Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

Korelasi Subcutaneous Fat terhadap Lingkar perut dan Interleukin-6 pada


Wanita Obesitas Usia produktif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat menggangu kesehatan.
Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang.
Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah
besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak1
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya
mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi
dan perubahan status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang
berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di
negara-negara ini, termasuk di Indonesia. Pada subyek obesitas, konsentrasi asam
lemak bebas, trigleserida, kolesterol LDL dan apoB lebih tinggi dibandingkan orang
non-obes dan terdapat morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi akibat PJK dan
stroke dibandingkan dengan orang non-obes. Mortalitas yang berkaitan dengan
obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan sindrom
metabolic. Sindrom metabolic merupakan satu kelompok kelainan metabolic yang,
selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi glukosa, abnormalitas
trigliserida dan hemostasis, disfungsi endotel dan hipertensi yang kesemuanya secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan factor resiko utama untuk terjadinya
aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner dan / atau stroke.1

1
Pada umumnya Lemak disimpan dalam dua cara yang berbeda seperti lemak
subkutan dan viseral. Lemak subkutan disimpan di bawah kulit dan lemak visceral di
sekitar organ tubuh. Setiap orang memiliki lemak subkutan tetapi beberapa orang
memiliki lebih banyak. Biasanya, wanita memiliki lebih banyak lemak daripada pria.
Untuk itu, Lemak tubuh dapat diukur dengan metode yang berbeda seperti kaliper
lipatan kulit dan penimbangan bawah air, absorptiometry sinar-X ganda dan
impedansi bioelektrik, interaksi inframerah dekat, computed tomography (CT),
magnetic resonance imaging (MR), dan Ultrasonografi. 2
Lemak subkutan dapat diukur dengan USG dengan mudah. Ultrasound dapat
dengan andal dan mudah mengukur lemak subkutan selama prosedur pemeriksaan
apa pun, yaitu ultrasound perut, ginekologi, atau jaringan lunak superfisial. USG
dianggap lebih akurat, direproduksi, dan modalitas sensitif dibandingkan dengan
teknik lain, keandalan USG tercatat lebih dari 98%. Tidak diperlukan persiapan
sebelumnya untuk pengukuran lemak subkutan yang diukur dengan ultrasound.
Sekitar 40% hingga 60% lemak tubuh menumpuk di bawah kulit.2

Pada penelitian ini, penulis akan membahas bagaimana keterkaitan antara


pemeriksaan pada subcutaneous fat terhadap pengukuran lingkar perut dan
pemeriksaan interleukin-6 terhadap Wanita dengan obesitas usia produktif.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Apakah terdapat hubungan subcutaneous fat terhadap lingkat perut dan
interleukin 6 pada Wanita obesitas usia produktif ?

1.3. Hipotesis Penelitian


Terdapat hubungan yang signifikan subcutaneous fat terhadap lingkat perut
dan interleukin 6 pada Wanita obesitas usia produktif.

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan subcutaneous fat terhadap lingkat perut
dan interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.

2
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengaruh subcutaneous fat terhadap lingkat perut dan
interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.
2. Menganalisis hubungan subcutaneous fat terhadap lingkat perut dan
interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat untuk Ilmu Pengetahuan


- Memperoleh gambaran hubungan subcutaneous fat terhadap lingkat
perut dan interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.
- Memberikan data untuk dikembangkan dan dilanjutkan pada
penelitian lainnya.
- Memberikan data yang dapat dijadikan landasan pengambilan
keputusan atau protokol dalam pemeriksaan subcutaneous fat .
terhadap lingkat perut dan interleukin-6 pada Wanita obesitas usia
produktif.

1.5.2 Manfaat untuk Masyarakat


- Memberikan pengetahuan mengenai hubungan subcutaneous fat terhadap
lingkat perut dan interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.,
sehingga apabila terdapat hasil yang signifikan dapat diaplikasikan
sebagai upaya pemeriksaan dan penatalaksanaan obesitas khususnya pada
usia produktif.

1.5.3 Manfaat untuk Peneliti


- Memperoleh data tentang hubungan subcutaneous fat terhadap lingkat
perut dan interleukin-6 pada Wanita obesitas usia produktif.,
- Melatih penulis untuk berpikir kritis, menerapkan metode ilmiah dan
penelitian, dan menambah pengalaman dalam merancang dan
melaksanakan penelitian.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Obesitas
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan
total lemak tubuh >25% pada pria dan >33% pada Wanita. Obesitas suatu kelainan
kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolism energy yang dikendalikan oleh
beberapa factor biologic spesifik. Factor genetic diketahui sangat berpengaruh bagi
perkembangan penyakit ini. Secara fisiologi, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adipose sehingga dapat menggangu kesehatan.1,2
Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan resiko penyakit
kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolic atau sindrom
resitensi insulin yang terdiri dari resistensi insulin / hiperinsulinemia, intoleransi
glukosa / diabetes mellitus, dislipidemia, hiperinsulinemia, gangguan fibronolisis,
hiperfibrinogenemia dan hipertensi.1

