22, 23/26,
DAN 4
AYAT (2)
HTC TRAINING AND CONSULTING
PPh
PASAL 22
PPh PASAL 22
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran Pajak dalam
tahun berjalan melalui pemungutan oleh Wajib Pajak atas
penghasilan antara lain sehubungan dengan:
1. Impor Barang
2. Pembelian Barang dengan menggunakan APBN/APBD dan dana
pemerintah non APBN/APBD;
3. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas oleh produsen/ importir
4. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Semen,
Kertas, Baja, Otomotif, dan industri Farmasi
PPh PASAL 22
5. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merk (ATPM), Agen Pemegang Merk (APM), dan importir umum
kendaraan motor
6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan
usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
7. Pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam untuk kepentingan industri dari badan atau orang pribadi pemegang
izin usaha pertambangan.
8. Penjualan emas batangan di dalam negeri oleh badan usaha yang
memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang memproduksi
emas batangan melalui pihak ketiga
9. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh WP
Badan.
BARANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
PMK-90/PMK.03/2015
1. Diberikan dengan Surat a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
Keterangan Bebas (SKB) peraturan perundang-undangan tidak terutang pajak penghasilan.
b. Impor Emas Batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas batangan untuk tujuan ekspor.
2. Dilaksanakan oleh DJBC a. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN.
(barang perwakilan negara asing dan pejabatnya; barang untuk keperluan badan
internasional dan pejabatnya; peti atau kemasan berisi jenazah; persenjataan;
kapal, pesawat terbang; kereta api; vaksin polio; buku pelajaran; dll (19
kelompok).
b. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali.
3. Dilaksanakan tanpa SKB a. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh DJBC.
b. ...
YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PPh
PASAL 22
BERDASARKAN PMK-154/PMK.03/2010 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN PMK-16/PMK.010/2016
3. Dilaksanakan tanpa SKB b. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak berkenaan dengan:
1. Pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah yang
jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang
terpecah-pecah
2. Pembayaran yang dilakukan oleh BUMN yang jumlahnya paling banyak
Rp10.000.000 dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
3. Pembayaran untuk pembelian BBM, BBG, pelumas, benda pos serta
Pemakaian air dan listrik.
4. Pembayaran untuk pembalian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari Kontraktor atau Kantor Pusat Kontraktor yang
melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama.
5. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan
panas bumi dari WP yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi
berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi.
6. Pembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam
sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang
jumlahnya paling banyak Rp20.000.000 tidak termasuk PPN dan tidak
merupakan pembayaran yang dipercah-pecah.
YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN PPh
PASAL 22
BERDASARKAN PMK-154/PMK.03/2010 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN PMK-16/PMK.010/2016
3. Dilaksanakan tanpa SKB 7. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan
usaha atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan yang telah
dipungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usaha oleh BUMN.
c. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
d. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri
otomotif, ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor yang telah dikenai
pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c
UU PPh (Penjulan barang yang tergolong Sangat Mewah).
e. Penjualan Emas Batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan
kepada Bank Indonesia.
f. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (KPA, Penjabat
Penerbit SPM yang diberi delegasi oleh KPA, atau bendahara pengeluaran).
g. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perum BULOG.
