Anda di halaman 1dari 5

MERDEKA BELAJAR ANAK DALAM KELUARGA

(Refleksi Nilai Perjuangan RA. Kartini Era Globalisasi)


Gagasan empat pilar “kemerdekaan Belajar ”, lagi tranding topik atau booming saat ini, dalam
dunia Pendidikan, banyak respon atau tanggapan dari berbagai pihak lebih khusus kami sebagai
pengajar (guru), harapan positifnya agar memberikan nilai manfaat dalam dunia Pendidikan, namun
acap kali sering muncul dalam pemikiran apatis atau sinisme kami kami para pendidik, adanya
pergantian Menteri berimplikasi pula terjadi pergantian pula kebijakan. Hal ini hanya sebagai
perbincangan atau obrolan biasa bagi mereka para pendidik. Karena permasalahan pokok Pendidikan
yang saat ini mendapatkan perhatian serius adalah Pendidikan karakter anak, karena upaya Pendidikan
merupakan aktifitas atau kegiatan yang bersifat yang holistik (menyeluruh) yaitu, pertama pendidikan
nilai pengetahuan (knowlegde), nilai pengetahuan didasarkan pada capaian kognitif anak, kedua
Pendidikan nilai sikap atau attitude, maupun ketrampilan (Psikomotorik).
Kita mengetahui bersama pemikiran masyarakat secara umum, menjadikan manusia yang utuh
hanya ranah knowlegde (pengetahuan), sering kali mengejar nilai yang bersifat kuantitas, kurang
menyadari kualitasnya. Adapun nilai ketrampilan saja lebih penting lagi upaya melakukan edukasi
Pendidikan karakter anak yang saat ini di rasa harus dikerjakan semaksimal mungkin. Seperti yang
dikemukakan Bapak Menteri Pendidikan,"Merdeka belajar” adalah kemerdekaan berpikir, esensi
kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru dulu, tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di
murid," kata Nadiem dalam Diskusi Standard Nasional Pendidikan, di Hotel Century Park, Jakarta
Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019.
Merdeka Belajar ini, tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian
Nasional ( UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) serta Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) Zonasi, empat hal tersebut akan mendapat evaluasi penting dalam masa kerja Menteri
Pendidikan dan kebudayaan yang baru saat ini, seperti USBN akan diserahkan pada pihak sekolah
masing-masing karena pihak sekolah yang mengetahui ketercapaian peserta didik dalam melaksanakan
kegiatan belajar di sekolah, Adapun Ujian Nasional ditiadakan mulai Tahun 2021 diganti menjadi
Assessment Ketuntasan Minimal, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) di evaluasi cukup hanya 1
lembar saja yang berisi Tujuan Pembelajaran, Langka-langkah Pembelajaran serta Evaluasi /Penilaian,
Sedangkan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi dievaluasi agar mereka calon peserta didik
prestasi mendapatkan prosentase yang ideal sesuai harapan orang tua peserta didik.
Berbicara Pendidikan kita sebagai pengajar (guru) tidak akan pernah lupa, sejarah perjuangan
bangsa kita, setiap tanggal 21 April diperingati lahirnya putri pendidikan bangsa yang menjadi
pahlwanan nasional yaitu, RA. Kartini yang mempunyai peran besar terhadap revolusi Pendidikan saat
itu dengan bukunya yang familiar “habislah gelap terbitlah terang”. Dari masa anak menuju remaja
terkuak nilai-nilai karakter yang mendalam pada diri beliau, hal ini tercermin dalam kebiasaan beliau
melakukan literasi, misalnya membuat surat menyurat, membaca, belajar agama Islam secara
mendalam pada ulama. Keteguhan dan ketekunan beliaulah saat itu yang dapat menghadapi berbagai
tantangan, hambatan, khususnya orang tua beliau, tetapi beliau tetap semangat tidak putus asa, dan
patuh terhadap orang tuanya.
Perkembangan zaman semakin maju dan semakin canggih, dengan adanya globalisasi akan
berdampak pula pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk juga bidang Pendidikan.
Pemerintah telah memberikan jaminan secara konstitusional yang tercantum dalam Pasal 31 UUD
1945, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan, jika zaman era RA. Kartini, antara
anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan perlakuan yang berbeda, hal ini berbeda jauh dengan
kondisi saat ini, bahwa pemerintah kita Indonesia memberikan jaminan penuh terhadap bidang
pendidikan, yaitu kesetaraan antara laki-laki dan perempuan atau kesetaraan gender, baik laki-laki
maupun perempuan mendapat hak yang sama untuk dapat mendapatka pendidikan yang layak, hingga
Pendidikan tinggi, hal ini juga ditegaskan oleh pemerintah, adanya berbagai jaminan atau kemudahan
berupa beasiswa sampai perguruan tinggi.
Merdeka belajar saat ini merupakan tantangan disemua lingkup kehidupan, pertama dalam
lingkungan kehidupan keluarga. Keluarga merupakan unsur pertama dan utama dalam dunia
pendidikan, karena anak mendapatkan Pendidikan super eksklusif dari kedua orang mereka, pendidikan
di mulai dari pengetahuan anak yang tidak hilang dari ingatan mereka. Perlakuan nilai-nilai sikap atau
perilaku yang setiap hari ditanamkan dari anak bangun dari bangun tidur hingga tidur kembali,
sentuhan-sentuhan emosional orang tua dan hubungan anak dengan orang tua akan membawa anak
pada internalisasi nilai sikap yang dibiasakan dalam kegiatan setiap hari. Nilai-nilai psikomotorik juga
di perkenalkan orang tua pada anak, apalagi dalam modern dan digitasliasisi saat ini. Anak pada
dasarnya memiliki kebiasaan sebagaimana kebiasaan dari orang tuanya. Sebagai seorang anak
tentunya dia akan selalu mengikuti perilaku induknya yaitu kebiasaan orang tua. kebiasaan-
kebiasaan yang ditanamkan kedua orang tua dan para pendidik di sekitar anak waktu kecil itulah yang
akan mempengaruhinya. maka ketika kedua orang tua dan orang-orang di sekitarnya membiasakan
dengan pendidikan atau hal-hal yang baik, maka akan seperti itulah dia akan menjadi, dan
demikian sebaliknya (Juwariyah, 2010: 72).
Tantangan dan masalah saat ini berbeda jauh dengan era RA. Kartini pada jamannya dengan
ruang lingkup dan pembatasan dari orang tua dalam belajar, dianggap bahwa anak perempuan
khususnya hanya biasa dianggap “Konco Wingkeng”, dalam Bahasa jawa atau teman belakang yang
tidak bermakna bagi ruang lingkup keluarganya, tetapi RA. Kartini tetap konsisten dalam belajar.
Tantangan dan permasalahan saat ini adalah peran aktif dari lingkungan keluarga yaitu kedua orang
tua. Kita amati dalam berita baik media cetak dan elektronik, ada beberapa kasus atau peristiwa yang
hanya mengorbankan hak seorang anak bahkan sampai meninggalnya seorang anak karena orang tua
tidak dapat melindungi anak-anaknya bahkan menistakan anak-anak mereka, seperti munculnya ahlak
anak yang amoral, berani pada orang tua,penyiksaan terhadap anak serta berbagai kasus lainnya.
Kenyataan inilah tantangan saat ini, dalam lingkungan keluarga peran besar dalam mencetak generasi
emas bangsa, kita harus ingat bahwa bangsa yang besar berasal dari lingkungan keluarga yang
bermoral dan berahlakul karimah.