2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan
maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas.. Faktor lingkungan antara lain
pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan ekonomi juga dikaitkan
dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah biasanya
mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial
ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga
dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah
karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap kelompok status
sosial ekonomi. Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti
menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam .
Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal
melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan
banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh.
4
Jika asupan energy melebihi pengeluaran, kelebihan kalori disimpan dalam
jaringan lemak. Ada dua komponen terhadap keseimbangan berat badan dan kelainan
salah satu sisi terhadap asupan atau pengeluaran yang dapat menyebabkan obesitas.
Batas tertentu nafsu makan dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu pusat makan
di nucleus ventrolateral hipotalamus (VLH) dan pusat lapar ventromedial
hipotalamus (VMH). Korteks serebri menerima sinyal positif dari pusat makan yang
merangsang makan dan pusat rasa kenyang mengatur proses ini dengan mengirim
impuls-impuls yang menghambat ke pusat makan. Pusat hipotalamus adalah
sensitive terhadap katekolamin dan rangsangan beta adrenergic menghambat tingkah
laku makan. Hal ini menimbulkan sekurang-kurangnya pemikiran-pemikiran rasional
untuk efek anoreksia dari amfetamin.3,4
Kebutuhan kalori harian normal berkisar antara 110-130 kj (27-32 kkal) /
kgBB. Kenaikan berat badan yang sering terjadi pada umur pertengahan tampaknya
disebabkan oleh aktifitas fisik yang berkurang.
Ada tiga komponen utama terhadap pengeluaran energy total dari laju
metabolism istirahat, olahraga menginduksi termogenesis, dan respon termik
terhadap makanan sirkulasi.
Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian
atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity).
Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di
truncal . Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada truncal, yaitu truncal
subcutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal
(abdominal), dan retroperitoneal11. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak
didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai “android
obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah.
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi
lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada
wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan erat
dengan gangguan menstruasi pada wanita.2,3

5
2.1.3 Patofisiologi Obesitas
Secara umum, obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori,
yang diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi
(infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI
yang terlalu dini, terutama apabila makanan ini memiliki kandungan karbohidrat,
lemak, dan protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy
bergantung pada diet seseorang.
Penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan
tingkat kekenyangan seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral
(neurohumoral) yang dipengaruhi oleh genetic, nutrisi, lingkungan dan sinyal
psikologis. Mekanisme dirangsang oleh respon metabolic yeng berpusat pada
hipotalamus. Mekanisme neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen sesuai
gambar 1.
a. System perifer/ system aferen menyalurkan sinyal dari berbagai tempat,
dimana komponen utamanya adalah leptin dan adiponektin ( dari adiposity),
ghrelin (dari lambung), peptide YY/PYY (dari ileum dan colon), insulin
(pancreas).
b. Nukleus arkuatus dari hipotalamus merespon dan mengintegrasikan sinyal
peripheral dan menghasilkan sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde
pertama, yaitu (a) POMC (pro-opiomelanocortin) dan CART (cocaine and
amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b) neuropeptida Y (NPY), dan
AgRP (Agouli-related peptide). Neuron orde pertama ini akan berkomunikasi
dengan neuron orde kedua.
c. System eferen yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama
dari hipotalamus untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energy.
Hipotalamus juga berkomunikasi dengan otak depan dan tengah untuk
mengontrol sistem saraf otonom.5

Neuron POMC dan CART meningkatkan penggunaan energy dan penurunan


berat badan dengan menghasilkan MSH (ɑ-Melanocyte Stimulating Hormone), dan
mengaktifkan reseptor melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde
ke-2 sebagai efek anoreksigenik. Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang

6
lapar (food intake) dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5
pada neuron orde ke2nya sebagai efek oreksigenik6.

7
2.1.4 Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta
perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul. Sebuah studi menyatakan
bahwa pengukuran lingkar leher dapat digunakan sebagai skreening obesitas yang
mudah dan murah. Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran
antropometri tubuh:
a. IMT
Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu BB/TB 2
dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam
meter.4 Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1, merupakan klasifikasi yag ditetapkan World Health Organization
(WHO) , nilai IMT 30 kg/m2 dikatakan sebagi obesitas dan nilai IMT 25-29,9 kg/m2,
sebagai “Pra Obese” 7.

Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa
Berdasrkan IMT menurut WHO

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan kurang <18,5

Kisaran normal 18,5-24,9

Berat badan lebih >25

Pra-obese 25,0-29,9

Obese tingkat I 30,0-34,9

Obese tingkat II 35,0-39,9

Obese tingkat III >40

Sumber : WHO technical series, 2000

8
IMT merupakan indicator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
pengukuran tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. Untuk
orang dewasa berumur 20-29, persentil 85 BMI adalah 27,8 untuk laki-laki dan 27,3
untuk perempuan. Saat ini IMT merupakan indicator yang paling bermanfaat untuk
menentukan berat badan lebih atau obese. Karena IMT menggunakan ukuran tinggi
badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. IMT dapat diperkirakan
jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r 2 = 79%)
dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin. Bila
melakukan penilaian, perlu diperhatikan akan adanya perbedaan individu dan etnik.
Meskipun berat badan relative dan BMI berhubungan dengan derajat jaringan lemak,
kelebihan berat badan dapat berupa otot atau jaringan lemak. Penilaian ketebalan
lipatan kulit berbagai daerah tubuh bersama dengan berat badan, tinggi badan, dan
umur dapat digunakan untuk menilai derajat lemak. Lipatan kulit trisep dan
subskapula merupakan tempat yang paling umum dinilai.7,8
Hubungan antara lemak dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi
tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang
sama bagi semua populasi. IMT dapat memberikan kesan yang umum mengenai
derajat kegemukan yang sama bagi semua populasi, terutama pada kelompok usia
lanjut dan pada atlit dengan banyak otot. IMT dapat memberikan gambaran yang
tidak sesuai mengenai keadaan obesitas karena variasi lean body mass.
Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit
hitam memiliki IMT lebih tinggi 1,3 kg/m2 dan etnik Polinesia memiliki IMT lebih
tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik Kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT pada
bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand adalah 1,9,4,6,3,2 dan 2,9 kg/m2
lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal itu memperlihatkan adanya nilai cutoff
IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu. 8,9
Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah mengusulkan criteria dan klasifikasi
obesitas sendiri.
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan obesitas berdasarkan IMT dan
Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik 7

