Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PSIKOLOGI PENDAMPINGAN

Psikologi berasal dari bahasa Yunani “Psyche” yang artinya jiwa dan “Logos” yang
artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi, psikologi artinya: ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya
(Gerungan, 1983:5-7). Dengan singkat disebut ilmu jiwa. Definisi paling sederhana dari
psikologi adalah studi tentang pikiran, emosi dan perilaku. Sulit untuk menangkap segala
sesuatu yang meliputi psikologi hanya dalam definisi singkat, namun topik-topik seperti
pengembangan, kepribadian, pikiran, perasaan, emosi, motivasi, dan perilaku sosial berusaha
untuk memahami dan menjelaskan apa psikologi itu. Psikologi adalah studi ilmiah tentang
perilaku manusia dengan tujuan memahami mengapa makhluk hidup berperilaku seperti yang
mereka lakukan, dan memiliki aplikasi praktis.

Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkahlaku dan proses mental
(Zaviera, 2007: 19). Penelitian dalam psikologi berusaha untuk memahami dan menjelaskan
bagaimana kita berpikir, bertindak dan merasa. Sebagian besar psikologi dikhususkan untuk
diagnosis dan pengobatan masalah kesehatan mental. Selain kesehatan mental, psikologi
dapat diterapkan untuk berbagai masalah yang mempengaruhi kesehatan dan kehidupan
sehari-hari termasuk peningkatan kinerja, self-help, ergonomi, motivasi dan produktivitas.
Dengan itu psikologi secara akademik maupun terapan diarahkan untuk suatu proses
pendampingan dalam pengembangan sumber daya dan peningkatan kualitas hidup.

Istilah pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi, sebagai suatu kegiatan
kebersamaan. Interaksi yang terjadi dalam kebersamaan, membuat pendampingan memiliki
arti kegiatan kemitraan, bahu membahu, menemani, berbagi rasa dengan tujuan saling
menumbuhkan dan mengutuhkan. Pendampingan menempatkan baik pendamping maupun
mitra dalam kedudukan yang seimbang dan dalam hubungan timbal-balik yang serasi dan
harmonis (Van Beek, 1987:9). Pendampingan pada hakekatnya merupakan kegiatan
kemitraan dengan tujuan menyesuaikan, menyelaraskan, untuk pengembangan sumber daya
dan peningkatan kualitas hidup.

Pendampingan merupakan suatu upaya pendidikan sepanjang hayat, diminta maupun


tidak diminta, baik secara individu maupun kelompok sehingga dapat bertumbuh dalam
proses kehidupannya di masyarakat. Dengan kata lain pendampingan adalah suatu upaya
kemitraan, bahu membahu, menemani, berbagi rasa, yang disengaja untuk pertumbuhan,
peningkatan dan pengembangan kualitas di berbagai segi kehidupan. Krisetya (1998:38)
mengemukakan bahwa pendampingan berhubungan dengan manusia tidak perduli macam
kepercayaannya, kedudukan sosialnya, atau prestisenya. Suatu pendampingan yang ditujukan
pada kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam perjalanan hidup ini. Dengan kata lain
pendampingan adalah suatu upaya kemitraan, bahu membahu, menemani, berbagi rasa, yang
disengaja untuk pertumbuhan, peningkatan dan pengembangan kualitas di berbagai segi
kehidupan.

A. HUBUNGAN KONSEP PSIKOLOGI DENGAN PENDAMPINGAN


Pendampingan membantu kita memahami hubungan kemitraan, bahu membahu,
menemani dan berbagi rasa bukan hanya pada apa yang menimpa fisiknya, tetapi juga
mental, masalah sosial dan spiritualnya. Kebutuhan setiap orang, bukan hanya masalah
lahiriah tetapi sentuhan kasih yang dirasakan oleh mereka yang datang dengan berbagai
kebutuhan, memberikan dimensi spiritual, membangkitkan dan mengobarkan semangat
hidup yang berpengharapan. Kemitraan, bahu membahu, menemani dan berbagi rasa dalam
suatu pendampingan bukan hanya fisik atau psikis tetapi seluruh eksistensi hidupnya yang
perlu dikembangkan dan ditingkatkan secara holistik.
Pendampingan merupakan suatu panggilan yang harus dilakukan oleh setiap orang
yang telah meresponi panggilan sebagai manusia ciptaan Tuhan. Pendampingan bukan
menjadi tanggung jawab kaum rohaniawan, tetapi semua orang percaya terpanggil untuk
melaksanakan tugas tersebut. Pendampingan inilah yang menjadi dasar setiap orang
mewujudkan kasih, perhatian dan kepedulian kepada yang berada dalam pergumulan,
terutama perasaan-perasaannya. Pendampingan adalah suatu penemanan yang menumbuhkan
dan mampu menghidupkan, mengembangkan kepribadian diri sendiri dengan menyadari terus
menerus sebagai pendamping yang terluka. Maksudnya, tidak terlepas dari masalah tetapi
mau mendampingi, bahu-membahu dan menemani orang lain sebagai mitra. Pendampingan
mencakup pendidikan yang memberdayakan, menghidupkan dan memanusiakan di dalam
suatu komunitas sepanjang hidupnya.
Pendampingan tidak hanya sekedar bahu-membahu, tetapi menempatkan orang dalam
relasi dengan Pencipta, dalam pengertian menumbuhkan dan mengutuhkan orang dalam
kehidupan spiritualnya untuk membangun dan membina hubungan dengan sesamanya (Engel,
2016:2). Dengan demikian pendampingan tidak hanya memulihkan tetapi juga
mengembangkan orang dalam potensi-potensinya yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas hidup. Pendampingan mengutuhkan pribadi setiap individu maupun kelompok, untuk
menentukan pilihan-pilihan dan pengambilan keputusan yang mempengaruhi keadaan
jiwanya. Pendampingan berarti membantu mitra dalam mengambil keputusan di antara
pilihan-pilihan yang ada, karena pilihan-pilihan tersebut timbul dari relasi interaksi yang
mempengaruhi keadaan jiwanya di masa sekarang dan akan datang. Hal tersebut terkait
dengan konsep psikologi dalam pendampingan.
Psikologi pendampingan dipahami sebagai penerapan konsep psikologi terkait pola
pikir, perasaan dan perilaku ke dalam praktik pendampingan yang berhubungan dengan
kemitraan, bahu membahu, menemani dan berbagi rasa dengan tujuan memberdayakan,
menghidupkan dan memanusiakan. Hubungan pendampingan bersifat timbal balik, seimbang
dan dinamis serta ditentukan oleh jenis dukungan yang diberikan oleh pendamping (Eby,
Rhodes, & Allen, 2007). Hubungan pendampingan berlangsung dari waktu ke waktu dan
melibatkan interaksi berulang. Secara kolektif, karakteristik ini memberikan konteks yang
kondusif untuk pengembangan psikologis pendampingan. Menurut Rousseau (1989),
psikologis pendampingan adalah keyakinan individu atau kelompok mengenai syarat dan
ketentuan perjanjian hubungan timbal balik antara pendamping dan yang didampingi.
Hubungan pendampingan adalah hubungan timbal-balik yang seimbang, sehingga individu
maupun kelompok mengharapkan untuk menerima manfaat di masa depan dari hubungan
tersebut, sebagai konteks baru untuk psikologis pendampingan (Haggard & Turban,
2012:1905).

B. PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGI DALAM PENDAMPINGAN

Pemenuhan kebutuhan psikologi diperlukan dalam pendampingan terkait upaya


memberdayakan, menghidupkan dan memanusiakan. Karena itu pendampingan dalam
kerangka bepikir psikologi lebih menekankan pada psychological strength. Psychological
strength adalah suatu kekuatan yang menggerakkan individu mengembangkan dan
meningkatkan potensi diri dalam upaya memberdayakan diri bahkan menghidupkan dan
memanusiakan manusia lain (Cavanagh, 1982:33). Psychological strength memiliki tiga
dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi intrapersonal, dan kompetensi
intrapersonal.
Pertama, pemenuhan kebutuhan menurut Cavanagh (1982:35-42) adalah kekuatan
psikis yang diperlukan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup, agar dapat mencapai
kualitas kehidupan secara bermakna dan memberikan kebahagiaan. Pemenuhan kebutuhan
meliputi: 1) memberi dan menerima kasih sayang dibutuhkan dalam pendampingan untuk
membangun rasa percaya diri dan belajar untuk memenuhi kebutuhan afeksi; 2) kebebasan,
dibutuhkan dalam pendampingan untuk meningkatkan pengendalian diri dalam rangka
mencapai kesuksesan dan menerima setiap kekukarangan serta kegagalan sebagai
kesempatan memotivasi dan menginspirasi diri. Hal tersebut merupakan tugas pendamping
memberikan pemahaman tentang tanggungjawab dalam suatu kesuksesan maupun kegagalan
individu, komunitas bahkan masyarakat; 3) memiliki kesenangan dibutuhkan dalam
pendampingan untuk kesehatan psikologis melalui olah raga, menulis, membaca, melukis,
mendengarkan musik, bersantai, membantu orang yang kurang beruntung, peduli dengan
lingkungan; 4) menerima tantangan dibutuhkan dalam pendampingan untuk melakukan
sesuatu yang baru yang menguji ketahanan diri, prestasi, konsistensi, konsekuensi sebagai
suatu kemampuan diri; 5) pencapaian prestasi dibutuhkan dalam pendampingan untuk
memotivasi diri dalam meraih kesuksesan dan perolehan hasil maksimal; 6) memiliki harapan
dibutuhkan dalam pendampingan untuk suatu sasaran pencapaian dan memeiliki kekuatan
untuk suatu tujuan hidup; 7) memiliki ketenangan dibutuhkan dalam pendampingan untuk
menghilangkan bad mood, galau, resah, cemas dan rasa takut; 8) memiliki tujuan hidup
secara nyata dibutuhkan dalam pendampingan untuk pemenuhan kebutuhan hidup,
menemukan makna dibalik keterpurukan hidup.

