Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN INTERNAL

PERUSAHAAN DAN BERBAGAI PIHAK


TERKAIT DALAM BINGKAI TRI HITA KARANA
2257023016
Ni Komang Wiwik Kristina Kusumayanti
Prinsip-prinsip Etis dalam Bisnis

Prinsip-prinsip etis dalam bisnis merupakan keniscayaan agar citra bisnis yang “amoral”
dimana dipaparkan secara holistik dalam bisnis terdiri dari:

Etika utilitarianisme (Apakah Etika kebaikan (Apakah kebaikan


tindakan tersebut mampu didukung oleh karakter yang baik di
memaksimalkan keuntungan dan kalangan orang yang terlibat dalam
meminimalkan kerugian sosial) bisnis)

Etika hak dan kewajiban (Apakah Etika keadilan dan kesamaan


tindakan tersebut konsisten dengan (Apakah tindakan tersebut
hak-hak moral dan individu-individu mengarahkan pada distribusi
yang terpengaruh olehnya) keuntungan dan beban yang adil)

Etika memberi perhatian (Apakah


tindakan tersebut menunjukkan
perhatian terhadap kesejahteraan
orang yang dekat dengan kita)
logo
Bertindal Etis: Penataan THK Pada
Diri Sendiri

Etika keutamaan menunjukkan bahwa bertindak etis sangat bergantung pada karakter diri kita
sendiri. THK tidak saja berlaku di luar diri kita, tetapi berlaku pula pada manusia sebagai
makhluk individu. Keberlakuan ini tercermin pada aspek:

Parhyangan mengacu kepada Atman


roh Tuhan yang menubuh-gagasan ini
berimplikasi bahwa tubuh adalah
kuilnya Tuhan.

Pawongan dapat disamakan dengan Tubuh yang memuat panca indra


pikiran mencakup perasaan dan budi identik dengan Palemahan-bahan baku
atau intelek sehingga manusia disebut tubuh bahan baku lingkungan alam.
sebagai makhluk berakal budi. yakni Panca Mahabhuta (tanah, air,
udara, api, dan eter).
Perlakuan Karyawan sebagai Homo
Complexus

Manusia pada hakikatnya adalah homo complexus. Artinya, manusia adalah makhluk yang
kompleks yang ditandai oleh adanya berbagai dualitas dalam dirinya. Dualitas paling umum adalah
manusia sebagai persona terdiri dari tubuh fisik dan tubuh rohaniah atau badan dan jiwa.
Keduanya tidak terpisahkan sehingga manusia adalah jiwa yang berbadan atau badan yang berjiwa.
Hubungan ini melahirkan manusia sebagai makhluk pribadi atau homo individum.Dualitas
menimbulkan implikasi bahwa bertindak etis terhadap karyawan wajib memperhatikan dimensi
ketubuhan dan kejiwaannya sebagai totalitas beserta keunikan antara manusia yang satu dengan
yang lainnya.
Manusia tidak saja homo individum, tetapi juga homo socius. Gagasan ini berimplikasi manusia
tidak saja merupakan relasionalisasi antara jiwa dan badan, tetapi juga relasi individu dengan
masyarakat atau masyarakat dengan individu. Dengan demikian manusia adalah makhluk
relasional yang berlangsung melalui dialog dan komunikasi. Bertindak etis terhadap karyawan
wajib memperhatikan dualitas manusia, yakni sebagai makhluk individu dan makhluk sosial
sebagai suatu relasional.
Hak &Kewajiban Karyawan

