Anda di halaman 1dari 2

5 KESALAHAN GURU SAAT MEMBAGI RAPOR INI MEMBUAT ORANG TUA KECEWA.

Sistem sekolah membagi waktu belajar menjadi 2 dalam satu tahun. Pembagian itu adalah waktu
semester satu (ganjil) dan semester 2 (genap). Saat akhir semester biasanya dilakukan penilaian sumatif
akhir semester. Kemudian tibalah saat pembagian rapor dan liburan.

Pembagian Rapor bisa menjadi hal yang dinantikan, baik oleh orang tua maupun siswa. Orang tua bisa
memperoleh informasi mengenai hasil belajar anak. Sedang anak menunggu saat itu untuk mendapat
janji liburan dari orang tuanya. Pembagian rapor bisa menjadi hal penting bagi mereka.

Saat pembagian rapor, seringkali orang tua kecewa. Kalau dulu, saat rangking masih menjadi patokan
keberhasilan belajar, maka anak yang mendapat rangking rendah menjadi kecewa. Kalau sekarang
kekecewaan itu muncul karena gurunya yang tidak cakap dalam menyampaikan. Berikut ini 5 kesalahan
guru saat pembagian rapor;

1. Membagi rapot tanpa menjelaskan cara membacanya

Tidak semua orang tua memiliki latar belakang pendidikan yang sama. Maka saat penerimaan rapor guru
sebaiknya menjelaskan cara membaca rapor anaknya. Contoh, jika rapor terdiri dari angka dan deskripsi,
maka guru mengambil contoh satu dan menjelaskan maksud penilaian tersebut ke orang tua.

Jika guru hanya membagi rapor dan menyuruh orang tua membaca dan tidak membuka ruang bertanya
maka yang terjadi adalah kekecewaan orang tua terhadap guru karena tidak tahu maksud dari rapor
tersebut. Apalagi jika orang tua zaman dulu yang masih mementingkan rangking, dan bertanya-tanya
mengapa sekarang tidak ada rangking, dan bagaimana mengukur kemajuan belajar anak saya, dan
banyak pertanyaan lain yang kadang guru lupa untuk menjelaskannya.

2. Membagi rapot dengan sikap judes, dan tidak ramah

Sikap guru dalam bertutur kata dan beebahasa tubuh yang baik sangat menentukan kecewa atau
tidaknya orang tua. Guru harus berbicara santun dan lemah lembut terhadap orang tua. Sikap judes saat
menjawab, apalagi terhadap orang tua yang terkesan cerewet maka akan merugikan guru itu sendiri.

Sebagai guru, sebaiknya benar -benar harus menata diri baik ucapan dan sikap. Jangan sampai label
negatif sebagai guru jahat disematkan oleh oleh para orang tua siswa.

3. tidak menerima pendapat orang tua siswa

Nilai dalam rapor adalah nilai final. Nilai yang berupa angka dan deskripsi kata bisa jadi hasil olahan nilai
sepanjang satu semester. Sebagai guru, tentu sudah bersungguh-sungguh dalam menentukan hasil
belajar siswa.

Namun bukan berarti nilai tersebut sempurna dan bebas kritik. Bisa jadi ada kesalahan, penilaian yang
tidak obeyektif, salah ketik dan kesalahan penyusunan nilai rapor lainnya. Kemungkinan itu pasti terjadi,
mengingat begitu banyaknya beban tugas sebagai guru.

Sebagai guru sebaiknya tidak serta merta menutup celah diskusi dengan orang tua. Berilah kesempatan
kepada orang tua untuk sekedar bertanya dan memberi umpan balik terhadap nilai rapor anaknya.
4. tidak menjelaskan kelebihan dan kekurangan siswa selama satu semester

Kurikulum 2013 tidak menganjurkan peringkat di kelas. Dengan tidak ada nya peringkat atau rangking itu
bukan berarti nilai rapor hanya disampaikan tanpa ada penjelasan capaian belajar siswa. Guru sering kali
hanya menyampaikan nilainya dengan tambahan kata bagus dan dipertahankan. Hal tersebut membuat
orang tua kurang puas dengan hasil belajar siswa.

Orang tua tidak tahu sebenarnya anaknya ini di sekolah seperti apa. Apakah pekerja keras, pemalas,
peduli teman ataupun cuek terhadap lingkungan. Guru seharusnya menjelaskan semua aspek baik
spiritual, sosial, pengetahuan maupun ketrampilan yang sudah dimiliki oleh siswa. Dengan penjelasan
itu orang tua jadi tahu progres siswa selama belajar di sekolah.

5. menghakimi siswa di depan orang tua

Guru biasanya memiliki catatan anak yang tertinggi dan terendah nilainya di kelas. Catatan itu
sebenarnya untuk memberikan informasi awal guru dalam memperbaiki cara mengajarnya. Gurupun
bisa menentukan siswa mana yang bisa dibiarkan belajar mandiri dan yang perlu bimbingan. Dengan
begitu tidak ada istilahnya siswa tinggal kelas.

Meskipun demikian, guru juga menemukan siswa yang benar-benar sulit untuk mendapat bimbingan.
Kemampuan yang terbatas itu menghabiskan kesabaran guru. Gurupun kemudian menjadi orang yang
gampang menghakimi siswa. Terlebih lagi jika menggunakan kata bodoh, malas dan terlambat belajar di
depan orang tua siswa. Hal ini bisa dikatakan salah karena melakukan penghakiman tanpa proses
memahami karakteristik siswa.

Anda mungkin juga menyukai