Klasifikasi IMT (kg/m2) Resiko ko-morbiditas

9
Lingkar perut

<90cm (laki-laki) ≥90cm (laki-laki)

<80cm(perempuan) ≥80cm(perempuan)

Berat badan <18.5 Rendah (resiko Sedang


kurang meningkat ada
masalah klinis lain)

Kisaran normal 18.5-22.9 sedang Meningkat

Berat badan lebih ≥23.0

Berisiko 23.0-24.9 Meningkat Moderate

Obese I 25-29.9 Moderate Berat

Obese II ≥ 30.0 Berat Sangat berat

Sumber : WHO WRP/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective :


Redefining Obesity and its Treatment (2000)

b. Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan
merupakan indikator terbaik untuk obesitas.Selain IMT, metode lain untuk
pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar
pinggang.Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan
karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT
maupun lingkar pinggang. . Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation)
mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis.
Tabel 3. Nilai Lingkar Pinggang Berdasar Etnis 7

Negara/grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas

Eropa Pria >94


Wanita >80

Asia selatan Pria >90

10
Populasi China, Melayu, dan Asia-India
Wanita >80

China Pria >90


Wanita >80

Jepang Pria >85


Wanita >90

Amerika Tengah dan Selatan Gunakan rekomendasi Asia Selatan


hingga tersedia data spesifik
Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik

Sumber : IDF, 2005

c. Lingkar Leher
Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk
skreening individu dengan obesitas. Lingkar leher sebagai index untuk obesitas tubuh
bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya penyakit kardiovaskuler
(Sjostrom et al., 2001). The North Association for The Study of Obesity menyatakan
bahwa dari uji statistik, koefisien korelasi pearson menunjukkan hubungan erat
antara lingkar leher dengan IMT (laki-laki, r=0,83; perempuan, r=0,71; masing-
masing, p<0,0001) dan lingkar pinggang (laki-laki, r=0,86; perempuan, r=0,56;
masing-masing, p<0,0001). Lingkar leher ≥37 cm untuk laki-laki dan ≥34 cm untuk
wanita merupakan cutt of point yang paling tepat untuk mengidentifikasi individu
dengan IMT ≥25 kg/m2, lingkar leher ≥39,5 cm untuk laki-laki dan ≥36,5 cm untuk
wanita adalah cutt of point paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan
obesitas (IMT ≥30 kg/m2). Berdasarkan validasi yang dilakukan pada kelompok
yang berbeda, sebagai salah satu metode skreening obesitas lingkar leher memiliki
sensitivitas 98%, spesifitas 89%, akurasi 94% untuk laki-laki dan 99% untuk
perempuan. 9,10

11
D. Obesitas Sentral
Pada obesitas yang moderat, distribusi lemak regional tampaknya dapat
merupakan indicator yang cukup penting terhadap terjadinya perubahan metabolic
dan kelainan kardiovaskular, walaupun hubungan antara IMT dan komplikasi-
komplikasi tersebut belum tentu meyakinkan.
Lemak daerah abdomen terdiri dari lemak subkutan dan lemak intra
abdominal yang dapat dinilai dengan cara CT dan MRI. Jaringan lemak intra
abdominal terdiri dari lemak visceral atau intraperitoneal yang terutama terdiri dari
lemak omental dan mesenterial serta massa lemak retroperitoneal (sepanjang
perbatasan dorsal usus dan bagian permukaan ventral ginjal).
Pada laki-laki, massa retroperitoneal hanya merupakan sebagian kecil dari
lemak intra abdominal. Kira-kira seperempat terdiri dari lemak visceral. Lemak
subkutan daerah abdomen sebagai komponen obesitas sentral mempunyai korelasi
yang kuat dengan resistensi insulin seperti lemak visceral. Keadaan ini tetap berbeda
bermakna setelah disesuaikan lemak viseralnya.
Vena porta merupakan saluran pembuluh arah tunggal bagi jaringan adipose
dan berhubungan langsung denga hati. Mobilisasi asam lemak bebas akan lebih cepat
dari visceral dibandingkan lemak daerah subkutan. Aktivitas lipolitik yang lebih
besar dari lemak visceral, baik pada obes maupun non-obes merupakan contributor
terbesar asam lemak bebas dalam sirkulasi.10,11,14

2.1.5 Lingkar Perut pada Obesitas


Obesitas dapat dinilai memakai beberapa cara. Cara yang paling baik adalah
memakai CT atau MRI, tetapi kedua cara ini mahal harganya dan jarang digunakan
untuk menilai keadaan ini. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan lingkar
pinggul (WHR-WAIST-Hip ratio) merupakan alternative klinis yang lebih praktis.
Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul berhubungan dengan
besarnya resiko untuk terjadinya gangguan kesehatan. 7,9,13
WHO menganjurkan agar lingkar perut sebaiknya diukur pada pertengahan
antara batas bawah iga dan krista iliaca, dengan menggunakan ukuran pita secara
horizontal pada saat akhir ekspirasi dengan menggunakan kedua tungkai dilebarkan
20-30 cm. subjek diminta untuk tidak menahan perutnya dan diukur memakai pita

12
dengan tegangan pegas yang konstans.12
Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan diantaranya tidak termasuk
sebagian besar berat tulang (kecuali tulang belakang) atau massa otot yang besar
yang mungkin akan bervariasi dan mempengaruhi hasil pengukuran.
Pada tahun 1995 penelitian di Belanda mendapatkan bahwa lingkar perut
>102 cm pada laki-laki dan >88 cm pada perempuan, berhubungan dengan
peningkatan substansial resiko obesitas da komplikasi metabolic. Sedangkan Asia
Pasifik memakai ukuran lingkar pinggang laki-laki 90 cm dan perempuan 80 cm
sebagai batasan13.
Walaupun IMT <25 kg/m2, obesitas sentral dapat saja terjadi, sehingga
penyesuaian IMT pada keadaan obesitas sentral perlu diperhatikan, terutama bila
IMT dianatara 22-29 kg/m2. Lingkar perut dikatakan mempunyai korelasi yang tinggi
dengan jumlah lemak intra abdominal dan lemak total.15

2.1.6 Interleukin-6 pada obesitas


Dalam darah yang bersirkulasi, 15-35% dari total ( non -inflamasi)
konsentrasi IL-6 diperkirakan berasal dari jaringan adiposa. Adiposit itu
sendiri dapat memproduksi dan mensekresi IL-6, tetapi anya berkontribusi
pada sebagian kecil dari total IL-6 yang dilepaskan oleh jaringan adiposa
karena sel tanpa lemak dalam matriks jaringan adiposa dan Sel SV juga
mampu memproduksinya. Eksplan jaringan adiposa visceral melepaskan
lebih banyak IL-6 daripada eksplan jaringan adiposa subkutan ( sc ) Dalam
penelitian lain, IL-6 plasma tidak terdeteksi ( \ l pg /mL) atau berkisar dari
tidak terdeteksi hingga 4,3 pg /ml pada individu yang sehat. Pelepasan IL-6
ke dalam sirkulasi sistemik dan fakta bahwa pelepasan ini lebih besar pada
subjek obesitas mendukung kemungkinan peran baru IL-6 sebagai pengatur
sistemik berat badan dan metabolisme lipid.16
Akumulasi lemak berkorelasi erat dengan penanda stres oksidatif
sistemik. Mereka juga menunjukkan bahwa kadar adiponektin plasma
berkorelasi terbalik dengan stres oksidatif sistemik. Dalam adiposit yang
dikultur, penambahan stres oksidatif menekan ekspresi mRNA dan sekresi
adiponektin, dan juga meningkatkan ekspresi mRNA PAI-1, IL-6, dan MCP-

13
1.
Obesitas juga dikaitkan dengan stres mekanik, akumulasi lipid
berlebih, kelainan pada fluks energi intraseluler, dan ketersediaan nutrisi.
Untuk memeriksa apakah stres retikulum endoplasma (ER) meningkat pada
obesitas, Ozcan et al. [menyelidiki pola ekspresi beberapa indikator
molekuler stres ER dalam diet [diet tinggi lemak (HFD)-induced] dan genetik
( ob / ob ) model obesitas murine. ER kinase pankreas atau PKR-like kinase
(PERK) adalah protein kinase transmembran ER yang memfosforilasi subunit
faktor inisiasi translasi 2 (eIF2 a ) sebagai respons terhadap stres ER. Oleh
karena itu, status fosforilasi PERK dan eIF2 a merupakan indikator utama
adanya tekanan ER. Eksperimen mereka menunjukkan peningkatan PERK
dan eIF2 suatu fosforilasi dalam ekstrak hati tikus gemuk dibandingkan
dengan kontrol ramping.
Diketahui bahwa diet dan olahraga, jika digabungkan, merupakan
terapi optimal untuk obesitas. Keduanya telah disarankan memiliki efek pada
tingkat serum IL-6, tetapi hasil eksperimen mengenai olahraga masih
kontroversial. Konsentrasi serum IL-6, TNF -a , dan leptin secara signifikan
berkorelasi dengan BMI dan kadar insulin plasma puasa. Konsentrasi IL-6
berkorelasi secara signifikan dengan kadar glukosa plasma puasa pada wanita
obesitas diabetes dan nondiabetes.16
Kandungan IL-6 jaringan adiposa menurun secara signifikan setelah
diet sangat rendah kalori dan dikaitkan dengan sedikit penurunan konsentrasi
serum IL- 6 . Namun, tidak ada modifikasi yang diamati dalam ekspresi IL-6
yang secara langsung terkait dengan penurunan berat badan atau massa
lemak. Mengenai efek jangka pendek, hipoglikemia (infus glukosa untuk
mencapai konsentrasi glukosa plasma kondisi mapan) menginduksi
peningkatan akut IL-6 plasma. Pada pasien dengan gangguan toleransi
glukosa , tingkat IL-6 lebih tinggi daripada yang sehat (tetapi sekresi insulin
diblokir) dan peningkatan kadar plasma berlangsung lebih lama.16
Oberbach dkk menemukan bahwa, meskipun penurunan yang
signifikan dalam persen lemak tubuh dan peningkatan sensitivitas insulin ,
konsentrasi plasma IL-6 tidak berubah setelah 4 minggu latihan fisik. Nicklas