Mengacu kepada THK agar tujuan perusahaan tercapai maka hubungan harmonis antarsesama karyawan
maupun dengan pimpinan dan/atau pemilik perusahaan adalah keniscayaan. Hubungan ini tidak bisa dilepaskan
dari hak dan kewajiban karyawan terhadap perusahaan. Hak dan kewajiban karyawan sebagai berikut:
Kehidupan Keluarga Karyawan dan
ABGG

karyawan wajib mendapat upah yang layak agar mampu memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri dan/atau keluarganya. Agama Hindu mengenal teori kebutuhan dasar, yakni
wareg, wastra, wisma, waras, dan wastika. Artinya, makanan, pakaian, perumahan,
kesehatan, dan pendidikan termasuk kebudayaan. Jika gagasan ini dikaitkan dengan upah
karyawan maka besaran upah karyawan semestinya paling tidak menjadikan mereka
dapat memenuhi kebutuhan dasar 5 W, yakni wareg, wastra, wisma, waras, dan waskita.
Lima W adalah keniscayaan agar manusia bisa disebut manusia.
Lima kebutuhan manusia secara berhierarki, yakni: pertama, kebutuhan dasar fisik
(makan, minum, dan istirahat). Kedua, kebutuhan rasa aman (keamanan, tempat tinggal,
dan perlindungan). Ketiga, kebutuhan memiliki sosialisasi (cinta, persahabatan, dan
penerimaan oleh orang lain). Keempat, kebutuhan ego (prestise, status, dan pencapaian
sesuatu). Kelima, kebutuhan aktualisasi diri (memperkaya pengalaman dan hal-hal
estetika).
Suap, Pemerasan Komersial,
Hadiah, dan Korupsi
Tekanan ekonomi keluarga meminjam Velasquez (2005) dapat mengakibatkan karyawan
mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan dapat terwujud dalam berbagai tindakan,
antara lain:
Empat Racun Bagi Manusia

Pencapaian agar seseorang menjadi "Aku adalah seorang manusia" atau "Aku
adalah seorang homo deva" memerlukan berbagai cara antara lain melakukan
kontrol sosial internal berbentuk pengendalian musuh dalam diri, yakni Sad
Ripu (Enam Mu suh), yakni: (1) kama (nafsu/keinginan yang mengarah kepada
hedonik); (2) krodha (kemarahan); (3) lobha (ketamakan); (4) mada (kemabukan);
(5) moha (kebingungan); dan (6) matsarya (iri hati). Dari enam musuh ini tiga
yang paling berbahaya, yakni keinginan, keserakahan, dan kemarahan.
Status dan Peran Kepala dalam Organisasi

Pencapaian tujuan organisasi tidak saja membutuhkan etika bisnis, tetapi juga
pemimpin dan pengikutnya. Pimpinan perusahaan sering kali dapat disebut kepala
atau atasan karena pemimpin bertanggung jawab atas keefektifan organisasi,
pemimpin menjadi tempat berlindung terlebih pada saat-saat sulit, dan pemimpin
adalah inti dari integritas kelembagaan. Dengan demikian maka seorang pemimpin
wajib memiliki kelebihan daripada bawahannya agar seseorang layak dadi, yakni
menjadi kepala atau menempati linggih dan sesana sebagai kepala pada suatu
perusahaan.
Pimpinan Adalah Kepala,
Atasan atau Bapak
Makna dan pemaknaan pemimpin = kepala atasan berkaitan pula dengan posisinya di atas -
ibarat panggung maka pemimpin ada di atas panggung sehingga mudah dilihat oleh anak
buahnya. Mudah dilihat dalam konteks makna dan pemaknaan konotatif, yakni
pemimpin/atasan adalah dilihat sebagai model, panutan atau contoh bagi anak buahnya - Ing
Ngarsa Sung Tula- da. Dengan demikian label sebagai atasan membawa risiko, yakni atasan
siap dilihat oleh bawahan guna dijadikan sebagai model bagi tindakan mereka dalam
organisasi. "Cara terbaik menanam-kan karakter ke dalam organisasi adalah dengan cara
pemimpin memberi contoh setiap hari" (Healey, 2010: 127). Penyebutan kepala = pimpinan =
manajer = atasan = bapak berkaitan dengan hierarki, yakni bapak dan anak. Mengacu kepada
Mulder (1999, 2001) pemakaian istilah ini pada asumsi bahwa organisasi = keluarga.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai