Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN KEGIATAN GEMAR MEMBACA

INSPIRASI, MOTIVASI, DEDIKASI

Disusun :

SHILVA ROTSHAN SHALSABILLA

XI MIPA 6

NIS. 18.5457

Guru Pembimbing : Shinta Kartika Dewi S.Pd

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 (MODEL) LUBUKLINGGAU

TP. 2021/2022

1
INSPIRASI, MOTIVASI DAN DEDIKASI

Suroto dilahirkan di Sukabumi,


Jawa Barat pada 16 Oktober 1981. Ia
adalah seorang guru dibidang
matematika. Anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan Kawit dan
Sumarni. Ayahnya berasal dari
Lampung dan ibunya berasal dari
Jawa Timur.
Kedua orangtua adalah seorang petani di desa. Suroto kini telah memiliki tiga
orang anak bersama Siti Saniatun, sang istri.

Sebagai anak dari seorang petani Suroto dan keluarga adalah seorang
rantauan. Pada tahun ketiga usianya, keluarganya ikut pindah saat ada
transmigrasi dari pulau Jawa ke pulau Sumatra. Saat kecil, Suroto sempat putus
sekolah karena keterbatasan biaya alhasil ia selalu ikut bersama orangtuanya ke
ladang dan hutan untuk berburu demi sesuap nasi.

Saat teman sebayanya melaksanakan ujian sekolah saat Sekolah Dasar, SD


Negeri 1 Marga Baru kekurangan siswa atau bisa dibilang meja yang disediakan
untuk ujian sekolah berlebih satu meja. Dan Suroto pun akhirnya mengikuti ujian
tersebut dengan peralatan seadanya hanya beralaskan sandal dan baju yang
kekecilan. Ia pun dinyatakan tamat dan lulus SD.

Tak berapa lama dari itu, ia jatuh sakit. Sampai berbulan-bulan dan
membuat tubuhnya menjadi kurus kering dan putih pucat karena sakit yang ia
derita yakni Typus. Makan harus dengan bubur. Dan saat Suroto sakit ibunya
berkata bahwa saat ia nanti sembuh, ia boleh meminta apapun. Jawaban Suroto
adalah ia ingin bersekolah.

2
Melanjutkan studinya di SMP Marga Baru kemudian menjadi cerita baru
bagi Suroto. Hanya alat seadanya tanpa banyak buku dan tidak membawa tas ia
belajar dengan tekun. Saling memperebutkan juara kelas bersama Siti menjadi
awal cerita mereka. Bahkan pada salah satu semester mereka sempat mendapatkan
juara yang sama karena nilai yang sama persis.

Sambil bersekolah Suroto juga ikut membantu kedua orangtuanya, kadang


ikut berladang ataupun berburu babi hutan, rusa, kijang, kucing hutan dan lainnya.
Tak munafik dulu ia dan keluarganya sempat mengonsumsi daging babi karena
pengetahuan agama yang masih kurang. Naik sepeda di sore hari dan pulang di
pagi hari sambil membawa hasil buruannya yang akan diberikan kepada pembeli
yang sudah menitipkan pesanannya.

Kemudian saat dirinya akan lanjut ke jenjang putih abu-abu atau SMA.
Suroto dan keluarganya pindah dari Desa Marga Baru ke Desa Temuan Sari. Di
sana Suroto akhirnya memilih tidak melanjutkan sekolahnya, dan berladang saja.
Namun, jalan Tuhan kepada setiap makhluknya itu nyata.

Suroto diajak bersama seorang kepala keuangan dan yang memegang hak
atas tanah di desa tersebut. Pergilah ia ke Lubuklinggau dengan kata lain merantau
walaupun ia tidak benar benar sendiri. Bagai anak sendiri, Suroto juga
diperlakukan adil dan bebas oleh Bapak Imron Effendi dan Ibu Sumartini.
Orangtua angkat yang membawa ia ke masa depan yang lebih cerah. Ia akhirnya
melanjutkan pendidikan dengan masuk ke SMA Bina Satria Lubuklinggau.

Tanpa bayaran. Tak membuat Suroto terlena dari kenyataan. Ia tetap


mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci baju, mencuci piring bahkan ia
masih ikut berjualan ke pasar bersama ayah angkatnya. Lulus dari SMA ia
melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di STKIP yang sekarang berubah
menjadi Universitas PGRI Silampari dengan mengambil jurusan Matematika.

3
Ia bersepeda tanpa lelah dari rumahnya sampai ke kampus. Suroto bisa
dibilang sebagai satu-satunya yang berhasil dalam bidang pendidikan
dibandingkan ketiga saudaranya. Mendapat gelar sarjana yang pertama dan pada
tahun 2006 bulan Januari tepatnya pada tanggal 23 akhirnya meminang sang
pujaan hati ke pelaminan. Dan di karunia 3 orang anak yaitu Shilva Rotshan
Shalsabilla yang kini duduk di bangku kelas 11 MAN 1 Model Lubuklinggau,
Khayar Rotshan Arroffi yang masih duduk di kelas 6 SD Negeri 5 Lubuklinggau
dan Adzkiya Rotshan Nazeera yang baru berusia 2 tahun.

Di tahun pertama nya pasca lulus, ia dinyatakan lulus PNS. Mulai


mengajar menjadi guru di SMA Negeri 1 Lubuklinggau. Kemudian melanjutkan
s2 nya di Universitas Bengkulu dengan kurun waktu kurang lebih 2 tahun dengan
jurusan yang sama. Akhirnya gelar M.Pd tersemat dibelakang namanya. Tak
sampai disitu ia juga menjadi dosen di kampus nya dahulu yakni STKIP. Kini ia
menjadi guru sekaligus waka kurikulum di SMA Negeri 5 Lubuklingau.

Bapak beranak 3 ini adalah sosok yang pembawaannya humble, dan tidak
pernah pandang bulu membuat ia memilki banyak teman. Walaupun keegoisan
kadang suka menguasi dirinya. Kegigihannya sebagai anak seorang petani yang
bertekad bahwa ia mampu dan bisa.

Membawa nya ke kehidupan yang lebih baik sekarang. Dulu ia hanya bisa
berkebun diladang orang namun sekarang Suroto sudah bisa memiliki ladangnya
sendiri. Dulu ia tidak memakai sepatu saat sekolah namun kini ia bisa membelikan
perlengkapan sekolah untuk anaknya yang komplit.

Beribadah dengan tekun walaupun ia tahu pengetahuannya tentang agama


tidak begitu dalam. Tapi ia selalu berusaha beribadah kepada Allah SWT dengan
baik. Sifatnya yang keras kepala yang memang menjadi ciri khas dari dirinya dan
tidak bisa dihilangkan begitu saja. Namun, melihat bagaimana cara ia mengontrol
emosi dan bagaimana ia mengajarkan sesuatu serta bagaimana ia mencoba sesuatu
menjadi hal yang perlu dilirik.
4
Ayah yang suka bercerita tentang kisah hidupnya, bagaimana huru dan
hara kehidupannya dari kecil. Bekerja itu tidak selalu mengandalkan kepintaran
yang kamu punya sifat dan sikapmu juga menjadi tolak ukur orang, nak. Selalu
ramah dan menyapa. Tolonglah dan berterima kasih. Perbanyak teman supaya
hidupmu bisa terarah. Duniamu saat bekerja akan sangat berbeda dengan duniamu
saat ini. Uang pastinya akan mengambil alih, tapi tetap utamakan pesan ayah.

Jika ilmu yang kamu sudah tahu dan kamu memahaminya cukup diam dan
nikmati tapi kejarlah ilmu yang belum sama sekali kamu kuasai. Menjadi diam
tanpa harus selalu membeberkan jauh lebih baik, nak. Ilmu itu ada untuk kamu
peluk dan yang sudah kamu peluk jangan pernah mencoba untuk melepasnya
kecuali melukai dirimu.

Anda mungkin juga menyukai