TARIF & DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
PPh PASAL 22
BERDASARKAN PMK-16/PMK.010/2016
MIGAS (PRODUSEN/IMPORTIR) 0,25% BBM SPBU Pertamina (beli dari pertamina) Harga Penjualan
BERSIFAT FINAL JIKA DIJUAL KE 0,3% BBM SPBU Non Pertamina (tidak beli dari pertamina)
AGEN/PENYALUR 0,3% BBM Non SPBU
0,3% BBG
0,3% Pelumas
0,25% Semen DPP PPN
0,1% Kertas
INDUSTRI TERTENTU 0,3% Baja
0,45% Otomotif
0,3% Semua jenis obat
TARIF & DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
PPh PASAL 22
BERDASARKAN PMK-16/PMK.010/2016
PENJUALAN KENDARAAM
BERMOTOR OLEH ATPM, APM, 0,45% DPP PPN
IMPORTIR UMUM
INDUSTRI ATAU BADAN USAHA
YANG MELAKUKAN PEMBELIAN
KOMODITAS TAMBANG
1,5% DPP PPN
BATUBARA, MINERAL LOGAM,
DAN
MINERAL BUKAN LOGAM
BADAN USAHA YANG
MEMPRODUKSI EMAS 0,45% HARGA PENJUALAN
BATANGAN
PENJUALAN ATAS BARANG
5% DPP PPN
TERGOLONG SANGAT MEWAH
Catatan: Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP, maka besarnya pajak 100% lebih
tinggi dari tarif normal (Untuk Pasal 22 yang tidak final)
RINGKASAN PPh PASAL 22
Bukti
Objek Pemungut Tarif
pungut
2,5 (dengan API)
7,5 (tanpa API)
10% (barang tertentu) --> lamp I PMK 16/2016 SSP a.n. Importir
Impor Barang dan Jasa Bank Devisa dan DJBC
7,5% (barang tertentu) --> lamp II PMK 16/2016
0,5% (kedelai, terigu, gandum dg API)
7,5% (barang impor tak dikuasai) SSP a.n. Importir
Pembelian Barang dengan dana APBN/APBD dan dana Bendahara Pemerintah / Kuasa
1,5% SSP a.n. Rekanan
pemerintah non APBN/APBD Pengguna Anggaran
0,25% BBM SPBU Pertamina
0,3% BBM SPBU Non Pertamina
Bukti Pungut PPh
Penjualan BBM, BBG, Pelumas oleh Produsen/Importir Produsen atau importir Migas 0,3% BBM Non SPBU
Pasal 22
0,3% BBG
0,3% Pelumas
0,25% Semen
Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh 0,1% Kertas
Badan Usaha /produsen industri Bukti Pungut PPh
badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, 0,3% Baja
tertentu Pasal 22
kertas, baja, otomotif, dan industri farmasi 0,45% Otomotif
0,3% Semua jenis obat
Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh ATPM, ATPM/ATM/importir umum kendaraan Bukti Pungut PPh
0,45%
ATM, dan importir umum kendaraan bermotor bermotor Pasal 22
♦pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau
♦ ekspor oleh badan usaha industri atau Bukti Pungut PPh
Industri atau eksportir 0,25%
♦ eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, Pasal 22
pertanian, peternakan, dan perikanan
Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib WP badan Penjual barang sangat Bukti Pungut PPh
5%
Pajak Badan mewah Pasal 22
Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi Badan Usaha (produsen) emas
5% SSP a.n. Rekanan
emas batangan batangan
Pembelian komoditas tambang batu bara, mineral logam, dan Badan Usaha/industri yang melakukan Bukti Pungut PPh
1,5%
mineral bukan logam pembalian komoditas dimaksud Pasal 22
PPh
PASAL 23
PENGHASILAN YANG DIKENAI PPh PASAL 23
1. Dividen (Selain yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat 2)
2. Bunga (Selain yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat 2)
3. Royalti 15%
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya (Selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21 dan PPh Pasal 4 ayat 2)
• Dalam hal Wajib Pajak penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, maka tarif PPh Pasal 23 menjadi 100%
lebih tinggi dari tarif normal
JENIS JASA LAIN SELAIN YANG TELAH
DIPOTONG PPh PASAL 21
SESUAI PER 141/PMK.03/2015
46. Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit; 55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
47. Jasa pemeliharaan tanaman; 56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
48. Jasa pemanenan; 57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus;
49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, 58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
perikanan, peternakan, dan/ atau perhutanan; 59. Jasa sertifikasi;
50. Jasa dekorasi; 60. Jasa survey;
51. Jasa pencetakan/penerbitan; 61. Jasa tester, dan
52. Jasa penerjemahan; 62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang
53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur pembayarannya dibebankan pada Anggaran
dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan; Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
