Anda di halaman 1dari 1

Bullying di sekolah, oleh teman dan dilakukan tanpa sepengetahuan guru.

Terlalu banyak hal yang


diketahui guru dan juga yang tidak. Prosentasenya tidak bisa kita pastikan. Selalu ada perbedaan.
Bagaimanapun juga kehidupan tidak melulu pada persoalan bisa dan tidak, hafal atau tidak, bisa
menghitung atau tidak bisa. Ada juga persoalan kapan anak bisa menghargai sesama, anak memiliki rasa
welas asih terhadap sesama, rasa memanusiakan sesama manusia. Rasa bagaimana seorang anak bisa
hidup Bersama dengan teman dan orang lain, tanpa merasa lebih tinggi dan lebih superior.

Namun ini juga bagian dari sejarah dan kehidupan manusia. Bagaimana sejarah menampilkan orang-
orang buas yang membunuh manusia lain. Bagaimana seoang yang mengatasnamakan kebebasan dan
kemerdekaan dengan juga perang terhadap dan membunuh orang lain. Di tempat lain, ada yang
menyuarakan kehidupan damai tanpa kekerasan. Menyuarakan kehidupan manusia yang tertib
terkendali dan harmonis tanpa beragam norma dan aturan-aturan yang mengikat. Banyaknya aturan
menunjukkan bahwa manusia dari dalam diri sulit untuk menerapkan kebaikan. Perlu aturan, norma dan
hukuman agar manusia jera, agar manusia terkendali, agar manusia bisa dikalahkan.

Manusia , anak-anak, komunitas tidak bisa menjalani kehidupan dengan dorongan sendiri. Dorongan
dari dalam sendiri dan mendengarkan suara kebaikan dari dalam hatinya. Control hati dengan suara-
suara kebenaran dan kebaikan tidak terdengar. Kerak ilmu, informasi dan budaya menutupi itu semua.
Tontonan, tayangan, doktrinasi, dan tekanan sosial membuat seseorang hanya menyadari bahwa
kehidupannya bukan kebaikan. Tapi kumpulan keburukan dan keburukan yang tidak ada jluntrungnya.

Guru dengan rutinitas kehidupan mengajarnya, selalu dalam upaya untuk memperbaiki taraf kehidupan.
Kebiasaan anak, rutinitas anak, ketertundukan pada agama dan Tuhannya. Penanaman rasa takut
berbuat dosa dan salah selalu menjadi hal penting yang menjadi prioritas dalam pengajarannya. Dengan
memperhatikan beragam persoalan murid, Pendidikan berupaya untuk menyesuaikan kebutuhan
lingkungan. Apakah itu kebutuhan moral, kebutuhan eksistensi dalam level ekonomi atas, atau
kebutuhan-kebutuhan yang menjadi branding dasar sebuah sekolah. Bisa juga sekolah tidak perlu
branding itu. Karena negeri dan sudah tersuport system oleh negara. Ada juga yang negeri yang kalah
terkenal dan tidak laku karena pengaruh tokoh agama dan sekolah swasta yang di dukungnya.

Pendidikan semakin jelas kebutuhannya saat muncul kasus yang menarik perhatian khalayak banyak.
Bagaimana seorang guru, masyarakat atau orang dewasa di lingkungannya sampai tidak peka adanya
anak yang depresi itu.

Perubahan kurikulum saat kepemimpinan Menteri Nadim Makarim, membawa perubahan terhadap
semangat guru dalam mengajar. Meskipun bukan hal baru, namun semangat ini masih belum
menyeluruh tampak di semua satuan Pendidikan. Semangat itu adalah berpusat pada siswa dalam ini
disebut peserta didik. Peserta didik seharusnya menjadi subject belajar. Selama ini peserta didik adalah
obyek belajar. Demikian sulitnya menerapkan hal ini terhadap guru-guru yang belum memahami hal ini.
Mereka masih mengajar dengan cara-cara lama. Metode-metode lama an itu tentu tidak menambah
kebaikan dalam kenyataan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai