Anda di halaman 1dari 60

SKRIPSI

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TOKSOPLASMOSIS


TERHADAP PERSONAL HIGIENE REMAJA PUTRI PEMELIHARA
KUCING DI KOTA MAKASSAR

ST. RAHMAH DIANISLAMIATI FAISAL

1971042076

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2023
SKRIPSI

PENGARUH PENGETAHUAN TENTANG TOKSOPLASMOSIS


TERHADAP PERSONAL HIGIENE REMAJA PUTRI PEMELIHARA
KUCING DI KOTA MAKASSAR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar Sebagai


Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

ST. RAHMAH DIANISLAMIATI FAISAL


1971042076

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MAKASSAR
2023
HALAMAN PENGESAHAN

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................10
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................10
D. Manfaat Penelitian...............................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................12
A. Personal Higiene...................................................................................................12
B. Teori Health Belief Model (HBM)..........................................................................21
C. Remaja Putri.........................................................................................................26
D. Toksoplasmosis....................................................................................................27
E. Pengetahuan........................................................................................................36
F. Keterkaitan Antar Variabel...................................................................................39
G. Kerangka Pikir.......................................................................................................42
H. Hipotesis...............................................................................................................43
METODE PENELITIAN.......................................................................................44
A. Identifikasi Variabel Penelitian.............................................................................44
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian..............................................................44
C. Desain Penelitian..................................................................................................45
D. Kriteria Partisipan.................................................................................................45
E. Material dan Apartus...........................................................................................46
F. Prosedur Eksperimen...........................................................................................46
G. Teknik Analisis Data..............................................................................................47
H. Jadwal Rencana Penelitian...................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50

v
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat 30-50% populasi dunia terinfeksi TORCH yang ditemukan


l l l l

pada 0,25-7% dari 1.000 kelahiran hidup di berbagai negara (Jannah, l l l

2018). TORCH mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh Toksoplasma


l l l l

gondii, rubella, CMV (cytomegalovirus) dan virus herpes simplex.


l l l l l

Toksoplasmosis merupakan penyakit menular zoonosis yang dapat l l l

ditularkan dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh Toxoplasma


l l l l

gondii gondiii dan dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah panas, l l l l l l

termasuk manusia (Soedarto, 2012). Toksoplasma gondii dapat ditularkan


l l

ke manusia melalui tiga jalur utama, yaitu makanan, air, dan kontak
l l

dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran kucing yang
l l l

mengandung oosit T. gondii. Selain itu, transmisi juga dapat terjadi


l l l

melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari orang yang telah
l l

terinfeksi (CDC, 2022).


l l

Dubey dan Jones (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa


l l l l l l l

kelompok l orang yang beresiko


l l lebih l tinggi untuk terinfeksi
l l

toksoplasmosis yaitu: Wanita hamil, orang dengan imun lemah, orang l l

yang bekerja dengan kucing, orang yang makan daging mentah atau
l l l l

setengah matang dan bayi serta anak kecil (Dubey & Jones, 2008). Wanita
l l l l l l

hamil yang terjangkit infeksi toksoplasmosis akan berakibat pada janin


l l l

yang dikandungnya antara lain 4% abortus spontan, 3% lahir mati, 20%

1
2

toksoplasmosis bawaan yakni keterbelakangan mental, kerusakan mata l l l l l

dan telinga, kejang-kejang, hidrosefalus dan mikrosefali (Haksohusodo,


l l l l l

2005). Sekitar sepertiga ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis akan


l l l l l

menularkan infeksinya (infeksi vertikal) pada janin yang dikandungnya.


l l l l

Jika infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan, sekitar 10 -15%


l l l l l l l

janin akan terinfeksi, l l 25% pada trimester l l kedua,


l dan infeksi l

toksoplasmosis pada trimester ketiga akan menyebabkan penularan janin l l l l l l

sekitar 60%.
l

Toxoplasma gondii telah menginfeksi lebih dari 60% populasi manusia l l l l

di dunia (CDC, 2018). Sutanto dan Gandahusada (2012) menjelaskan l l

bahwa penyakit toksoplasma menginfeksi masyarakat Indonesia sekitar


l l l l l

2% - 63%, karena toxoplasma gondii dapat menginfeksi manusia dan l l l

hewan berdarah panas (Yani, et al. 2022). Siregar (2012) menyebutkan


l l l l l l

bahwa prevalensi toksoplasmosis di Indonesia diduga terus meningkat


l l l l l

seiring dengan perubahan pola hidup yang ada pada masyarakat


l l l

(Oktariana, 2014). Dari prevalensi toksoplasmosis dan berbagai survei l l l l

telah membuktikan bahwa di kota-kota besar di berbagai Provinsi di


l l l l

Indonesia masih relative tinggi kasus terjadinya toksopasmosis (Hanafiah


l l l l

et al, 2010). Beberapa kota besar memiliki kasus toksoplasmosis termasuk


l l l l l l

Jakarta 61,6%, Bandung 74,5%, Yogyakarta 55,4%, Denpasar 23%, l

Surabaya 55,5%, dan Semarang 44%. Salma, dkk (2002) melakukan l l

penelitian yang menunjukkan bahwa lebih dari 90% wanita usia subur saat
l l l l

diperiksa ternyata darahnya positif toksoplasmosis (Soedarto, 2012).


l l l
3

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang merupakan faktor


l l l l l

risiko terjadinya toksolasmosis merupakan kebiasaan kontak dengan


l l l l

kucing (Oktariana, 2014). Jumlah kucing memengaruhi tinggi rendahnya l l l

kasus toksoplasmosis di suatu daerah (Hanafiah et al., 2010). Kucing l l

memegang peran penting pada penularan toksoplasmosis. Hewan ini


l l l l l l

terinfeksi Toxoplasma gondii karena memakan tikus dan rodensia yang


l l l l l

terinfeksi, burung, atau binatang-binatang kecil lainnya. Parasit kemudian


l l l l

akan berkembang biak di dalam tubuh kucing (Soedarto, 2012).


l l l

Mengenai hewan peliharaan, 53,1% wanita mengklaim untuk memiliki


l l l l l l

hewan peliharaan, memelihara kucing, 35,3% memiliki lebih dari satu


l l l l l l

kucing, dan lebih dari setengahnya 63,6% anak kucing, 38,6% mengklaim l l l l

membersihkan kotoran hewan peliharaan tidak menggunakan sarung


l l l l l

tangan, 43% lebih wanita hamil memberi makan daging mentah pada l l l l

kucing dan membiarkan kucing keluar rumah, mencuci buah dan sayuran l l l

hanya menggunakan air serta membersihkan peralatan dapur masing-


l l l l l

masing disebutkan sebanyak 84% dan 24,7%, 16,3% wanita memiliki l l l

kontak langsung dengan tanah dan 48,7% diantaranya memiliki sayuran l l

taman di rumah (Moura, 2019).

Be berapa pemelihara kucing mungkin tidak menyadari bahwa


l l l l l

tindakan yang mereka lakukan sehari-hari dapat meningkatkan risiko l l l l

terjangkit toksoplasmosis. Beberapa perilaku buruk yang dilakukan


l l l l

pemelihara kucing yang dapat memungkinkan terjadinya infeksi


l l l l l

toksoplasmosis, antara lain tidak mencuci tangan setelah memegang l l l l l


4

kucing atau membersihkan litter box, tidak membersihkan kotak pasir l l l l l

kucing secara teratur dan mengganti pasir kotak pasir dengan cukup
l l l l

sering, memberikan makanan mentah atau kurang matang kepada kucing,


l l l l l

tidak memberikan perawatan medis yang tepat kepada kucing, seperti


l l l l l l l l

vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan rutin, tidak menghindari kontak l l l l l

langsung dengan kotoran kucing atau membiarkan kucing terkontaminasi l l l

dengan kotoran hewan lain yang dapat membawa parasit Toxoplasma


l l l

gondii.

Perilaku-perilaku buruk tersebut dapat meningkatkan risiko terjangkit


l l l l l l

toksoplasmosis, sehingga penting bagi pemelihara kucing untuk l l l l

memperhatikan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mencegah


l l l l l

infeksi. Sebagai pemelihara kucing, penting juga untuk selalu mengikuti


l l l l l l l

saran dari dokter hewan dan mengambil langkah-langkah pencegahan l l l l l

yang tepat untuk melindungi kucing dan diri sendiri dari infeksi
l l l l

toksoplasmosis. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan sebagai bentuk l l l l l

higiene l l yang baik diantaranya mencuci l tangan secara l teratur


l

menggunakan sabun dan air hangat setelah membersihkan litter box atau
l l l l l l

menyentuh permukaan yang mungkin terkontaminasi oleh kotoran


l l l l l

kucing, membersihkan kotoran kucing dengan rutin menggunakan sarung


l l l l

tangan, menghindari makanan mentah, memastikan peralatan makan l l l l

dalam kondisi bersih dan membawa kucing peliharaan untuk perawatan l l l l

dan pemeriksaan kesehatan.


l l l l
5

Angka kejadian toksoplasmosis masih tinggi di masyarakat karena ibu


l l

hamil tidak memiliki pengetahuan yang baik (Arfiyanti, 2008). Penelitian


l l l l l

yang dilakukan oleh Yulaikah dan Dwi (2010) pada 8 ibu hamil di l

Puskesmas Simo, didapatkan 5 orang ibu hamil mengatakan belum


l l l

mendengar dan belum mengetahui tentang toksoplasmosis, sedangkan 3


l l l l l l l

orang ibu hamil diketahui pernah mendengar tetapi tidak begitu paham l l l l l l

tentang toksoplasmosis (Yulaikah & Dwi, 2010). Hasil penelitian oleh


l l l l

Hasdina (2017) menyatakan dari 201 responden yang diteliti untuk l l l l

pengetahuan tentang infeksi toksoplasmosis sebanyak 86 (42,8%) ibu


l l l l l

yang memiliki pengetahuan dalam kategori tahu dan 115 (57,2%) ibu
l l l l

yang memiliki pengetahuan dalam kategori tidak tahu. Prevalensi


l l l l l l

toksoplasmosis juga tinggi dalam survei mahasiswi di Arab Saudi, l

sebanyak 79,1% siswi tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang


l l l l l

toksoplasmosis (Mahfouz et al, 2019). Hasil penelitian yang dilakukan l l l

Sari dan Sudarmaja (2017) menunjukkan mayoritas pengetahuan remaja l l l l

putri terhadap toksoplasmosis rendah sebanyak 58,1% terbanyak pada


l l l l

usia 17 tahun (Sari & Sudarmaja, 2017). Terdapat 77-82% pemelihara l l l

kucing di Bangladesh l memiliki l sedikit l pengetahuan l l tentang l

toksoplasmosis dan 72-85% pemelihara kucing tidak menyadari bahwa l l l

penyakit ini menular melalui sayuran yang tidak dicuci dengan baik,
l l l l

daging mentah dan susu dengan kotoran kucing (Uddin et. al., 2022).
l l l

Kurangnya pengetahuan dikaitkan dengan risiko infeksi yang lebih tinggi


l l l l l

(Elsafi, 2015). Dalam masyarakat saat ini, penyebab penyakit kurang


l l l l
6

dipahami sehingga dapat menyebabkan persepsi penyakit yang tidak


l l l l l l

akurat di kalangan masyarakat umum dan memengaruhi perilaku dalam l l l

pengobatan. l

Sejalan dengan penelitian tersebut, berdasarkan data awal yang


l l l l l l l

dilakukan kepada 38 remaja putri di kota Makassar melalui kuesioner dan


l l l l l

wawancara langsung, didapatkan hanya ada 3 responden yang mengetahui l l l l

apa itu penyakit infeksi toksoplasma, cara penularannya dan bagaimaa


l l l

mencegahnya, sebanyak 11 responden mencuci tangan setelah bermain


l l l l l l l l l

dengan kucing peliharaan dan sebanyak 27 lainnya tidak mencuci tangan,


l l l l

sebanyak 8 responden rutin merawat kucing peliharaan dan 30 responden


l l l l l l l

tidak merawat kucing dengan rutin seperti memandikan, memberi vitamin,


l l l l l l l

grooming dan sebagainya. Selain itu, dilakukan pengambilan data awal l l l

lanjutan untuk personal higiene kepada 18 remaja, sebanyak 13 responden l l l l l l l l

tidak mengetahui personal higiene yang tepat dalam memelihara kucing


l l l l l l l l

seperti masih memberikan makanan mentah, tidur dengan kucing,


l l l l l l

mencium kucing, tidak mencuci tangan dengan sabun dan membiarkan


l l l l

kucing berkeliaran di luar rumah. l l

Toksoplasmosis dapat me nyerang siapa saja, termasuk remaja l l l l

perempuan. Biasanya kebanyakan kasus toksoplasmosis terdeteksi pada


l l l l l l

ibu hamil karena tes rutin yang dilakukan selama kehamilan. Remaja l l l l l

perempuan yang terinfeksi toksoplasmosis mungkin tidak menunjukkan


l l l l l

gejala apapun atau hanya mengalami gejala ringan yang mirip dengan flu.
l l l l

Namun, bagi remaja perempuan yang memiliki sistem kekebalan tubuh l l l l l l l


7

yang lemah, misalnya mereka yang menderita HIV atau sedang menjalani
l l l l l l l

terapi
l kanker, l dapat mengalami l gejala l yang lebih l serius l dan

berkepanjangan. Infeksi yang disebabkan oleh toxoplasma gondii kurang


l l l l l

memperoleh perhatian sebagian masyarakat sebab infeksi tersebut belum


l l l l l l l l l l

menunjukkan gejala yang jelas dan pada gejala ringan hampir mirip
l l l l

dengan gejala flu. Maka dari itu, parasit tersebut tetap ada dalam tubuh
l l l l l

(WHO, 2015). Untuk mencegah infeksi toksoplasmosis, dianjurkan bagi l l l

remaja perempuan untuk mulai memperhatikan dan menerapkan personal


l l l l l l l l

higiene yang baik. l l

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Anita Lestari (2019) menunjukkan


l l l l l l

bahwa pengetahuan remaja tentang personal higiene masih dalam kategori


l l l l l l l l

kurang.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Iran menemukan bahwa tingkat


l l l l l

pengetahuan remaja tentang personal higiene relatif rendah, terutama


l l l l l l l l l l

dalam hal cuci tangan yang benar dan penggunaan sabun (Mortazavi et al., l l l

2016). Demikian pula, sebuah penelitian di Nigeria menemukan bahwa l l l l l l l

remaja memiliki pengetahuan yang buruk tentang praktik personal higiene


l l l l l l l l

yang benar (Odusanya & Okunowo, 2010). Sedangkan terdapat penelitian


l l l l l

di Indonesia yang menunjukkan mayoritas siswa SMA di kota Depok l l l

memiliki pengetahuan yang baik tentang personal higiene, namun terdapat


l l l l l l l l

beberapa aspek yang masih perlu ditingkatkan seperti perilaku cuci tangan
l l l l l l l

yang benar dan penggunaan sabun yang tepat (Sulistyorini et al., 2015).
l l l l

Wulandari (2020) mensurvei 277 siswa SMA di Makassar untuk l l


8

mengevaluasi pengetahuan, sikap, dan praktik personal hygiene dan


l l l l l l l

menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki pengetahuan yang baik


l l l l

tentang personal hygiene, tetapi masih terdapat beberapa hal yang perlu
l l l l l l l l l

diperbaiki dalam praktik personal hygiene sehari-hari.


l l l l l

Kebersihan diri sangat penting dan harus diperhatikan dalam


l l l l

kehidupan sehari-hari, karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan


l l l l l l l l l

fisik dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh l l l l l l l

nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh di l l l

antaranya kebudayaan, sosial, keluarga, pendidikan, dan persepsi l l l l l

seseorang terhadap kesehatan. Kebersihan diri harus ditanamkan sejak


l l l l l l l l

dini pada anak-anak, agar mereka terbiasa melakukan kebersihan diri baik l l l l l l

di sekolah maupun di rumah (Kusmiyati & Muhlis, 2019).


l

Peneliti menyasar remaja putri pemelihara kucing karena memiliki


l l l l l l l l

mobilisasi dan interkasi dengan kucing yang memungkinan terjangkit l l l l

lebih besar, selain itu, juga dengan melihat tugas perkembangan menurut
l l l l l l l l

Havighurts, yaitu mempersiapkan perkawinan dan keluarga. Seorang l l l l l

remaja dapat mempersiapkan hal tersebut dari segi pengetahuan sebelum


l l l l l l l l l l

memasuki tahapan membangun keluarga. Hal ini dapat bermanfaat


l l l l

sebagai upaya menurunkan angka prevalensi kasus toksoplasma yang


l l l l

terjadi sebelum menjadi seorang ibu dan ke fase kehamilan. Infeksi


l l l l l l l l l

toksoplasmosis yang terjadi pada remaja putri dapat meningkatkan risiko l l l

terjadinya sindrom premestrual, yaitu suatu kondisi di mana re maja putri


l l l l

mengalami gejala fisik dan psikologis seperti nyeri pada payudara, sakit
l l l l l
9

kepala, perubahan suasana hati, serta perut kembung. Selain itu, infeksi
l l l l l l l

toksoplasma pada remaja putri juga dapat memengaruhi sistem kekebalan l l l l l l

tubuh dan menyebabkan gangguan kesehatan lainnya (Tenter et al., 2000).


l l l l l l l

Meningkatkan l kesadaran l tentang l infeksi l toksoplasmosis kepada


l

pemelihara kucing sangat diperlukan dalam merumuskan manajemen


l l l l l l

persuasive untuk menghindari infeksi zoonosis dari kucing peliharaan.


l l l l l

Makassar merupakan salah satu kota dengan pemelihara kucing yang


l l l l

banyak. Hal tersebut diamati peneliti baik dari lingkungan sekitar yang
l l l l l

menunjukkan maraknya klinik hewan, pet shop dan cafe kucing di kota
l l l l

Makassar.

Kurangnya pengetahuan dan penerapan personal higiene yang tidak l l l l l l l

tepat dapat meningkatkan resiko dan penyebaran infeksi toksoplasmosis,


l l l l l l

sehingga mendidik mereka sejak dini agar siap dan mampu menjaga diri
l l l l l l

dengan memunculkan personal higiene. Peneliti berharap dapat


l l l l l l l l

meningkatkan edukasi tentang toksoplasmosis pada remaja putri selaku


l l l l l

agent of change sehingga menjadi tahu dan mampu melakukan


l l l l l

pencegahan dini terhadap toksoplasmosis sehingga insidennya akan


l l l l l

menurun. Tingginya seroprevalensi antibodi toksoplasmosis juga


l l l l

dipengaruhi oleh faktor kebersihan, kebiasaan individu, serta budaya


l l l l l l

masyarakat Indonesia. Jenis makanan yang dikonsumsi dan banyaknya l l

masyarakat yang memiliki kebiasaan memelihara hewan terutama kucing l l l l l l

juga meningkatkan insiden toksoplasmosis di Indonesia (Sari &


l l l

Sudarmaja, 2017).
10

Penelitian terkait pengetahuan tentang toksoplasmosis dan personal


l l l l l l l

higiene serta berfokus pada remaja putri pemelihara kucing belum di


l l l l l l l l

temukan di kota Makassar, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini
l l l l l

merupakan untuk menjadi tambahan ilmu dan temuan baru terkait


l l l l

pemberian pengetahuan tentang toksoplasmosis terhadap pemunculan


l l l l l l l

personal higiene remaja putri pemelihara kucing di kota Makassar.


l l l l l l

Berdasarkan dari uraian diatas, peneliti merasa perlu untuk meninjau


l l l l l l

kembali terkait “Pengaruh Pengetahuan Tentang Toksoplasmosis


l l l l l l

Terhadap Personal Higiene Remaja Putri Pemelihara Kucing Di Kota


l l l l l l l

Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan penelitian ini merupakan


l l l l

apakah pengetahuan tentang toksoplasmosis berpengaruh terhadap


l l l l l l

perilaku higiene remaja putri pemelihara kucing di Kota Makassar?


l l l l l l

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka penelitian ini


l l l l l

bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengetahuan


l l l l l l l l l

tentang toksoplasmosis terhadap perilaku higiene remaja putri pemelihara


l l l l l l l l

kucing di Kota Makassar dan memberikan rekomendasi bagi pihak-pihak l l l l

terkait untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat


l l l l l

tentang toksoplasmosis dan personal higiene.


l l l l

D. Manfaat Penelitian
11

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu


l l l

pengetahuan serta dapat bermanfaat sebagai referensi dalam dunia


l l l l l l l l

kesehatan mengenai gambaran pengetahuan remaja putri tentang


l l l l l l l l

toksoplasmosis di Kota Makassar serta dalam ranah dunia psikologi l

perkembangan dan klinis.


l l

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan pada hasil penelitian diantaranya: l l

a. Bagi remaja putri yang memiliki kucing


l l

Diharapkan dapat menambah wawasan mengenai l l l

toksoplasmosis agar lebih menjaga diri, meningkatkan l l l

kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang kesehatan


l l l l l l l

lingkungan terkait dengan cara memelihara kucing dan l l l l

kesadaran dalam berperilaku sehat untuk mencegah sejak dini


l l l l l l l

terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia


l l l l l

(zoonosis).

b. Bagi masyarakat

Diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat l l

tentang kesehatan dan kebersihan diri untuk mencegah


l l l l l l l

penyebaran penyakit.
l l l

c. Bagi peneliti kedepannya l l l l

Diharapkan mampu me njadi acuan untuk peneliti l l l

kedepannya yang memiliki minat terhadap Toksoplasmosis


l l l l
12

dan Kesehatan pemelihara kucing serta memberikan inovasi


l l l l l l l

baru dalam penelitian karena penelitian ini masih memiliki


l l l l l l

banyak keterbatasan.
l l
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Personal Higiene

1. Definisi Personal Higiene


l l l l

Higiene merupakan ilmu kesehatan dan pencegahan penyakit dan


l l l l l l l l

berbicara lebih banyak tentang masalah bakteri daripada penyebab


l l l l l l

penyakit.
l Higiene l l mengacu l pada akses l kesehatan
l l melalui l

pemeliharaan dan perlindungan kebersihan pribadi (Departemen


l l l l l l l l

kesehatan, 2004). Personal higiene berasal dari bahasa yunani yang


l l l l l l

berarti yang artinya perorangan dan higiene berarti sehat. Tarwoto dan
l l l l l l

Wartonah (2006) menjelaskan bahwa personal higiene merupakan l l l l l l

kebersihan dan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk mencegah


l l l l l l l l

timbulnya penyakit pada diri sendiri dan orang lain baik secara fisik
l l l

maupun psikis (Silalahi & Ronasari, 2017).

2. Macam-macam Personal Higiene l l l

Personal hygiene adalah tindakan untuk menjaga kebersihan dan


l l l l l l

kesehatan diri sendiri, baik melalui perilaku mandiri maupun bantuan


l l l l l

dari orang lain. Personal hygiene meliputi berbagai macam tindakan, l l l l l

tergantung pada area atau bagian tubuh yang hendak dijaga


l l l

kebersihannya. Beberapa macam personal hygiene yang perlu


l l l l l l l l

diperhatikan (Laily & Sulistyo, 2012) yaitu:


l

a. Perawatan Kulit
l

13
14

Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu


l l l

diperhatikan dalam higiene perorangan. Kulit merupakan


l l l l l

pertahan primer tubuh terhadap penyakit dan infeksi dan


l l l l l

merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Agar sistem


l l l l

pertahanan ini efektif, kulit tidak boleh rusak dan tidak


l l l l

teriritasi (Rosdahl & Kowalski, 2012). Menjaga kebersihan


l l l l

kulit dan perawatan kulit ini bertujuan untuk menjaga kulit


l l l

tetap terawat dan terjaga sehingga bisa meminimalkan setiap


l l l l l l

ancaman dan gangguan yang akan masuk melewati kulit (Laily l l

& Sulistyo, 2012). Perawatan kulit yang sering dan efektif l l l l

sangat penting untuk menjaga kulit tetap bersih, utuh dan


l l l l

menghilangkan kotoran minyak yang berlebih dan bakteri


l l l l

yang berbahaya (Rosdahl & Kowalski, 2012). Beberapa


l l l

tindakan yang perlu dilakukan antara lain mandi secara teratur, l l l

mengganti pakaian dan celana dalam setiap hari, serta


l l l l

menggunakan deodoran dan parfum untuk mengurangi bau


l l l

badan.

b. Perawatan kuku, tangan dan kaki


l

Kuku, tangan, dan kaki membutuhkan perhatian khusus l l

untuk mencegah infeksi. Cedera dikulit menimbulkan nyeri


l l l l l l l

serta sangat mengganggu kemampuan seseorang untuk


l l l l l

berjalan dan menyangga beban (Potter & Perry, 2009).


l l l l l

Menjaga kebersihan tangan, kuku dan kaki merupakan salah


l l l l
15

satu aspek penting dalam mempertahankan kesehatan badan


l l l l l l

perorangan. Oleh karena itu, tangan, kuku dan kaki harus


l l l

dijaga kebersihannya. Untuk menghindari hal tersebut maka


l l l l l

perlu diperhatikan sebagai berikut:


l l l l

a) Perawatan kuku
l

Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu


l l l l

aspek penting dalam mempertahankan perawatan diri


l l l l l

karena berbagai kuman dapat masuk kedalam tubuh


l l l

melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap


l l l l l

dalam keadaan sehat dan bersih. l l l

b) Perawatan tangan
l

Higiene tangan merupakan salah satu upaya terbaik


l l l l

untuk mencegah penyebaran kuman dan infeksi. Cara l l l l l

menjaga kebersihan tangan yang baik adalah dengan


l l l l

mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun,


l l l

terutama
l sebelum l l dan setelah l l makan, setelah
l l

menggunakan toilet, dan setelah beraktivitas di luar


l l l l l

ruangan yang akan mencegah penyebaran kuman dan l l l l

virus yang dapat menyebabkan penyakit. Apabila tidak l l l

ada air dan sabun, maka dapat digunakan hand

sanitizer sebagai pengganti. l l l

c) Perawatan kaki
l
16

Kaki memerlukan perawatan terkhusus pada kuku


l l l l

jari kaki yang panjang dapat mencakar kulit dan kuku l

jari kaki yang kotor dapat menyebabkan infeksi jika l l l

kuku tersebut mencakar kulit (Rosdahl & Kowalski, l l l

2012). Higiene kaki merupakan upaya menjaga l l l l

kebersihan kaki dan mencegah infeksi kulit pada kaki.


l l l l l

Beberapa tindakan yang perlu dilakukan antara lain


l l l

mencuci kaki secara teratur, mengeringkan kaki


l l l l l

dengan baik, memotong kuku kaki secara teratur, serta


l l l l l

memakai alas kaki yang nyaman dan bersih.


l l

c. Perawatan rongga mulut dan gigi


l

Higiene mulut dilakukan untuk menjaga kebersihan gigi


l l l l l

dan mulut, mencegah gigi berlubang dan penyakit gusi. l l l l

Beberapa tindakan yang perlu dilakukan adalah menyikat gigi


l l l l

secara teratur, menggunakan dental floss, menghindari


l l l l l

makanan dan minuman yang manis, serta mengunjungi dokter l l l

gigi secara berkala. mencakup membersihkan gigi, gusi, lidah,


l l l l l

dan rongga mulut secara teratur untuk mencegah penyakit gigi l l l l l

dan mulut

d. Perawatan rambut
l

Higiene rambut adalah cara menjaga kebersihan rambut


l l l l l

dan kulit kepala. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan l l l l

antara lain mencuci rambut secara teratur, menjaga rambut l l l l


17

tetap kering, dan tidak memakai aksesori rambut yang terlalu


l l l l l

ketat dan panas.


l

e. Perawatan mata, telinga dan hidung


l l

a) Perawatan mata l

Mata me rupakan indra penglihatan yang menerima l l l l l

rangsangan pada otak yang kemudian akan ditafsirkan. l l

Mata pada umumnya tidak memiliki perawatan khusus l l l l l l

dengan alasan bahwa mata secara terus menerus


l l l l l l l

dibersihkan oleh air mata dan memiliki kelopak mata


l l l l

serta bulu mata sebagai pencegah masuknya partikel


l l l l l l l l

asik ke mata seseorang (Laily & Sulistyo, 2012). l l l l

Beberapa cara agar mata tetap terawat yaitu mencuci


l l l l l l l

tangan sebelum menyentuh atau membersihkan area l l l l l l l l l l

sekitar mata, jangan menyentuh mata dengan tangan


l l l l l

kotor atau tidak dicuci, hindari memakai lensa kontak l l l l

terlalu lama, telah kedaluwarsa atau rusak, hindari


l l l l l l l

menggosok mata dengan keras dan berlebihan.


l l l l l

b) Perawatan telingal l

Telinga adalah organ sensoris yang berfungsi untuk


l l l l l l

pendengaran dan keseimbangan, Adapun telinga


l l l l l l

terbagi atas telinga luar untuk mengumpulkan dan


l l l l l l l l

melokalisasi l suara, l telinga l tengah l untuk l l

menghantarkan suara yang telah dikumpulkan oleh


l l l l l l
18

daun telinga ke telinga dalam, kemudian terdapat


l l l l l l l

telinga dalam yang berfungsi untuk menghantarkan


l l l l l l

suara menuju syaraf-syaraf yang akan diteruskan ke


l l l l l l l

dalam otak dan ditafsirkan. Perawatan telinga dapat l l

dilakukan dengan mengunakan kapas atau tisu yang l l l l l l

bersih dan lembab untuk membersihkan lubang telinga,


l l l l l l l l

hindari menggunakan cotton bud atau benda yang l l l l l

keras yang dapat merusak gendang telinga, hindari


l l l l l

mengeluarkan lilin telinga secara paksa atau dengan


l l l l l l l

benda asing. l

c) Perawatan hidung l l

Hidung memiliki banyak kegunaan diantaranya


l l l l

sebagai jalur pernapasan, pengatur kondisi udara,


l l l l l l

sebagai penyaring dan pelindung, resonansi suara,


l l l l l l

proses bicara dan refleks nasal. Mengunakan tisu atau


l l l l l l l

saputangan yang bersih untuk membersihkan hidung,


l l l l l l l

hindari membersihkan hidung dengan jari yang tidak l l l l

dicuci atau benda yang tidak steril, hindari membuang


l l l l l l

ingus di sembarang tempat merupakan beberapa cara


l l l l l l l

yang dilakukan untuk merawat hidung. l l l l l

3. Tujuan Perawatan Personal Higiene


l l l l l l

Personal higiene merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang


l l l l l l l l l l

untuk menjaga dan merawat kebersihan dirinya agar kenyamanan


l l l l l l l
19

individu terjaga (Asthiningsih & Wijayanti, 2019). Kebutuhan


l l l l l

personal higiene tidak memandang usia, karena oganisme penyebab


l l l l l l l l l

penyakit bisa berkembang biak dimanapun. Maka dari itu, personal


l l l l l l

higiene harus ditanamkan sejak dini agar anak-anak terbiasa


l l l l l

melakukannya di lingkungan rumah, sekolah maupun bermainnya


l l l l l l l l

hingga dewasa (Kusmiyati & Muhlis, 2019). l l

Uliyah dan Hidayat (2008) menjelaskan bahwa tujuan umum


l l l l l l l

perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri baik


l l l l l l

secara sendiri maupun dengan bantuan; dapat melatih hidup


l l l l l l l l

sehat/bersih dengan memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap


l l l l l l l l l

kesehatan dan kebersihan; serta menciptakan penampilan yang sesuai


l l l l l l l l l

dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi


l l l l l l l l l

dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan, mencegah infeksi, l l l l l l l l l

mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas


l l l l l l l

pada jaringan (Kristanti, et al., (2019) l

4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Personal Higiene l l l l l l

a. Praktik sosial

Manusia merupakan makluk sosial dan akan berhubungan


l l l l l l l

interaksi satu sama lain dengan manusia lainnya (Laily &


l l l l

Sulistyo, 2012). Personal higiene memengaruhi praktik sosial


l l l l l l l

seseorang misal seorang anak yang dimasa kecilnya telah


l l l l l

diberikan kebiasaan dalam keluarga yang akan berpengaruh


l l l l l l l

terhadap praktik higiene seperti produk Ketika mandi,


l l l l l l l
20

frekuensi mandi dan waktu mandi, kemudian anak akan


l l l l l l

beranjak ke masa remaja dan praktik higiene dipengaruhi oleh


l l l l l l l l

kelompok sebaya yang membuat remaja mulai tertarik dengan


l l l l l l l l

penampilan pribadi, pada masa dewasa, teman dan kelompok


l l l l

kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi


l l l l l l

sedangkan di masa lanjut usia akan terjadi perubahan dalam


l l l l l l

praktik higiene karena perubahan dalam kondisi fisiknya dan l l l l l

sumber yang tersedia (Potter & Perry, 2009).


l l l l l l

b. Pilihan pribadi

Setiap orang memiliki keinginan sendiri dalam


l l l l

menentukan keinginan dan pilihan dalam praktik personal


l l l l l

higiene seperti kapan waktu mandi, bercukur, melakukan


l l l l l l l l l l

perawatan rambut, termasuk juga dalam memilih produk yang


l l l l l l l

digunakan. Pengetahuan tentang pilihan seseorang akan


l l l l l l l

membantu perawatan yang terencana secara lebih baik.


l l l l l l l

c. Citra tubuh l l

Citra tubuh merupakan cara pandang seseorang terhadap l l l l l l l

bentuk tubuhnya, citra tubuh sangat memengaruhi seseorang


l l l l l l l l l l l

dalam memelihara praktik higiene. Seseorang membutuhkan l l l l l l l l l

edukasi tentang pentingnya higiene untuk kesehatan (Laily &


l l l l l l l l l l

Sulistyo, 2012). Citra tubuh merujuk pada konsep tubuh


l l l l l l l l l

seseorang tentang tubuhnya termasuk penampilan, struktur,


l l l l l l l l l l

atau fungsi fisik. Citra ini pun dapat berubah secara drastic
l l l l l l
21

seperti saat seseorang menjalani operasi, menderita penyakit,


l l l l l l l l l

atau perubahan status fungsional (Potter & Perry, 2009).


l l l l l l l

d. Status ekonomi sosial l l

Status ekonomi seseorang memengaruhi jenis dan tingkat l l l l l l l l

praktik higiene perorangan. Sosial ekonomi yang rendah l l l l l

memungkinkan higiene perorangan ikut menjadi rendah pula.


l l l l l l l l l

Jika seseorang mengalami masalah ekonomi, maka akan sulit l l l l l

berpartisipasi dalam aktivitas promosi kesehatan seperti


l l l l l

higiene dasar. l l

e. Pengetahuan dan motivasi


l l l

Pengetahuan tentang higiene akan memengaruhi praktik


l l l l l l l l l

higiene seseorang. Namun, hal ini saja tidak cukup, karena


l l l l l l l l

motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan higiene l l l l l l l

tersebut. Permasalahan yang sering terjadi dapat memengaruhi


l l l l l l l l l

akses praktik higiene dan merupakan ketiadaan motivasi


l l l l l l

karena kurangnya pengetahuan (Potter & Perry, 2009).


l l l l l l l

f. Variabel budaya l l

Kepercayaan budaya dan nilai pribadi seseorang akan


l l l l l

memengaruhi perawatan higiene dan juga budaya tersebut


l l l l l l l l l l l

memiliki praktik higiene yang berbeda, seperti misalnya di


l l l l l l l

Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan sehingga l l l l l l

mandi dapat dilakukan 2-3 kali dalam sehari, sedangkan di l l l

Eropa memungkinkan hanya mandi sekali dalam seminggu.


l l l l l l
22

Beberapa budaya memungkinkan juga menganggap bahwa


l l l l l l l

kesehatan dan kebersihan tidaklah penting.


l l l l l

g. Kondisi fisik

Seseorang dengan keterbatasan fisik biasanya tidak


l l l l l

memiliki energi dan ketangkasan untuk melakukan higiene


l l l l l l l l l l

dan hingga pada kondisi yang lebih serius akan menjadikan l l l l

seseorang tidak mampu serta memerlukan kehadiran perawat


l l l l l l l l l

untuk melakukan perawatan higienis total (Laily & Sulistyo,


l l l l l l l

2012).

5. Dampak Personal Higiene l l l

Dampak personal higiene terbagi atas 2 (Laily & Sulistyo, 2021)


l l l l l

yaitu:
l

a. Dampak fisik

Banyak ganggu an kesehatan yang diderita seseorang karena l l l l l l l

tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik.


l l l l l l

Gangguan fisik yang sering terjadi merupakan: gangguan


l l l l l l

intregitas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada


l l l l l l l l

mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku. l l l l

b. Gangguan psikososial l

Masalah sosial yang be rhubungan dengan personal higiene l l l l l l l

merupakan gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan


l l l l l l l l l

dicintai dan mencintai, aktualisasi diri menurun, dan gangguan l l l l l l

dalam interaksi sosial. l


23

B. Teori Health Belief Model (HBM)


l l l l l

1. Definisi Health Belief Model (HBM)


l l l l l

Rosenstock (1974) menjelaskan bahwa health belief model l l l l l l l

merupakan sebuah model kognitif yang menunjukkan perilaku hidup


l l l l l l l l l l l

sehat atau usaha menuju sehat atau sembuh dari sebuah penyakit. Janz
l l l l l l l l l l l l l

dan Becker (1984) menjelaskan bahwa health belief model merupakan


l l l l l l l l l l

konsep untuk memahami alasan individu melakukan atau tidak terlibat


l l l l l l l l l

dalam berbagai perilaku terkait kesehatan. Taylor (2018) memberikan


l l l l l l l l

gagasan bahwa health belief model ini menjelaskan alasan seseorang l l l l l l l l

melakukan perilaku kesehatan terdapat dua faktor yaitu ancaman


l l l l l l l l l

tentang kesehatan pribadi dan kepercayaan bahwa suatu tindakan


l l l l l l l

kesehatan tertentu efektif mengurangi ancaman. Setiyaningsih, et al.,


l l l l l l l l l l l

(2016) mengungkapkan bahwa health belief model menjelaskan l l l l l l l l

perilaku individu dalam mencegah suatu penyakit, respon individu


l l l l l l l l l l

dalam menghadapi suatu penyakit, dan penegasan persepsi individu l l l l l l l l l

tentang
l kerentanan l l dan keefektifan
l l l pengobatan l yang akan

memengaruhi l l l keputusan l l l individu l dalam berperilaku l l l terhadap l

kesehatannya (Rahmadanis, 2022).


l l

2. Aspek-aspek Health Belief Model (HBM)


l l l l l l

Rosenstock (1974) menjelaskan bahwa terdapat lima aspek health


l l l l l l

belief model yaitu:


l l l l

a. Persepsi kerentanan (perceived suspectibility)


l l l l l l l l l
24

Keyakinan individu terhadap kerentanan dirinya dari


l l l l l

kemungkinan terkena penyakit atau kondisi medis lainnya.


l l l l l l l

Individu yang merasa rentan terhadap suatu penyakit akan l l l l l l l

mengubah perilakunya. Perubahan perilaku ini sebagai bentuk


l l l l l l l l l l l

kepeduliannya terhadap kesehatan agar terhindar dari penyakit


l l l l l l l l

tersebut. (Rahmadanis, 2022)


l l l

Onoruoiza (2015) menjelaskan bahwa persepsi kerentanan l l l l l l l

mengacu pada penilaian subjektif dari resiko terhadap masalah


l l l l l l l

kesehatan, individu yang percaya bahwa mereka yang memiliki


l l l l l l l

rsiko rendah terhadap penyakit akan lebih mungkin untuk l l l l l l l

melakukan tindakan yang tidak sehat dan individu yang


l l l l

memandang memiliki risiko tinggi mereka akan lebih mungkin


l l l l l l

untuk melakukan perilaku untuk mengurangi risiko terserang


l l l l l l l l l l l l

penyakit (Attamimy & Qomaruddin, 2017).


l l

b. Persepsi keparahan (perceived severity)


l l l l l l l l

Mc. Cormick Brown (1999) me njelaskan bahwa persepsi l l l l

keparahan sering berdasarkan informasi kedokteran atau


l l l l l l

pengetahuan lain. Terdapat kemungkinan juga akan datang dari


l l l l l l l

kepercayaan seseorang tentang tingkat sebuah penyakit yang


l l l l l l l l

menghasilkan l dampak pada kehidupan


l l secara l umum l l

(Attamimy & Qomaruddin, 2017). l

Keyakinan individu berhubungan dengan keparahan atau


l l l l l l l l

tingkat keseriusan tertularnya sebuah penyakit, sehingga l l l l l l l l l


25

memengaruhi diri individu. Persepsi ini membuat individu


l l l l l l l l l

mengambil keputusan untuk menangani penyakit tersebut atau


l l l l l l l l l l l l

membiarkannya. Hal ini bisa jadi karena dua hal yaitu


l l l l

konsekuensi medis dan klinis, seperti kematian, cacat, nyeri


l l l l l l l l

dan konsekuensi sosial, seperti dampak kondisi pada kesehatan, l l l l l l l

keluarga, dan hubungan sosial. Kombinasi susceptibility dan


l l l l l l

severity
l l telah l dicap sebagai l ancaman yang dirasakan

(Rahmadanis, 2022).

c. Persepsi manfaat (perceived benefits)


l l l l l l l

Keyakinan individu mengenai manfaat yang dirasakan dari


l l l l

berbagai tindakan yang tersedia untuk mengurangi ancaman


l l l l l l l

penyakit. Individu dengan keyakinan optimal tidak akan


l l l l

melakukan tindakan medis yang direkomendasikan kecuali


l l l l l l l

mereka juga menganggap tindakan tersebut bermanfaat dan


l l l l l l l l

mengurangi ancaman. Semakin tinggi persepsi seseorang


l l l l l l l

terhadap manfaat maka semakin tinggi melakukan perilaku


l l l l l l

pencegahan (Rahmadanis, 2022).


l l

d. Persepsi hambatan (perceived barriers)


l l l l l l

Janz & Becker (2002) menjelaskan bahwa hambatan yang l l l l

dirasakan seseorang adalah persepsi tentang segala hal yang l l l l l l

menjadi penghambat dalam melaksanakan dan mengadopsi


l l l l

sebuah perilaku baru (Attamimy & Qomaruddin, 2017).


l l l l l l

Hambatan merupakan penilaian individu mengenai besar l l l l l l l


26

hambatan atau halangan yang ditemui dalam melakukan l l l l l

perilaku medis yang akan dijalankan seperti finansial, fisik, dan


l l l l l

psikososial (Rahmadanis, 2022).

e. Isyarat untuk bertindak (cues to action) l l l l l

Cues to action adalah keyakinan individu mengenai tanda


l l l l l l

atau sinyal yang dirasakan, sehingga menggerakkan orang


l l l l

untukl l mengubah l l perilaku l l mereka, l l seperti l l melakukanl l

pencegahan (Rahmadanis, 2022). Dalam sejumlah persitiwa,


l l l l l

tindakan kesehatan dilakukan karena adanya situasi dalam diri l l l l l

ataupun l l di masyarakat yang mendorong l seseorang l l

menampilkan tindakan tersebut. Situasi-situasi tersebut bisa


l l l l l l l l l

saja berupa gejala-gejala tertentu pada tubuh, peristiwa-


l l l l l l l l l l

peristiwa yang terjadi di masyarakat, publikasi media, dan lain


l l l l

sebagainya (Purwodihardjo & Suryani, 2021).


l l l

3. Faktor yang memengaruhi Health Belief Model (HBM) l l l l l l l

Faktor yang memengaruhi health belief model antara lain sebagai l l l l l l l l

berikut:
l l

a. Faktor demografis l

Rosenstock (1975) menyatakan bahwa faktor-faktor yang


l l

memengaruhi health belief model, yaitu usia, gender, dan kelas


l l l l l l l l l l l l

ekonomi (Rahmadanis, 2022).


l

b. Karakter psikologis l
27

Karakter psikologis dapat memengaruhi, health belief l l l l l l l

model, seperti tekanan teman sebaya, kepribadian faktor


l l l l l l l

kognitif, yakni berkaitan dengan proses berfikir individu dalam l l l l l

pengambilan keputusan dalam mempertahankan kesehatan


l l l l l l l l

(Rahmadanis, 2022).

c. Structural variables l l l

Ulum et al., (2015) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan


l l l l l l l l l

termasuk ke dalam structural variable. Pengetahuan tentang


l l l l l l l l l l

suatu penyakit, asal suatu penyakit, atau lamanya suatu


l l l l l l l l l

penyakit merupakan salah satu faktor yang menentukan


l l l l l l l

perilaku individu. Kurangnya ilmu pengetahuan tentang suatu


l l l l l l l l l l l

penyakit akan membuat individu semakin rentan terkena


l l l l l l l l

penyakit tersebut (Rahmadanis, 2022).


l l l l

C. Remaja Putri
l l

1. Definisi Remaja
l l

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai l l l l l

masa transisi yang terjadi diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa l l

di rentang usia 10-19 tahun (WHO, 2021). Monks membagi tiga


l l l l

tahapan remaja yaitu remaja awal usia 12-15 tahun, remaja madya usia
l l l l l l l

15-18 tahun, dan remaja akhir usia 18-21 tahun (Agustina, 2019)
l l l l l

Re maja putri merupakan remaja perempuan yang sedang


l l l l l l l l l

mengalami masa transisi dari anak perempuan ke wanita dewasa. Pada


l l l l l l

masa ini, remaja putri mengalami perubahan fisik yang signifikan,


l l l l l
28

seperti mulai mengalami menstruasi, serta perubahan sosial dan


l l l l l l l l l

psikologis yang turut memengaruhi perkembangan identitas dan citra l l l l l l l l

diri mereka. l l

2. Tugas Perkembangan Remaja


l l l l

Seorang anak yang beranjak remaja memiliki tugas perkembangan


l l l l l l l

yang berbeda dengan fase sebelumnya. Robert J. Havighurst (1948)


l l l l l l l l l

menyatakan l bahwa tugas l perkembangan l l remaja l merupakan l l

serangkaian tugas yang harus dicapai dalam usia tertentu untuk


l l l l l l l l l

mencapai l perkembangan
l l yang optimal dan membagi
l tugas l

perkembangan remaja yang harus dicapai (Santrock, 2007) yaitu:


l l l l l

a) Memperoleh kontrol fisik dan emosional yang lebih


l l l l l

matang

b) Meningkatkan hubungan sosial dengan teman sebaya.


l l l l l l

c) Meningkatkan hubungan sosial dengan jenis kelamin


l l l l l l

yang berlawanan. l

d) Mencapai kemandirian dan mandiri dalam pikiran dan


l l

tindakan.

e) Mempersiapkan diri untuk pekerjaan dan karir masa


l l l l l l

dewasa. l

f) Mempersiapkan diri untuk menikah dan membentuk


l l l l l l l l

keluarga.l l

g) Membentuk suatu sistem nilai yang matang dan


l l l l l l

konsisten. l
29

h) Mencapai kepribadian yang terintegrasi dan stabil.


l l l l

D. Toksoplasmosis

1. Definisi Toksoplasmosis
l

Toksoplasmosis merupakan penyakit menular zoonosis yang dapat l l l l l

ditularkan dari hewan ke manusia yang disebabkan oleh Toxoplasma


l l l l l l

gondii gondiii dan dapat menginfeksi semua jenis hewan berdarah l l l l l l l

panas, termasuk manusia. Parasit ini dapat hidup di dalam tubuh


l l l l l l

manusia dan hewan seperti kucing, burung, dan hewan ternak. Kucing
l l l l l l l l l l

liar maupun kucing jinak adalah hospes definitif Toxoplasma gondii


l l l l l

dan hewan-hewan lainnya serta manusia bertindak selaku hospes


l l l l l l l l

perantara (Soedarto, 2012).


l l

2. Cara Penularan Toksoplasmosis l l

Toksoplasma gondii dapat ditularkan ke manusia melalui tiga jalur l l l l l l

utama, yaitu makanan, air, dan kontak dengan tanah atau pasir yang
l l l l

terkontaminasi dengan kotoran kucing yang mengandung oosit T.


l l l l l

gondii. Selain itu, transmisi juga dapat terjadi melalui transfusi darah
l l l l l l l

atau transplantasi organ dari orang yang telah terinfeksi (CDC, 2022).
l l l l

Penularan toksoplasma gondii dapat terjadi dengan dua cara yaitu


l l l l l l

secara aktif (didapat) dan yang secara pasif (bawaan). Penularan secara
l l l l l

aktif terjadi bila menelan ookista dan kista, sedangkan penularan


l l l l l l

secara pasif terjadi melalui plasenta ibu ke anak. Infeksi Toxoplasma


l l l l l l l l

gondii gondiii pada manusia telah tersebar luar di seluruh dunia dan l l l l l l l l l
30

sekitar setengah milyar penduduk dunia menunjukkan adanya antibody


l l l l l l l l l l

terhadap toxoplasma gondii gondiii di dalam darahnya. Terdapat


l l

beberapa cara penularan toksoplasmosis (Soedarto, 2012) yaitu:


l l l l l l

a. Tidak menggunakan pelindung seperti sarung tangan saat l l l l l l l

berkebun, l l l

b. Memakan buah-buahan ataupun sayuran yang tidak di cuci


l l l l l l l

dengan bersih,
l l

c. Memakan daging mentah yang dimasak kurang matang


l l l

ataupun mengolah daging mentah dan tidak mencuci tangan


l l l l l l

setelahnya,
l l

d. Pencemaran makanan dengan pisau ataupun peralatan masak


l l l l l l l

lainnya yang telah terpapar dengan daging mentah, l l l l

e. Pencemaran air minum dengan tinja kucing,


l l l l l

f. Menerima organ transplan maupun menerima transfusi yang


l l l l l l l

tercemar Toxoplasma gondii,


l l

g. Makan-makanan yang tercemar oosista dari feses kucing yang l l l l l

menderita toksoplasmosis. Feses kucing yang mengandug


l l l l l l l

oosista akan mencemari tanah dan dapat menjadi sumber l l l l l

penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya risiko


l l l l l l

infeksi melalui tanah yang tercemar karena oosista dapat


l l l l l l

bertahan beberapa bulan dalam tanah.


l l l l
31

h. Ibu hamil yang menderita toksoplasmosis ketika mengandung


l l l l l l

maka ada kemungkinan juga anak yang di kandungnya terkena l l l l l l

penyakit toksoplasmosis konginetal melalui plasenta.


l l l l l

4. Gejala Infeksi Toksoplasmosis


l l

Toksoplasmosis pada manusia dapat menimbulkan gejala yang l l l l

bervariasi, mulai dari infeksi tanpa gejala hingga gejala yang parah,
l l l l l

tergantung pada tingkat kekebalan tubuh dan usia individu yang


l l l l l l l l

terinfeksi. Beberapa gejala umum toksoplasmosis pada manusia antara


l l l l l l l l

lain demam, sakit kepala, lelah, sakit otot dan persendian,l l l l l

pembengkakan kelenjar getah bening, dan munculnya ruam pada kulit.


l l l l l l l l l l

Pada individu yang kekebalan tubuhnya lemah, seperti orang dengan l l l l l l l l l

HIV atau penerima transplantasi organ, infeksi toksoplasmosis dapatl l l l

menimbulkan gejala yang lebih parah seperti infeksi paru-paru, radang


l l l l l l l l l

otak, dan masalah pada mata (Dubey et al, 2010). l l l

Sebagian besar orang yang tertular Toxoplasma gondii gondii tidak


l l l l

memperlihatkan adanya gejala klinis (asimtomatis). Sebagian kecil


l l l l l

penderita toksoplasmosis menunjukkan gejala-gejala penyakit mirip


l l l l l l l l

flu, disertai adanya pembesaran kelenjar limfa atau mengeluh sakit otot
l l l l l l l l l l

dan nyeri yang berlangsung selama satu bulan atau lebih. l l l l l l l l

Toksoplasmosis yang berat yang menimbulkan kerusakan pada l l l l l

jaringan otak, mata, atau organ-organ lainnya, dapat terjadi akibat l l

infeksi akut toksoplasmosis atau terjadi infeksi pada waktu awal


l l l l l l

kehidupan ketika masih berupa janin yang sekarang menjadi aktif


l l l l l l l
32

kembali. Toksoplasmosis yang berat umumnya terjadi pada penderita


l l l l l l l

yang sistem imun tubuhnya lemah, meskipun pada orang dengan l l l l l l l l

sistem imun yang normal juga dapat terjadi toksoplasmosis mata.


l l l l

Banyak bayi yang terinfeksi toksoplasmosis pada waktu masih berada l l l l

di dalam kandungan ibunya tidak menunjukkan gejala atau kelainan l l l l l l l l

pada waktu dilahirkan, tetapi baru tampak gejala klinisnya beberapa l l l l l l

waktu sesudah dilahirkan seperti aanak mengalami kebutaan atau


l l l l l l l l l

kemunduran pada intelektualnya.


l l l l l l Sejumlah l l kecil bayi sudah
l l

menunjukkan kerusakan mata atau kelainan otak pada waktu


l l l l l l l l

dilahirkan.

Tanda-tanda dari toksoplasmosis dapat be rlangsung hingga 12 l l

minggu. Adapun gejala klinis yang terjadi berupa toksoplasmosis mata


l l l l l l

(ocular toxoplasmosis) dalam bentuk retinitis sebesar 0,2-0,7% dan


l l l l l l

umumnya berhubungan dengan adanya toksoplasmosis konginetal.


l l l l l l l

Pada infeksi yang lebih berat, gejala klinis disebabkan karena adanya
l l l l l l

kaitan dengan ensefalitis, hepatitis, myositis dan pneumonia (Soedarto,


l l l l l l l

2012).

Pe nyakit ini pada 80%-90% orang normal tidak me nunjukkan


l l l l

gejala, hanya 10%-20% menunjukkan gejala, biasanya menimbulkan


l l l l l l l

gejala berupa: demam, malaise, nyeri sendi, pembengkakan kelenjar


l l l l l l l l l l l

getah bening. Gejala mirip dengan mononukleosis infeksiosa. Infeksi


l l l l l l l l

yang mengenai susunan syaraf pusat menyebabkan encephalitis. l l l l l l l l l

Parasit yang masuk ke dalam otot jantung menyebabkan peradangan. l l l l l l


33

Lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina menimbulkan


l l l l l l

irridosklitis dan khorioditis (Rukiyah & Yulianti, 2011). l l

Lain halnya gejala toksoplasmosis pada kucing, infeksi primer l l l l

sistemik dengan Toxoplasma gondii dapat menunjukkan adanya


l l l l l

demam ringan dan limfadenopati, tetapi bisa juga tanpa gejala


l l l l l

(asimtomatik). Pada infeksi yang berat, hewan penderita dapat l l l l l

mengalami demam tinggi, letargi, tidak mau makan atau anoreksia,


l l l l l l

dan tanda-tanda yang menunjukkan adanya pneumonia, hepatitis, l l l l l l

miositis, atau ensefalitis. Perjalanan penyakit dapat berlangsung l l l l l l l

lambat, tetapi toksoplasmosis dapat juga berlangsung cepat dan


l l l l l

menimbulkan kematian. Kerusakan mata akibat toksoplasmosis pada


l l l l l

kucing lebih sering terjadi daripada toksoplasmosis pada anjing. Anak


l l l l

anjing dan anak kucing sering menderita infeksi berat sehingga l l l l l l l

menyebabkan terjadinya lahir mati atau mati sebelum mampu menyusu


l l l l l l l l l l l

ke induknya.
l l

5. Dampak Infeksi Toksoplasmosis l

Dampak toxoplasmosis pada wanita hamil yang te rjangkit infeksi l l

toksoplasmosis akan berakibat pada janin yang dikandungnya antara l l

lain 4% abortus spontan, 3% lahir mati, 20% toksoplasmosis bawaan l

yakni keterbelakangan mental, kerusakan mata dan telinga, kejang-


l l l l l l l l

kejang, hidrosefalus dan mikrosefali (Haksohusodo, 2005). Sekitar


l l l l l l

sepertiga ibu hamil yang terinfeksi toksoplasmosis akan menularkan


l l l l l l l

infeksinya (infeksi vertikal) pada janin yang dikandungnya. Jika


l l l l
34

infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan, sekitar 10 -15% janin


l l l l l l l

akan terinfeksi, 25% pada trimester kedua, dan infeksi toksoplasmosis


l l l l l l l

pada trimester ketiga akan menyebabkan penularan janin sekitar 60%. l l l l l l l l

Semakin dini terjadi infeksi toksoplasmosis pada kehamilan, makin


l l l l

berat infeksi yang diderita oleh janin akibat terjadinya gangguan pada
l l l l l l

proses organogenesis. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mengalami


l l l l l l

infeksi toksoplasmosis pada trimester ketiga pada umumnya


l l l l l l

menunjukkan gambaran kelahiran bayi normal, dan baru sesudah


l l l l l l l

beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian akan terlihat manifestasi


l l l l l l l l l l l

klinis dari akibat infeksi toksoplasmosis tersebut (Soedarto, 2012). l l l l l

Infeksi toksoplasmosis pada orang dewasa tanpa gejala biasanya


l l l

tidak memerlukan perawatan khusus, namun pada beberapa kasus l l l l l l l l l l

dapat menyebabkan gejala seperti demam, sakit kepala, kelelahan, l l l l l l l l l

serta pembengkakan kelenjar getah bening (Yahya, 2013). Infeksi


l l l l l l l l

toksoplasmosis yang terjadi pada remaja putri dapat meningkatkan l l l l

risiko terjadinya sindrom premestrual, yaitu suatu kondisi di mana


l l l l l l l

remaja putri mengalami gejala fisik dan psikologis seperti nyeri pada
l l l l l l l

payudara, sakit kepala, perubahan suasana hati, serta perut kembung.


l l l l l l l l l l

Selain itu, infeksi toksoplasma pada remaja putri juga dapat


l l l l l l

memengaruhi sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan gangguan


l l l l l l l l l l l

kesehatan lainnya (Tenter et al., 2000). Namun, sebagian besar infeksi


l l l l l l l l l

toksoplasmosis pada remaja putri tidak menimbulkan gejala yang l l l l l

signifikan. Toksoplasmosis pada remaja putri yang belum dalam masa l l l l


35

kehamilan juga dapat menyebabkan berbagai dampak kesehatan dan


l l l l l l l

dapat berdampak pada sistem saraf pusat, khususnya jika infeksi


l l l l l l

terjadi pada tahap awal kehamilan. Risiko keguguran atau kelahiran


l l l l l l l

bayi dengan cacat lahir dapat terjadi jika remaja putri tersebut hamil di
l l l l l l l

kemudian hari.
l l

6. Pencegahan dan pengobatan Toksoplasmosis


l l l

a. Pencegahan l l

Penyuluhan pada kelompok berisiko tinggi tertular


l l l l l l l

toksoplasmosis yaitu ibu hamil dan orang-orang dengan sistem l l l l

imun yang rendah (immunocompromised) bertujuan untuk


l l l l l l l l l

mencegah terjadinya penularan dan penyebaran Toxoplasma


l l l l l l l

gondii. Untuk mencegah terjadinya penularan dan penyebaran


l l l l l l l l l

Taxoplasma gondii tindakan-tindakan yang harus dilakukan l l

pada garis besarnya (Soedarto, 2012) sebagai berikut: l l l l l

1) Semua jenis daging harus dimasak sampai suhu


l l l l l l

mencapai di atas 67° Celsius sampai warna bagian


l l l

tengah daging tidak lagi berwarna merah muda


l l l l

2) Buah dan sayuran harus dikupas dan dicuci bersih


l l l l l l

sebelum dimakan.
l l l

3) Semua benda yang pernah terpapar daging mentah atau


l l l l l l l

buah dan sayur yang belum dicuci harus dibersihkan.


l l l l l l l
36

4) Hindari paparan dengan litter box kucing dan tanah l l l

kebun, atau gunakan sarung tangan dan selalu mencuci


l l l l l l l l l

tangan sebersih mungkin sesudahnya. l l l l l

5) Jangan memberi daging mentah pada kucing l l l l

6) Kucing harus selalu dipelihara dan berada di dalam


l l l l l l

rumah agar tidak terinfeksi Toxoplasma gondii gondiii


l l l

karena makan tikus atau mangsa kecil lainnya yang


l l l l

berada di luar rumah.


l l l

7) Rutin membersihkan litter box kucing dan sebaiknya


l l l l l l

tidak dilakukan oleh wanita yang sedang hamil l l l

8) Menggunakan sarung tangan saat berkebun dan


l l l l l l

membuang sampah l l

9) Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan


l l l l l l l

sesudah mengolah daging segar yang masih berdarah,


l l l l l

sertal

10) Melakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui


l l l l l l l l l

adanya antibody terhadap Toxoplasma gondii. Jika l

terjadi infeksi pada wanita hamil, sebaiknya melakukan


l l l l l

pemeriksaan lanjutan dan pengobatan untuk melindungi


l l l l l l l l

janin yang dikandung dari toksoplsmosis konginetal. l l

b. Pengobatan Infeksi Toksoplasmosis


l l

Pengobatan toksoplasmosis pada ibu hamil dapat dilakukan


l l l

dengan spiramisin yang dapat menurunkan beratnya penyakit


l l l l l l
37

pada toksoplasmosis konginetal dan akibat kecacatan yang l l

timbul dimasa yang akan datang, tetapi tidak mengurangi l l l l

resiko terjadinya infeksi. Pengobatan yang dilakukan secara


l l l l l l

dini pada infeksi toksoplasmosis prenatal pada anak juga l l l

menunjukkan l l l berkurangnyal l kecacatan


l dan mencegah l l

terjadinya kecacatan di kemudian hari. Desmond & Couvereur


l l l l l l l l l

(1974) menyatakan bahwa spiramisin bersifat tidak toksis dan l l

tidak menembus plasenta, obat ini digunakan untuk pengobatan l l l l l l l l

pencegahan l l pada perempuan


l l l hamil yang terjangkit l

toksoplasmosis dan mencegah terjangkitnya janin yang l l l

dikandung (Soedarto, 2012). l l

E. Pengetahuan
l l l

1. Definisi Pengetahuan
l l l l

Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil dari tahu dan muncul


l l l l l l l l

ketika seseorang menggunakan indera dan mempersepsikannya.


l l l l l l l l l

Persepsi tersebut menggunakan indera manusia yang sebagian besar


l l l l l l l l l l l

melalui mata dan telinga (Notoadmodjo, 2010). Pengetahuan juga


l l l l l l l

dapat diperoleh melalui berbagai sumber seperti buku, media sosial,


l l l l l l l l l l l l

pengalaman pribadi, maupun dari orang lain (Notoatmodjo, 2014).


l l l

2. Tingkat Pengetahuan l l l

Pengetahuan memiliki 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2014) yaitu:


l l l l l

a. Tahu (know) l
38

Tahu merupakan pengetahuan pada tingkat yang terendah l l l l l l l l

dikarenakan hanya mampu mengingat sesuatu yang telah l l l l l l l

diketahui sebelumnya. l l l l l

b. Memahami (Comprehension)
l l l

Pengetahuan yang ada dimaknai sebagai kemampuan untuk


l l l l l l l l

mendeskripsikan objek dengan benar.


l l l l l

c. Aplikasi (Application)

Seseorang dapat menerapkan pengetahuan yang ada atau


l l l l l l l l

menerapkan apa yang telah dipelajari ke situasi yang


l l l l l l

sebenarnya.
l l

d. Analisis (Analysis)

Mampu untuk mendeskripsikan objek yang komponen- l l l l l l l

komponennya saling terkait satu sama lain. l l l

e. Sintesis (Synthesis) l l

Mampu untuk menggabungkan berbagai komponen dalam l l l l l l l

pengetahuan ke model yang baru.


l l l l l l

f. Evaluasi (Evaluation)
l l l l

Pengetahuan yang ada menunjukkan kemampuan bernalar


l l l l l l l l l

tentang materi. Evaluasi digambarkan sebagai suatu proses


l l l l l l l l

dimana informasi penting l dan perlu


l l direncanakan, l

dikumpulkan dan disampaikan untuk membuat keputusan lebih


l l l l l l l l l l

lanjut. l

3. Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan l l l l l l


39

Terdapat 8 faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang


l l l l l l l l l

(Notoatmodjo, 2010) yaitu: l

a. Pendidikan l

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam l l l l l l

memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.


l l l l l l l l

Tingkat pengetahuan orang ini membantu mereka memahami l l l l l l l l

dan memahami informasi dengan lebih mudah. Semakin l l l l l

seseorang berpendidikan, semakin baik juga dalam memahami


l l l l l l l

dan bertindak. l

b. Pekerjaan l l

Ketika bekerja, sadar atau tidak seseorang akan mendapat


l l l l l l l

pengalaman serta pengetahuan dari lingkungan kerja.


l l l l l l l

c. Pengalaman l

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal bisa


l l l l l

diperoleh l l dari lingkungan l kehidupan l l dalam proses l

perkembangannya. Pengalaman merupakan peristiwa atau


l l l l l l l

kejadian yang dirasakan ketika berinteraksi dengan kondisi


l l l l l

sekitar.
l

d. Usia
l

Penuaan dapat menyebabkan fisik, mental dan emosional


l l l l l l

berubah. Secara psikologis, tingkat pemikiran menjadi semakin


l l l l l l

matang. Seiring bertambahnya usia, pemahaman dan cara l l l l


40

berpikir mereka berkembang dan mereka dapat memperoleh


l l l l l l l l l l

pengetahuan dan informasi yang lebih baik.


l l l l

e. Budaya l

Tempat seseorang besar dan tumbuh berdampak besar pada


l l l l l l l l

pola pikir serta cara bertindak. l l

f. Minat

Minat dapat me motivasi orang untuk mencapai sesuatu dan l l l l l l l

lebih dalam menggali pengetahuan.


l l l l l

g. Sumber informasi l l

Hal juga dipengaruhi oleh sumber dan bacaan yang


l l l l l l

memperluas wawasan dan wawasan kognitif, sehingga dapat


l l l l

dijadikan sebagai tempat meminta informasi dari berbagai l l l l

sumber untuk memperluas dan mendapatkan apa yang


l l l l l l l l

diinginkan.

h. Media massa l

Pengetahuan yang dimiliki berasal dari pendidikan formal


l l l l l

ataupun informal mampu menimbulkan efek jangka waktu


l l l l l l l l

singkat dan pengetahuan menjadi meningkat. Melalui berbagai l l l l l l l l

media massa, informasi dapat diterima masyarakat sehingga


l l l

seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan


l l l l l l

memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan


l l l l l

orang yang tidak pernah terpapar informasi media. l l l

F. Keterkaitan Antar Variabel


41

Pengetahuan tentang personal higiene penting diberikan kepada remaja


l l l l l l l l l l l

untuk sebagai bekal agar remaja mengetahui bagaimana cara berperilaku


l l l l l l l l l l l

higiene yang baik dan benar. Dengan memiliki pengetahuan tentang


l l l l l l l l l

toksoplasmosis, seseorang dapat lebih memahami cara mencegah infeksi l l l l l l l

parasit tersebut yang dapat meningkatkan praktik personal higiene mereka l l l l l l l l l

dan dengan mempraktikkan personal higiene yang baik, seseorang dapat


l l l l l l l

mengurangi risiko terinfeksi toksoplasmosis serta penyakit lainnya. Hal


l l l l l l

tersebut dapat mencakup mencuci tangan secara teratur, memasak


l l l l l l l l l l l

makanan dengan benar, menghindari kontak dengan hewan yang l l l l l

terinfeksi, dan membersihkan lingkungan dengan baik. Teori Lawrence


l l l l l l l l l

Green (1980) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan dalam
l l l l l l

perilaku merupakan faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap


l l l l l l l l l l

masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan masyarakat l l l l l

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).


l l l l l

Perilaku personal higiene sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, karena


l l l l l l l l l l l l

pengetahuan yang baik akan meningkatkan perilaku. Personal higiene


l l l l l l l l l

remaja putri merupakan komponen higiene perorangan yang memegang


l l l l l l l l l l

peran penting dalam menentukan status kesehatan. Hasil penelitian yang


l l l l l l l l l l

dilakukan oleh Rohmah (2016) dengan judul “Hubungan tingkat


l l l l l l l

pengetahuan remaja putri tentang personal higiene di SMAN 01 Sewon


l l l l l l l l l l

Yogyakarta” menunjukkan arah hubungan antara pengetahuan remaja l l l l l l l l l

putri dengan perilaku higiene merupakan positif yang artinya semakin


l l l l l l l l l

tinggi pengetahuan semakin baik perilaku personal higiene remaja putri l l l l l l l l l l l


42

(Rohmah, 2016). Penelitian yang dilakukan di Sharjah menjelaskan bahwa l l l l l

penerapan praktik kesehatan dipengaruhi dengan adanya pengetahuan,


l l l l l l l l l l

sikap dan kesadaran oleh setiap individu. Usaha yang dapat dilakukan l l l l l l

untuk mencegah timbulnya penyakit pada diri dan kesehatan seseorang


l l l l l l l l l l

dapat dilakukan dengan tindakan Personal Hygiene. Kebersihan diri l l l l l l l

menjadi suatu hal yang penting karena dengan diterapkannya Personal


l l l l l l l l

Hygiene dapat meminimalkan portal of entry mikroorganisme ke dalam


l l l l l l

tubuh dan dapat mencegah agar seseorang tidak terjangkit oleh suatu
l l l l l l l l l l

penyakit ((Silalahi & Ronasari, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh


l l l l l

Sholiha (2014) menjelaskn bahwa tingkat keparahan terhadap penyakit l l l l l

yang dirasakan menyebabkan individu percaya bahwa konsekuensi dari l l l l l l l

tingkat keparahan yang dirasakan merupakan ancaman bagi hidupnya. l l l l

Sehingga individu akan mengambil tindakan untuk mencari pengobatan


l l l l l l l

dan pencegahan terhadap penyakit. Hasil penelitian ini juga dikuatkan


l l l l l l l l

kembali dengan penelitian yang dilakukan oleh Fibriana (2013),


l l l l l l

berdasarkan teori Health Belief Model bahwa dalam melakukan tindakan


l l l l l l l l

dalam mencegah terjadinya suatu penyakit maupun mencari pengobatan l l l l l l l l l l

dipengaruhi oleh persepsi terhadap keseriusan yang dirasakan. Artinya


l l l l l l l l l

ketika apabila seseorang menderita suatu penyakit. Sehingga dapat


l l l l l l l l l

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor persepsi keparahan


l l l l l l l

dengan upaya pencegahan DBD yang dilakukan. Semakin rendah persepsi


l l l l l l l l l

kerentanan seseorang, semakin rendah pula upaya pencegahan penyakit.


l l l l l l l l l l l

Begitu juga sebaliknya. Hal ini semakin menguatkan bahwa hubungan


l l l l l l l l l
43

persepsi kerentanan berbanding lurus dengan tindakan kesehatan penyakit


l l l l l l l l l l l

(Attamimy & Qomaruddin, 2017). l

G. Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir l

Kasus toksoplasmosis di dunia maupun di Indonesia mencapai angka


l l l l l l

yang tinggi berdasarkan beberapa literatur dan menyatakan bahwa l l l l l l

tingginya kasus tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat l l l l l l l l

terlebih pada ibu hamil akan parasit tersebut. Ibu hamil tidak mengetahui
l l l l l l l l l l

apabila terjangkit parasit tersebut karena terkadang tidak menimbulkan


l l l l l l l l

gejala. Kucing merupakan satu-satunya inang tetap parasit tersebut dan


l l l l l l l l l l

kucing tersebar luas di sekitar masyarakat. Penting untuk mengetahui


l l l l l l l l l l l

bagaimana cara melindungi diri dan peliharaan agar tetap sehat dengan l l l l l l

memperluas wawasan terkait parasit toksoplasma tersebut. Hal tersebut


l l l l l l l l l l

dapat dimulai sejak usia remaja agar dapat menjadi upaya preventif
l l l l l l l l

dengan menumbuhkan personal higiene agar mampu membersihkan,


l l l l l l l l l l

merawat, dan melindungi diri dan hewan peliharaan sehingga tidak


l l l l l l

menularkan dan ditularkan oleh toksoplasma.


l l l l

H. Hipotesis

Ho: Pengetahuan tentang toksoplasmosis tidak berpengaruh terhadap


l l l l l l l l

personal higiene remaja putri pemelihara kucing di kota Makassar.


l l l l l l l l

Ha: Pengetahuan tentang toksoplasmosis berpengaruh terhadap


l l l l l l l l

personal higiene remaja putri pemelihara kucing di kota Makassar.


l l l l l l l l
44
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variable terikat (Y) l l : Personal Higiene l l l

2. Variable bebas (X) l l : Pengetahuan l l l

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Personal Higiene
l l l

Higiene bermakna sebuah akses kesehatan dengan menjaga dan


l l l l l l l l l l

melindungi kebersihan diri seseorang (Departemen Kesehatan, 2004).


l l l l l l l l l l l

Tarwoto dan Wartonah (2006) menjelaskan bahwa personal higiene l l l l l

merupakan kebersihan dan kesehatan perorangan yang bertujuan untuk


l l l l l l l l l l l l

mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri dan orang lain baik
l l l l l

secara fisik maupun psikis (Silalahi & Ronasari, 2017). Jadi, personal
l l l l

higiene merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk memelihara


l l l l l l l l l l l l

kebersihan dan kesehatan diri agar mencapai kesejahteraan secara fisik


l l l l l l l l l

dan psikis.

2. Pengetahuan l l l

Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil dari tahu dan muncul


l l l l l l l l

ketika seseorang menggunakan indera dan mempersepsikan. Persepsi


l l l l l l l l l l l

tersebut menggunakan indera manusia yang sebagian besar melalui


l l l l l l l l l l l

mata dan telinga (Notoadmodjo, 2010). Jadi, pengetahuan merupakan l l l l l l

hasil dari penginderaan manusia dan kemudian dipersepsikan. l l l l l l l

C. Desain Penelitian

45
46

Penelitian ini mendeskripsikan dan menguji hipotesis pengaruh


l l l l l l l l l

pengetahuan tentang toksoplasmosis terhadap perilaku higiene remaja


l l l l l l l l l l

putri pemelihara kucing di Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan


l l l l l l l l

quasi-eksperimen one-group pretest-posttest design (Seniati, et. al., 2011).


l l l l l l l l l l l l

Peneliti hanya menggunakan satu kelompok sampel sebagai kelompok


l l l l l l l l l

eksperimen. Peneliti melakukan pengukuran sebelum dilakukan perlakuan


l l l l l l l l l l l l l l l l

(O1) dengan l memberikan l l dua l skala yaitu l skala pengetahuan l l l

Toksoplasmosis dan personal l higiene. Pemberian intervensi (X)


l l l l l l

berlangsung sekitar 2 bulan dan kemudian dilakukan pengukuran kembali


l l l l l l l l l l l

(O2) terhadap pengetahuan toksoplasmosis dan personal higiene


l l l l l l l

partisipan.

Tabel 1. Desain Penelitian l l l

O1 X O2

Keterangan: l l

O1 : Pre-test l l

X : Intervensi l l

O2 : Post-test l

D. Kriteria Partisipan

1. Berjenis kelamin perempuan l l l l l l

2. Berusia 17-21 tahun l l l

3. Memelihara kucing l l l

4. Berdomisili di Kota Makassar l

5. Bersedia untuk mengisi informed consent dan ikut berpartisipasi dalam


l l l l l l l l l

eksperimen dengan jangka waktu 2 bulan.


l l l l l l
47

E. Material dan Apartus

1. Modul Psikoedukasi
l l l

2. Skala Personal Higiene l l l

3. Skala Pengetahuan Toksplasmosis l l l

4. Informed Consent l l

5. Lembar Evaluasi
l l l

6. Lembar Pamflet
l l

7. Video Personal Higiene


l l l l

8. LCD dan Proyektor l

9. Sound System
l l

F. Pilot Test

G. Prosedur Eksperimen

1. Pengumpulan Data Pretest


l l l l l

Subjek penelitian akan diberikan kuesioner pretest untuk


l l l l l l l l l l l l

mengukur pengetahuan dan perilaku personal higiene terkait


l l l l l l l l l l l l

toksoplasmosis.

2. Intervensi l l

Setelah diberikan kuesioner pretest, subjek penelitian akan


l l l l l l l l l l l l

diberikan intervensi kutang lebih selama 2 bulan berupa


l l l l l l l l l

penyuluhan edukasi kesehatan mengenai toksoplasmosis dan


l l l l l l l l l

personal higiene terkait toksoplasmosis.


l l l l

3. Pengumpulan Data Posttest


l l l l
48

Setelah intervensi dilakukan, subjek penelitian akan diberikan


l l l l l l l l l l

kuesioner posttest untuk mengukur perbedaan pengetahuan dan


l l l l l l l l l l l l l l

perilaku personal higiene terkait toksoplasmosis sebelum dan


l l l l l l l l l

sesudah intervensi.
l l l l

4. Analisis Data

Data yang te lah terkumpul akan dianalisis menggunakan uji l l l l l l l

yang sesuai dengan data yang didapatkan. l l l

H. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan data
l

Setelah semua data terkumpul, dilakukan pengolahan, input,


l l l l l l l l l l

pembersihan, dan analisis data yang terkumpul.


l l l l l

a. Editing l

Tahap editing bertujuan untuk memastikan bahwa informasi l l l l l l l

diterima telah lengkap, terbaca dengan benar, mengandung semua


l l l l l l l l l l

informasi dasar dan relevan. l l

b. Entry l

Informasi yang diterima dimasukkan ke dalam program SPSS l l l

komputer. l l

c. Cleaning l

Cleaning dilakukan untuk menghapus data yang tidak


l l l l l l

diperlukan dari proses pemasukan data.


l l l l l

d. Data pengetahuan l l l
49

Kuesioner dapat digunakan untuk melihat tingkat pengetahuan


l l l l l l l l l l

yang diberikan kepada sampel (Notoatmodjo, 2012) yang l l l

dikategorikan sesuai jumlah nilai skor, dengan rincian:


l l l l l

a) Skor 76 - 100% = baik

b) Skor 56 - 75% = cukup l l

c) Skor 40 - 55% = rendah l

e. Data perilaku personal higiene l l l l l

Perilaku personal higiene remaja putri dapat diperoleh dari hasil


l l l l l l l l l

skor form checklist (Azwar, 2013) dengan klasifikasi nilai yang l l

didapat dengan rincian sebagai berikut: l l l l

a) Perilaku positif = Nilai > 50% l l

b) Perilaku negatif = Nilai ≤ 50% l l l

2. Analisis data

Peneliti menggunakan program SPSS versi 22 sebagai alat bantu


l l l l l l l

dalam menganalisis hasil data penelitian


l l l

a. Uji normalitas
l

Uji normalitas dipakai buat menguji normal atau tidak


l l l l l

normalnya suatu sebaran data. Maka diharapkan suatu perhitungan l l l l l l l

untuk kenormalan penyebaran suatu data. Penelitian ini memakai


l l l l l l l l l l

perhitungan Kolmogorov Smirnov dengan bantuan SPSS 22


l l l l

sebagai l uji l kenormalan l untuk l l mengevaluasi l l l apakah data

terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas ini dapat


l l l l

digunakan untuk menentukan apakah data dapat dianalisis


l l l l l l

menggunakan teknik parametrik atau non-parametrik. Jika nilai


l l l l l l
50

signifikansi > 0,05 maka nilai residual berdistribusi normal, l l l l

kebalikannya bila nilai signifikansi < 0,05 maka nilai re sidual tidak
l l l

berdistribusi normal.
l l

b. Uji hipotesis l l

Jika data berdistribusi normal, dapat menggunakan uji-t atau


l l l l l l

uji-t-paired sample untuk menentukan apakah terdapat pengaruh


l l l l l l l l l l l

antara pemberian pengetahuan toksoplasmosis terhadap personal


l l l l l l l

higiene pada remaja putri pemelihara kucing di Kota Makassar.


l l l l l l l

Namun, jika data tidak normal, maka dapat me nggunakan uji non-
l l l l

parametrik seperti uji Wilcoxon Signed-Rank.


l l l l l

I. Tahap Pelaksanaan Penelitian

J. Jadwal Rencana Penelitian

Bulan ke-
l l

No Kegiatan l

8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

1 Pembimbingan
l

2 Penyusunan proposal
l l l

3 Ujian proposal
l

4 Revisi hasil ujian proposal


l l

5 Pembuatanl l modul l

eksperimen
l l l

6 Uji coba alat ukur


l l l

7 Turun lapangan penelitian


l l l l
51

8 Analisis hasil data

9 Penyusunan laporan
l l l

10 Ujian skripsi
l
DAFTAR PUSTAKA

Arfiyanti, R. 2008. Pengetahuan ibu hamil Tentang Toksoplasmosis diakses dari l l l l l l

http://www.google.com/-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id, tanggal 26 Oktober l l l l

2022)
Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.
l l l l l l l l l l l

Jakarta: PT. Rineka Cipta l

Asthiningsih, N. W. W., & Wijayanti, T. (2019). Edukasi personal higiene pada l l l l l

anak usia dini dengan G3CTPS. Jurnal Pesut: Pengabdian Untuk


l l l l l l l l

Kesejahteraan l Umat, 1(2), l 84-92. Retrieved from l l l l l

https://journals.umkt.ac.id/index.php/pesut/article/view/285 l l l l l l l

Azwar. 2013. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar: l l l l l l l

Yogyakarta
Centers for Disease Control and Prevention. (2022). Parasites - Toxoplasmosis
l l l l l l l

(Toxoplasma gondii infection). Diakses pada 19 November 2022. l l l l

Retrieved from https://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/index.html


l l l l l

Dubey, J. P. (2010). Toxoplasmosis of Animals and Humans, Second Edition.


l l l l l

CRC Press. l

Dubey, J. P., & Jones, J. L. (2008). Toxoplasma gondii gondii infection in humans
l l l l l

and animals in the United States. International Journal for Parasitology, l l l l l l

38(11), 1257-1278. Retrived from l l

https://pubag.nal.usda.gov/download/18549/PDF l l

Elsafi, S. H., Al-Mutairi, W. F., Al-Jubran, K. M., Hassan, M. M. A., & Al-
l l l

Zahrani, E. M. (2015). Toksoplasmosis seroprevalence in relation to l l l l l l

knowledge and practice among pregnant women in Dhahran, Saudi


l l l l l l

Arabia. Pathogens and global health, 109(8), 377-382. Retrieved from l l l l l

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4809232/ l

Haksohusodo, S. 2005. Infeksi TORCH. Yogyakarta: Medika


l l l

Hanafiah M., Kamaruddin, M., Nurcahyo, W. Winaruddin. 2010. Studi infeksi l l l l l

toksoplasmosis pada manusia dan hubungannya dengan hewan di Banda l l l l l

Aceh. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol 4. No 2, 87-92. Retrieved from


l l l l l l l l

https://pdfs.semanticscholar.org/d73f/445a120fb098ff4923aecc56c57e335 l l l

0c852.pdf
Hasdina, H. (2017). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Infeksi TORCH l l l l l l

di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Pertiwi, Rumah Sakit
l l l l l l l

Khusus Ibu dan Anak Siti Fatimah, dan Ru mah Sakit Ibu dan Anak Sitti
l l l l l

Khadijah I Makassar 2016 (Doctoral dissertation, Universitas Islam l l l

Negeri Alauddin Makassar). Retrieved from https://repositori.uin-


l l l l l l l l

alauddin.ac.id/4728/1/hasdina.pdf
l

52
53

Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: A life-span approach.


l l l l l l

McGraw-Hill.
Isro’in, L. & Sulistyo, A. (2012). Personal higiene konsep, proses dan aplikasi l l l l l l

dalam praktik keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu l l l

Jannah, N. M. (2018). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN CALON l l l

PENGANTIN WANITA TENTANG TORCH (TOKSOPLASMOSIS,


l l

RUBELLA, CYTOMEGALOVIRUS, HERPES) DI KECAMATAN


l l l l l l l

SEDAYU KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA (Doctoral dissertation,


l l l l l l

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA). Retrieved from


l l l l l

http://elibrary.almaata.ac.id/id/eprint/1058 l l

Jekti, R. P., Roselinda, R., & Pracoyo, N. E. Status Kekebalan Dan Faktor Risiko
l l l l l l

Toksoplasmosis Pada Wanita Usia Subur Hasil Riskesdas l l l l

2007. Indonesian Journal of Health Ecology, 13(1), 71-76. l l l l

Kristanti, L. A., Sebtalesy, C. Y., & ST, S. (2019). Kapasitas Orang Tua l l l

Terhadap Personal Hygiene Anak Autis. Uwais Inspirasi Indonesia.


l l l l l l l

Retrieved from
l https://www.google.com/books?
l l l

hl=id&lr=&id=_HfDDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR3&dq=Kristanti,+L.
+A.,+Sebtalesy,+C.+Y.,+%26+ST,+S.+(2019). l l

+Kapasitas+Orang+Tua+Terhadap+Personal+Hygiene+Anak+Autis. l l l l l l

+Uwais+Inspirasi+Indonesia.&ots=XFox-
l l

ONKvH&sig=y7O2Giq9uSkyWLfukR-MliWO_SM l l

Kusmiyati, K., Muhlis, M., & Bachtiar, I. (2019). PENYULUHAN TENTANG


l l l l l l

KEBERSIHAN DIRI UNTUK MENUNJANG PERILAKU HIDUP


l l l l l l l l l

BERSIH DAN SEHAT PADA SISWA SMPN 2 GUNUNGSARI. Jurnal


l l l l l

Pendidikan l dan Pengabdian Masyarakat, 2(1). l

http://jurnalfkip.unram.ac.id/index.php/JPPM/article/view/992 l l l l l

Mahfouz, M. S., Elmahdy, M., Bahri, A., Mobarki, Y. M., Altalhi, A. A., Barkat,
l l

N. A., Al-Essa, H. A., Ageely, A, H., Faqeeh, N, A., Areeshi, N, A. & Al- l l l l l l l

Hassan, S, M. (2019). Knowledge and attitude regarding toksoplasmosis l l l l l

among Jazan University female students. Saudi Journal of Medicine & l l l l l l l l l l

Medical Sciences, 7(1), l 28. Retrieved from l l l l l

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6381842/ l

Moura, I. P. D. S., Fe rreira, I. P., Pontes, A. N., & Bichara, C. N. C. (2019).


l l l l

Toksoplasmosis knowledge and preventive behavior among pregnant l l l l l l l

women in the city of Imperatriz, Maranhão, Brazil. Ciência & Saúde


l l l l

Coletiva, 24, 3933-3946. lRetrieved from l l l

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31577023/ l l

Notoatmodjo, H. (2014). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Penerbit l l l l l l l l

Andi.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan. Rineka l l l l l l l

Cipta.
54

Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. l l l l l l l

Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. l l l l l l

Notoatmodjo. (2011). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Rineka Cipta. Jakarta. l l l l l

Oktariana, A. W., Dwi Astuti, S. K. M., & Ambarwati, S. P. (2014). Faktor risiko l

terhadap kejadian toksoplasmosis pada wanita usia subur di RSU


l l l l l l

Assalam Gemolong Kabupaten Sragen (Doctoral dissertation, Universitas l l l l l l l

Muhammadiyah Surakarta). Retrieved


l from l l l l

http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/29072 l l l l

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
l l l l l l l l l

proses, dan praktik (Vol. 1). Jakarta: EGC. l l

Potter, P. A., & Perry, A. G., (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi
l l l l l l l l l

Ketujuh, buku ketiga. Jakarta: EGCl l l l l l l

Rohmah, S. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang l l l l l l l l

Personal Higiene Di Sman 01 Sewon Yogyakarta. Jurnal Keperawatan,


l l l l l l l

8(2), 66-75. Retrieved from https://docplayer.info/44765134-Hubungan- l l l l l l

tingkat-pengetahuan-remaja-putri-tentang-personal-hygiene-dengan- l l l l l l l l l l

perilaku-personal-hygiene-di-sman-01-sewon-yogyakarta-skripsi.html
l l l l l l

Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Dasar. l l l l

Jakarta: Buku Kedikteran EGC l l l l l

Santrock, J. W. (2011). Life-span development. McGraw-Hill. l l l l

Sari, N. L. J. W. S., & Su darmaja, I. M. (2017). Gambaran Tingkat Pe ngetahuan l l l l

Remaja Putri Terhadap Toksoplasmosis Di Sma 2 Denpasar Tahun 2014.


l l l l l

E-Jurnal lMedika, 6(4), 1–9. Retrieved


l from l l l l

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/30483/18725 l l l l l l

Seniati, et. al., (2011). Psikologi Eksperimen. PT Indeks: Jakarta.


l l l l l l

Silalahi, V., & Putri, R. M. (2018). Personal hygiene pada anak SD Negeri l l l l l l

Merjosari 3. JAPI (Jurnal Akses Pengabdian Indonesia), 2(2), 15-23.


l l l l l

Retrieved from https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/japi/article/view/821


l l l l l l l l

Siregar, Yuniar R. 2012. Gambaran Kejadian Toksoplasmosis di Jogyakarta.


l l l

Buletin Laboratorium Veteriner Balai Besar Veteriner Wates Jogjakarta.


l l l l l l l l l l l

Vol: 12 No: 2 Tahun 2012 Edisi Bulan: April-Juni. l l l l

Soedarto. (2012). Penyakit zoonosis manusia ditularkan oleh hewan. Jakarta:


l l l l l l

Sagung Seto l l

Soedarto. (2012). Toksoplasmosis mencegah dan mengatasi penyakit melindungi


l l l l l l l

ibu dan anak. Jakarta: Sagung Seto l l l

Sugiono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


l l l l l l l l l

Kualitatif, dan R&D). Alfabeta: Bandung.


l l l
55

Sugiyono, D. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. CV


l l l l l l l

Alfabeta. l

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:


l l l l l l l

Alfabeta. l

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


l l l l l l l l

PT Alfabet l

Tenter, A. M., Heckeroth, A. R., & Weiss, L. M. (2000). Toxoplasma gondii


l l l l l

gondiii: from animals to humans. International journal for parasitology, l l l

30(12-13), 1217-1258. Retrieved from l l l

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109627/ l

Uddin, A. M., Hasan, T., Hossain, D., Nahar, K., Islam, T., Islam, M, T., Saraf,
l

M, S, H., Karim, M, R., Atikuzzaman, M. & Ahsan, M, I., (2022). First l

report of knowledge and practices towards toksoplasmosis among cat


l l l l

owners: A cross‐sectional survey in Bangladesh. Zoonoses and Public


l l l l l l l

Health. Retrieved
l from l l l

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/abs/10.1111/zph.13012 l l

World Health Organization. (2021). Adolescents. Diakses pada 4 November 2022,


l l l l l l

Retrieved from https://www.who.int/health-topics/adolescents#tab=tab_1


l l l l l l

Wulandari RD, Akib A, Syahruddin E. Knowledge, Attitude, and Practice of


l l l l l l l l

Personal Hygiene Among High School Students in Makassar. Indian J


l l l l l

Public Health Res Dev. 2020;11(2):639-643. doi: 10.5958/0976-


l l l l

5506.2020.00725.1
Yahya, M. (2013). Toksoplasmosis pada remaja. Sari Pediatri, 15(5), 325-329. l l

Yani, W. P., Basyuri, A., Hidayat, A. N., Hersila, N., Iskandar, P., Andini, P. P. l l

U., Uyunillah, S, B., Fifendy, M., & Fitriana, N. (2022, September).


l l l l l l l

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang Toksoplamosis pada Mahasiswa/I l l l l

Program Studi Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. In Prosiding l l l

Seminar Nasional Biologi (Vol. 2, No. 1, pp. 357-367). Retrieved from


l l l l

https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id/index.php/prosiding/article/view/ l l l l l

399
Yulaikah, S., & Dwi, M. (2010). Gambaran Pe ngetahuan Ibu Hamil Tentang
l l l l l l

TORCH (S. Yulaikah dan M. Dwi). Jurnal Kebidanan Indonesia, 1(2), l l l l

70–87. Retrieved from l l l

http://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/JKebIn/article/view/10/0
l l l l l l l

Anda mungkin juga menyukai