54. Jasa pelayanan kepelabuhanan; Pendapatan dan Belanja Daerah.
PEMOTONG PPh PASAL 23
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan Dalam Negeri
3. Penyelenggara Kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri
5. Khusus untuk transaksi sewa Orang Pribadi dapat melakukan pemot
6. Khusus untuk transaksi sewa selain tanah dan/atau bangunan, sesuai Kepdirjen Nomor
KEP-50/PJ/1994, Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dapat melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 dengan syarat terdapat SK Penunjukan dari Direktur
Jenderal Pajak.
● Orang tersebut yaitu:
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (Kecuali camat), pengacara, konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas
Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)
DPP PPh Pasal 23 adalah Jumlah Bruto
Penghasilan Bruto adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tidak
termasuk:
1. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh penyedia jasa tenaga kerja kepada
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan.
2. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material
3. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara), untuk selanjutnya dibayarkan kepada
pihak ketiga.
4. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar
jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga
Ketentuan di atas tidak berlaku untuk jasa katering. Khusus untuk jasa katering jumlah bruto total
semua termasuk upah/ komisi kepada pegawai, pembelian bahan, dan lain-lain.
JENIS PENGHASILAN YANG TIDAK DIKENAKAN
PASAL 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
3. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang
berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan (PMK.251/PMK.03/2008)
4. Dividen yang diterima perseroan terbatas sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, BUMN, atau
BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
a) Dividen berasal dari cadangan laba ditahan dan
b) Bagi perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor.
5) Dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (Dividen ini telah dipotong
Pasal 4 ayat 2 Final dengan tarif sesuai pasal 17 ayat 2c)
6) Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
7) Bagian Laba yang diterima anggota dari CV yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
bagian laba persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
DASAR HUKUM
Peraturan yang Terkait
pelaksanaan pemotongan PPh
Pasal 23:
1. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 251/PMK.03/2008
2. Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 33/PJ/2009
3. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 141/PMK.03/2015
PPh
PASAL 26
PPh PASAL 26
PPh Pasal 26 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas
penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia berupa:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan utang
● Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia dikenai
pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
CATATAN
Pada prinsipnya pemotongan PPh Pasal 26 bersifat Final, kecuali:
A. Pemotongan atas:
1. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia
(Force of Attraction Rule)
2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan dimaksud (attribution rule)
B. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap.
DASAR HUKUM
Peraturan Terkait pelaksanaan pemotongan PPh
Pasal 26:
1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
624/KMK.04/1994
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
82/PMK.03/2009
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
258/PMK.03/2008
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
52/PJ/2009
01 TABEL TARIF PPh PASAL 26
URAIAN TARIF X DPP
Penghasilan yang dibayarkan kepada WPLN 20% X Penghasilan Bruto atau Tax Treaty
berupa: (P3B)
04 Perkiraan Neto:
1. 50% dari Premi yang dibayarkan oleh
pihak yang tetanggung kepada
perusahaan asuransi LN. Sehingga
● Premi Asuransi dan Premi Reasuransi
yang dibayarkan kepada perusahaan Pemotong Pajak adalah tertanggung.
asuransi di LN 2. 10% dari Premi yang dibayar oleh
perusahaan asuransi di Indonesia
kepada perusahaan asuransi LN.
1. Penanaman Kembali dilakukan atas seluruh Atas Laba BUT setelah pajak yang
penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh tidak ditanamkan Kembali di
dalam bentuk penyertaan modal pada Indonesia:
perusahaan yang baru didirikan pendiri.
2. Perusahaan yang baru didirikan dan
berkedudukan di Indonesia tsb harus aktif -dikenakan 20% X Laba setela Pajak
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan akte
pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak didirikan Penyetoran PPh Pasal 26 atas Laba BUT
3. Penanaman Kembali dilakukan dalam tahun setelah pajak, menggunakan SSP
pajak berjalan atau paling lama tahun pajak dengan:
berikutnya dari tahun pajak diterima/diperoleh
● KAP = 411127
penghasilan tsb, dan
4. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman ● KJS = 105
Kembali tsb paling singkat dalam jangka waktu 2
tahun sesudan perusahaan baru tsb telah
berproduksi komersial.
