Anda di halaman 1dari 36

KESALAHAN GURU DALAM PEMBELAJARAN

Guru harus mampu memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang
paling penting adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.

Menurut E. Mulyasa (2011:19) dari berbagai hasil kajian menunjukan bahwa sedikitnya terdapat
tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru dalam permbelajaran, yaitu ;
1. Mengambil Jalan Pintas Dalam Pembelajaran
Tugas guru paling utama adalah mengajar, dalam pengertian menata lingkungan agar terjadi
kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukan bahwa diatara para guru banyak
yang merasa dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukan alas an
yang mendasari asumsi itu.

Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan dan menurunkan kreatifitas, sehinga banyak guru
yang suka mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, baik dalam perencanaan, pelaksanaan,
maupun evaluasi.

 Agar tidak tergiur untuk mengambil jalan pintas dalam pembelajaran, guru hendaknya memandang
pembelajaran sebagai suatu system, yang jika salah satu komponennya terganggu, maka akan
menggangu seluruh system tersebut. Sebagai contoh, guru harus selalu membuat dan melihat
persiapan setiap mau melakukan kegiatan pembelajaran., serta merevisi sesuai dengan kebutuhan
peserta didik, dan perkembangan zamannya.
Harus selalu diingat mengajar tampa persiapan merupakan jalan pintas, dan tindakan yang
berbahaya, yang dapat merugikan perkembangan peserta didik, dan mengancam kenyamanan
guru.

2.  Menunggu Peserta Didik Berperilaku Negative


Dalam pembelajaran di kelas, guru berhadapan dengan sejumlah peserta didik yang semuanya
ingin diperhatikan. Peserta didik akan berkembang secara optimal melalui perhatian guru yang
positif , sebaliknya perhatian yang negative akan menghambat perkembangan peserta didik. Mereka
senang jika m;endapat pujian dari guru dan merasa kecewa jika kurang diperhatikan .

Namun sayang kebanyakan guru terperangkap dengan pemahaman yang keliru tentang mengajar,
mereka menganggap mengajar adalah menyampaikan maateri kepada peserta didik, mereka juga
menganggap mengajar adalah memberika pengetahuan kepada peserta didik. Tidak sedikit guru
yang sering mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian
kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.

 Biasanya guru baru memberikan perhatian kepada peserta didik ketika rebut, tidur dikelas, tidak
memperhatikan pelajaran, sehingga menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut
sering kali mendapatkan tanggapan yang salah dari peserta didik, mereka beranggapan bahwa
untuk mendapatkan perhatian dari guru harus berbuat salah, burbuat gaduh, menganggu atau
melakukan tindakan tidak disiplin lainnya. Seringkali terjadi perkelahian pelajar hanya  karena
mereka tidak mendapatkan perhatian, dan meluapkannya melalui perkelahian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebanyakan peserta didik tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk
mendapatkan perhatian dari guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya, tetapi mereka tahu cara
menggangu teman, membuat keributan, serta perkelahian, dan ini kemudian yang mereka gunakan
untuk mendapatkan perhatian.

 Guru perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta didik, lalu
segera memberi hadiah atas prilaku tersebut dengan pujian dan perhatian. Kedengarannya hal ini
sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan member hadiah
atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.
Menghargai perilaku peserta didik yang postif sungguh memmberikan hasil nyata. Sangat efektif jika
pujian guru langsung diarahkan kepada perilaku khusus dari pada hanya diekspresikan dengan
pernyataan positif yang sifatnya sangat umum. Sangat efektif guru berkata “termakasih kalian telah
mengerjakan pekerjaan rumah dengan sungguh-sungguh” daripada “kalian sangat baik hari ini”
Disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik yang negatf, dan
mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Guru bisa mencontohkan
berbagai perilaku peserta negatif , misalnya melalui ceritera dan ilustrasi, dan memberikan pujian
kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negative tersebut. Sekali lagi “Jangan menunggu
peserta didik berperilaku negative”.
3. Menggunakan Destructive Disclipline
Akhir-akhir ini banyak perilaku negatif yang dilakukan oleh para peserta didik, bahkan melampaui
batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hokum, melanggar tata tertib,
melanggar norma agama, criminal, dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat.
Demikian halnya dengan pembelajaran, guru akan mengahadapi situasi-situasi yang menuntut guru
harus melakukan tindakan disiplin.

 Seperti alat pendidikan lain, jika guru tidak memiliki rencana tindakan yang benar, maka dapat
melakukan kesalahan yang tidak perlu. Seringkali guru memberikan hukuman kepada peserta didik
tanpa melihat latar belakang kesalahan yang diperbuat, tidak jarang  guru memberikan hukuman
diluar batas kewajaran pendidikan, dan banyak guru yang memberikan hukuman kepada peserta
didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.

 Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan peserta didik diluar
kelas (PR), namun jarang sekali guru yang mengoreksi pekerjaan peserta didik dan
mengembalikannya dengan berbagai komentar, kritik dan saran untuk kemajuan peserta didik. Yang
sering dialami peserta didik adalah guru sering memberikan tugas , tetapi tidak pernah memberi
umpan balik terhadap tugas-tugas yang dikerjakan. Tindakan tersebut merupakan upaya
pembelajaran dan penegakan disiplin yang destruktrif, yang sangat merugikan perkembangan
peserta didik.

Bahkan tidak jarang tindakan destructive disclipline yang dilakukan oleh guru menimbulkan
kesalahan yang sangat fatal yang tidak hanya mengancam perkembangan peserta didik, tetapi juga
mengancam keselamatan guru. Di Jawa Timur pernah ada kasus seorang peserta didik mau
membunuh gurunya dengan seutas tali raffia, hanya gara-gara gurunya memberikan coretan-
coretan merah pada hasil ulangannya.

Kesalahan-kesalaha seperti yang diuraikan diatas dapat mengakibatkan penegakan disiplin menjadi
kurang efektif, dan merusak kepribadian dan harga diri peserta didik. Agar guru tidak melakukan
kesalahan-kesalahan dalam menegakkan disiplin ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
 Disiplinkan peserta didik ketika anda dalam keadaan tenang
 Gunakan disiplin secara tepat waktu dan tepat sasaran
 Hindari menghina dan mengejek peserta didik
 Pilihlah hukuman yang bisa dilaksanakan secara tepat
 Gunakan disiplin sebagai alat pembelajaran.
4. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Kesalahan berikutnya  yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah mengabaikan
perbedaan individu peserta didik. Kita semua mengetahui setiap peserta didik memiliki perbedaan
yang sangat mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi
yang sangat bervariasi, dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku yang tampak aneh. Pada
umumnya perilaku-perilaku tersebut cukup normal dan dapat ditangani dengan menciptakan
pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi karena guru disekolah dihadapkan pada sejumlah peserta
didik, guru seringkali sulit untuk membedakan mana perilaku yang wajar atu normal dan mana
perilaku yang indisiplin dan perlu penanganan khusus.

Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan, minat,
dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang social ekonomi, dan
lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan
kompetensinya. Guru seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan
menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri individual yang menjadi
karakteristik umumlah seharusnya guru memulai pembelajaran. Dalam hal ini, guru juga harus
memahami ciri-ciri peserta didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
Sehubungan dengan uraian diatas, aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami guru antara lain:
kemampuan, potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, ctatan kesehatan,
latar belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh dan dipelajari
dari laporan atau catatan sekolah, informasi dai peserta didik lain (teman dekat), observasi langsung
dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari peserta didik
itu sendiri melalui wawancara, percakapan dan autobiografi.

 5. Merasa Paling Pandai


Kesalahan lain yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran adalah merasa paling pandai
dikelas. Kesalahan ini berangkat dari kondisi bahwa pada umumnya para peserta didik disekolahnya
relative lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik tersebut lebih bodoh
disbanding dirinya, peserta didik dipandang sebagai gelas yang perlu di isi air ke dalamnya.
Perasaan ini sangat menyesatkan , karena dalam kondisi seperti sekarang ini peserta didik dapat
belajar melalui internet dan berbagai media massa, yang mungkin guru belum menikmatinya.
Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar, ketika peserta didik datang dari keluarga kaya yang
dirumahnya memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, serta berlangganan Koran dan majalah
yang mungkin lebih dari satu edisi, sedangkan guru belum memilikinya. Denan demikian peserta
didik yang belajar mungkin saja lebih pandai daripada guru. Jika ini terjadi maka guru harus
demokratis untuk bersedia belajar kembali, bahkan belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling
membelajarkan. Dalam hal ini guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa
menyesuaikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat. Jika
tidak, maka akan ketinggalan kereta, bahkan disebut guru ortodok.

6. Diskriminatif
Pembelajaran ynag baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil
dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara
optimal. Keadilan dalam pembelajaran meupakan kewajiban guru dan hak peserta didik untuk
memperolehnya. Dalam prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan
perkembangna peserta didik, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering dilakukan , terutama
dalam penilaian. Penilaian merupakan upayakan untuk memberikan penghargaan kepada peserta
didik sesuai dengan usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dalam memberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar
merupakan cermin dari perilaku peserta didik. Namun demikian tidak sedikit guru yang
menyalahgunakan penilaian, misalnya sebagai ajang untuk balas dendam, atau ajang untuk
menyalurkan kasih saying diluar tanggung jawabnya sebagai seorang guru.
Lagu berikut ini mencerminkan guru yang menyalahgunakan penilaian, lagu ini popular pada tahun
1970-an terutama di kalangan siswa perempuan. Berikut syair lagunya:
Ketika aku masih sekolah
Ku punya guru sangatlah muda
Orangnya baik padaku
Apa sebabnya aku tak tahu

Kawan-kawanku tahu semua


Aku bukanlah anak yang pandai
Tapi mereka heran padaku

Nilai raportku baik selalu

Akhirnya kawan-kawanku tahu


Pak  guru itu cinta padaku
            Jika dimati dengan teliti, syair-syair lagu tersebut menunjukkan ketidakadilan guru dalam
memberikan penilaian, betapa seorang guru telah menyalahgunakan penilaian, hanya karena
perasaan “C.I.N.T.A nya kepada peserta didik tertentu. Hal ini dari dulu sampai sekarang masih
sering dilakukan oleh guru terutama guru muda.
      Sebagai seorang guru, tentu saja harus mampu menghidarkan hal-hal yang dapat merugikan
perkembanan peserta didik. Tidak ada yang melarang seorang guru “mencintai” peserta didiknya,
tetapi bagaimana menempatkan cintanya secara proporsional, dan jangan mencampuradukkan
antara urusan pribadi dengan urusan professional. Usaha yang dapat dilakukan untuk
menghindarinya adalah dengan cara menyimpan “perasaan” sampai peserta didik yang  dicintai
menyelesaikan program pendidikannya, tentu saja harus ikhlas dan jangan takut diambil orang.
7. Memaksa hak peserta didik
Memaksa hak peserta didik merupakan kesalahan yang sering dilakukan guru, sebagai akubat dari
kebiasaan guru berbisnis dalam pembelajaran, sehingga menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan.  Guru boleh saja memiliki pekerjaan sampingan, memperoleh
penghasilan tambahan, itu sudah menjadi haknya, tetapi tindakkan memaksa bahkan mewajibkan
peserta didik untuk membeli buku tertentu sangat fatal serta kurang bisa digugu dan ditiru. Sebatas
menawarkan boleh saja, tetapi kalau memaksa kasihan bagi orangtua yang tidak mampu.
Kondisi semacam ini sering kali membuat prustasi peserta didik, bahkan di Garut pernah pernah ada
peserta didik bunuh diri hanya karena dipaksa untuk membeli alat pelajaran tertentu oleh gurunya. .
Kerna peserta didik tersebut tidak memiliki uang atau tidak mampu dia nekat bunuh diri. Ini contoh
akibat fatal dari guru yang suka berbisnis disekolah dengan memaksa peserta didiknya untuk
membeli. Hindarilah, ingat sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Di dunia gaji
tidak seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi. Niatkan menjadi guru
sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang akan dipanen hasilnya kelak
diakhirat. Percayalah, dan tanyakan pada hati nurani. Jangan mengambil keuntungan sesaat, tetapi
menyesatkan. Sadarlah wahai guru, agar namamu selalu sejuk dalam sanubariku. Demikianlah
penjelasan E. Mulyasa mengenai 7 Kesalahan Yang Sering Dilakukan Guru Dalam Pembelajaran.
Sedangkan menurut  Dr. Wina Sanjaya ( 2005 : 70 ) menyebutkan ada 4 kekeliruan dalam proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru yaitu :
1. Ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya
sudah dipahami oleh siswa atau belum.
2. Dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa.
Komunikasi bisa terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa bagi siswa
menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan
berpikir.
3. Guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan
penjelasannya.
4. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran
dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai " tong kosong " yang harus diisi dengan
sesuatu yang dianggapnya sangat penting.
 Baca Juga :

 Cara Mengajar Menyenangkan


 Membangun Komunikasi efektif dalam pembelajaran

 Menjadi Guru Efektif, kenapa tidak? 

Berikut 25 kesalahan yang wajib dihindari oleh guru dalam proses


pembelajaran
1. Duduk di atas meja sewaktu proses pembelajaran.
2. Sambil merokok saat mengajar.
3. Makan saat mengajar.
4. Bermain Hp atau Online saat mengajar.
5. Tertidur. Meski jarang terjadi, tapi ternyata hal ini pernah dialami juga. Biasanya jika sang
Guru hanya menyuruh siswanya membaca buku pelajaran saat pelajaran berlangsung (monoton).
6. Menganggap diri paling pintar. Banyak yang bilang jika Doktor atau professor itu karena
saking pintarnya sehingga membuat banyak mahasiswa tidak mengerti apa yang disampaikan
kepada mereka. Seorang Guru tidak bisa menjadi seperti itu, Guru memiliki kewajiban untuk tidak
hanya memintarkan diri sendiri tapi juga siswa-siswanya, sehingga kerendahan hati dan mampu
menghargai kecerdasan dan potensi murid-muridnya adalah kunci seorang guru yang hebat.
7. Monoton dalam menyampaikan materi. Indikasinya jika ada siswa yang tertidur saat jam
pelajaran berlangsung.
8. Tidak disiplin. Tepat waktu mungkin menjadi hal yang berat bagi orang Indonesia, ya hal ini
semakin  parah jika sikap tidak disiplin ini dicontohkan oleh para Guru.
9. Bolos.
10. Komunikasi tidak efektif.
11. Berpakaian tidak rapi. Kini guru tidak lagi identik dengan sepeda butut, baju lusuh. Tampil
rapi apalagi bagi guru yang mempunyai keadaan ekonomi yang baik adalah hal wajib.
12. Tidak melakukan evaluasi. Hal yang unik pernah terjadi, saat seorang guru ternyata
memeberikan nilai kepada siswa yang sudah meninggal dunia, mengindikasikan jika guru tersebut
tidak melakukan evaluasi saat pemberian nilai, tapi dari hasil abrakadabra.....
13. Membiarkan menyontek.
14. Membocorkan jawaban ujian. No 13 dan 14 tentu saja akan menyemarakkan generasi
koruptor di negeri ini. Jika kita para guru sepakat bahwa tujuan utama pendidikan bukanlah nilai
(terutama SMK yang mengutamakan kompetensi). Maka sudah seharusnya pengembangan
kreativitas dan potensi anak yang menjadi agenda utama, bukan membiarkan jalan-jalan pintas
yang akan merusak masa depan mereka yang dilestarikan.
15.  Mengubah perolehan nilai. Jangan mengurangi dan melebihkan, objektif saja sesuai
kemampuan anak.
16. Memberikan soal yang tidak diajarkan. Jangan membuat stress dan depresi anak-anak
dengan memberikan soal ujian yang tidak pernah mereka sentuh.
17. Menanamkan permusuhan dan kebencian. Hal yang paling indah saat menjadi guru, adalah
saat kita mampu menanamkan sikap saling menghormati, menghargai dan cinta pada setiap
generasi muda. Amal Jariyah cui.....
18. Mengajarkan pornografi.
19. Melakukan pelecehan seksual. Ini mah Naudzubillah, kita para guru itu dipercaya. Jangan
membalasnya dengan melakukan hal-hal seperti nomor 18 dan 19.
20. Tidak perduli terhadap presensi siswa.
21. Diskriminatif. Semua murid itu adalah sama derajatnya di mata kita.
22. Tidak memperhatikan perbedaan individual. Potensi, kekurangan dan kelebihan. Harus
dengan jeli dipantau.
23. Gaptek. Saat ini, murid dengan mudah sekali menjadi lebih pintar dari guru karena kemajuan
teknologi. Sehingga tentu saja  para guru tidak boleh ketinggalan, apalagi teknologi dapat
mempermudah guru dalam mempersiapkan bahan, mempermudah penyampaian dan tentu saja
dengan hasil yang lebih maksimal. Persiapkanlah setiap generasi sesuai dengan zamannya.
24. Mismatch. Disinilah pentingnya kurikullum.
25. Lupa membaca dan belajar. Dari semua kesalahan-kesalahan di atas, kesalahan terakhir ini
adalah yang paling parah. Jika seorang guru saja malas belajar, bagaimana mungkin dia bisa
menciptakan generasi terbaik?. Bukankah perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri?
Berikut adalah lima kesalahan guru ketika mengajar yang
bisa mengakibatkan kegagalan siswa mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal. 
Kesalahan #1. Berpikir Egosentris.
 Ini kesalahan paling mendasar yang benar-benar kurang disadari oleh guru. Kesalahan ini juga
akan berdampak pada timbulnya kesalahan-kesalahan lain. Pernahkah Anda mendengar keluhan
seperti ini, “Saya sudah bersungguh-sungguh mengajar kelas ini tetapi hasilnya sangat
mengecewakan!” Atau keluhan yang ini, “Anak ini lho, sudah dijelaskan berkali-kali tetap saja tidak
mengerti!” Dua contoh keluhan tersebut menunjukkan bahwa guru yang bersangkutan berpikir
egosentris, hanya menurut dirinya sendiri. Ya, menurut guru itu, dia sudah mengajar dengan
sungguh-sungguh atau sudah menjelaskan berkali-kali. Dia tidak berpikir tentang masalah yang
dihadapi oleh siswa ketika mengikuti pembelajaran sehingga tidak berhasil. Jangan-jangan karena
guru tidak bisa berkomunikasi secara runtut dengan bahasa yang mudah dipahami? Atau, mungkin
gaya belajar siswa visual dan kinestetik tetapi tidak dipenuhi oleh guru, sehingga gaya mengajar
guru tidak acceptable bagi siswa?

Kesalahan #2. Tidak Peka Terhadap Perubahan Suasana Kelas. 


Dalam proses pembelajaran, wajib hukumnya seorang guru mengendalikan kelas. Sepenuhnya! Hal
ini penting agar proses pembelajaran berjalan lancar. Kita tahu bahwa kelas terdiri atas berbagai
karakter. Oleh karena itu harus diupayakan agar karakter yang beragam itu dapat diorkestrasikan
menuju terwujudnya simponi pembelajaran yang enak dinikmati. Diorkestrasikan menuju simponi
pembelajaran yang enak dinikmati, artinya bahwa seluruh potensi kelas (siswa) harus diberdayakan
untuk saling membantu sehingga terwujud keberhasilan bagi setiap individu. Dengan demikian rata-
rata prestasi kelas menjadi tinggi. Contoh ketidakpekaan guru ketika mengajar misalnya
membiarkan badut kelas mengalihkan perhatian siswa yang sedang asyik mengikuti penjelasan
guru sehingga konsentrasi kelas menjadi terpecah. Atau membiarkan siswa yang tidak tertib
mengganggu konsentrasi siswa lain yang sedang belajar. Hal ini tampaknya persoalan kecil, tetapi
kalau tidak segera dibenahi bisa berakibat kegagalan seluruh kelas. Ini terkait dengan manajemen
kelas. Maka dalam hal ini seorang pendidik perlu melengkapi diri dengan pemahaman karakteristik
masing- masing murid serta pemahaman nilai- nilai pemahaman pengelolaan manajemen kelompok
belajar. Dan hal terpenting adalah bagaimana seorang pendidik mampu menempatkan ketegasan
pada peserta didik, tanpa harus dibumbui dengan perilaku anarkis dan destruktif yang justru
membuat peserta didik enggan untuk kembali pada suasana pembelajaran selanjutnya.

Kesalahan #3. Komunikasi Tidak Efektif. 


Contoh komunikasi tidak efektif (guru ingin mengingatkan agar siswa mengerjakan PR yang
diberikan), “Anak-anak, awas jangan lupa lho dengan PR kamu. Kamu kerjakan semuanya. Kalau kamu tidak
mengerjakan PR kamu, maka besok tidak akan mendapatkan nilai dari bu guru.” Kenapa tidak dikatakan
saja seperti ini, “Anak-anak, ingat, kerjakan PR-mu. Semuanya! Besok Ibu nilai.” Bukankah bahasa yang
kedua lebih irit, dan karenanya lebih efektif. Jadi, ketika kita bermaksud meminta sesuatu, katakan
saja secara tepat apa yang kita maksudkan. Kalau anak disuruh diam, ya katakan, “Anak-anak,
diam!” Kalau anak-anak disuruh memperhatikan penjelasan guru, ya katakan saja,“Anak-anak, lihat
ini!” dan semacamnya. Menghindari bahasa yang berlebih-lebihan atau bahkan mengancam,
mengintimidasi peserta didik hanya akan membuahkan sindrom ketakutan bagi peserta didik disatu
sisi, disisi yang lain hanya akan menjustifikasi diri kita sebagai seorang guru yang diktator dan
otoriter. Penggunaan bahasa yang efektif akan membuahkan sikap proaktif dari peserta didik untuk
selalu fokus dan terbiasa untuk melakukan perkataan, perbuatan yang efektif dan efisien.

Kesalahan #4. Mengajar Tanpa Persiapan.


Berbicara mengenai persiapan mengajar, saya teringat seorang teman yang berkata begini, “Ingin
berhasil dalam mengajar, buat persiapan secara matang!” Persiapan mengajar itu ibarat skenario
dalam film. Tidak akan ada film yang baik dan enak ditonton tanpa skenario yang baik. Begitu pula,
tidak akan ada pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang benar. Kebanyakan guru
(kabarnya) enggan membuat persiapan secara benar. Akibatnya, pembelajaran di kelas
berlangsung seolah tanpa arah. Padahal, guru itu seorang profesional. Salah satu ciri
keprofesionalan seorang guru adalah menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Saya
percaya Anda akan memperbaiki kesalahan Anda dalam mengajar (kalau kemarin-kemarin tidak
membuat persiapan yang benar), sehingga hasil pembelajaran siswa benar-benar menggembirakan
semua komponen (yang terkait dengan pembelajaran Anda). Selain itu diperlukan kesiapan
referensi yang setidaknya berkaitan dengan apa yang hendak kita diskusikan keesokkan harinya,
adalah suatu yang naif apabila seorang guru tidak melek informasi dan melek teknologi, setidaknya
jangan sampai terjadi adalah situasi one step behind, guru kalah penguasaan materi dan referensi
dengan pemahaman yang dimiliki oleh peserta didik tatkala pembelajaran berlangsung.

Kesalahan #5. Tidak Melakukan Evaluasi Menyeluruh. 


Evaluasi pembelajaran harus dilakukan secara menyeluruh. Kalau Anda pernah membuat skripsi
tentang penelitian kuantitatif, Anda pasti ingat bahwa instrumen yang Anda gunakan harus diuji
validitas dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi pembelajaran pun sebetulnya harus diuji validitas
dan reliabilitasnya. Instrumen evaluasi harus valid dan reliable. Tetapi untuk bahasan ini, kita tidak
akan sedetail ketika menyusun skripsi. Arti menyeluruh di sini adalah bahwa penyusunan soal
evaluasi pembelajaran minimal harus mencakup bentuk-bentuk seperti: pilihan ganda, isian,
jawaban singkat. Tidak hanya pilihan ganda saja, atau isian saja. Materinya meliputi seluruh materi
yang diajarkan (minimal satu kompetensi dasar).

Kata kuncinya: Apabila terdapat kegagalan siswa dalam pembelajaran, maka di situlah guru perlu
melakukan introspeksi: sudah benarkah yang dia lakukan? Kemudian dilanjutkan: apa yang bisa dia
lakukan untuk memperbaiki keadaan?Jadi, guru harus selalu belajar dan belajar, dan yang mesti
dipahami oleh sesama rekan-rekan pendidik adalah perlunya pengorbanan (sacrifice) dalam
menuntut ilmu bagi diri kita, Semoga bermanfaat bagi diri saya peribadi sekaligus bagi rekan-rekan
guru

Membangun Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran


Komunikasi dalam pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penyampaian informasi dari guru
sebagai komunikator terhadap peserta didik sebagai komunikan melalui berbagai rangsangan dengan tujuan
untuk mengubah prilaku peserta didik. 

Kesuksesan komunikasi bergantung kepada design pesan atau informasi dan cara penyampaiannya. Untuk itu
guru perlu mengetahui unsur- unsur komunikasi, yakni :

1. Komunikator. 
Komunikator merupakan sumber dan pengirim pesan. Kredibilitas komunikator yang membuat komunikan
percaya terhadap isi pesan angat berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi.

2. Pesan,
Pesan harus memiliki daya tarik tersendiri, sesuai dengan kebutuhan penerima pesan, kesamaan pengalaman
tentang pesan dan ada peran pesan dalam memenuhi kebutuhan penerima pesan.

3. Media. 
Metode dan media yang digunakan dalam proses komunikasi harus disesuaikan dengan kondisi atau
karakteristik penerima pesan.

4. Komunikan. 
Agar komunikasi berjalan lancar, komunikan harus mampu menafsirkan pesan, sadar bahwa pesan sesuai
dengan kebutuhannya, dan harus ada perhatian terhadap pesan yang diterima.

