Anda di halaman 1dari 12

SURAT KETERANGAN MENGUNGGAH ARTIKEL ILMIAH

Ketua Editor Jurnal Teknik Perkapalan Departemen Teknik Perkapalan Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro menerangkan bahwa :

Nama : Ebenhazer Rizky Dwiano


NIM : 21090116130128
E-mail : ebenhazerrizky@gmail.com
Judul Artikel Ilmiah : Analisis Risiko pada Proses Bongkar Muat dengan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fault
Tree Analysis (FTA) di PT. ABADI JAYA MARITIM
Tanggal : 15/11/2020

Telah mengunggah artikel ilmiah di Jurnal Teknik Perkapalan. Surat ini diberikan kepada
mahasiswa yang bersangkutan sebagai syarat untuk mendaftar Seminar Hasil Tugas
Akhir.

Semarang, 15/11/2020
Ketua Editor
Jurnal Teknik Perkapalan

Muhammad Iqbal, ST, MT


NIP. 199012142019031014
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN


Jurnal Hasil Karya Ilmiah Lulusan S1 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro
ISSN 2338-0322

Analisis Risiko Pada Proses Bongkar Muat Dengan Metode


Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fault Tree Analysis (FTA) di
PT. ABADI JAYA MARITIM
Ebenhazer Rizky Dwiano1), Imam Pujo Mulyatno2), Sarjito Joko Sisworo3)
1)
Laboratorium Material
Departemen Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
*)
e-mail : ebenhazerrizky@gmail.com, pujomulyatno2@gmail.com, sarjitojs@gmail.com
1

Abstrak
Waiting time dan dwelling time pada pelabuhan di Indonesia masih tergolong lama dan berada pada angka 4-5 hari,
sedangkan pemerintah Indonesia menargetkan lamanya proses bongkar muat di pelabuhan tidak lebih dari 3 hari.Pada
saat ini, statistik kecepatan bongkar muat di Indonesia masih dalam kisaran 4-5 hari. Kecepatan bongkar muat ini
sangat lama apabila dibandingkan dengan negara maju lainnya.. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
faktor yang menjadi penyebab keterlambatan bongkar muat, kemudian dilakukan pembobotan untuk mengetahui faktor-
faktor yang dominan dalam penyebab keterlambatan bongkar muat, dan output dari penelitian ini adalah dapat
memberikan rekomendasi solusi perbaikan dari hasil pengolahan data. Akar permasalahan dapat diketahui
menggunakan analisis risiko dengan metode Fault Tree Analysis. Metode Delphi digunakan untuk mendapatkan
konsensus dari panelis dalam menentukan indikator penyebab lamanya bongkar muat. Metode Analytical Hierarchy
Process digunakan untuk pembobotan dan mengetahui penyebab yang paling prioritas.Waiting time, pre-customs
clearance, customs clearance, dan post-custom clearance adalah kategori faktor dalam proses bongkar muat. Customs
Clearance menjadi tahap yang memakan waktu paling besar yakni 41 jam dengan bobot 0.533, diikuti Waiting Time
dengan 36 jam dan bobot 0.303, diikuti dengan Pre-Customs Clearance dengan 23 jam dengan bobot 0.097, dan
terakhir adalah Post-Custom Clearance dengan 10 jam dan bobot 0.068.

Kata Kunci : Pelabuhan, Bongkar muat, Analytical Hierarchy Process, Fault Tree Analysis, Delphi

1
1. PENDAHULAN

Indonesia sebagai negara yang memiliki


julukan negara maritim dunia, sudah seharusnya
dan sepatutnya menjadikan sumber daya
kelautannya menjadi sektor industri pertama yang
dapat menjadi pemasok keuangan terbesar bagi
negara. Komoditas kelautan diantaranya adalah Gambar 1. Waktu Proses Bongkar Muat di PT.
sektor perikanan, sektor wisata, hingga sektor ABADI JAYA MARITIM
pelabuhan. Indonesia memiliki banyak sekali
pelabuhan, namun pemerintah Indonesia masih Kecepatan bongkar muat pada dasarnya
belum terlalu serius untuk memajukan sektor dipengaruhi atas 2 proses, yaitu waiting time dan
kepelabuhan di Indonesia. Pada saat ini, statistik dwelling time. Waiting time adalah waktu tunggu
kecepatan bongkar muat di Indonesia masih dalam dari kapal untuk dapat bersandar pada dermaga
kisaran 4-5 hari. Kecepatan bongkar muat ini pelabuhan dan proses dilakukannya bongkar muat.
sangat lama apabila dibandingkan dengan negara Dwelling time adalah waktu yang yang dihitung
maju lainnya seperti Singapura 1,5 hari, Hong mulai dari barang diangkat dari kapal dengan alat
Kong 2 hari, dan Australia 2 hari [1]. bongkar muat hingga barang tersebut keluar dari
Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 1
terminal pelabuhan melalui pintu utama [2]. 2. METODE
Waiting time dan dwelling time pada pelabuhan di
Indonesia masih tergolong lama dan berada pada Penelitian ini berfokus pada keterlambatan
angka 4-5 hari, sedangkan pemerintah Indonesia waktu bongkar muat yang di dipengaruhi oleh
menargetkan lamanya proses bongkar muat di empat faktor yakni proses waiting time, pre-
pelabuhan tidak lebih dari 3 hari [3]. customs clearance, customs clearance, dan post-
Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan customs clearance. Setiap proses tersebut
di Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan memiliki kendala yang turut serta menyebabkan
bagian dari PELINDO II didapatkan hasil bahwa waktu total dalam proses bongkar muat menjadi
dwelling time terdiri dari 3 tahap yaitu pre lambat. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui
customs clearance, customs clearance, dan post factor penyebab keterlambatan proses bongkar
customs clearance. Dari ketiga tahap ini, pre muat serta memberikan rekomendasi untuk
customs clearance menjadi tahap yang mengurangi keterlambatan proses bongkar muat.
menyumbang waktu paling lama. Hal ini Adapun objek dari penelitian ini adalah
disebabkan karena jumlah komoditas yang masuk proses bongkar muat yang terjadi di Pelabuhan
kategori Larangan dan Pembatasan (Lartas) tinggi. Tanjung Intan. Penelitian ini dilakukan di
Selain itu pihak importir pun terkadang enggan Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap di salah satu
untuk segera menyelesaikan dokumen yang perusahaan bongkar muat (PBM).
dibutuhkan pihak bea dan cukai. Disusul dengan Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif.
tahap post customs clearance, dimana faktor Penelitian tugas akhir ini dapat dikatakan bersifat
utamanya adalah kesiapan dan keaktifan pihak deskriptif karena dilakukan dengan memberikan
importir dalam mengeluarkan petikemas dari TPS. gambaran mengenai proses bongkar muat yang
Penelitian sebelumnya ini menggunakan metode terdapat di Pelabuhan Tanjung Intan sesuai
Fault Tree Analysis dan Delphi [4]. dengan keadaan secara nyata pada lapangan [5].
Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang Penelitian tugas akhir ini dikatakan sebagai
berfokus pada proses bongkar muat kontainer, penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini
pada penelitian ini proses bongkar muat yang diberikan penjelasan dan solusi dari setiap key
diteliti meliputi juga bongkar muat curah. performance indicator.
Perubahan objek penelitian dari Pelabuhan Metode yang digunakan pada penelitian ini
Tanjung Priok menjadi Pelabuhan Tanjung Intan adalah Fault Tree Analysis, Delphi dan Analytical
menjadikan penelitian ini berfokus pada proses Hierarchy Process. Fault Tree Analysis
bongkar muat curah dan kargo. Pelabuhan digunakan untuk menemukan akar permasalahan
Tanjung Intan yang berada di bagian selatan pulau pada faktor penyebab terjadinya keterlambatan
jawa ini memiliki mayoritas kapal yang bersandar proses bongkar muat. Metode Delphi digunakan
dan melakukan kegiatan bongkar muat adalah untuk memvalidasi key performance indicator dan
kapal tanker dan bulk carrier sehingga mayoritas rekomendasi solusi. Metode Analytical Hierarchy
muatan yang dibongkar adalah curah, namun juga Process digunakan untuk melakukan pembobotan
memiliki muatan kontainer. tiap kategori faktor dan KPI.
PT. ABADI JAYA MARITIM adalah Penelitian ini dilakukan dengan observasi
sebuah perusahaan bongkar muat yang lapangan, wawancara dan kuesioner dengan
menjalankan proses bongkar muat di pelabuhan responden yakni pakar dalam bidang kepelabuhan
Tanjung Intan. Responden penelitian ini adalah dan bongkar muat.
Manajer Teknis PT. ABADI JAYA MARITIM
dan Kepala Kantor Kesyahbandaran dan otoritas 2.1. Metode Fault Tree Analysis
Pelabuhan (KSOP) Cabang Tanjung Intan.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui Fault Tree Analysis adalah suatu analisis
faktor yang menjadi penyebab keterlambatan yang digunakan untuk menentukan akar penyebab
bongkar muat, lalu kemudian dilakukan dari potensi suatu kegagalan yang terjadi dalam
pembobotan dan mengetahui faktor-faktor yang sistem dengan tujuan dapat dilakukan upaya untuk
dominan dalam penyebab keterlambatan bongkar mengurangi kegagalan tersebut [6]. Adapun
muat, dan output dari penelitian ini adalah dapat metode FTA ini bersifat top-down di mana dalam
memberikan rekomendasi solusi perbaikan dari grafiknya diawali dengan asumsi kegagalan pada
hasil pengolahan data. kejadian puncak (top-event) kemudian merinci
hingga kegagalan paling dasar. Metode ini
dilakukan untuk mencari masalah yang awalnya
berasal dari asumsi kejadian pada puncak grafik

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 2


kemudian dengan sangat rinci sehingga mendapat Peralatan utama Analytical Hierarchy
akar permasalahan pada dasar grafiknya. Process (AHP) adalah memiliki sebuah hirarki
Fault Tree Analysis merupakan suatu teknik fungsional dengan input utamanya persepsi
analitis, analisis lingkungan serta suatu operasi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah
yang digunakan untuk menemukan solusi dari kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke
permasalahan-permasalahan yang muncul [7]. dalam kelompok-kelompoknya dan diatur menjadi
Model FTA berbentuk grafik yang merupakan suatu bentuk hirarki. AHP memiliki keunggulan
variasi paralel serta kombinasi kesalahan yang karena dapat menggabungkan unsur objektif dan
muncul sebagai hasil dari pendefinisian subjektif dari suatu permasalahan. Secara teoritis,
permasalahan yang ada di mana kesalahannya 3 prinsip dasar dalam menyelesaikan masalah
dapat disebabkan oleh kesalahan dari hardware, dengan menggunakan metode AHP yaitu
adanya human error dan lain sebagainya. Grafik menetapkan struktur hierarki, menetapkan
pada FTA menunjukkan hubungan logika dari kepentingan atau prioritas relatif dan menjaga
penyebab paling dasar yang menjadi penyebab konsistensi logis [11].
suatu permasalahan merupakan suatu penyebab
utama yang ada di atasnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2. Metode Delphi Hasil dan pembahasasn pada penilitian ini


didapatkan dari hasil pengolahan data
Metode Delphi merupakan suatu metode menggunakan metode delphi, metode Analytical
yang menggunakan beberapa kuesioner berbentuk Hierarchy Process, dan kemudian digambarkan
dua pilihan yang bertujuan untuk menyelaraskan secara garis besar menggunakan metode Fault
opini suatu grup ahli sehingga dapat dicapai Tree Analysis.
proses efektif untuk mendapat solusi dari suatu
masalah yang kompleks [8]. Metode ini 3.1. Data Analisis Kategori Faktor dan Key
merupakan penggabungan dari Teknik Performance Indicators (KPI) dengan
brainwriting dan survei. Adapun tujuan Metode Delphi
digunakannya metode ini yakni untuk
mendapatkan konsensus paling reliable dari suatu
Metode Delphi digunakan penulis untuk
grup atau kelompok ahli.
menentukan kategori faktor dan KPI (key
Pada metode Delphi dilakukan umpan balik
performance indicators) dalam proses bongkar
respon jawab dari para respondennya yakni
muat di PT. ABADI JAYA MARITIM. Metode
dengan membuat beberapa kali putaran survei
Delphi dilakukan sebanyak 2 tahap dengan
dengan kuesioner setelah itu kuesioner
panelis/responden yang berjumlah 2 orang.
dikembangkan dan diperbarui [9]. Metode ini
Panelis/responden tersebut memiliki posisi
sangat berguna ketika dibutuhkan pendapat serta
sebagai Manajer Teknis PT. ABADI JAYA
penilaian dari para ahli dan praktisi untuk
MARITIM dan Kepala Kantor Kesyahbandaran
menyelesaikan masalah yang kompleks ketika
dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) cabang Cilacap.
informasi yang tepat tidak tersedia.
Hasil kajian pustaka, pengamatan secara
langsung di lapangan, dan diskusi dengan
2.3. Metode Analytical Hierarchy Process
berbagai pihak baik di kantor maupun di
lapangan, penulis menentukan terdapat 4 kategori
Analytical Hierarchy Process atau
faktor dan 16 KPI yang dicantumkan pada delphi
selanjutnya disebut AHP merupakan suatu model
putaran pertamaPengumpulan data pada metode
pendukung keputusan yang dikembangkan oleh
delphi dilakukan dengan wawancara sekaligus
Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini
memberikan kuesioner kepada masing-masing
akan menguraikan masalah multi faktor atau multi
panelis secara terpisah. Panelis diminta untuk
kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
memberikan penilaian, komentar, tanggapan,
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah
maupun tambahan terhadap kategori faktor dan
metode untuk memecahkan suatu situasi yang
KPI yang telah penulis tentukan.
komplek tidak terstruktur kedalam beberapa
Pada delphi putaran 1, kedua panelis setuju
komponen dalam susunan yang hirarki, dengan
dengan 4 kategori faktor yang penulis cantumkan
memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap
dan tidak memberikan komentar maupun
variabel secara relatif, dan menetapkan variabel
tanggapan. Pada KPI waiting time, kedua panelis
mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna
tidak setuju dengan KPI “kurangnya tim pandu
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut [10].
kapal” karena menurut panelis KPI tersebut tidak
terlalu memberikan dampak yang besar bagi

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 3


lamanya proses bongkar muat. KPI waiting time Curah hujan,
“kurangnya persiapan adminitrasi kapal” menurut keadaan
panelis Manajer Teknis PT. ABADI JAYA gelombang,
MARITIM merupakan salah satu penyebab derasnya arus, dan
kedalaman
lamanya bongkar muat, namun menurut Kepala
Faktor alam perairan menjadi
KSOP Cabang Tanjung Intan Cilacap, KPI (A2) faktor yang harus
tersebut tidak termasuk karena hanya sebagian diperhitungkan
kecil kapal saja yang lambat dalam mengurus karena jalur
adminitrasi bersandar. Setelah berdiskusi dengan masuk dermaga
kedua panelis, disetujui bahwa KPI “kurangnya sangat terbatas
persiapan adminitrasi kapal” tidak dimasukan dan kecil.
untuk putaran kedua. Kapal diharuskan
Pada kuesioner KPI pre-customs clearance berada di perairan
kedua panelis setuju dengan 3 KPI yang penulis dahulu apabila
cantumkan. Pada KPI custom clearance panelis dari pihak klas
Kapal harus menemukan ada
Manajer Teknis PT. ABADI JAYA MARITIM
melakukan suatu bagian dari
tidak setuju dengan KPI “Customs Excise perbaikan kapal yang rusak
Information System and Automation (CEISA)” dahulu atau tidak
karena menurutnya sistem tersebut justru (A3) beroperasi
mempermudah pihak bea cukai untuk menginput maksimal hingga
data muatan kapal, namun Kepala KSOP memilih dibutuhkan
menyetujui KPI tersebut karena menurutnya perbaikan terlebih
sistem tersebut masih memiliki beberapa dahulu.
kesalahan sehingga data yang didapatkan masih Semua fasilitas
belum sempurna dan terkadang memiliki peralatan bongkar
Alat Bongkar
muat harus dalam
pengulangan jenis muatan sehingga tidak akurat. Muat
kondisi baik dan
Setelah dilakukan diskusi dengan kedua panelis, (B1)
aman untuk
maka dipustuskan untuk tidak memasukkan KPI digunakan.
“Custom Excise System and Automation Sebelum bongkar
(CEISA)” kedalam delphi putaran 2 karena muat
dianggap sistem tersebut sedikit membantu dalam dilaksanakan
proses bongkar muat. Pada KPI untuk post-custom diperlukan survey
clearance kedua panelis tidak menyetujui dengan Kecepatan dari instansi
KPI ”regulasi pemerintah” karena menurut kedua instansi terkait terkait. Terdapat
panelis, pihak pemerintah sudah melakukan secara dalam 51% dari 10.826
maksimal dengan membuat undang-undang penerbitan komoditas yang
Lartas termasuk dalam
mengenai bongkar muat, namun terdapat instansi
Pre- (larangan & klasifikasi
maupun pihak lain yang justru memperlama Customs pembatasan) larangan dan
proses bongkar muat. Berdasarkan perubahan- 2
Clearance (B2) pembatasan yang
perubahan tersebut maka dilakukan delphi putaran (B) tertuang pada
2 dan kedua panelis setuju dengan 4 kategori Peraturan Menteri
faktor dan 12 KPI (Key Performance Indicators). Keuangan no
6/PMK.010/2017
Tabel 1. Hasil Proses Delphi Pemilik barang
Key memiliki
Kategori Definisi Pemilik
kewajiban untuk
No

Perfomance barang lambat


Faktor Operasional mengurus PIB.
Indikator dalam
Kapal menunggu Tanpa dokumen
melakukan
antrian untuk PIB maka muatan
submit PIB
dilayani di belum bisa
(Pemberitahua
Antrean kapal perairan sekitar diperiksa dan
n Impor
yang melebihi pelabuhan menumpuk di
Waiting Barang)
1 kapasitas sekaligus gudang maupun
Time (A) (B3)
dermaga menyelesaikan lapangan
(A1) urusan adminitrasi penumpukan.
sebelum kapal Sarana dan Muatan yang
Customs
didatangi tim tempat sudah dibongkar
3 Clearance
pandu. pemeriksaan harus melalui
(C)
(C1) tahap

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 4


pemeriksaan oleh (Key Performance Indicators). Struktur Hirarki ini
pihak bea cukai ditampilkan seperti Gambar 2
dan instansi
terkait lainnya.
Sinkronisasi
bea&cukai
dengan instansi
terkait pelabuhan
Sistem yang memiliki
Indonesia tanggung jawab
Single Risk untuk melakukan
Management pengecekan
(ISRM) (C2) muatan agar tidak
terjadi
pengulangan
dalam
pengecekan.
Kecepatan dan
Sistem keakuratan sistem
Indonesia dalam
National menghimpun data
Single hasil pengecekan
Window fisik yang di dapat
(INSW) (C3) dari berbagai
instansi terkait.
Penerbitan
Instansi yang
SPPB (Surat
mengeluarkan
Persetujuan
SPPB lambat
Pengeluaran
dalam proses
Barang)
penerbitan surat. Gambar 2. Struktur Hirarki dari Metode AHP
(D1)
Truk maupun alat
transportasi yang Struktur hirarki tersebut didapatkan dari hasil
menjadi sarana wawancara dengan berbagai pihak dan
Transportasi keluarnya barang pengamatan secara langsung di lapangan. Hasil
barang belum dari terminal yang didapatkan berupa 3 kategori faktor yang
siap belum siap dan menyebabkan keterlambatan bongkar muat yaitu
Post- (D2) masih waiting time, pre-customs clearance, customs
Customs membutuhkan
4 clearance, dan post-customs clearance.
Clearance beberapa
(D) perbaikan Sedangkan untuk KPI dari tiap-tiap kategori
Pemilik barang faktor didapatkan sejumlah 12 KPI yang terbagi 3
cenderung belum dari waiting time, 3 dari pre-customs clearance, 3
Pemilik melunasi biaya dari customs clearance, dan 3 dari post-customs
barang belum yang sudah clearance.
melunasi dianggarkan pada
perjanjian pelabuhan 3.3. Data Perbandingan Berpasangan Kategori
biaya sehingga barang Faktor
operasional yang akan keluar
bongkar muat masih ditahan Berikut ini merupakan data hasil
(D3) terlebih dahulu
oleh pihak
perbandingan berpasangan 4 kategori faktor yang
pelabuhan. mempengaruhi waktu bongkar muat untuk 2
panelis dapat dilihat pada tabel 2.
3.2. Struktur Hirarki Analytical Hierarchy Tabel 2. Rekapitulasi Perbandingan Berpasangan
Process (AHP) Kategori Faktor
Kategori Faktor
Responden
A B C D
Sebelum dilakukan pengolahan,data hasil
A 1 5 1/4 5
kuesioner, terlebih dahulu disusun struktur hirarki Manajer Teknis PT.
B 1/5 1 /5 1
mengenai proses bongkar muat di PT. ABADI ABADI JAYA
C 4 5 1 7
JAYA MARITIM untuk memudahkan dalam MARITIM
D 1/5 1 1/7 1
memahami hirarki tiap Kategori Faktor dan KPI

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 5


A 1 4 1/2 5 Manajer Teknis PT. C1 1 1/5 1/7
Kepala KSOP
B 1/4 1 1/5 3 ABADI JAYA C2 5 1 1/4
Cabang Tanjung
C 2 5 1 5 MARITIM C3 7 4 1
Intan
D 1/5 1/3 1/5 1 Kepala KSOP C1 1 1/3 1/5
Ket: A = Waiting Time Cabang Tanjung C2 3 1 1
B = Pre-Customs Clearance Intan C3 5 1 1
C = Customs Clearance Ket: C1 = Sarana dan tempat pemeriksaan
D = Post Customs Clearance C2 = Sistem Indonesia Single Risk
Management (ISRM)
3.4. Data Perbandingan Berpasangan Key C3 = Sistem Indonesia National Single
Performance Indicators (KPI) Window (INSW)

Pengambilan data dengan kuesioner Tabel 4. Rekapitulasi Perbandingan KPI Post-


perbandingan berpasangan selanjutnya yaitu untuk Customs Clearance
menentukan penilaian panelis terhadap masing- KPI
Responden
masing Key Performance Indicators (KPI) D1 D2 D3
berdasarkan kategori faktor yang mempengaruhi Manajer Teknis PT. D1 1 3 1/5
waktu bongkar muat. Hasil perbandingan ABADI JAYA D2 1/3 1 1/7
MARITIM D3 5 7 1
berpasangan 12 KPI dari setiap kategori faktor
Kepala KSOP D1 1 1 1/5
pada tabel 3.
Cabang Tanjung D2 1 1 1/7
Intan D3 5 7 1
Tabel 3. Rekapitulasi Perbandingan KPI Waiting Ket: D1 = Penerbitan SPPB (Surat Persetujuan
Time Pengeluaran Barang)
KPI D2 = Transportasi barang belum siap
Responden
A1 A2 A3 D3 = Pemilik barang belum melunasi
Manajer Teknis PT. A1 1 3 1/5 perjanjian biaya operasional bongkar muat
ABADI JAYA A2 1/3 1 1/7
MARITIM A3 5 7 1 Data yang sudah terkumpul kemudian diolah
Kepala KSOP A1 1 1 1/5 menggunakan metode Analytical Hierarchy
Cabang Tanjung A2 1 1 1/7 Process. Tahap selanjutnya adalah pencarian
Intan A3 5 7 1 rangking of priorities dari masing-masing
Ket: A1 = Antrean kapal yang melebihi kapasitas
kategori faktor dan KPI yang tertera. Dalam
dermaga
A2 = Faktor alam mendapatkan rangking of priorities tahap pertama
A3 = Kapal harus melakukan perbaikan yang dilakukan adalah mencari Geometric Mean
dahulu dari tiap tabel yang tertera. Tahap selanjutnya
setelah mendapatkan geometric mean adalah
Tabel 4. Rekapitulasi Perbandingan KPI Pre- menentukan bobot global dari tiap kategori faktor
Customs Clearance dan KPInya. Setelah mendapatkan bobot global
KPI dari masing-masing kategori faktor dan KPI,
Responden maka dicari rata-rata (average) dari masing-
B1 B2 B3
Manajer Teknis PT. B1 1 3 1/3 masing tabel dan tahap terakhir dari proses AHP
ABADI JAYA B2 1/3 1 1/4 ini adalah menghitung nilai konsistensi dari data
MARITIM B3 3 4 1 yang diolah sehingga data dapat dikatakan valid.
Kepala KSOP B1 1 5 1
Cabang Tanjung B2 1/5 1 1/3 3.5. Rangking of Priorities
Intan B3 1 3 1
Ket: B1 = Alat bongkar muat Pada bagian ini akan ditentukan ranking of
B2 = Kecepatan instansi terkait dalam priorities atau urutan prioritas dari setiap Kategori
penerbitan Lartas (larangan & Faktor maupun dari setiap Key Performance
pembatasan) Indicators. Tabel 5 dan 6 menunjukkan hasil rata-
B3 = Pemilik barang lambat dalam rata dari tiap bobot global kategori faktor dan key
melakukan submit PIB (Pemberitahuan performance indicators.
Impor Barang)
Tabel 5. Ranking of Priorities Kategori Faktor
Tabel 5. Rekapitulasi Perbandingan KPI Customs No Kategori Faktor Hasil Pembobotan
Clearance 1 Waiting Time 0.303
KPI
Responden Pre-Customs
C1 C2 C3 2 0.097
Clearance

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 6


3 Customs Clearance 0.533 perbaikan dahulu” menjadi penyebab terbesar
4 Post Cutoms Clearance 0.068 dalam waktu bongkar muat di kategori faktor
waiting time.
Menurut Kepala KSOP Cabang Tanjung
Berdasarkan data yang didapat dari 2 panelis
Intan, hal tersebut terjadi karena banyaknya kapal
dan telah diolah maka didapatkan hasil seperti
yang sudah cukup berumur dan perawatan kapal
pada tabel 5. Kategori faktor waiting time
yang kurang. KPI A3 ini bisa dijadikan prioritas
mendapatkan nilai 0.303, kategori faktor pre-
utama pihak pelabuhan untuk dapat mengurangi
customs clearance mendapatkan nilai 0.097,
waktu bongkar muat.
kategori faktor customs clearance mendapatkan
Pembobotan KPI kategori faktor pre-customs
nilai 0.533, dan kategori faktor post-customs
clearance memiliki hasil yang berbeda-beda dari
clearance mendapatkan nilai 0.068. Hasil
tiap KPI nya. Hasil nilai yang didapatkan antara
pembobotan ini menunjukkan bahwa kategori
lain sebagai berikut: B1 yaitu “alat bongkar muat”
faktor customs clearance mendapatkan nilai
memiliki bobot sebesar 0.369. KPI B2 yaitu
tertinggi dan menandakan bahwa customs
“kecepatan instansi terkait dalam penerbitan izin
clearance menjadi penyebab terbesar dalam
Lartas (larangan & pembatasan)” memiliki bobot
keterlambatan bongkar muat di pelabuhan
sebesar 0.12. KPI B3 yaitu “kecepatan importir
Tanjung Intan. Sehingga prioritas perbaikan bagi
dalam melakukan submit PIB (Pemberitahuan
pihak pelabuhan dapat dipusatkan pada kategori
Impor Barang)” memiliki bobot sebesar 0.511.
faktor customs clearance. Kategori faktor waiting
Berdasarkan hasil pembototan yang didapatkan
time juga mendapatkan nilai pembobotan yang
dari pengolahan data dari kuesioner 2 panelis
cukup besar yakni 0.303 sehingga perlu mendapat
ditemukan bahwa KPI dari kategori faktor pre-
perhatian juga untuk perbaikan.
customs clearance B3 “kecepatan importir dalam
melakukan submit PIB (Pemberitahuan Impor
Tabel 6. Ranking of Priorities KPI
Barang) menjadi indikator yang mendapat nilai
Kategori
No KPI Hasil Pembobotan terbesar.
Faktor
A1 0.16 Hal tersebut terjadi karena pemilik
1 Waiting Time A2 0.099 barang/importir lama dalam mengirim original
A3 0.741 dokumen barang. Penyebab lainnya adalah
B1 0.369 pemilik barang/importir belum memiliki biaya
Pre Customs untuk pembayaran downpayment dikarenakan
2 B2 0.120
Clearance
B3 0.511 impotir kesusahan dalam mendapatkan kredit dari
C1 0.091 pihak lain atau pihak bank.
Customs
3 C2 0.322 Pembobotan KPI kategori faktor customs
Clearance
C3 0.587 clearance yang didapatkan antara lain sebagai
Post Customs
D1 0.157 berikut: C1 yaitu “sarana dan tempat
4
Clearance
D2 0.113 pemeriksaan” memiliki bobot sebesar 0.091. KPI
D3 0.730 C2 yaitu “Sistem Indonesia Single Risk
Management (ISRM)” memiliki bobot sebesar
Pada tabel 6 ditunjukan hasil pembobotan 0.322. KPI C3 yaitu “Sistem Indonesia National
dari KPI masing-masing kategori faktor. Data ini Single Window (INSW)” memiliki bobot sebesar
didapat dari hasil perhitungan menggunakan 0.587. Berdasarkan hasil pembototan yang
analytical hierarchy process untuk kemudian didapatkan dari pengolahan data dari kuesioner 2
dapat mengetahui prioritas KPI dari tiap kategeri panelis ditemukan bahwa KPI dari kategori faktor
yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan dalam customs clearance C3 “Sistem Indonesia National
membenahi atau mempersingkat waktu bongkar Single Window (INSW)” menjadi indikator yang
muat. mendapat nilai terbesar.
Pada kategori faktor waiting time, KPI A1 Hal tersebut terjadi karena seringnya terjadi
”antrean kapal yang melebihi kapasitas dermaga” kerusakan pada sistem tersebut sehingga
mendapat nilai pembobotan sebesar 0.16. KPI menghambat kinerja dari bea cukai. Selain itu
yang kedua atau A2 “faktor alam” mendapat nilai karena dibutuhkan pengecekan dan pengesahan
pembobotan 0.099. KPI terakhir dari waiting time dari banyak instansi sehingga memerlukan waktu
yakni A3 “kapal harus melakukan perbaikan yang banyak.
dahulu” mendapatkan nilai pembobotan sebesar Pembobotan KPI kategori faktor post-
0.741. Berdasarkan nilai rata-rata dari hasil customs clearance yang didapatkan antara lain
pembobotan tersebut dapat dikatakan bahwa 2 sebagai berikut: D1 yaitu “penerbitan SPPB (Surat
panelis menilai KPI A3 “kapal harus melakukan Persetujuan Pengeluaran Barang)” memiliki bobot

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 7


sebesar 0.157. KPI D2 yaitu “transportasi barang Analytical Hierarchy Process
belum siap” memiliki bobot sebesar 0.113. KPI mempertimbangkan konsistensi logis dalam
D3 yaitu “pemilik barang belum melunasi penilaian yang digunakan untuk menentukan
perjanjian biaya operasional bongkar muat” prioritas. Dalam penelitian ini dibutuhkan uji
memiliki bobot sebesar 0.73. Berdasarkan hasil konsistensi agar data atau keputusan tidak bias
pembototan yang didapatkan dari pengolahan data dan valid. Oleh karena itu, diharapkan dengan uji
dari kuesioner 2 panelis ditemukan bahwa KPI konsistensi ini panelis tidak lagi menjawab
dari kategori faktor post-customs clearance D3 pernyataan dengan asal-asalan. Penyebaran
“pemilik barang belum melunasi perjanjian biaya kuesioner diberikan kepada para ahli dibidangnya,
operasional bongkar muat” menjadi indikator dalam penyebaran kuesioner diperlukan pedoman
yang mendapat nilai terbesar. serta pengawasan yang cukup agar responden
Hal tersebut terjadi karena pihak bank yang benar-benar mengerti maksud dari tiap pernyataan
diajukan kredit oleh importir belum mengeluarkan untuk menghasilkan jawaban yang konsisten.
kredit sehingga importir harus mencari bank lain. Uji konsistensi ini dilakukan dengan
Kondisi dari importir juga tidak memiliki menggunakan formula atau postulat yang ada
pinjaman ke pihak lainnya. pada metode Analytical Hierarchy Process.
Ketika konsistensi dibawah 0,1 maka proses
3.6. Consistency Index dan Consistency Ratio pengolahan data dengan menggunakan metode
AHP dapat dilanjutkan, tetapi ketika tingkat
Untuk menguji kekonsistenan jawaban dari konsistensi diatas 0,1 maka dilakukan pengecekan
kedua panelis maka perlu dihitung nilai ulang dengan setiap responden.
Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio Dalam penelitian ini kedua responden dapat
(CR). dengan baik menjawab kuesioner sehingga tidak
Nilai CI dan CR didapatkan dari persamaan perlu dilakukan pengecekan ulang. Hasil dari
dan . Hasil kedua kuesioner AHP yang telah dikumpulkan
untuk data pembobotan kategori faktor nilai
perhitungan dapat dilihat pada tabel 7 dan tabel 8
konsistensi yang dihasilkan adalah 0.04618, selain
itu sub-kategori factor (KPI) waiting time, pre
Tabel 7. Consistency Index (CI) dan Consistency
customs clearance, customs clearance, dan post
Ratio (CR) Kategori Faktor
customs clearance nilai konsistensi yang
No Kategori Faktor CI CR
dihasilkan berturut-turut yaitu 0.00435; 0.04216;
1 Waiting Time
2 Pre Customs Clearance
0.00697 dan 0.0846. Semua nilai konsistensi yang
3 Customs Clearance 0.04156 0.04618 dihasilkan kurang dari 0,1 maka data kuesioner
Post Customs AHP yang dikumpulkan teah akurat dan valid.
4
Clearance
3.7. Analisis FTA
Tabel 8. Consistency Index (CI) dan Consistency
Ratio (CR) KPI Fault Tree Analysis (FTA) adalah suatu
Kategori teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
No KPI CI CR resiko yang berperan terhadap terjadinya
Faktor
A1 kegagalan. FTA digunakan untuk mengevaluasi
1 A A2 0.00252 0.00435 system dinamika kompleks yang besar untuk
A3 memahami dan mencegah potensi masalah.
B1 Melalui FTA kita dapat menyusun dan
2 B B2 0.02445 0.04216 mengetahui akar basic event yang menyebabkan
B3 top event terjadi. Waiting time, pre-customs,
C1 customs, dan post customs menjadi intermediate
3 C C2 0.00404 0.00697 event
C3 Simbol-simbol yang digunakan dalam model
D1
grafis FTA yaitu top event, intermediate event,
4 D D2 0.04907 0.0846
dan basic event yang merupakan symbol kejadian.
D3
Selain itu juga ada symbol gate seperti OR dan
AND.

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 8


Gambar 3. Model Grafis Fault Tree Analysis Bongkar Muat

Tabel 10. Keterangan Kejadian Model Grafis C12 Jumlah pekerja lapangan
Fault Treee Analysis Sistem Indonesia Single Risk
C2
Event Keterangan Management (ISRM)
Antrean kapal yang melebihi kapasitas C21 Gangguan pada sistem ISRM
A1 Belum adanya risk manajemen untuk
dermaga C22
Manajemen lalu lintas kapal yang sistem ISRM
A11 Pekerja masih belum sepenuhnya
kurang baik C23
Kekurangan fasilitas dermaga dan mengerti mengenai ISRM
A12 Sistem Indonesia National Single
peralatan bongkar muat C3
A2 Faktor alam Window (INSW)
A21 Curah hujan yang tinggi C31 Gangguan pada sistem INSW
A22 Gelombang sedang tinggi C32 Proses pengesahan berbagai instansi
A23 Arus perairan yang deras Terlalu banyak instansi yang harus
C33
Kapal harus melakukan perbaikan melakukan pengecekan
A3 Penerbitan SPPB (Surat Persetujuan
dahulu D1
Pengeluaran Barang)
A31 Kurangnya perawatan kapal
Belum ada biaya pembayaran bea
A32 Kapal sudah cukup berumur D11
cukai
B1 Alat bongkar muat D12 Menunggu berbagai instansi
B11 Kendala mekanik D2 Transportasi barang belum siap
B12 Kendala elektrik Transportasi pengangkut sudah
B13 Kendala operator D21
berumur
Kecepatan instansi terkait dalam D22 Kurangnya perawatan
B2 penerbitan Lartas (larangan & Pemilik barang belum melunasi
pembatasan) D3 perjanjian biaya operasional bongkar
Angka komoditas wajib lartas muat
B21
tergolong tinggi Bank tidak mennyetujui permohonan
Muatan tertentu harus melalui proses D31
B22 kredit
pengujian laboratiorium Pemilik barang tidak memiliki
Pemilik barang lambat dalam D32
pinjaman lain
B3 melakukan submit PIB (Pemberitahuan
Impor Barang) 3.8. Rekomendasi
Lamanya pengirimiman original
B31
dokumen dari pemilik barang Berdasarkan pengolahan data yang
B32 Belum ada biaya untuk pembayaran dilakukan, terdapat beberapa indikator (KPI) yang
Penyelesaian Letter of Credit dari mendapatkan perhatian utama untuk dilakukan
B33
pihak bank yang ditunjuk supplier perbaikan. KPI yang memiliki nilai prioritas
C1 Sarana dan tempat pemeriksaan tertinggi membutuhkan perhatian utama untuk
C11 Cuaca tidak mendukung dilakukan perubahan. Meski demikian, KPI
lainnya tetap harus diberi perhatian dan perbaikan.

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 9


Masing masing kategori faktor dan KPI diusulkan Tahapan waiting time dipengaruhi oleh faktor
rekomendasi perbaikan agar terus ada terjadi utama yaitu kapal harus melakukan perbaikan
peningkatan kualitas. Rekomendasi ini dibuat dahulu dengan nilai pembobotan prioritas sebesar
berdasarkan tingkar prioritas dari masnig-masing 0.741. Tahapan pre-customs clearance
kategori faktor dan KPI. Rekomendasi yang dapat dipengaruhi oleh Pemilik barang lambat dalam
diberikan adalah sebagai berikut. melakukan submit PIB (Pemberitahuan Impor
1. Mempermudah sistem birokrasi dari Barang)dengan nilai pembobotan prioritas sebesar
berbagi instansi. 0.511. Tahapan customs clearance dipengaruhi
2. Memperbaiki sistem jaringan INSW. oleh faktor utama yaitu Sistem Indonesia National
3. Mengadakan pelatihan dan sosialisasi Single Window (INSW) dengan nilai pembobotan
mengenai sistem ISRM dan INSW prioritas sebesar 0.587. Tahapan post customs
kepada pekerja clearance dipengaruhi oleh faktor utama yaitu
4. Melakukan koordinasi dengan owner pemilik barang belum melunasi perjanjian biaya
surveyor kapal apabila terdapat operasional bongkar muat dengan nilai
kerusakan kapal jauh sebelum kapal tiba pembobotan prioritas sebesar 0730.
di perairan sekitar pelabuhan Dari permasalahan yang sudah di analisis
5. Menyediakan tenaga kerja yang dapat didapatkan rekomendasi utama dalam
segera melakukan perbaikan kerusakan permasalahan waktu bongkar muat yaitu
kapal. mempermudah sistem birokrasi dari instansi-
6. Pembangunan dermaga baru instansi yang berkaitan dengan pengeluaran
7. Menetapkan down payment sebesar barang. Selain itu, harus segera dilakukan
20%. pelatihan kepada para pekerja dalam
8. Melakukan pertemuan rutin dengan menggunakan sistem ISRM dan INSW supaya
pihak importir. dapat berjalan dengan lebih cepat dan optimal.
9. Melakukan perawatan bongkar muat Hal lain yang harus dilakukan adalah
secara berkala dan rutin. memperbaiki jaringan sistem ISRM dan INSW
10. Koordinasi dengan pihak penyedia sendiri yang sering mengalami kerusakan dan
listrik. pengulangan data. Pihak importir juga harus ikut
11. Menambah jumlah operator peralatan berpartisipasi untuk mengurangi waktu bongkar
bongkar muat. muat dengan segera melakukan submit SPPB
12. Memfasilitasi pihak importir dalam apabila kapal sudah bersandar dan telah
melakukan pembayaran kredit. mempersiapkan biaya bongkar muatnya terlebih
13. Menerapkan kredit dengan bunga yang dahulu.
kecil.
14. Memaksimalkan sistem kerja 24/7 bagi DAFTAR PUSTAKA
pihak terkait.
15. Pengiriman SPPB secara online. [1] A. Artakusuma, "Analisis Import Container
16. Penambahan beberapa unit forklift.. Dwelling TIme di Pelabuhan Peti Kemas
17. Mengurangi jenis barang yang terkena Jakarta International Container Terminal
Lartas dalam sistem post border.. (JICT) Tanjung Priok," 2012.
[2] T. C. Salim Refas, "Why Does Cargo Spend
4. KESIMPULAN
Weeks in African Ports," The World Bank,
Africa Region Transport Departement, p. 2,
Kategori faktor customs clearance menjadi
February 2011.
tahapan yang memiliki bobot paling besar dari
hasil perhitungan dengan 0.533 dan waktu 41 jam. [3] L. D. Wijaya, "Menhub Budi Karya:
Hal ini menandakan bahwa tahap customs Dwelling Time Maksimal Tiga Hari," 5 April
clearance menjadi sorotan atau prioritas utama 2018. [Online]. Available:
perusahaan dalam mengurangi waktu bongkar www.bisnis.tempo.co.
muat. Tahap selanjutnya yang tidak kalah penting [4] I. M. Ruwantono and S. N. W. Pramono,
untuk menjadi perhatian bagi perusahaan adalah "Analisis Penyebab Tidak Tercapainya
kategori faktor waiting time dengan bobot 0.303 Target Dwelling Time Menggunakan Metode
dan memakan waktu 36 jam. Kategori faktor Fault Tree Analysis Studi Kasus: Pelabuhan
lainnya yakni pre-customs clearance mendapat Tanjung Priok," Jurnal Teknik Industri
bobot 0.097 dan waktu 23 jam sedangkan untuk Universitas Diponegoro, 2016.
kategori faktor post-customs clearance [5] N. Sudjana and R. Ibrahim, Metodologi
mendapatkan bobot 0.068 dan waktu 10 jam. Penelitian, Bandung: Remaja Rosdakarya,

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 10


1989. Tujuan dan manfaat dari penelitian
3 Metode :
[6] E. Nugraha and R. M. Sari, "Analisis Defect
Deskripsi objek penelitian.
dengan Metode Fault Tree Analysis dan
Perlakuan pada objek penelitian..
Failure Mode Effect Analysis," Jurnal Lokasi Pengujian
Saintifik Manajemen dan Akuntansi, pp. 62- Metode / cara dan prosedur
72, 2019. pemecahan yang digunakan untuk
[7] W. Y. Kartika, A. Harsono and G. Permata, meneliti.
"Usulan Perbaikan Produk Cacat Alat dan/atau bahan yang digunakan
Menggunakan Metode Fault Mode and Effect dalam penelitian.
Analysis dan Fault Tree Analysis Pada PT. 4 Hasil :
Sygma Examedia Arkanleema," Jurnal Hasil penelitian
Online Institut Teknologi Nasional, pp. 245- Penjelasan hasil
Komparasi hasil dari variabel yang
356, 2016.
berbeda
[8] Marimin, Teknik dan Aplikasi Pengambilan 5 Kesimpulan :
Keputusan Kriteria Majemuk, Bogor: 6 Format :
Grasindo, 2004. Ukuran kertas (A4)
[9] U. Ciptomulyono, "Integrasi Metode Delphi Margin (20 mm)
dan Prosedur Analisis Hierarkis (AHP) untuk Jarak antar kolom (12,5 mm)
Identifikasi dan Penetapan Prioritas Font (Times New Roman)
Objektif/Kriteria Keputusan," Majalah Persamaan matematika (2 kolom no
border tabel, menggunakan equation
IPTEK, pp. 42-52, 2001.
editor, equation di center, nomor eq.
[10] T. &. V. L. Saaty, Models, Methods di sisi kanan)
Concepts and Applications of The Analytic Gambar (center, in line with text,
Hierarchy Process (2nd ed), New York: Nomor urut dari 1, Judul di bawah
Springer, 2012. gambar, Huruf kapital di awal kata)
[11] K.-C. Hyun, S. Min, H. Choi, J. Park and I.- Tabel (center, in line with text,
Nomor urut dari 1, Judul di atas
M. Lee, "Risk analysis using fault-tree
tabel, Huruf kapital di awal kata,
analysis (FTA) and analytic hierarchy Label ditulis tebal)
process (AHP) applicable to shield TBM 7 Daftar Pustaka :
tunnels," El Sevier, pp. 121-129, 2015. Minimal 10 acuan
Terdapat acuan primer (jurnal)
Format IEEE
Tabel Pemeriksaan Isi Jurnal
Bagian ini tidak termasuk dalam isi artikel.
Bagian ini adalah bantuan untuk penulis dan juga
editor jurnal untuk memeriksa isi jurnal. Sampai
jurnal ini dinyatakan diterima, tidak
diperbolehkan menghapus tabel ini. Silahkan beri
tanda check list ( jika item tersebut ada di
dalam artikel. Selanjutnya kualitas dan
kedalaman isi dari masing-masing jenis
pemeriksaan akan diperiksa oleh reviewer. Tabel
ini hanya untuk memastikan setiap jenis
pemeriksaan sudah ada di dalam isi artikel.

Tabel Pemeriksaan Isi Artikel


No Jenis Pemeriksaan Tanda
1 Abstrak :
Latar belakang
Tujuan& manfaat penelitian
Metode
Kesimpulan
Kata kunci
2 Pendahuluan :
Latar belakang permasalahan.
Review studi terdahulu.

Jurnal Teknik Perkapalan, Vol. 9, No. 1 Januari 2021 11

Anda mungkin juga menyukai