PPh Pasal
4 Ayat 2
OBJEK PAJAK
Bunga Deposito / PASAL 4 AYAT 2
Pengalihan Harta berupa
Bunga Tabungan / Sertifikat
Tanah dan/ atau Bangunan
SBI
tarif tarif
0% 10%
Untuk bunga simpanan Untuk bunga simpanan
sampai dengan Rp. lebih dari Rp.
240.000 240.000
4. Hadiah Undian:
Objek PPh yang bersifat final adalah hadiah undian, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
25%
Dari jumlah bruto atau
perkiraan nilai pasar
jika hadiah bukan
berupa uang
5. Transaksi Saham:
Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari penjualan saham di
Bursa
Tambahan
0,1%
0,5%
dari jumlah bruto nilai Dari nilai saham pada
transaksi penjualan saat penawaran umum
saham perdana atas
kepemilikan saham
pendiri
• 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan;
• 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;atau
• 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, BUMN
yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau BUMD yang mendapat penugasan
khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Dikecualikan dari pembayaran atau pemungutan
PPh Pasal 4 ayat (2)
Pengecualian diberikan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
OP yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP dan mengalihkan tanah dan/bangunan kurang
dari Rp.60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
OP yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sehubungan dengan hibah
yang diberikan kepada:
• keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan
• kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan sehubungan dengan Hibah
yang diberikan kepada:
• badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha Kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Pengalihan tanah dan/bangunan sehubungan dengan warisan.
Dikecualikan dari pembayaran atau pemungutan
PPh Pasal 4 ayat (2)
Pengecualian diberikan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB)
badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka
penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
untuk menggunakan nilai buku;
orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka
melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik
negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta
berupa tanah dan/atau bangunan.
7. Jasa Konstruksi:
PP 51/2008 s.t.d.d
PP 40/2009 Jasa Konstruksi
2% 3% 4% 4% 6%
PP 51/2008 s.t.d.d
PP 9/2022
7. Jasa Konstruksi:
CATATAN
• Dalam hal Pengguna Jasa Konstruksi bukan merupakan pemotong pajak, PPh Final
disetor sendiri.
• Dalam hal terdapat selisih kekurangan PPh Final atas Jasa Konstruksi yang
seharusnya dipotong, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa
konstruksi.
• Jika nilai kontrak tidak dibayar sepenuhnya (dibayar tapi tidak lunas) oleh pengguna
Jasa Konstruksi, maka atas nilai yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh
Final, dengan syarat Nilai yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang
tidak dapat ditagih.
• Dalam hal piutang yang tidak dapat ditagih kemudian dapat ditagih lagi, tetap
dikenakan PPh yang bersifat final.
8. Persewaan Tanah dan/atau bangunan:
● Objek PPh yang bersifat final adalah penghasilan dari sewa tanah dan/ atau bangunan
berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,
rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan industri.
Tarif:
10% x Jumlah Bruto nilai persewaan
baik yang menyewa WP OP maupun WP Badan.
(Update UU HPP)
10. Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh WP
yang memiliki peredaran Bruto tidak melebihi 4,8 Miliar
dalam 1 tahun
Jangka waktu:
• 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
• 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, atau firma; dan
• 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
10. Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh WP
yang memiliki peredaran Bruto tidak melebihi 4,8 Miliar
dalam 1 tahun
Pelunasan:
Disetor sendiri
Untuk transaksi dengan bukan pemotong atau pemungut
Paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Pada saat setor sudah dianggap menyampaikan SPT Masa
Dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak yang ditunjuk sebagai
Pemotong atau Pemungut Pajak
Menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada Pemotong atau
Pemungut Pajak
TERIMA KASIH