5. Efek. 
Terjadinya efek dalam suatu proses komunikasi sangat tergantung kepada cara penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan serta kebutuhan komunikan terhadap pesan yang 
disampaikan.
Ditinjau dari prosesnya pembelajaran adalah komunikasi, dalam arti bahwa dalam proses tersebut
terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar
sebagai komunikan. Pada umumnya setiap proses pembelajaran memiliki tujuan khusus. 

Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila prosesnya komunikatif. Biasanya pembelajaran


berlangsung secara terencana di dalam kelas melalui tatap muka. Meskipun komunikasi yang terjadi
antara pelajar dan pengajar di dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok, sewaktu-waktu
bisa berubah menjadi komunikasi antar personal, maka terjadilah komunikasi dua arah. Terjadinya
komunikasi dua arah ini, apabila pelajar bersikap responsif, menyatakan pendapat atau mengajukan
pertanyaan, diminta atau tidak diminta. Jika pelajar pasif, dalam arti hanya mendengarkan tanpa ada
gairah untuk mengekspresikan suatu pernyataan atau pertanyaan, maka meskipun komunikasi itu
bersifat tatap muka, tetap saja berlangsung satu arah dan komunikasi itu tidak efektif. 

Salah satu contoh komunikasi efektif dalam pembelajaran adalah komunikasi dalam diskusi, hal ini
disebabkan oleh 2 hal, yaitu materi yang didiskusikan dan meningkatan intelektualitas, dan
komunkasi dalam diskusi bersifat intracommunication dan intercommunication. Secara teoritis, pada
waktu seorang pelajar melakukan intra komunikasi, terjadilah proses yang terdiri atas 3 tahap :

a. Persepsi.
Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya.
Penginderaan itu dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan
mempersepsi setiap plajar berbeda-beda. Hal ini ditentukan aktivitas komunikasi, baik sebagai
komunikator maupun sebagai komunikan. Pengetahuan dan pengalaman akan memperkaya dan
memperkuat daya persepsinya. Semakin sering ia melibatkan diri dalam komunikasi, akan semakin
kuat daya persepsinya. 

b. Ideasi.
Dalam tahap ini, pelajar mengonsepsi apa yang dipersepsinya. Ini berarti bahwa dia mengadakan
selesksi dari skian banyak pengetahuan, dan pengalaman yang pernah diperolehnya, mengadaan
penataan dengan yang relevan dari hasil resepsinya tadi, untuk kemudian ditransmisikan secara
verbal kepada lawan diskusinya. 

c. Transmisi. 
Transmisi adalah proses penyampaian konsepsi karya penalaran sehingga, apa yang dilontarkan
dari mulutnya adalah pernyataan yang manta, meyakinkan, sistematis dan logis. Dengan demikian
berkat intrakomunikasi yang selalu terlatih, ia akan mengalami keberhasilan dalam proses
interkomunikasi berikutnya. 

Beberapa unsur yang perlu diperhatikan untuk menciptakan


komunikasi efektif dalam pembelajaran adalah :
1. Semua komponen dalam komunikasi pembelajaran diusahakan dalam kondisi ideal/baik ; 

 Pesan (message) harus jelas, sesuai dengan kurikulum, terstruktur secara jelas, menarik dan sesuai
dengan tingkat intelektual siswa.
 Sumber (guru) harus memiliki kompetensi dalam materi ajar, media yang digunakan, mampu
menyandikan dengan jelas, mampu menyampaikan tanpa pembiasan dan menarik perhatian serta mampu
memotivasi diri dan siswa dalam proses interaksi dan transaksi komunikasi.
 Penerima (siswa) harus dalam kondisi yang baik (sehat) untuk tercapainya prasyarat pembelajaran
yang baik.
 Lingkungan (setting) mampu mendukung penuh proses komunikasi, misalnya pencahayaan,
kenyamanan ruang dan sebagainya. e) Materi (media software) dalam kondisi baik/tidak rusak (sesuai dengan
isi/pesan).
 Alat (Device) tidak rusak, sehingga tidak membiaskan arti (audiovisual). Media uang menarik (dapat
dilihat dan didengar) akan memudahkan siswa dalam retensi dan pengingatan kembali pesan yang pernah
didapat.
 Teknik/prosedur penggunaan semua komponen pembelajaran harus memiliki instruksi jelas dan
terprogram dalam pengelolaan.

2. Proses encoding dan decoding tidak mengalami pembiasan arti/makna. 


3. Penganalogian harus dilakukan untuk membantu membangkitkan pengertian baru dengan
pengertian lama  yang pernah mereka dapat. 
4. Meminimalisasi tingkat gangguan (barrier/noise) dalam proses komunikasi mulai dari proses
penyandian sumber, proses penyimbolan dalam software dan hardware, dan proses penafsiran
penerima. 
5. Feedback dan respons harus ditingkatkan intensitasnya untuk mengukur efektifitas dan efisiensi
ketercapaian. 
6. Pengulangan (repetition) harus dilakukan secara kontinyu maupun progresif. 
7. Evaluasi proses dan hasil harus dilakukan untuk melihat kekurangan dan perbaikan. 
8. Delapan aspek pendukung dalam komunikasi; fisik, psikologi, sosial dan waktu harus dibentuk
dan diselaraskan dengan kondisi komunikasi yang sedang berlangsung agar tidak menghambat
proses komunikasi pembelajaran.
Menjadi Guru Efektif, Mengapa Tidak?

“If you dare to teach, you must dare to learn”. –Harry K.Wong 
Ungkapan “If you dare to teach, you must dare to learn” mengingatkan kita semua guru bahwa apabila
kita mengajar, kita harus belajar. Lebih luas lagi ungkapan ini memberi isyarat pada kita bahwa guru
haruslah selalu meningkatkan mengembangkan kompetensinya agar dapat menjadi seorang guru
yang efektif. Istilah ‘guru efektif’ merupakan hal yang familiar dikalangan guru, namun yang ditemui
di lapangan ternyata banyak guru yang tidak paham tentang bagaimana menjadi seorang guru yang
efektif. Oleh karena itu marilah kita selalu belajar dan belajar karena apabila kita berani mengajar,
kita harus berani belajar - If you dare to teach, you must dare to learn.

Guru yang efektif memulai hari-hari pertama sekolah dengan


efektif
Kiat ini nampak sangat sederhana namun sebenarnya dampak positifnya luar biasa. Apa yang kita
lakukan pada hari-hari pertama sekolah akan mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan sisa
waktu dalam satu semester atau satu tahun ajaran. Apa yang terjadi pada hari-hari pertama sekolah
bisa menjadi indikator kesuksesan pembelajaran selanjutnya. Sayangnya tidak semua guru
menyadari bahwa hari-hari pertama sekolah merupakan faktor penting sehingga masih banyak guru
yang tidak merencanakan dengan baik pembelajaran minggu-minggu pertama. Bahkan sangat
menyedihkan apabila masih terdapat guru yang mengosongkan pembelajaran pada minggu-minggu
pertama karena menganggap tidak efektif.

Yang terpenting untuk diciptakan pada hari-hari pertama pembelajaran adalah konsistensi. Siswa
biasanya menginginkan lingkungan yang aman, nyaman, dan kondusif. Guru efektif harus bisa
menciptakan kelas yang aman, nyaman, menarik, dan menantang. Guru harus dapat memberikan
suasana yang bisa memotivasi siswa. Pada hari-hari pertama sekolah memotivasi siswa akan
sangat efektif. Setelah liburan siswa biasanya mempunyai ‘couriosity’ yang amat tinggi. Mereka ingin
tahu bagaimana tentang guru baru, pembelajaran, dan suasana baru. Momen ini akan efektif
apabila guru menggugah motivasi siswa. Tumbuhkan motivasi instrinsik siswa agar mereka
termotivasi, memahami pentingnya sekolah, tangguh, dan mempunyai daya juang untuk mencapai
cita-cita. .

Untuk melaksanakan kegiatan pada hari-hari pertama sekolah dengan efektif maka guru harus
menyusun perencanaan pembelajaran sebelum mulainya tahun ajaran atau semester baru.
Perencanaan pembelajaran memainkan peranan penting dalam pelaksanaan pembelajaran yang
meliputi rumusan tentang apa yang akan diajarkan pada siswa, bagaimana cara mengajarkannya,
dan seberapa baik siswa dapat menyerap semua bahan ajar ketika siswa telah menyelesaikan
proses pembelajarannya. Perencanaan tersebut sangat penting bagi guru karena kalau tidak ada
perencanan yang baik, tidak hanya siswa yang tidak terarah dalam proses belajarnya tapi guru juga
tidak akan terkontrol, dan bisa salah arah dalam proses belajar yang dikembangkannya pada
siswa. .

Guru efektif memiliki harapan yang positif pada siswa


Apabila guru memiliki harapan yang positif berarti bahwa guru percaya siswa bisa. Harapan yang
positif akan menghasilkan kesuksesan atau prestasi karena guru memberikan kepercayaan pada
siswa bahwa setiap siswa dapat belajar dan mencapai potensi yang penuh. Guru yang mempunyai
harapan positif pada siswa biasanya juga mempunyai harapan positif bagi dirinya sehingga dia
termotivasi dan rajin melakukan kegiatan pengembangan profesional. .

Harapan positif guru terhadap siswa dapat disampaikan mulai pada hari-hari pertama sekolah.
Menurut K.Wong (2000), the most important day of a person’s education is the First Day of School,
not Graduation Day. Hari yang paling penting dalam pendidikan seseorang adalah hari pertama
sekolah, bukan hari kelulusan. Guru perlu meyakinkan siswa bahwa mereka semua bisa sukses.
Guru harus memberikan keteladanan pada siswa mulai hari pertama sekolah. Ketepatan waktu,
konsistensi, kesiapan, dan komitmen guru yang ditangkap oleh siswa akan memberikan
kepercayaan dan hormat pada guru, dan sebagai akibatnya siswa akan terbangun motivasinya. .

Guru efektif memanggil siswa dengan menyebut namanya


Pepatah mengatakan “Apabila engkau memanggil seseorang dengan namanya, engkau
memperlakukan orang tersebut dengan martabat dan hormat.” Nama sangatlah penting karena
mengidentifikasi seseorang. Dalam hal pembelajaran seorang guru efektif menggunakan nama
siswa dengan ramah, penuh hormat. Jangan pernah memanggil siswa dengan nada tinggi atau
marah. Pengucapan nama yang benar harus dilakukan karena nama merupakan sesuatu yang
bernilai. Penyebutan nama siswa akan memberikan rasa percaya diri dan tanggung jawab siswa.
Ketika guru menyebut nama siswa maka siswa akan merasa bahwa guru menaruh perhatian dan
kepedulian. Mengenal nama siswa merupakan salah satu bukti guru mengenal karakteristik siswa. .

Guru efektif terampil berkomunikasi


Raka Joni (1993) menyatakan ketrampilan berkomunikasi guru dalam kegiatan pembelajaran
mencakup 4 kemampuan pokok yaitu :

1. Kemampuan guru mengembangkan sikap positif dalam kegiatan pembelajaran


Guru mampu mengenali kelebihan dan kekurangan diri siswa dalam kegiatan pembelajaran
membantu siswa menumbuhkan kepercayaan diri dalam kegiatan pembelajaran, membantu
memperjelas pikiran dan perasaan sehingga dapat dipahami orang lain dan dapat bertukar
pikiran dalam kegiatan pembelajaran.

2. Kemampuan guru untuk bersikap luwes dan terbuka dalam kegiatan pembelajaran
. Kemampuan ini terdiri dari menunjukkan sikap terbuka terhadap pendapat siswa,
menunjukkan sikap luwes dalam menyesuaikan diri, menerima siswa sebagaimana adanya,
menunjukkan sikap sensitif, responsif dan simpatik terhadap perasaan kesukaran siswa
dalam kegiatan pembelajaran, menunjukkan sikap ramah, penuh pengertian dan sabar
terhadap siswa; Komunikasi antara guru dan siswa sebaiknya dihiasi senyum, dan kata-kata
santun misalnya silahkan, terimakasih.
3. Kemampuan guru untuk tampil secara bergairah dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan
pembelajaran.
Kemampuan ini terdiri dari menunjukkan kegairahan dalam memberi materi atau mengajar,
merangsang minat siswa untuk belajar, memberi kesan kepada siswa bahwa guru
menguasai bahan materi yang diajarkan dan menguasai bagaimana mengajar
(metode/strategi).

4. Kemampuan guru untuk mengelola interaksi dalam kegiatan pembelajaran.


Kemampuan ini terdiri dari mengembangkan hubungan yang sehat dan serasi dalam
kegiatan pembelajaran, memberikan tuntutan agar interaksi antar siswa serta antar guru
dengan siswa terpelihara dengan baik dalam kegiatan pembelajaran, dan menguasai
perbuatan yang tidak diinginkan atau menyimpang dalam kegiatan pembelajaran.

Guru efektif mengelola kelas dengan baik


Pengelolaan kelas merujuk pada semua yang dilakukan guru untuk mengorganisasi siswa, waktu,
ruang, dan materi sehingga pembelajaran dapat terjadi. Guru efektif dapat menciptakan kelas yang
efektif pula. Dalam kelas efektif siswa terlibat aktif dalam kegiatan yang berarti. Siswa memahami
prosedur yang harus dikerjakan dan memahami fungsi kelas. Guru berkeliling kelas dalam
melaksanakan tugas membantu, menjawab, memotivasi, dan mengendalikan kelas dengan tetap
tersenyum dan penuh kasih sayang. 

Salah satu prinsip penting dalam pembelajaran adalah keaktifan siswa untuk memperoleh
pengetahuan atau informasi. Bila guru menggunakan metode mengajar yang efektif, maka aktivitas
siswa dalam pembelajaran akan tampak secara nyata. Keaktifan mereka dapat dalam bentuk
mental, fisik,psikis, atau kombinasi dari keduanya atau ketiganya. Dengan aktifnya siswa baik
secara mental, fisik, maupun psikis, siswa akan belajar penuh kebermaknaan dan hasil belajar yang
mereka dapatkan akan bertahan lebih lama. Kelas yang tidak efektif biasanya gaduh karena siswa
mendapatkan tugas yang sulit namun tidak bermakna. Dalam hal ini guru sering menyalahkan siswa
karena gadu dan terpaksa harus mendisiplinkan siswa. 

Guru efektif menguasai metode dan strategi pembelajaran


Untuk mengetahui apakah pembelajaran itu efektif dan efisien, dapat diketahui melalui kegiatan
pembelajaran. Untuk itu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran seyogyanya tahu
bagaimana membuat kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. 

Kegiatan pembelajaran dicirikan dengan adanya interaksi yang terjadi antara siswa dengan
lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan sumber-
sumber belajar lainnya. Selain interaksi, ada komponen lain dalam pembelajaran yaitu tujuan, materi
/ bahan ajar, metode pengajaran, media, evaluasi, siswa dan guru. Strategi dan metode
pembelajaran merupakan salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran, tidak dapat
dipisahkan dari komponen lain yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain tujuan pembelajaran,
materi ajar, peserta didik / siswa, fasilitas, waktu, dan guru. Strategi dan metode pembelajaran
haruslah dipilih sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Mengimplentasikan
suatu strategi atau metode bukanlah hal yang mudah, oleh karenanya guru harus belajar terus
menerus untuk meningkatkan keprofesionalannya. 

Guru efektif melakukan pengajaran reflektif


Guru yang tidak melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan dapat dikatakan guru
yang tidak efektif. Makna pengajaran reflektif menurut John Dewey (1916) “Reflective teaching
involves active, persistent, and careful consideration of any belief or practice in light of reasons that
support it and the further consequences to which it leads.” Apabila diterapkan dalam pengajaran
maka dapat diartikan bahwa pengajaran reflektif adalah penggunaan kesempatan oleh guru dalam
tugasnya sehari-hari untuk secara sistematis mengeksplorasi, menanyakan, dan membingkai
kembali praktek pengajarannya untuk dapat membuat interpretasi secara benar berdasarkan
keadaan lapangan dan kemudian dapat menetukan pilihan yang tepat untuk memperbaiki kinerjanya
(Nurkamto, 2009). 

Menurut John Dewey (1916) untuk dapat melakukan pengajaran reflektif guru harus memiliki
kesadaran akan praktek pengajarannya dan bersedia untuk berubah kearah yang lebih baik. Hal ini
akan melahirkan sikap-sikap keterbukaan (open-mindedness), keterlibatan secara penuh (whole-
heartedness), dan tanggung jawab (responsibility). Keterbukaan mengacu pada kesediaan
mempertimbangkan masalah dari berbagai perspektif yang berbeda, dan bersikap terbuka terhadap
gagasan baru yang belum difikirkan sebelumnya. Keterlibatan secara penuh mengacu pada
keterlibatan guru dalam pengalaman dan pemikiran tentang pembelajaran. Tanggung jawab
mengacu pada kesediaan seorang guru untuk menanggung segala akibat dari apa yang telah
difikirkan, dipilih, dan dialami di lapangan (Nurkamto, 2009). 

Guru reflektif mau melaksanakan refleksi dan introspeksi terhadap pembelajaran yang dilakukan,
dan mau mendengarkan saran dan kritik dari teman sejawat, kepala sekolah, dan pengawas bahkan
siswa. Seorang guru reflektif akan bersikap positif dalam menerima saran dan kritik dan
menjadikannya sarana untuk perbaikan pembelajarannya. Guru reflektif berani jujur terhadap
kekurangannya dan mempunyai kemauan untuk memperbaiki kekurangannya. 

Baca Juga :

Kesalahan kesalahan Guru dalam Mengajar

Literasi Sains dalam Keluarga

Mengintegrasikan-ppk-literasi-4c-dan Hots dalam RPP Kurikulum 2013 revisi

Lirik Lagu Indonesia 3 Stanza

Teknik bertanya,keterampilan dasar yang mesti dikuasai Guru

Kesalahan kesalahan Guru dalam Mengajar

Kelebihan kelebihan Wanita yang Berprofesi guru

Pengajaran reflektif dapat dilakukan guru mulai dari hal yang paling sederhana yaitu membuat
agenda harian atau jurnal yang kemudian ditindaklanjuti dengan solusi terhadap kekurangan dan
permasalahan yang ditemukan dalam pembelajarannya. Lesson study juga merupakan kegiatan
yang sangat positif. Lesson study yang dikenalkan oleh Makoto Yoshida dari Jepang merupakan
upaya pembinaan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru
secara kolaboratif dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil
pembelajaran. Lesson study merupakan kegiatan yang mendorong terbentuknya komunitas belajar
dan menciptakan iklim akademis guru. Secara sederhana dapat dibayangkan bahwa ketika guru
melaksanakan pembelajaran tidak ada cermin di kelas sehingga dia tidak bisa melihat
kekurangannya sendiri. Melalui kegiatan lesson study guru model melakukan tugas pembelajaran
sedangkan guru yang lain berperan sebagai obsever yang bisa menggantikan cermin di kelas.
Observer akan memberikan saran dan kritik tentang pembelajaran yang telah dilakukan. 

Lesson Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-psrinsip kolegalitas
dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Slamet Mulyana, 2007). 

Tindakan refleksi guru dapat dilakukan juga melalui penelitian tindakan kelas (PTK). PTK adalah
tindakan reflektif yang berawal dari mengidentifikasi permasalahan, mencari solusi pemecahan
terhadap permasalahan tersebut, menganalisa hasil. PTK sangat bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dan sekaligus meningkatkan profesionalisme guru. 

Untuk menutup artikel ini penulis sajikan sebuah ungkapan “The rewards in education and in life go
to the person who is a professional.” –Harry K.Wong. Kita akan memperoleh pahala dalam
pendidikan dan kehidupan kita apabila kita melakukannya dengan professional. 

Teknik Bertanya, Keterampilan Dasar Mengajar Yang Mesti


dikuasai Guru
 
Keterampilan Dasar Mengajar
Dalam mengajar seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai keterampilan agar tujuan
pembelajaran di kelas tercapai. beberapa keterampilan itu adalah :
1. Keterampilan Bertanya 
2. Keterampilan memberi penguatan
3. Keterampilan mengadakan variasi
4. Keterampilan menjelaskan
5. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
6. Keterampilan membimbing diskusi kelompok
7. Keterampilan mengelola kelas
8. keterampilan mengajar perseorangan

Pada bahasan kita kali ini akan membahas tentang Keterampilan Bertanya atau teknik bertanya
(Questioning Skills).
Keterampilan Bertanya (Questioning Skills)
Dalam proses belajar-mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang
tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif
terhadap siswa, yaitu:

1. Meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-mengajar,

2. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah yang sedang
dihadapi atau dibicarakan,

3. Mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu sendiri
sesungguhnya adalah bertanya,

4. Menuntut proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan membantu siswa agar
dapat menentukan jawaban yang baik,

5. Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.

 Keterampilan dan kelancaran bertanya dari guru itu perlu dilatih dan ditingkatkan, baik dari isi
maupun teknik bertanya 
Dasar-dasar Pertanyaan yang Baik
1. Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa.

2. Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan.

3. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu.

4. Berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berpikir sebelum menjawab pertanyaan.

5. Bagikanlah semua pertanyaan kepada seluruh murid secara merata.

6. Berikan respons yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian siswa untuk
menjawab atau bertanya.

7. Tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.

Jenis-jenis Pertanyaan yang Baik


Jenis pertanyaan menurut maksudnya
 Pertanyaan permintaan (compliance question) (menghendaki siswa agar mematuhi perintah yg diucap
dlm bentuk pertanyaan. Contoh: dapatkah kamu tenang agar suara bapak dapat kalian dengar)
 Pertanyaan retoris (rhetorical question) (pertanyaan yg tdk menghendaki jawaban, tetapi dijawab
sendiri oleh guru. Contoh: mengapa observasi diperlukan sebelum PPL. Guru menjawab......)
 Pertanyaan mengarahkan untuk menuntun (prompting question) (memberi arah dalam proses berpikir 
murid dg maksud agar siswa memperhatikan dg seksama bagian ttt yg dianggap penting. Di sisi lain bila murid
salah menjawab atau tdk bisa menjawab guru dapat mengajukan pertanyaan yg menuntun proses berpikir siswa
shg siswa menemukan jawaban)
 Pertanyaan menggali (probing question)(pertanyaan lanjutan yg akan mendorong murid utk lebih
mendalami jawaban atas pertanyaan pertama, dg maksud meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban yg
diberikan)
 Pertanyaan Menurut Taksonomi Bloom
 Pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowledge question) (pertanyaan yg mengarah kpd
ingatan dg menggunakan kata-kata : apa, di mana, kapan, siapa, dan sebutkan)
 Pertanyaan pemahaman (comprehension question) (menghendaki pemahaman dg kata-kata sendiri.
Spt : jelaskan, uraikan, dan bandingkan)
 Pertanyaan penerapan (aplication question) (menghendaki jawaban jawaban utk menerapkan
pengetahuan atau informasi yg diterima. Contoh : berdasarkan proses tersebut, kesimpulan apa yg dapat anda
berikan)
 Pertanyaan sintesis (synthesis question)(menghendaki jawab benar dan tdk tunggal, tetapi lebih dari
satu dan menuntut murid membuat ramalan (prediksi), pemecahan masalah, mencari komunikasi. Contoh : apa
yang terjadi jika musim kemarau tiba)
 Pertanyaan evaluasi (evaluation question) (menghendaki jawaban yang memberikan penilaian atau
pendapat thd suatu isu yang ditampilkan. Bagaimana pendapat anda terhadap perkembangan teknologi
informasi)
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Bertanya
 1.      Kehangatan dan Keantusiasan

Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar, guru perlu menunjukkan
sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Sikap dan
car guru termasuk suara, ekspresi wajah, dan posisi badan menampakkan ada-tidaknya kehangatan
dan keantusiasannya.

2.      Kebiasaan yang Perlu Dihindari


 Jangan mengulang-ulang pertanyaan bila siswa tidak mampu menjawabnya. Hal ini dapat
menyebabkan menurunya perhatian dan partisipasi siswa
 Jangan mengulang-ulang jawaban siswa. Hal ini akan membuang-buang waktu, siswa tidak
memperhatikan jawaban temannya karena menunggu komentar dari guru
 Jangan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan sebelum siswa memperoleh kesempatan untuk
menjawabnya. Hal ini membuat siswa frustasi dan mungkin tidak mengikuti pelajaran dengan baik
 Usahakan agar siswa tidak menjawab pertanyaan secara serempak karena guru tidak dapat mengetahui
dengan pasti siapa yang menjawab benar dan siapa yang salah serta menutup kemungkinan berinteraksi
selanjutnya.
 Menentukan siapa siswa yang harus menjawab sebelum mengajukan pertanyaan akan menyebabkan
siswa yang tidak ditunjuk untuk menjawab tidak memikirkan jawaban pertanyaan. Oleh karena itu pertanyaan
hendaknya ditujukan lebih dahulu kepada seluruh siswa baru kemudian guru menunjuk salah seorang untuk
menjawabnya
 Pertanyaan ganda.  Guru kadang kadang mengajulan pertanyaan yang sifanya ganda, menghendaki
beberapa jawaban atau kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Contoh, apa yang dimaksud dengan .... dan
apa gunanya bagi kita ? . Mendung menyebabkan turunnya hujan dan bagaimana akibatnya bila turun hujan?
 Komponen-komponen Keterampilan Bertanya Dasar
1.      Penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat

Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan singkat dengan menggunakan kata-kata yang
dapat dipahami oleh siswa sesuai dengan taraf perkembangannya.

2.      Pemberian acuan

Sebelum memberikan pertanyaan, kadang-kadang guru perlu memberikan acuan yang berupa
pertanyaan yang berisi informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan dari siswa.

3.      Pemindahan giliran


Adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari seorang siswa karena jawaban siswa
benar atau belum memadai.

4.      Penyebaran

Untuk melibatkan siswa sebanyak-banyaknya di dalam pelajaran, guru perlu menyebarkan giliran
jawaban pertanyaan secara acak. Ia hendaknya berusaha agar semua siswa mendapat giliran
secara merata. Penbedaannya dengan pemindahan giliran adalah bahwa pada pemindahan giliran ,
beberapa siswa secara bergilir diminta menjawab pertanyaan yang sama, sedangkan paa
penyebaran, berbeda, disebarkan giliran menjawabnya kepada siswa yang berbeda pula,
sedangkan pada penyebaran, beberapa pertanyaan yang berbeda, disebarkan giliran menjawabnya
kepada siswa yang berbeda pula

5.      Pemberian waktu berpikir

Setelah mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa, guru perlu memberi waktu beberapa detik
untuk berpikir sebelum menunjukkan salah seorang siswa untuk menjawabnya.

6.      Pemberian tuntunan

Bila siswa tidak menjawab salah atau tidak dapat menjawab, guru hendaknya memberikan tuntunan
kepada siswa itu agar ia dapat menemukan sendiri jawaban yang benar.

 Komponen-komponen Keterampilan Bertanya Lanjutan


Keterampilan bertanya lanjut dibentuk atas dasar penguasaan komponen-komponen bertanya
dasar. Oleh sebab itu, komponen bertanya dasar masih dipakai dalam penerapan keterampilan
bertanya lanjut.
Adapun komponen-komponennya adalah sebagai berikut:

1.      Pengubahan tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan

Pertanyaan yang dikemukakan guru dapat mengandung proses mental yang berbeda pula, dari
proses mental yang rendah sampai pada proses mental yang tinggi. Oleh karena itu, guru dalam
mengajukan pertanyaan hendaknya berusaha mengubah tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab
pertanyaan dari tingkat mengikat kembali fakta-fakta ke berbagai tingkat kognitif lainnya yang lebih
tinggi seperti pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Guru dapat pula mengajukan
pertanyaan pelacak (probing)

2.      Pengaturan urutan pertanyaan

Untuk mengembangkan tingkat kognitif dari yang sifatnya rendah ke yang lebih tinggi dan komplek,
guru hendaknya dapat mengatur urutan pertanyan yang diajukan kepada siswa dari tingkat
mengingat, kemudian oertanyaan pemahaman, penerapan, analisis, sistesis dan evaluasi.
Usahakan agar jangan memberi pertanyan tidak menentu atau bolak balik, misalnya sudah sampai
pada pertanyaan analisis, kembali lagi ke pertanyaan ingatan, dan kemudian melonjak kepada
pertanyaan evaluasi. Hal ini menimbulkan kebingungan pada siswa dan partisipasi siswa dalam
mengikuti pelajaran dapat menurun

3.      Penggunaan pertanyaan pelacak

Jika jawaban yang diberikan siswa dinilai benar oleh guru, tetapi masih dapat ditingkatkan menjadi
lebih sempurna, guru dapat mengajukan pertanyaan pertanyaan pelacak kepada siswa tersebut.
Berikut ini adaalh beberapa teknik pertanyaan pelacak yang dapat digunakan :

 Klasifikasi, jika siswa menjawab dengan kalimat yang kurang tepat guru dapat memberi pertanyaan
pelacakyang meminta siswa tersebut untuk menjelaskan dengan kata-kata lain sehingga  jawaban siswa
menjadi lebih baik
 Meminta siswa memberikan alasan/argumentasi yang dapat menunjang kebenaran pandangannya
dalam menjawab pertanyaan guru
 meminta kesempatan pandangan, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa lainnya untuk
menyatakan persetujuan atau penolakan disertai alasan terhadaaban rekanya, agar diperoleh pandangan yang
dapat diterima oleh semua pihakl
 Meminta kesempatan jawaban, guru dapat meminta siswa untuk meninjau kembali jawaban yang
diberikannya bila dianggap kurang tepat
 Meminta jawaban yang lebih relevan, bila jwaban siswa kurang relevan, guru dapat meminta jawaban
yang benar dan relevan dari siswa tersebut
 Meminta contoh, bila siswa menjawab dengan samar-samar, guru dapat meminta siswa untuk
memberikan ilustrasi atau contoh konkret tentang apa yang dikemukakan
 Meminta jawaban yang ebih komplek, guru dapat meminta siswa tersebut untuk memberi penjelasan
atau ide-ide penting lainnya sehingga jawaban yang diberikannya menjadi kompleks
4.      Peningkatan terjadinya interaksi

Agar siswa lebih terlibat secara pribadi dan lebih bertanggung jawab atas kemajuan dan hasil
diskusi, guru hendaknya mengurangi atau menghilangkan peranannya sebagai penanya sentral
dengan cara mencegah pertanyaan dijawab oleh seorang siswa. Jika siswa mengajukan
pertanyaan, guru tidak segera menjawab, tetapi melontarkannya kembali kepada siswa lainnya

Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM Pada Kurikulum


2013
Penentuan KKM  - Sahabat edukasi, Pada Tulisan sebelumnya kita telah membahas tentang
pendekatan dan prinsip penilaian dalam kurikulum 2013. pada bahasan kali ini kita membahas
tentang penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

KKM berfungsi sebagai batas kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh pesetta didik. KKM
menentukan peserta didik Tuntas atau belum.  KKM menggambarkan mutu satuan pendidikan, oleh
karena itu KKM setiap tahun perlu dievaluasi dan diharapkan secara bertahap terjadi peningkatan
KKM.

1. Kriteria Ketuntasan Minimal


KKM ditentukan oleh satuan pendidikan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dengan
mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan
pendidikan. KKM dirumuskan setidaknya dengan memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu kompleksitas
materi/kompetensi, intake (kualitas peserta didik), serta guru dan daya dukung satuan pendidikan.

a. Aspek karakteristik materi/kompetensi

yaitu memperhatikan kompleksitas KD dengan mencermati kata kerja yang terdapat pada KD
tersebut berdasarkan data empiris dari pengalaman guru dalam membelajarkan KD tersebut pada
waktu sebelumnya. Semakin tinggi aspek kompleksitas materi/kompetensi, semakin menantang
guru untuk meningkatkan kompetensinya.

b. Aspek intake

yaitu memperhatikan kualitas peserta didik yang dapat diidentifikasi antara lain berdasarkan hasil
ujian nasional pada jenjang pendidikan sebelumnya, hasil tes awal yang dilakukan oleh sekolah,
atau nilai rapor sebelumnya. Semakin tinggi aspek intake, semakin tinggi pula nilai KKMnya.

c. Aspek guru dan daya dukung

Antara lain memperhatikan ketersediaan guru, kesesuaian latar belakang pendidikan guru dengan
mata pelajaran yang diampu, kompetensi guru (misalnya hasil Uji Kompetensi Guru), rasio jumlah
peserta didik dalam satu kelas, sarana prasarana pembelajaran, dukungan dana, dan kebijakan
sekolah. Semakin tinggi aspek guru dan daya dukung, semakin tinggi pula nilai KKM-nya.

KKM sebaiknya dibuat sama untuk semua mata pelajaran pada semua tingkat kelas, artinya nilai
KKM sama untuk semua mata pelajaran pada suatu sekolah. Nilai KKM ditulis dalam dokumen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
Secara teknis prosedur penentuan KKM mata pelajaran pada Satuan Pendidikan dapat
digambarkan pada alur sebagai berikut:

1) Menetapkan KKM setiap kompetensi dasar (KD), yang menggunakan kriteria analisis dengan
mempertimbangkan aspek karakteristik peserta didik (intake), karakteristik mata pelajaran
(kompleksitas materi/kompetensi), serta guru dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung);

2) Menetapkan KKM mata pelajaran yang merupakan rata-rata dari semua KKM kompetensi dasar
yang terdapat dalam satu mata pelajaran;
3) Menetapkan KKM pada tingkatan kelas yang merupakan rata-rata dari semua KKM mata
pelajaran pada setiap tingkatan kelas; dan

4) Menetapkan KKM satuan pendidikan yang merupakan rata-rata dari semua KKM pada setiap
tingkatan kelas X, XI, dan XII dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran.

Contoh kriteria dan skala penilaian penetapan KKM

Untuk memudahkan analisis setiap KD, perlu dibuat skala penilaian yang disepakati oleh guru mata
pelajaran.

1) Menentukan KKM setiap KD dengan rumus berikut


Dalam menetapkan nilai KKM per KD, pendidik/satuan pendidikan dapat juga memberikan bobot
berbeda untuk masing-masing aspek.

Atau dengan menggunakan skor pada setiap kriteria yang ditetapkan.


 Baca juga : 
Pendekatan dan Prinsip Penilaian Kurikulum 2013 
Teknik bertanya,keterampilan dasar yang mesti dikuasai guru
Kesalahan kesalahan Guru dalam Mengajar
Kelebihan kelebihan Wanita yang Berprofesi guru
Petunjuk Teknis Pemenuhan Beban Kerja Guru PAI

2. KKM dan Interval Predikat


Setelah satuan pendidikan menentukan KKM selanjutnya satuan pendidikan membuat interval
predikat untuk menggambarkan kategori kualitas sekolah. Kategori kualitas sekolah dalam bentuk
predikat D, C, B dan A. Nilai KKM merupakan nilai minimal  untuk predikat C dan secara bertahap
satuan pendidikan meningkatkan kategorinya sesuai dengan peningkatan mutu satuan pendidikan.
Predikat untuk pengetahuan dan keterampilan ditentukan berdasarkan interval angka pada skala 0-
100 yang disusun dan ditetapkan oleh satuan pendidikan. Penetapan tabel interval predikat untuk
KKM dibuat seperti contoh pada tabel berikut. Misalnya KKM satuan pendidikan = N (besar nilai N
adalah bilangan asli < 100)

Penetapan Interval Predikat

Satuan pendidikan menentukan satu KKM untuk semua mata pelajaran baik pada satu tingkat kelas
maupun tingkat sekolah. Setelah KKM setiap mata pelajaran ditentukan, satuan pendidikan dapat
menetapkan satu KKM yang sama dengan mempertimbangkan nilai terendah, rata-rata, atau modus
dari seluruh KKM mata pelajaran. Misalnya, SMA Indonesia Cerdas memiliki KKM mata pelajaran
terendah= 63 dan tertinggi= 65. Jika ditentukan reratanya maka diperoleh 64. Berdasarkan hasil
analisis tersebut maka SMA Indonesia Cerdas dapat menentukan satu KKM yang berlaku untuk
semua mata pelajaran berdasarkan rata-rata yaitu 64, atau berdasarkan nilai terendah yaitu 63, atau
bisa juga nilai diantara 63 dan 65 sesuai kesepakatan bersama melalui rapat Dewan Guru.

Model interval nilai dan predikat menggunakan satu ukuran. Pada contoh di atas SMA “Indonesia
Cerdas” memiliki satu KKM yaitu 64, maka interval nilai dan predikat untuk semua mata pelajaran
menggunakan tabel yang sama, sebagaimana ditunjukkan di bawah ini.

Contoh interval predikat untuk Satu KKM= 64


Contoh tabel interval predikat diatas menggunakan pendekatan rata-rata dengan rumus 

interval =(100−KKM) / 3

Penilaian dalam Kurikulum 2013 SMA 2017

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri
atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan
penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi
Lulusan untuk semua mata pelajaran.
Penilaian hasil belajar peserta didik meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian
aspek sikap dilakukan melalui observasi/pengamatan dan teknik penilaian lain yang relevan, dan
pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas. Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui
tes tertulis, tes lisan, dan penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai. Penilaian keterampilan
dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/atau teknik lain sesuai dengan kompetensi
yang dinilai.

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan dalam bentuk ulangan, pengamatan, penugasan,
dan/atau bentuk lain yang diperlukan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan
dalam bentuk penilaian akhir, ujian sekolah dan ujian sekolah berstandar nasional.

Penilaian di SMA/MA
Pelaksanaan penilaian di SMA mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan dan peraturan-
peraturan penilaian lain yang relevan yaitu kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip,
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai
dasar dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

Berkaitan dengan penilaian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut.

1. Penilaian yang dilakukan oleh guru hendaknya tidak hanya penilaian atas pembelajaran
(assessment of learning), melainkan juga penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning)
dan penilaian sebagai pembelajaran (assessment as learning).

2. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi dasar (KD) pada Kompetensi
Inti (KI), yaitu KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4.

3. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu penilaian yang membandingkan capaian


peserta didik dengan kriteria kompetensi yang ditetapkan. Hasil penilaian seorang peserta didik,
baik formatif maupun sumatif, tidak dibandingkan dengan hasil peserta didik lainnya namun
dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang ditetapkan.Kompetensi yang ditetapkan
merupakan ketuntasan belajar minimal yang disebut juga dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM).
4. Penilaian dilakukan secara terencana dan berkelanjutan, artinya semua indikator diukur,
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan KD yang telah dan yang belum dikuasai peserta
didik, serta untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik.

5. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut, berupa program remedial bagi
peserta didik dengan pencapaian kompetensi di bawah ketuntasan dan program pengayaan bagi
peserta didik yang telah memenuhi ketuntasan. Hasil penilaian juga digunakan sebagai umpan balik
bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran. 

Simak juga : 
Cara Menentukan KKM Kurikulum 2013  
Butuh Aplikasi Untuk Analisis Ulangan Harian Sedot Disini
Baca Tentang Program Remedial, Disini 

Pendekatanan Penilaian

Penilaian perlu dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu penilaian atas pembelajaran
(assessment of learning), penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning), dan penilaian
sebagai pembelajaran (assessment as learning)

Prinsip Penilaian
Berikut prinsip-prinsip penilaian hasil belajar peserta didik.

1. Sahih
Agar penilaian sahih (valid, yaitu mengukur apa yang ingin diukur) harus dilakukan berdasar pada
data yang mencerminkan kemampuan yang diukur. Untuk memperoleh data yang dapat
mencerminkan kemampuan yang diukur harus digunakan instrumen yang sahih.

2. Objektif

Penilaian tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Karena itu perlu dirumuskan pedoman
penilaian (rubrik) sehingga dapat menyamakan persepsi penilai dan meminimalisir subjektivitas.
Apalagi penilaian kinerja yang memiliki cakupan, autentisitas, dan kriteria penilaian sangat
kompleks. Untuk penilai lebih dari satu perlu dilihat reliabilitas atau konsistensi antar penilai (inter-
rater reliability) untuk menjamin objektivitas setiap penilai.

3. Adil
Penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, gender, dan hal-hal lain. Perbedaan hasil
penilaian  semata-mata harus disebabkan oleh berbedanya capaian belajar peserta didik pada
kompetensi yang dinilai.

4. Terpadu

Penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran. Penilaian merupakan proses untuk mengetahui apakah suatu kompetensi telah
tercapai. Kompetensi tersebut dicapai melalui serangkaian aktivitas pembelajaran. Karena itu
penilaian tidak boleh terlepas apalagi menyimpang dari pembelajaran. Penilaian harus mengacu
pada proses pembelajaran yang dilakukan.

5. Terbuka

Prosedur penilaian dan kriteria penilaian harus terbuka, jelas, dan dapat diketahui oleh siapapun
yang berkepentingan. Dalam era keterbukaan seperti sekarang, pihak yang dinilai yaitu peserta didik
dan pengguna hasil penilaian berhak mengetahui proses dan acuan yang digunakan dalam
penilaian, sehingga hasil penilaian dapat diterima oleh semua pihak.
6. Menyeluruh dan Berkesinambungan

Penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik
penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Instrumen
penilaian yang digunakan, secara konstruk harus merepresentasikan aspek yang dinilai secara utuh.
Penilaian dilakukan dengan berbagai teknik dan instrumen, diselenggarakan sepanjang proses
pembelajaran, dan menggunakan pendekatan assessment as learning, for learning, dan of learning
secara proporsional.

7. Sistematis

Penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
Penilaian sebaiknya diawali dengan perencanaan/pemetaan, mengenai apa yang akan diukur,
instrumen yang akan digunakan serta kualitas instrumen (sukar, sedang, mudah), dan harus
bermakna (meaningful learning). Dilakukan identifikasi dan analisis KD (kompetensi dasar), dan
indikator ketercapaian KD. Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis tersebut dipetakan teknik
penilaian, bentuk instrumen, dan waktu penilaian yang sesuai.

8. Beracuan Kriteria

Penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi menggunakan acuan kriteria. Artinya untuk
menyatakan seorang peserta didik telah kompeten atau belum bukan dibandingkan terhadap
capaian teman-teman atau kelompoknya, melainkan dibandingkan terhadap kriteria minimal yang
ditetapkan. Peserta didik yang sudah mencapai kriteria minimal disebut tuntas, dapat melanjutkan
pembelajaran untuk mencapai kompetensi berikutnya, sedangkan peserta didik yang belum
mencapai kriteria minimal wajib menempuh remedial.

9. Akuntabel

Penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.
Akuntabilitas penilaian dapat dipenuhi bila penilaian dilakukan secara sahih, objektif, adil, dan
terbuka, sebagaimana telah diuraikan di atas. Perlu dipikirkan juga konsep meaningful assessment.
Selain dipertanggungjawabkan teknik, prosedur, dan hasilnya, penilaian juga harus
dipertanggungjawabkan kebermaknaannya bagi peserta didik dan proses belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai