DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
RAIHANAH RAFIDAH (A1I120108)
JUMARNI (A1I120095)
YULI (A1I120119)
CALAN WIJAYA (A1I120086)
LA ODE NURUL RAHMID (A1I120097)
NYOMAN KRISTIANTI (A1I120105)
DIAN (A1I120087)
b. Konjungsi
Konjungsi adalah suatu pernyataan majemuk yang menggunakan
perakit "dan". Jika p dan q menunjukkan suatu pernyataan, maka
konjugsi yang dinotasikan ∧memiliki tabel kebenaran sebagai berikut.
c. Disjungsi
Disjungsi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit
"atau". Jika p dan q menunjukkan suatu pernyataan, maka disjungsi
yang dinotasikan "∨" memiliki tabel kebenaran sebagai berikut.
d. Implikasi
Implikasi adalah pernyataan majemuk yang menggunakan perakit
“jika…maka…”. Jika p dan q menunjukkan suatu pernyataan, maka
disjungsi yang dinotasikan "⇒" memiliki tabel kebenaran sebagai
berikut.
Pernyataan Negasi
x p(x) ̴ [x p(x)] ≡ x [ ̴ p(x)]
Pernyataan Negasi
x p(x) ̴ (x p(x)) ≡ x ̴p(x)
b. Negasi pernyataan berkuantor lebih dari satu peubah
Ada empat variasi untuk pernyataan berkuantor dengan dua peubah
(Bunarso Tanuatmodjo, 1987:45–46) beserta artinya yaitu:
∀x ∀y p(x, y): “Untuk setiap x dan untuk setiap y berlaku p(x,y).”
∀x ∃y p(x, y): “Untuk setiap x, ada y sehingga berlaku p(x,y).”
∃x ∀y p(x, y): “Ada x sehingga untuk setiap y berlaku p(x,y).”
∃x ∃y p(x, y): “Ada x dan ada y sehingga berlaku p(x,y).”
Negasi dari kuantor yang memuat lebih dari satu peubah menggunakan
pola yang sama dengan negasi pernyataan berkuantor dengan satu
peubah, yaitu:
Pernyataan Negasi
∀x p(x) ~ (∀x p(x)) ≡∃x ~p(x)
∃x p(x) ~ (∃x p(x) ≡∀x ~p(x)
b. Kontradiksi
Kontradiksi adalah pernyataan komposit yang selalu bernilai salah.
Contoh:
p = 2 + 2 = 4 dan ~p = 2 + 2 ≠ 4
Maka p ∧ ~p = 2 + 2 = 4 dan 2 + 2 ≠ 4 bernilai salah.
c. Ekuivalensi
Dua buah pernyataan dikatakan ekuivalen jika kedua pernyataan
tersebut memiliki nilai kebenaran yang sama.
Pernyataan p dan q tersebut harus mengandung variabel yang sama,
setiap komponen p dan q memiliki nilai kebenaran yang sama.
Sehingga dua pernyataan yang ekuivalen logik merupakan suatu
bikonditional yang benar. Dengan kata lain p dan q ekuivalen jika dan
hanya jika bikonditional p ⇔ q merupakan suatu tautologi. Sehingga P
ekuivalen Q dinotasikan dengan “p ⇔ q” atau “p ≡ q”.
Teorema 1 : jika p, q dan r suatu pernyataan dan B, S masing-masing
menyatakan benar dan salah, maka berlaku:
Contoh:
Jika p adalah pernyataan "Saya sudah makan.", maka ~p adalah
pernyataan "Saya belum makan." atau "Tidak benar bahwa saya sudah
makan.", dan ~(~p) adalah pernyataan "Tidak benar bahwa saya belum
makan.". Jika p bernilai B, maka ~p bernilai S, dan ~(~p) akan bernilai
B. Dengan demikian jelaslah bahwa nilai kebenaran ~(~p) adalah sama
dengan nilai kebenaran p sendiri. Hal yang sama akan terjadi juga jika p
bernilai S. Hal ini akan mengakibatkan nilai kebenaran dari ~(~p) akan
bernilai S juga.
Premis 1
Premis 2
.
Premis n
kesimpulan
Dikenal dua macam penarikan kesimpulan yang pertama adalah induksi
atau penalaran induktif dan yang kedua adalah deduksi atau penalaran
deduktif.
Contoh induksi atau penalaran induktif adalah:
Amri pada suatu saat mati.
Bani pada suatu saat mati.
Caca pada suatu saat mati.
Dudi pada suatu saat mati.
Endi pada suatu saat mati.
Fafa pada suatu saat mati.
Jadi, jika ia manusia maka ia akan mati.
Dapat juga dinyatakan dengan semua manusia akan mati.
Contoh deduksi atau penalaran deduktif adalah:
Semua manusia akan mati.
Amri manusia.
Jadi, Amri pada suatu saat akan mati.
Beberapa penarikan kesimpulan yang sahih atau valid yang akan dibahas
pada bagian ini diantaranya adalah modus ponen, modus tolen, dan
silogisme.
a. Modus ponen
Bentuk umum:
Contoh:
Jika suatu segitiga mempunyai 2 sisi yang sama panjang maka segitiga
itu sama kaki.
Pada segitiga ABC, AB = AC.
Jadi, segitiga ABC sama kaki.
b. Modus tolen
Bentuk umum:
Contoh:
Bilangan prima adalah bilangan yang faktornya adalah 1 dan dirinya
sendiri.
x mempunyai 3 faktor.
Jadi, x bukan bilangan prima.
c. Silogisme
Bentuk umum:
Contoh:
Jika x dan y adalah dua bilangan bulat berurutan maka yang satu genap
dan yang satunya lagi ganjil.
Jika salah satu bilangan genap dan yang satunya lagi ganjil maka
jumlah kedua bilangan itu ganjil.
Jadi, jika x dan y bilangan bulat berurutan maka jumlah kedua bilangan
itu ganjil.
6. Aksioma
a. Pengertian dan pernyataan pangkal
Dalam suatu struktur matematika disepakati terdapat “pernyataan
pangkal" atau biasa disebut ”aksioma" dan “pengertian atau unsur
pangkal" atau sering disebut “unsur primitif atau undefined term".
Aksioma diperlukan dalam suatu struktur matematika agar dapat
dihindarkan “berputar-putar dalam pembuktian" atau “circulus in
probando". Sedangkan unsur primitif dalam suatu struktur matematika
perlu untuk menghindarkan “berputar-putar dalam pendefinisian" atau
“circulus in definiendo".
Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa kebenaran suatu pernyataan
dalam matematika sangat tergantung pada kebenaran pernyataan-
pernyataan dan unsur-unsur terdahulu yang telah diterima sebagai
benar/disepakati. Ini jelas menunjukkan bahwa dalam matematika
dianut kebenaran koherensi atau kebenaran konsistensi.
Contoh yang mudah diingat dan dipahami dapat diambil dari Geometri
Euclides, misalnya:
1. titik, garis dan bidang dipandang sebagai unsur primitif;
2. melalui dua buah titik ada tepat sebuah garis lurus yang dapat
dibuat, sebagai salah satu aksioma.
b. Pernyataan bukan pangkal
Pernyataan lain yang dapat diturunkan dari aksioma ataupun teorema
sebelumnya. Pada umumnya suatu teorema dapat dinyatakan sebagai
suatu implikasi (Jika…maka…).
Jadi, suatu teorema atau suatu sifat tertentu dapat saja diperoleh melalui
langkah-Iangkah induktif, baru kemudian dibuktikan kebenarannya
dengan cara deduktif. Sifat-sifat suatu barisan dapat saja "ditemukan"
secara coba-coba, baru kemudian dapat dibuktikan kebenarannya
dengan menggunakan induksi matematika. Demikian juga beberapa
sifat atau teorema dalam teori jaringan atau graph
Telah dikemukakan bahwa pada umumnya suatu teorema berupa suatu
implikasi. Namun ada juga yang berupa biimplikasi. Berbeda dengan
definisi, kalimatnya selalu harus diartikan sebagai suatu biimplikasi.
Dalam pembicaraan teorema, termasuk di dalamnya “lemma” dan
“corrolary”.
Contoh:
Perhatikan teorema berikut “Sudut-sudut alas suatu segitiga samakaki
sama besarnya”. Pemyataan tersebut dapat diubah menjadi: “Jika
sebuah segitga samakaki maka sudut-sudut alasnya sama”. Dengan
bentuk pernyataan “Jika…maka…” ini lebih mudah menentukan unsur-
unsur teorema tersebut, yaitu:
1. latar belakangnya adalah segitiga,
2. hipotesisnya adalah segitiga samakaki , dan
3. konlusinya adalah sudut-sudut alasnya sama.
Dari contoh di atas jelas bahwa hipotesis suatu teorema adalah bagian
yang dianggap diketahui. sedangkan konklusi suatu teorema adalah
bagian yang akan dibuktikan kebenarannya.
8. Induksi Matematika
Induksi matematika merupakan pembuktian dengan penalaran deduktif
(deduksi) yaitu: “Jika P(n) merupakan pernyataan yang didefinisikan untuk
setiap bilangan asli n ≥ p. Jika dapat ditunjukkan P(p) bernilai besar, dan
dapat dibuktikan bahwa P(k + 1) bernilai benar jika P(k) bernilai benar,
maka P(n) adalah benar untuk semua n ≥ k. Secara skematis, langkah-
langkah pembuktian menggunakan induksi matematika adalah sebagai
berikut.