14
dkk. Selain itu penelitian lain menunjukan bahwa latihan olahraga tidak
memiliki efek signifikan pada konsentrasi plasma CRP (C-reactive protein)
dan IL-6, sedangkan penurunan berat badan yang diinduksi diet secara
signifikan meningkatkan parameter peradangan kronis ini. Perbedaan hasil ini
dapat dijelaskan oleh fakta bahwa IL-6 biasanya merupakan sitokin pertama
yang ada dalam sirkulasi selama latihan, dan IL-6 plasma meningkat secara
eksponensial. IL-6 dilepaskan dari otot rangka selama latihan dan
berhubungan dengan intensitas latihan . Jaringan adiposa subkutan, di sisi
lain, tidak berkontribusi pada sekresi IL-6 selama latihan, sehingga
peningkatan keluaran IL-6 yang dilaporkan dalam fase pemulihan setelah
latihan berkepanjangan kemungkinan besar berasal dari otot rangka .
IL-6 adalah sitokin pleiotropik, bertindak sebagai pemain sentral
dalam regulasi peradangan, hematopoiesis, respon imun, dan mekanisme
pertahanan host. IL-6 telah diklasifikasikan sebagai sitokin pro dan anti
inflamasi. Fenomena kontradiktif ini juga muncul ketika meneliti peran IL-6
dalam obesitas.15,16
Beberapa laporan menyarankan sifat lipolitik IL-6 [Jaringan adiposa
dan adiposit yang dikultur dengan IL-6 menunjukkan peningkatan lipolysis.
Sesuai dengan efek ini, Van maka menunjukkan IL-6/sIL-6R tikus transgenik
ganda telah mengurangi berat badan. Namun, defisiensi IL-6 menyebabkan
obesitas onset matang dalam eksperimen Wallenius et al. Pada usia 3 bulan,
tikus IL-6 KO tidak mengalami obesitas, sedangkan pada usia 9 bulan, tikus
tersebut mengalami obesitas, hipertrigliseridemia , dan intoleransi glukosa,
yang menurut definisi memberikan diagnosis sindrom metabolic.
IL-6 dapat mempengaruhi sekresi adipokin dari adiposit. Pengobatan
IL-6/sIL-6R jangka panjang secara bertahapmenekan pelepasan adiponektin
total dari adiposit manusia . IL-6 saja tidak dapat mempengaruhi sintesis
adiponektin, dan keberadaan sIL-6R diperlukan untuk menunjukkan
bioaktivitas IL-6 pada adiposit manusia. Hal ini ditunjukkan dalam penelitian
lain menggunakan adiposit manusia : ekspresi gen adiponektin dikurangi
dengan kombinasi IL-6/sIL-6R dalam waktu 48 jam, di mana IL-6 menjadi
tidak efektif . Itu juga menunjukkan bahwa paparan jangka panjang untuk IL-

15
6/sIL-6R menekan sekresi adiponektin total dari delipidizing adiposit tanpa
mempengaruhi distribusi relatif dari isoform adiponektin yang disekresika.
Temuan ini menunjukkan bahwa adiposit tidak mengekspresikan IL-6R a
(subunit pengikat ligan), tetapi ekspresi gp130 (subunit transduksi sinyal)
dikonfirmasi.
Peran paradoks IL-6 sebagai faktor cachectogenic dan mediator
potensial obesitas dapat diselesaikan dengan saran bahwa tingkat peradangan
yang rendah hadir pada obesitas dan tingkat peradangan yang tinggi
mengakibatkan hilangnya nafsu makan. Dengan kata lain, IL-6 sebagai faktor
parakrin terlibat dalam etiologi obesitas, tetapi IL-6 sebagai mediator
endokrin yang bekerja pada hipotalamus bertanggung jawab atas hilangnya
nafsu makan selama inflamasi akut atau kronis . Kemungkinan resolusi lain
dari kontroversi tersebut adalah bahwa IL-6 adalah cachectogenic pada
tingkat hipotalamus , tetapi terlibat dalam induksi resistensi insulin dan
dislipidemia pada tingkat sel. Resistensi insulin adalah fenomena yang
berkaitan dengan usia, dengan penurunan sensitivitas insulin dimulai sekitar
usia paruh baya dan semakin meningkat. Pada jaringan adiposa tikus,
resistensi insulin dan bertambahnya usia menghasilkan ekspresi mediator
inflamasi yang lebih tinggi, termasuk IL-6.

Gambar. Regulasi IL-6 pada obesitas, sel dari jaringan adiposa


merupakan penanda dari produksi IL-6

Obesitas adalah sifat multifaktor yang kompleks yang tidak dapat

16
dijelaskan oleh satu faktor, tetapi IL-6 harus menjadi salah satu mediator
yang berkontribusi. Meskipun kontroversi, IL-6 dianggap setidaknya sebagai
pengubah obesitas, dan memahami dan mengklarifikasi peran yang tepat
dalam pengaturan senyawa homeostasis energi dan pengaturan berat badan
dapat membantu dalam perencanaan terapi dan pencegahan. obesitas—
tantangan sosial ekonomi abad ini. Sayangnya, konsekuensi jangka panjang
dari latihan olahraga teratur pada penanda inflamasi ini tidak jelas.16

2.1.7 Manajemen Berat Badan pada Pasien Overweight dan Obesitas


Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap
komorbid obesitas. Terdapat bukti kuat bahwa penurunan berat badan pada individu
obesitas dan overweight mengurangi factor resiko diabetes dan penyakit
kardiovaskular. Bukti kuat lainnya juga menunjukkan bahwa penurunan berat badan
dapat menurunkan tekanan darah pada individual overweight normotensi dan
hipertensi; mengurangi serum trigliserida dan meningkatkan kolesterol –HDL; dan
secara umum mengakibatkan beberapa pengurangan pada kolesterol serum total dan
kolesterol-LDL. Penurunan berat badan juga dapat mengurangi konsentrasi glukosa
darah pada individu overweight dan obesitas tanpa diabetes; dan juga mengurangi
konsentrasi glukosa darah serta HbA1c pada bebarapa pasien dengan diabetes tipe 2.
Terapi penurunan berat badan sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah
kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/ bedah.13,14

2.1.8 Tujuan Penurunan Berat Badan


Penurunan berat badan harus SMART : Spesific, Measurable, Achievable,
Realistic and Time limited. Tujuan awal dari terapi penurunan berat abdan adalah
untuk mengurangi berat badan sebesar sekitar 10 persen dari berat awal.
Batas waktu yang masuk akal untuk penurunan berat badan sebesar 10 %
adalah 6 bulan terapi. Untuk pasien overweight dengan rentang BMI sebesar 27
sampai 35, penurunan kalori sebesar 300 hingga 500 kcal/hari akan menyebabkan
penurunan berat badan sebesar ½ sampai 1 kg/minggu dan penurunan sebesar 10 %
dalam 6 bulan.
Setelah 6 bulan, kecepatan penurunan berat badan lazimnya akan melambat

17
dan berat badan menetap karena seiring dengan berat badan yang berkuranbg terjadi
penurunan energy ekspenditure.
Oleh karena itu, setelah terapi penurunan berat badan selama 6 bulan,
program penurunan berat badan harus terus dilakukan. Jika dibutuhkan penurunan
berat badan lebih banyak, dapat dilakukan penyesuaian lebih lanjut terhadap anjuran
diet dan aktivitas fisik.14.15

18
Untuk pasien yang tidak mampu mencapai penurunan berat badan yang
signifikan, pencegahan kenaikan berat badan lebih lanjut merupakan tujuan yang
paling penting.1

2.2 Subcutaneous fat


Brightness Mode Ultrasonic dapat digunakan untuk mengukur pola
jaringan subkutan fat (SAT) dan perubahannya dengan sensitivitas yang
tidak dapat dicapai dengan metode lain. USG telah digunakan untuk
memperkirakan ketebalan lemak sejak tahun 1965 dan telah berkembang
menjadi salah satu metode yang paling menjanjikan untuk mengukur lapisan
lemak dalam tubuh, terutama untuk penentuan SAT. Difraksi dan panjang
gelombang minimum membatasi resolusi lateral dan aksial mendekati
panjang gelombang yang digunakan. Pada frekuensi probe 18-MHz, sekitar
0,1 mm dapat dicapai, tetapi redaman US (yang meningkat tajam dengan
frekuensi) membatasi kedalaman SAT yang dapat diselidiki hingga beberapa
sentimeter. Untuk lapisan SAT yang tebal, frekuensi 6 MHz mungkin
diperlukan. Frekuensi yang lebih rendah menurunkan resolusi gambar
(menjadi sekitar 0,3 mm) dan, dengan demikian, kesalahan deteksi batas
jaringan, tetapi pada lapisan jaringan yang tebal, pilihan kecepatan suara yang
benar (dan bukan resolusi gambar AS) adalah penentu akurasi yang utama. 17

Sistem diagnostik AS konvensional menggunakan kecepatan suara


1540 m/s untuk menghitung jarak dari probe ke batas antara dua jaringan.
Dalam lemak, kecepatan suara jauh lebih rendah pada 1450 m/s. Perbedaan
ini tidak dapat diabaikan: Kesalahan sekitar 6% akan terjadi. Kendala lain
yang harus diatasi adalah kompresibilitas jaringan adiposa. Dalam sistem AS
konvensional, kecepatan suara yang digunakan untuk menghitung jarak
adalah 1540 m/s (''nilai rata-rata untuk jaringan lunak''). Di sini, kecepatan
suara 1450 m/s ditetapkan untuk analisis SAT dalam perangkat lunak
evaluasi untuk menghindari kesalahan kecepatan suara sekitar 6%. Resolusi
aksial dalam gambar AS tergantung pada Panjang gelombang , dan resolusi
lateral ditentukan oleh difraksi. Keakuratan pengukuran ketebalan yang dapat
diperoleh secara teknis kira-kira sama dengan panjang gelombang (panjang

22
gelombang menentukan difraksi gelombang AS dan, dengan demikian, batas
resolusi gambar). Frekuensi probe 18 MHz menghasilkan resolusi gambar
sekitar 0,1 mm, dan 6 MHz menghasilkan sekitar 0,3 mm. Batas SAT
berkerut; oleh karena itu, batasan yang diberikan secara biologis menentukan
akurasi yang dapat diperoleh. Pengaruh keterbatasan biologis ini
diminimalkan karena algoritma evaluasi citra yang digunakan mengambil
nilai rata-rata dari banyak pengukuran ketebalan pada citra yang diberikan.

Pada kelompok kelebihan berat badan dan obesitas, frekuensi rendah


diperlukan untuk menembus lapisan yang lebih tebal. Dalam kelompok ini,
ketebalan SAT bisa beberapa sentimeter, dan dalam kasus seperti itu
kesalahan relatif 5 d/d, dalam %) lebih relevan daripada kesalahan absolut d
(dalam mm). Misalnya, pada lapisan SAT setebal 60 mm, kesalahan relatif
(pada 6 MHz) yang disebabkan oleh ketidakakuratan deteksi batas adalah
sekitar 0,3/60, yaitu 0,5%.

Kesalahan deteksi batas kecil seperti itu dapat diabaikan dibandingkan


dengan penyimpangan karena pengaturan kecepatan suara yang salah.
Penyimpangan hanya 15 m/s (1%) sudah akan mempengaruhi kesalahan
pengukuran ketebalan 1%. Akurasi absolut untuk pengukuran in vivo lapisan
lemak tipis menggunakan 12-18 MHz tidak dapat diatasi dengan teknik
pengukuran lainnya. Pada lapisan tebal, pilihan kecepatan suara yang tepat
(1450 m/s) sangat menentukan akurasi. SAT sangat sensitif terhadap
kompresi dan kesalahan yang disebabkan oleh kompresi diminimalkan
dengan menggunakan lapisan gel yang tebal antara probe dan kulit. Bahkan
pernapasan mempengaruhi ketebalan SAT.

