal 2000 mg per hari, dibagi ke dalam
2-3 kali minum.

Metformin berpotensi menyebabkan sejumlah efek samping, antara lain:


 Batuk
 Demam dan menggigil
 Diare
 Sakit perut
 Mual dan muntah
 Nafsu makan menurun
 Rasa logam di mulut
 Sakit punggung
 Nyeri otot

Kontraindikasi metformin adalah pada: Penyakit ginjal berat. Kondisi metabolik asidosis akut,
maupun kronik. Termasuk status Diabetik Ketoasidosis, dengan atau tanpa koma.
2. TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
Tata laksana non farmakologi melali psikoterapi. Bertujuan memotivasi diri dalam melakukan
perubahan perilaku hidup sehat seperti pola makan dan olahraga.
Hal pertama bisa kita lakukan adalah dengan
-Mengubah pola makan
-Kurangi asupan kalori yang masuk kedalam tubuh (wanita ; 1400 kalori , pria ; 1900
kalori)
- Mengurangi kadar garam < 2300 mg/hari.
- Kita juga harus rajin melakukan olahraga setidaknya 150 menit tiap minggu. Jenis
olahraga yang dapat dilakukan antara lain jalan cepat, jogging, berlari, bersepeda, atau berenang.
Bisa juga dengan berjalan kaki ketika akan pergi ke tempat yang tidak terlalu jauh. - Berhenti
merokok dan minum alkohol.
SUMBER :
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Konsensus-Diagnosis-dan-Tata-
Laksana-Sindrom-Metabolik-Pada-Anak-dan-Remaja.pdf

12. Prinsip Pencegahan Metabolic Syndrom


Peningkatan kejadian obesitas yang tidak hanya terjadi di usia dewasa, namun terjadi
pula pada remaja, menyebabkan SM juga cenderung mengalami peningkatan pada remaja. Di
Indonesia sendiri data tentang SM pada remaja masih sangat kurang. Penelitian yang pernah
dilakukan diantaranya adalah oleh Mexitalia, dkk., (2009) yang telah melakukan penelitian
tentang SM pada remaja obesitas. Studi tersebut menemukan bahwa SM pada siswa obes adalah
31% sedangkan pada siswa normal tidak ada (Mexitalia, dkk., 2009).
Terdapat beberapa faktor risiko SM pada remaja. Namun faktor risiko gaya hidup
seperti diet/pola makan yang salah, aktivitas fisik yang kurang dan aktivitas sedentary
yang meningkat merupakan faktor risiko yang utama. Studi tentang hubungan skor kualitas
makanan dengan komponen, menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skor
kualitas makanan dengan kadar HDL dan trigliserida, hipertensi serta kejadian SM pada pasien
rawat jalan (Alam, dkk., 2013).Peningkatan kejadian obesitas yang tidak hanya terjadi di usia
dewasa, namun terjadi pula pada remaja, menyebabkan SM juga cenderung mengalami
peningkatan pada remaja. Di Indonesia sendiri data tentang SM pada remaja masih sangat
kurang. Penelitian yang pernah dilakukan diantaranya adalah oleh Mexitalia, dkk., (2009) yang
telah melakukan penelitian tentang SM pada remaja obesitas. Studi tersebut menemukan bahwa
SM pada siswa obes adalah 31% sedangkan pada siswa normal tidak ada (Mexitalia, dkk., 2009).

Sindrom metabolik dapat dicegah dengan menjalani gaya hidup sehat sehari-hari.
Hal-hal yang dapat dilakukan adalah:

- Berolahraga minimal 30 menit setiap hari.


- Mempertahankan berat badan ideal.
- Memperbanyak konsumsi buah dan sayur.
- Membatasi asupan garam dan lemak jenuh.

Selain itu dapat dilakukan pelatihan untuk edukasi gizi sekaligus demonstrasi cara
melakukan penilaian status gizi pada remaja maupun org dewasa . Edukasi gizi terbukti dapat
diandalkan untuk memperbaiki faktor risiko Sindrom metabolik.

SUMBER:

journal.Unhas.ac.id

13. Persyaratan yang harus dilakukan untuk menerima vaksinasi Covid-19


Vaksinasi COVID-19 tidak diberikan pada sasaran yang memiliki riwayat konfirmasi
COVID-19, wanita hamil, menyusui, usia di bawah 18 tahun dan beberapa kondisi komorbid ,
yaitu :
1. Terkonfirmasi menderita COVID-19
2. Sedang hamil atau menyusui
3. mengalami gejala ISPA seperti batuk/pilek/sesak napas dalam 7 hari terakhir
4. Ada anggota keluarga serumah yang kontak erat/suspek/konfirmasi/sedang dalam
perawatan karena penyakit COVID-19
5. Memiliki riwayat alergi berat atau mengalami gejala sesak napas, bengkak dan
kemerahan setelah divaksinasi COVID-19 sebelumnya
6. Sedang mendapatkan terapi aktif jangka panjang terhadap penyakit kelainan darah
7. Menderita penyakit jantung (gagal jantung/penyakit jantung coroner)
8. Menderita penyakit Autoimun Sistemik (SLE/Lupus, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun
lainnya)
9. Menderita penyakit ginjal (penyakit ginjal kronis/sedang menjalani hemodialysis/dialysis
peritoneal/transplantasi ginjal/sindroma nefrotik dengan kortikosteroid)
10. Menderita penyakit Reumatik Autoimun/Rhematoid Arthritis
11. Menderita penyakit saluran pencernaan kronis
12. Menderita penyakit Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun
13. Menderita penyakit kanker, kelainan darah, imunokompromais/defisiensi imun, dan
penerima produk darah/transfusi
14. Menderita penyakit Diabetes Melitus
15. Menderita HIV
16. Memiliki penyakit paru (asma, PPOK, TBC)
Keterangan:
*Khusus untuk Vaksin Sinovac berdasarkan rekomendasi PAPDI (apabila terdapat
perkembangan terbaru terkait pemberian pada komorbid untuk Vaksin Sinovac dan/atau untuk
jenis vaksin lainnya akan ditentukan kemudian)
 Apabila berdasarkan pengukuran suhu tubuh calon penerima vaksin sedang demam (≥
37,5 0C), vaksinasi ditunda sampai pasien sembuh dan terbukti bukan menderita COVID-
19 dan dilakukan skrining ulang pada saat kunjungan berikutnya
 Apabila berdasarkan pengukuran tekanan darah didapatkan hasil maka vaksinasi tidak
diberikan.
 Jika terdapat jawaban Ya pada salah satu pertanyaan nomor 1 – 13, maka vaksinasi tidak
diberikan
 Untuk pertanyaan nomor 14, Penderita DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58
mmol/mol atau 7,5% dapat diberikan vaksinasi
 Untuk pertanyaan nomor 15, bila menderita HIV, tanyakan angka CD4 nya. Bila CD4
<200 atau tidak diketahui maka vaksinasi tidak diberikan.
 Jika terdapat jawaban Ya pada salah satu pertanyaan nomor 16, vaksinasi ditunda sampai
kondisi pasien terkontrol baik
 Untuk Pasien TBC dalam pengobatan dapat diberikan vaksinasi, minimal setelah
dua minggu mendapat Obat Anti Tuberkulosis
 Untuk penyakit lain yang tidak disebutkan dalam format skrining ini dapat berkonsultasi
kepada dokter ahli yang merawat
SUMBER
https://covid19.go.id/storage/app/media/Regulasi/2021/Januari/Final%20SK%20Dirjen
%20Juknis%20Vaksinasi%20COVID-19%2002022021.pdf

Anda mungkin juga menyukai