Pemerintahan Bapak Joko Widodo dalam Kabinet Indonesia Kerja, mempunyai program
revolusi mental bangsa. Hal ini merupakan tantangan bagi kita sebagai orang tua, revolusi mental ini
dapat berhasil jika dimulai dari faktor lingkungan yang pertama yaitu lingkungan keluarga. Kedua
Orang tua kita merupakan simbolisasi perilaku anak kita dalam kegiatan sehari-hari. Menanamkan budi
pekerti tak dapat dilepaskan dari peran orangtua. Banyak nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan
kepada anak, seperti sopan dalam berkata, tidak berkata jorok, menyapa orang lain, menghormati
dan/atau menghargai orang lain, dan lain-lain. Hal ini penting ditanamkan pada diri anak sejak dini
sehingga mereka bukan hanya menjadi anak yang cerdas di sekolah, tetapi juga cerdas dalam bersikap
dan bersopan santun.

Proses pembelajaran anak dengan orang tua dalam lingkungan keluarga merupaka hubungan
emosional dan ikatan batiniah, yang kuat. Inilah menjadikan orang tua mempunyai tanggungjawab
dunia akhirat terhadap anak-anaknya. Pertanyannya sekarang, bagaimanakah peran orang tua dalam
mendidik anaknya? Harapan merdeka belajar bagi seorang anak dalam lingkungan keluarga dapat
dipenuhi dan dilaksanakan dengan solusi, pertama Pembelajaran yang efektif orang tua bagi anak di
era global saat ini, seharusnya dapat disikapi secara bijaksana, misalnya penggunaan media elektronik
misalnya Televisi, HP, komputer, gagdet dan sejenisnya, Hal ini juga berlaku bagi juga semua anggota
keluarga, ibarat sinetron orang tua adalah aktris yang sedang bermain peran, perilaku apapun yang
dikerjakan orang tua akan ditiru oleh anak-anaknya. Sebagai contoh misalnya ketika waktu saatnya
ibadah sholat maka televisi dimatikan, ini merupakan pendidikan karakter anak, bagaimana anak
mendapat pendidikan dan pelatihan secara faktual dalam pelaksanaan ibadah sholat. Perlakuan aktifitas
anak dalam kegiatannya, sekarang dimunculkan oleh beberapa kebijakan pemerintah daerah, sebagai
implementasi Pendidikan karakter anak misalnya program matikan televisi saat sholat magrib sampai
pukul 08.00 WIB, Oleh karena itu manajemen waktu di era global saat ini sangatlah penting, kapan
anak belajar, kapan mereka beribadah, membantu orang tua, serta bermain dengan temanya harus diatur
sedemikian rupa, sehingga anak merasa nyaman dan aman Ketika dalam lingkungan keluarga. Kedua
menciptakan hubungan yang harmonis dan humanis, sikap ini dapat muncul jika kedua orang tua
menciptakan situasi nyaman bagi anak, lingkungan yang tidak harmonis atau penuh konflik akan
berimbas perilaku dan sikap anak yang kurang baik. Oleh karena itu hubungan kedua orang tua
selayaknya harus sinergi dan harmonis, sehingga anak merasa didampingi dalam keluarga yang
humanis. Ketiga perlakuan demokratis, perlakuan demokratis dapat dilaksanakan dalam mendapingi
anak dalam belajar, diskusi, maupun masalahnya dalam kehidupan sehari-hari. Era digitalisasi tidak
dapat kita hindarkan dalam kehidupan, hal ini juga pada perilaku anak yang menggunakan teknologi,
sosial media serta aplikasi lainya, inilah yang menjadi tanggungjawab orang tua untuk mendampingi
anak-anak, dalam penggunaan teknologi tersebut, pengawasan dan seleksi orang tua dalam
mendampingi anaknya sangatlah penting untuk menggunakan informasi yang layak digunakan dan
dimanfaatkan, namun kita tidak dapat memungkiri ada informasi yang tersembunyi dari diri anak, oleh
sebab itu orang tua khususnya ibu secara personal, dapat mencari informasi terhadap diri anak.
Keempat penguatan agama, nilai agama dan keyakinan agama merupakan pokok atau dasar semua
aktifitas kita sehari-hari, orang tua harus mempunyai peran aktif di dalamnya, situasi ini yang
menjadikan orang tua tokoh sentral dalam kegiatan dan aktifitas keagamaan anak-anaknya. Rutinitas
anak dan orang tua dalam menjalankan ibadah merupakan contoh membangun sikap dan karakter
agama seorang anak. Dalam kehidupan agama Islam juga diajarkan kapan menegur anak, memberikan
sanksi, kapan mengingatkan anak ketika tidak beribadah dapat dilaksanakan semaksimal mungkin,
karena nilai agama merupakan asset orang tua di dunia maupun di akhirat.

Anda mungkin juga menyukai