0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
3 tayangan1 halaman
Nur Rifa Khairunnisa lahir di Jakarta pada 2004 dan saat ini melanjutkan pendidikan di UIN Salatiga dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam setelah sebelumnya menempuh pendidikan di beberapa sekolah di Jakarta dan Bojonggede. Ia pernah menjadi ketua MPK di SMA dan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah.
Nur Rifa Khairunnisa lahir di Jakarta pada 2004 dan saat ini melanjutkan pendidikan di UIN Salatiga dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam setelah sebelumnya menempuh pendidikan di beberapa sekolah di Jakarta dan Bojonggede. Ia pernah menjadi ketua MPK di SMA dan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah.
Nur Rifa Khairunnisa lahir di Jakarta pada 2004 dan saat ini melanjutkan pendidikan di UIN Salatiga dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam setelah sebelumnya menempuh pendidikan di beberapa sekolah di Jakarta dan Bojonggede. Ia pernah menjadi ketua MPK di SMA dan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah.
Nur Rifa Khairunnisa. Lahir di Jakarta, 3 Oktober 2004.
Ia adalah anak perempuan terakhir dari dua bersaudara.
Sejak kecil ia memulai pendidikan di SD Bakti Pertiwi. Setelah menempuh 6 tahun di SD, lalu ia melanjutkan pendidikan jenjang SMP di SMPN 2 Bojonggede dan dilanjut dengan jenjang SMA di SMAN 1 Tajurhalang. Ketika di SMA ia baru menemukan ranah bakat dan minatnya. Ia pernah menjadi ketua MPK semasa di SMA, ia banyak menemukan hal-hal baru yang belum pernah ia lewati. Mulai dari covid yang tiba-tiba menyerang, dengan kondisi semua serba online ia harus memutar balik otaknya untuk mengatur semua program kerja dan segala hal yang mengenai keorganisasian disekolah supaya sepadan dengan kondisi saat itu sampai menemukan inovasi-inovasi baru untuk sekolahnya. Ia mempunyai motto hidup, yaitu rancang, amati dan evaluasi. Menurutnya, ketiga kata tersebut mempunyai banyak makna untuk segala langkah yang ia pilih. Saat ini ia melanjutkan pendidikannya di UIN Salatiga dengan program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Ia telah banyak menerima penolakan dari lembaga masuk perguruan tinggi negeri, sampai dititik menyerah pun sudah ia rasakan, banyak sekali kejutan yang tak terduga dalam perjuangannya mendapatkan PTN. Rasa penasaran ia terhadap Kota Salatiga sangatlah tinggi, dengan ketidakseriusannya untuk mendaftar UIN sebelumnya maka hal ini menjadi tantangan untuknya. Tetapi ia mulai menerima bahwa menimba ilmu bisa dimana saja dan mungkin ini adalah rezeki baik yang Allah beri kepadanya dengan merasakan tersesat dijalan yang benar.