Oleh karena itu, gambar AS diambil saat partisipan berhenti bernapas


pada saat kedaluwarsa midtidal. Karena viskoelastisitas, sangat penting untuk
menandai situs dan menangkap gambar dalam posisi standar. 17

Lemak subkutan dan visceral dapat diukur dengan USG dengan


mudah. Ultrasound dapat dengan andal dan mudah mengukur lemak
subkutan selama prosedur pemeriksaan apa pun, yaitu ultrasound perut,
ginekologi, atau jaringan lunak superfisial. USG dianggap lebih akurat,

22
direproduksi, dan modalitas sensitif dibandingkan dengan teknik lain,
keandalan USG tercatat lebih dari 98%. Tidak diperlukan persiapan
sebelumnya untuk pengukuran lemak subkutan yang diukur dengan
ultrasound. Sekitar 40% hingga 60% lemak tubuh menumpuk di bawah
kulit.

Pengukuran subcutaneous fat diukur pada pengukuran ultrasound dan


BMI menunjukkan korelasi yang sangat kuat. Korelasi pengukuran lemak
subkutan pada USG dengan BMI penting untuk memudahkan estimasi
obesitas dan kelebihan berat badan. Pengukuran ultrasonografi lemak
subkutan memprediksi dengan tepat lemak total dan segmental selama
sonografi perut dan ginekologi atau jaringan lunak superfisial. Ultrasonografi
A-mode bersama dengan beberapa pengukuran antropometrik lainnya seperti
lingkar paha dan lingkar lengan atas adalah metode yang akurat untuk
penilaian persentase lemak tubuh. Pengukuran ketebalan kaliper lipatan kulit
dibandingkan dengan pengukuran ultrasound.

Pengukuran subcutaneous fat merupakan pengukuran paling kuat


antara BMI dan lingkar pinggang dan memiliki hubungan yang signifikan.
Pada wanita, IMT dan lingkar pinggang berkorelasi signifikan dari pada pria.
Peningkatan lingkar pinggang juga dapat meningkatkan risiko kesehatan.
Biasanya, peningkatan lingkar pinggang disebabkan oleh peningkatan
subcutaneous fat di abdomen. Pada penelitian sebelumnya telah dibuktikan
perbandingan IMT, lingkar pinggang, dan rasio pinggang-tinggi sebagai
prediktor distribusi lemak di abdomen. Dikatakan bahwa USG adalah metode
yang dapat diandalkan untuk memperkirakan lemak tubuh ketika CT dan
MRI tidak memungkinkan, Penting untuk menilai lemak tubuh tidak hanya
untuk meminimalkan masalah kesehatan tetapi juga untuk kepentingan
pembentukan tubuh.

22
Gambar. Contoh Pengukuran Subcutaneous Fat pada pasien
dengan BMI Indeks terukur dengan obesitas.

USG adalah metode yang dapat diandalkan dan lebih mudah untuk
mengukur subkutan fat dan pengukuran sebenarnya dari lemak perut dengan
USG lebih informatif daripada pengukuran antropometrik lainnya. Penelitian
kami dilakukan untuk melihat apakah hasil dalam populasi kami sesuai
dengan penelitian sebelumnya atau tidak. Sehingga tak satu pun dari
penelitian sebelumnya mengkorelasikan BMI dengan lemak subkutan yang
diukur di daerah suprapubik. Hal ini menunjukkan bahwa jika lemak
subkutan di daerah suprapubik meningkat, IMT juga akan meningkat.18

2.4 Kerangka konsep

2.5 Identifikasi variabel

2.5.1 Variabel bebas

22
1. subcutaneous fat
2. Pemeriksaan lingkar perut dan interleukin-6

2.5.2 Variabel terikat


Wanita Obesitas usia produktif

2.5.3 Variabel perancu


Variabel perancu yang dapat mempengaruhi adalah derajat obesitas, usia tua,
dan penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, dan
penyakit ginjal kronik.

2.6 Definisi operasional


Tabel 2. Definisi operasional

Variabel Definisi Cara pengukuran Skala

Pemberian Antibiotik (obat antimikroba) yang Dilihat dari data Kategorik


antibiotik diberikan sebelum dimulai operasi rekam medis -
preoperatif Nominal
Dikelompokkan
menjadi diberikan
dan tidak diberikan
antibiotik beserta
didata jenis dan
dosis antibiotiknya
Operasi Tindakan pembedahan sebagai bagian Dilihat dari data Kategorik
kanker dari tatalaksana pada kanker payudara. rekam medis -
payudara Operasi kanker payudara meliputi: Nominal
mastektomi, kuadrantektomi,
segmentektomi, lumpektomi, sentinel
lymph-node biopsy, diseksi aksila.
Infeksi Infeksi yang muncul pada luka sayatan Dilihat dari data Kategorik

22
daerah operasi, yang timbul pada 30 hari rekam medis -
operasi pertama setelah operasi untuk infeksi Nominal
Dikelompokkan
superfisial dan 30-90 hari untuk infeksi menjadi ada atau
dalam.5,9 tidaknya infeksi
daerah operasi

BAB III

METODE PENELITIAN

2.2 Desain penelitian


Penelitian ini menggunakan desain uji klinis terhadap Wanita Obesitas Usia
Produktif di RSUP Kariadi, Semarang yang datang ke poliklnik dan dilakukan
pemeriksaan subcutaneus fat, lingkar perut, dan interleukin-6.

2.3 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian dilakukan di RSUP Kariadi, Semarang dari Oktober 2022 sampai Oktober
2023.

2.4 Populasi dan sampel penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah Semua Wanita Obesitas dengan usia produktif
yang datang ke poliklinik rawat jalan RSUP Kariadi Semarang. Sampel penelitian ini
adalah Pasien wanita obesitas usia produktif yang dilakukan pemeriksaan
subcutaneous fat, serta dilakukan pemeriksaan lingkar perut dan interlekukin-6 pada
periode Oktober 2022 sampai Oktober 2023.

22
2.5 Kriteria inklusi dan eksklusi
2.5.2 Kriteria inklusi
1. Pasien Wanita Obesitas usia produktif
2. Pasien yang melakukan pemeriksaan subcutaneous fat, serta dilakukan
pemeriksaan lingkar perut dan interlekukin-6 pada periode Oktober 2022
sampai Oktober 2023.

2.5.3 Kriteria eksklusi


1. Pasien Obesitas usia Tua atau anak-anak.
2. Pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes melitus, hipertensi,
dislipidemia, dan penyakit ginjal kronik.

2.6 Besar sampel


2
( Za √ 2 PQ +Zb √ P1 Q 1+ P 2 Q 2 )
n 1=n2= 2
(P 1−P 2)
2
( 1,96 √ 2 x 0,30 x 0,70+ 0,84 √ 0,08 x 0,92+0,53 x 0,47 )
n 1=n2= 2
(0,08−0,53)
n1 = n2 = 16 orang
P1 = Prevalensi infeksi luka operasi pada operasi kanker payudara (8%)1,5

P2 = Prevalensi penggunaan antibiotik preoperasi pada kanker payudara (53%)

Q1 = 1-P1

Q2 = 1-P2

P = ½ (P1+P2)

Q = 1-P

Za = Nilai kritis batas kesalahan tipe I (α) sebesar 0,05 = 1,96

Zb = Power 0,8

2.7 Cara kerja dan alur penelitian

22
Data diperoleh dari pasien Wanita dengan obesitas usia produktif yang datang ke
poliklinik rawat jalan RSUP Kariadi Semarang pada periode Oktober 2022 sampai
Oktober 2023. Untuk pengelompokan data dilakukan pemeriksaan subcutaneous fat
kemudian diukur lingkar perut dan pemeriksaan interleukin-6 . Data yang diperoleh,
selanjutnya dilakukan follow up dan kontrol apakah terdapat hubungan yang
signifikan pada subcutaneous fat terhadap pemeriksaan lingkar perut dan interleukin-
6.

2.8 Rencana analisis data


Data dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS Statistics 25. Data akan
dianalisis dengan uji chi-square untuk mencari hubungan (uji fischer jika syarat chi
square tidak terpenuhi). Data risk ratio (RR) akan dihitung untuk mencari hubungan
subcatneous fat dengan pemeriksana lingkar perut dan interleukin-6 pada wanita
obesitas usia produktif.

REFERENSI

1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic
Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia : Saunders, An imprint of Elsevier Inc.
2010 : 438-442.
2. Bell, Ge K., Popkin B.M. 2001. Weight gain and its predictors in Chinese
adults. Int J nationed Metabolism Disorder. 25:1079-1086.
3. Bergman, Van C., Mittelman S.D. 2001. Central role of adipocytes in
metabolic syndrome. J Investig Med. 49:119-126.
4. Boivin, Brochu, Marceau P. 2007. Regional differences in adipose tissue
metabolism in obese men. Metabolism. 56:533-540.
5. Brunicardi, F. Charles; Andersen, Dana.K; dkk “the surgical mangemen of
obesity” in “Schwartz priciples of surgery” ed.9 . USA. 2010. The McGraw-
Hill companies,Inc.
6. Caballero B. 2005. Nutrition Paradox-underweight and obesity in developing
countries. N Engl. J. Med. 352:1514-1516.

22
7. Grundy S.M. 2006. Metabolic syndrome: connecting and reconceiling
cardiovaskuler and diabetes world. J Am Coll Cardiol. 47:1093-1110.
8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic
Basic of Disease. 8th ed. Philadelphia : Saunders, An imprint of Elsevier Inc.
2010 : 438-442.
9. Sugondo Sidarta. Obesitas. Dalam : Sudoyo.A, Setoyohadi.B, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisi ke-5, Jakarta, Interna Publishing Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 2009 : 1973-82.
10. Liubov, Cikim S., Vakur A., Neze O. 2001. The relationship betwen neck
circumference and body fat ratio in Turkish women. Department of
Endocrinology and Metabolism, Turkey.
11. Liubov, Sohar E., Laor A., 2001. Neck circumference as s simple screening
measure for identifying overweight and obese Patients. The North
Association for The Study of Obesity. 470:477.
12. Mahan, Adair, Popkin B.M. 2002. Ethnic differences in the association
betwen body mass index and hypertension. Am J Epidemiology. 155:346-353.
13. Tchernof. 2007. Visceral adipocytes and the metabolic syndrome. Nutrition
Reviews. 24:29-6.
14. Sjostrom, CD, Lassner. 2001. Relationship betwen changes in body
composition and changes in cardiovasculer risk factors: the SOS Intervention
Study: Sweedish obese subjects. Obes Res. 5:519535.
15. Zhang. 2004. Trends in the association betwen obesity sosioeconomic status
in US adults. Obesity Research. 12:1622-1632.
16. Katalin Eder, Noemi Baffy , dkk. 2009. The major inflammatory mediator
interleukin-6 and obesity . Inflamm. Res. 58:727–736
17. Paul S, Wolfram M, dkk. 2017. Standarized Ultrasound Measurement Of
Subcutanoeus Fat patterning: High reability & Acurracy in groups ranging
from learn to obese. Ultrasound in Med. & Biol., Vol. 43, No. 2, pp. 427–
438.

18. Nadeem B, Bacha R, Gilani SA. 2018. Correlation of subcutaneous fat


measured on ultrasound with Body Mass Index. J Med Ultrasound;26:205-9.

22
22
2
1
2

Anda mungkin juga menyukai