Anda di halaman 1dari 2

Mata Kuliah : Accounting Management

Dosen : Dr. Sonhaji, Ak., MS, CA

Nama Mahasiswa : Adhin Achmad Kuncahyo


NPK : K.2021.2.00630

Ilusi Sang Ego : Materialisme vs Spiritualitas

Materialisme dalam psikologi didefinisikan sebagai suatu keyakinan yang verkenaan dengan seberapa
penting perolehan dan pemilikan barang dalam hidup (Richins dan Dawson, 1992).
Definisi tersebut menegaskan bahwa materialisme terkait dengan masalah kepemilikan barang duniawi yang
dianggap penting dalam hidup. Pada definisi yang lain materialisme adalah pandangan yang berisi orientasi, sikap,
keyakinan dan nilai-nilai hidup yang menekankan atau mementingkan kepemilikan barang-barang material atau
kekayaan material di atas nilai-nilai hidup lainnya, seperti yang berkenaan dengan hal-hal
spiritual,intelektual,sosial dan budaya (Kasser, 2002).
Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri
dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. (Hasan, 2006:294). Menurut Fontana& Davic, definisi
spiritual lebih sulit dibandingkan mendefinisikan agama atau religion, dibanding dengan kata religion, para
psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spiritual mempunyai beberapa arti, diluar dari
konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku. kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai faktor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan
psikologi,(dalam Tamami, 2011:19).
Merujuk pada definisi di atas kedua paham tersebut saling bertolak belakang satu dengan yang lainnya.
Dalam paham materialitas manusia lebih mementingkan kepemilikan barang-barang material atau kekayaan
material mengesampingkan nilai-nilai hidup lainnya serta hubungan dengan sesama manusia dan lingkungannya.
Sedangkan dalam paham spiritualitas diarahkan kepada pengalaman subjektif dari apa yang relevan secara
eksistensial untuk manusia. Spiritualitas tidak hanya memperhatikan apakah hidup itu berharga, namun juga
fokus pada mengapa hidup berharga.

Ego dan Konsep yang Tercipta


Manusia hidup dalam lautan konsep dan label yang ia ciptakan sendiri. Saat ia terlalu melekati konsep
tersebut, makai a menjadikan konsep dan label tersebut sebagai egonya. Konsep itupun mengalami perubahan
sepanjang waktu seiring dengan dinamika interaksi manusia dengan manusia lain dan dengan lingkungannya.
Perubahab seiring berjalannya waktu menjadikan manusia mengalami kekecewaan terus menerus. Ekspetasi atau
harapan yang tidak tercapai mendatangkan ketakutan, kekuatiran, kebencian, kepahitan, bahkan keputusasaan.
Konflik antar manusia dan kelompok dalam konteks negara dan organisasi adalah konflik antar ego. Ego yang
mengendalikan lingkungan sekitar agar sesuai ekspektasinya melahirkan perang, terorisme, anti keberagaman,
penindasan dan eksploitasi alam secara berlebihan. Ini adalah ilusi sang ego bahwa ia akan lebih berbahagia kalau
keinginannya terpenuhi dan sebaliknya ia akan menderita jika keinginannya tak tercapai walaupun akan
merugikan sesama manusia dan lingkungannya.

Ego dalam Bisnis, Kesalingterkaitan dan Perubahan


Legitimasi sebuah bisnis dinilai dari manfaatnya bagi seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
melampaui batas-batas negara. Setiap manusia memiliki kemampuan untuk berkontribusi dalam mewujudkan
dunia yang lebih baik dan membawa kebahagiaan bagi semuanya. Alam semesta bergerak berdasarkan dua
hukum universal yaitu hukum kesalingterkaitan dan hukum perubahan berkelanjutan. Dua hukum tersebut
diperlukan untuk membebaskan diri kita dari ilusi ego. Hukum kesalingterkaitan (interdepedensi) menyebabkan
tidak ada satupun komponen yang dapat bertahan atau berkembang dengan hanya mengandalkan kekuatan
dirinya sendiri. Hukum kesalingterkaitan membantu kita memahami kesatuan antara kita dengan lingkungan
sekitar dan alam semesta. Hukum perubahan terus menerus (impermanence) menunjukkan bahwa segala sesuatu

Program Magister Manajemen – STIE MALANG KUCECWARA 2021/2022


akan berubah dan yang abadi hanya perubahan itu sendiri. Proses metamorfosis dan evolusi menunjukkan bahwa
bentuk/materi makhluk hidup yang kita kenal pada satu momen akan berubah pada momen berikutnya.

Spiritualitas dalam Konteks Bisnis


Organisasi yang memiliki spiritualitas akan lebih menguntungkan dan memiliki orang-orang yang lebih
berkomitmen dalam bekerja serta mampu mengembangkan dan mendayagunakan kreatifitas, emosi, dan
intelijensia. Spritualitas juga dianggap mampu untuk memberikan hubungan timbal balik yang lebih positif antara
organisasi dengan anggotanya bahkan dengan lingkungan hidupnya. Terdapat empat dimensi utama dari
spiritualitas sesuai dengan penelitian Petchsawanga dan Duchon (2009) dalam konteks bisnis antara lain : Welas
Asih (Compassion),Kesadaran Penuh (mindfullnes), Pekerjaan yang bermakna mendalam (meaningful work) dan
Transendensi (Transcendence). Semakin tinggi keempat dimensi tersebut, maka semakin utuh jati diri yang
dirasakan oleh seseorang dan lebih bahagia. Menurut Sujoko Efferin, spiritualitas tidak meninggalkan agama,
namun melampaui batas institusi formal keagamaan dan relevan secara global untuk mengatasi berbagai masalah
kehidupan. Spiritualitas merupakan asset universal untuk mengembalikan jati diri manusia secara utuh dan saling
menyalurkan energi positif untuk mengurangi penderitaan dan membawa kebahagiaan bagi semua makhluk
hidup.

Model Organisasi: Materialistik vs Spiritual


Organisasi Materialistik adalah organisasi yang menempatkan materi sebagai alat dan tujuan yang utama
dalam beroperasi. Dalam organisasi materialistik penciptaan profit adalah segalanya, fokus kegiatan perusahaan
hanyalah pada meningkatkan pendapatan dan meminimilisasi biaya apapun konsekuensinya. Para anggota
organisasi tersebut menjadi orang-orang yang egois, berorientasi pada materi yang didapatkan dan tidak punya
kepedulian kepada koleganya, masyarakat sekitar, maupun lingkungan hidupnya. Namun di balik itu semua, ada
kesepian, ketakutan, kekuatiran, kebencian, kepahitan, bahkan keputusasaan.
Organisasi Spiritual adalah organisasi yang memiliki tujuan utama dan niat luhur yang melampaui
kesuksesan materi sebagai landasan operasinya. Tujuan organisasi juga memberikan kebahagiaan kepada seluruh
stakeholders organisasi(investor,karyawan,pelanggan,lingkungan dan masyarakat), menciptakan keselarasan
dengan alam serta menanamkan etika berbasis nilai-nilai kebaikan yang universal. Organisasi ini tidak semata
untuk filantrofis atau karitatif, tapi dijalankan dengan berwawasan pertumbuhan dan penciptaan surplus (atau
profit dalam istilah organisasi materialistik) untuk keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang dan
dijalankan para professional yang kreatif dan inovatif. Dalam operasinya organisasi spiritual untuk mendapatkan
keuntungan tetap memperhatikan kebahagiaan semua anggota organisasi, masyarakat sekitar dan menjaga
lingkungan hidupnya, jadi tidak semata mendapatkan keuntungan namun merugikan orang lain. Yang perlu
dipahami bahwa organisasi spiritual bukanlah sekedar organisasi sosial namun juga membutuhkan surplus agar ia
dapat sehat secara finansial dan bertumbuh untuk menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan bagi makin banyak
pihak.
PBB telah menetapkan Millenium Development Goals pada tahun 2000 dan disepakati oleh 189 Negara
anggota PBB yaitu seperangkat sasaran generik yang hendak dicapai oleh semua Negara dan organisasi
terkemuka sebagai upaya kolektif dalam menyelesaikan masalah sosial dan lingkungan. Ada 8 sasaran, yaitu
menghapus kemiskinan dan kelaparan, menyediakan pendidikan dasar untuk semua, kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan, mengurangi kematian balita, memperbaiki Kesehatan ibu hamil dan menyusui,
memerangi penyakit, melestarikan lingkungan hidup, dan kemitraan global untuk pembangunan.
Untuk melaksanakan Millenium Development Goals (MDG) tersebut bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja, namun semua masyarakat harus ikut serta, dimana di dalamnya terdapat organisasi atau
perusahaan. Dengan munculnya pemikiran maupun setiap aktivitas positif akan menghasilkan perubahan
lingkungan bisnis dan organisasi yang mengarah pada kebaikan dan kebahagiaan semua pihak yang terlibat,
masyarakat sekitar dan kelestarian lingkungan hidup.

Program Magister Manajemen – STIE MALANG KUCECWARA 2021/2022

Anda mungkin juga menyukai