Kedua, kompetensi intrapersonal menurut Cavanagh (1982:43-58) adalah kemampuan


berhubungan baik dengan diri sendiri. Kompetensi intrapersonal meliputi; 1) pengetahuan
diri adalah pemahaman terhadap kekuatan dan kelemahan dirinya. Pengetahuan diri
dibutuhkan dalam pendampingan untuk berpikir logis, linier, memiliki kesadaran diri yang
tinggi, menempatkan diri pada proporsi yang sebenarnya karena memahami kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya; 2) pengarahan diri adalah daya yang memberi arah dan
bertanggungjawab terhadap konsekuensi perilakunya. Pengarahan diri dibutuhkan dalam
pendampingan untuk memiliki integritas, pengendalian dan percaya diri yang tinggi,
menerima kesalahan dan kegagalan sebagai suatu tanggungjawab, berpikir rasional dan tegas
dalam pengambilan keputusan; 3) harga diri adalah pandangan seseorang bahwa dirinya
bermanfaat, berkemampuan, dan berkebajikan. Harga diri dibutuhkan dalam pendampingan
agar optimis, memiliki harga diri sehat, serta makna dan tujuan hidup yang jelas.

Ketiga, kompetensi interpersonal menurut Cavanagh (1982:59-68) adalah kemampuan


yang memungkinkan orang untuk berhubungan dengan orang lain dengan cara saling
memuaskan. Kompetensi interpersonal meliputi: 1) kepekaan terhadap diri sendiri dan orang
lain yaitu kemampuan untuk mengenal dan menyesuaikan diri terhadap diri sendiri dan orang
lain. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain dibutuhkan dalam pendampingan untuk
sensitivitas dan kepedulian tinggi, pemahaman diri terhadap orang lain tinggi, tutur kata dan
tindakan menyenangkan diri dan orang lain, perilaku selaras dengan perkataan, emposi
terkontrol; 2) ketegasan diri (assertiveness) yaitu kemampuan untuk mendapatkan dari
kehidupan apa yang menjadi haknya sebagai standard bersikap, berbicara, bertindak, dan
berkomunikasi dalam cara-cara yang membangun. Ketegasan diri dibutuhkan dalam
pendampingan untuk menjadi model, panutan dan teladan bagi orang lain dalam bersikap,
berbicara dan berperilaku; 3) nonassertiveness yaitu ketergantungan pada kebaikan orang lain
agar kebutuhannya terpenuhi. Nonassertiveness dibutuhkan dalam pendampingan untuk
mengutamakan kepentingan orang lain, suka memberi dan berbagi rasa maka kebutuhan
dirinya juga terpenuhi; 4) menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain yaitu transparan
dalam menyikapi apa yang terjadi dan dialami orang lain maupun diri sendiri. Menjadi
nyaman dengan diri sendiri dan orang lain dibutuhkan dalam pendampingan agar berpikir
objektif dalam menilai, menyampaikan pendapat, pandai menempatkan diri; 5) menjadi diri
yang bebas yaitu kemampuan membebaskan diri sendiri dan orang lain menjadi diri sendiri.
Menjadi diri yang bebas dibutuhkan dalam pendampingan untuk healthy self-esteem,
transparans, dan bersahaja; 6) harapan yang realistis terhadap diri sendiri dan orang lain yaitu
kemampuan memiliki optimisme dalam ketidaksempurnaan, tidak menekan dirinya untuk
selalu benar, cerdas, tidak egois, dewasa, tegas, dan lain sebagainya. Harapan yang realistis
terhadap diri sendiri dan orang lain dibutuhkan dalam pendampingan menjadikan orang
Optimis dan positive thinking; 7) perlindungan diri dalam situasi interpersonal yaitu memiliki
kepercayaan diri, kemampuan menangani masalah dan merasa bebas dalam hubungan dengan
orang lain, mengenali potensi diri, memiliki kompetensi untuk melepaskan diri dari hubungan
negatif, dan mengembangkan kompetensi dalam memenuhi kebutuhan interaksi.

Perlindungan diri dalam situasi interpersonal dibutuhkan dalam pendampingan agar memiliki
integritas diri tinggi, penguasaan dan pengendalian diri tinggi.

Dimensi psikologi yang dipahami dalam kerangka berpikir pendampingan adalah


semakin sehat kebutuhan seseorang, semakin tinggi kekuatan psikologis. Semakin kuat
kekuatan psikologis, semakin dapat menangani stress, realistis derajat kepuasan dan
kebahagiaan. Semakin sedikit kekuatan psikologis, semakin tidak efektif menghadapi stress,
semakin banyak ketidakpuasan dan penderitaan. Dengan itu, meningkatkan kompetensi
intrapersonal dan interpersonal, maka pemenuhan kebutuhan tercapai. Paradigma berpikir
psikologi dipahami dalam kerangka pemenuhan kebutuhan, berarti kekuatan psikologis
semakin menopang suksesnya proses pendampingan dengan tujuan umum adalah untuk
membantu orang-orang yang tertekan dalam meningkatkan kekuatan psikologisnya, sehingga
mereka tidak tertekan dapat bergerak ke arah normal, idealnya ke arah kesehatan psikologis.
Tujuan khusus pendampingan dalam paradigma berpikir psikologi adalah: 1)
memperkenalkan klien dengan kebutuhannya; 2) membantu klien memperoleh keberanian
dan kompetensi untuk memenuhi kebutuhan; 3) membantu klien menyadari
tanggungjawabnya memenuhi kebutuhan; dan 4) membantu klien menyadari bahwa
terkadang mereka menghalangi pemenuhan kebutuhan mereka sendiri.

Psikologis pendampingan sebagian besar didasarkan pada hubungan timbal-balik


secara sosial dan mengasumsikan bahwa individu, komunitas maupun kelompok membentuk,
mempertahankan, dan mengakhiri hubungan berdasarkan keyakinan bahwa manfaat dari nilai
suatu hubungan yang menjadi prioritas (Blau, 1964; Ensher et al., 2001). Ada beberapa poin
penting yang perlu diperhatikan tentang psikologis pendampingan. Pertama, pendampingan
semacam itu terdiri dari persepsi individu, komunitas maupun kelompok tentang hubungan
timbal balik yang seimbang dan dinamis, bukan persepsi bersama tentang kewajiban aktual.
Kedua, manfaat dari nilai suatu hubungan, dapat secara implisit maupun eksplisit dibuat dan
dipahami dalam konteks budaya berdasarkan pengalaman keagamaan. Dalam pengertian
bahwa ekspektasi umum yang dimiliki mitra tentang apa yang akan mereka hadapi dalam
pekerjaan dan kehidupan sehari-hari berdasarkan spiritual yang mereka miliki. Hal itu
ditunjukkan melalui manfaat dari nilai suatu hubungan pendamping dengan mitra yang
menjadi prioritas, dan bukan ditentukan oleh pengalaman masa lalu atau norma sosial
(Haggard & Turban, 2012:1906). Dengan itu, memahami hubungan pendampingan secara
psikologis menjadi penting karena beberapa alasan. Pertama, fungsi dan manfaat
pendampingan untuk mendapatkan hubungan secara dinamis dan seimbang dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki individu, komunitas maupun kelompok. Kedua,
psikologis pendampingan menunjukkan pada fokus yang diharapkan dengan apa yang
dirasakannya untuk mengembangkan wawasan berpikir dan peningkatan kualitas hidup.
Ketiga, pemahaman ini memberikan wawasan yang berharga terkait spiritual, budaya dan
agama dalam hubungan dengan pengembangan karakteristik dan peningkatan kinerja, self-
help, motivasi dan produktivitas, yang turut mempengaruhi psikologi pendampingan.

Anda mungkin juga menyukai