26-Article Text-100-1-10-20200821
26-Article Text-100-1-10-20200821
Abdul Muthalib
Abstract: Legal Changes With The Cause of Time, Place and State This study aims
to explore the ulama's view of the change of Islamic law by changing the times,
places and circumstances. the renewal of Islamic law can be interpreted as an effort
and deed through a certain process with full seriousness done by those who have the
competence and authority in the development of Islamic law (Mujtahid) in ways that
have been determined based on the rules of law istinbat justified making the Islamic
law more fresh and modern, not out of date. This is what Ushul fiqh terminology is
known as "Ijtihad".Keywords: Fiqh, Ijtihad, Legal Update.
72
Jurnal Hikmah, Volume 15, No. 1, Januari – Juni 2018, ISSN :1829-8419
2. Bila hasil ijtihad lama didasarkan atas menjadi seperti era Rasululloh SAW, para
‘urf setempat, dan bila ‘urf itu sudah sahabat, dan tabiin. Dari beberapa pengertian
berubah, maka hasil ijtihad lama itupun tentang pembaharuan (tajdid) tersebut,
dapat diubah dengan menetapkan hasil pembaharuan hukum Islam dapat diartikan
ijtihad baru yang berdasarkan kepada ‘urf sebagai upaya dan perbuatan melalui proses
setempat yang telah berubah itu. tertentu dengan penuh kesungguhan yang
Contohnya hasil ijtihad mengenai kepala dilakukan oleh mereka yang mempunyai
negara wanita. Hasil ijtihad ulama ter- kompetensi dan otoritas dalam pengem-
dahulu menetapkam wanita tidak boleh bangan hukum Islam (Mujtahid) dengan
menjadi kepala negara, sesuai dengan cara-cara yang telah ditentukan berdasarkan
‘urf masyarakat Islam masa itu yang kaidah-kaidah istinbat hukum yang dibenar-
tidak bisa menerima wanita sabagai kan sehingga menjadikan hukum Islam lebih
kepala negara. Dengan berkembangnya segar dan modern, tidak ketinggalan zaman.
paham emansipasi wanita, ‘urf masya- Inilah yang didalam istilah Ushul fiqh
rakat Islam sekarang sudah berubah, dikenal dengan “Ijtihad”.
mereka sudah dapat menerima wanita Begitu juga terjadinya perubahan serta
sebagai kepala negara. Hasil ijtihad pembaharuan hukum yang terjadi di Indo-
ulamapun sudah dapat berubah dan sudah nesia. adanya pembaharuan hukum di islam
menetapkan bahwa wanita boleh menjadi Indonesia dilandasi dari beberapa faktor
kepala negara. berikut:
3. Apabila hasil ijtihad lama ditetapkan Pertama, Untuk mengisi kekosongan
dengan qiyas, maka pembaharuan dapat hukum karena norma-norma didalam kitab
dilakukan dengan meninjau kembali fiqh klasik tidak begitu jelas mengaturnya,
hasil-hasil ijtihad atau ketentuan- sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap
ketentuan hukum yang ditetapkan dengan hukum dan masalah yang terjadi sangat
qiyas dengan menggunakan istihsan. mendesak untuk diterapkan.
Sebagaimana diketahui, penetapan Kedua, pengaruh globalisasi ekonomi
hukum dengan istihsan merupakan suatu dan iptek yang terus mengalami kemajuan
jalan keluar dari kekakuan hukum yang sehingga perlu adanya hukum yang
dihasilkan oleh qiyas dan metode-metode mengaturnya.
istinbat hukum yang lain. Contohnya Ketiga, pengaruh reformasi dalam ber-
hasil ijtihad tentang larangan masuk bagai bidang yang memberikan peluang
masjid bagi orang haid yang diqiyaskan kepada hukum Islam untuk dijadikan sebagai
kepada orang junub karena sama-sama referensi Hukum dalam membuat hukum
hadats besar. Ada ulama yang merasa nasional.
qiyas di atas kurang tepat karena ada Keempat, pengaruh para pambaru
unsur lain yang membedakan haid pemikiran hukum Islam baik nasional mau-
dengan junub, walaupun keduanya sama- pun internasional, terutama yang menyang-
sama hadath besar. (Muhammad Wafa’ : kut hal-hal yang berkaitan dengan ilmu dan
2001: 51) teknologi. (Muhyar Fanani, 2010: 76).
Menurut Qardhawi (1996 : 107) yang Di dalam prakteknya pembaharuan
dimaksud dengan Tajdid adalah berupaya Hukum Islam di Indonesia sudah mulai
mengembalikannya pada keadaan semula berkembang sejak jaman kemerdekaan yaitu
sehingga ia tampil seakan barang baru. Hal pada tahun 1945 dan kemudian sampai
itu dengan cara memperkokoh yang lemah, sekarang sudah cukup banyak produk refor-
memperbaiki yang usang dan menambal masi hukum Isla tersebut diantaranya yang
kegiatan yang retak sehingga kembali berperan penting dalam reformasi tersebut
mendekat pada bentuknya yang pertama, adalah ormas-ormas Islam dan yang paling
sehingga tajdidu din bukan berarti bermakna penting adalah bahwa Pengadian Agama
mengubah agama tetapi mengembalikannya selaku lembaga penegak hukum menjadi
lebih luas kewenangannya untuk melakukan hukum Islam kategori fikih. Hukum Islam
reformasi hukum Islam yaitu dengan adanya kategori fikih adalah hasil pemahaman dan
UU Nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan rumusan para ulama yang bisa jadi ada yang
kehakiman. Dan juga adanya Undang- dipengaruhi oleh keadaan pada masa itu,
Undang nomor 35 tahun 2000 tentang seperti yang dilandaskan atas ‘urf setempat
Propernas yang menyebutkan bahwa untuk dan karenanya ketentuan itu belum tentu
membentuk hukum Nasional salah satu mampu menjawab permasalahan dan per-
bahan bakunya adalah hukum Agama. kembangan baru, artinya belum tentu mampu
Secara legal formal pembaharuan merealisasikan kemaslahatan umat masa kini
Hukum Islam Indonesia ditandai dengan yang keadaannya berbeda dengan keadaan
adanya peranan Pegadilan Agama dalam pada masa itu.
pemeberlakuan UU nomor 1 tahun 1974 Ajaran asli Al-Qur’an dan hadith selalu
tentang Perkawinan dan PP tahun 1975 yang mampu manjawab permasalahan-permasa-
kemudian dilanjutkan dengan beberapa lahan masyarakat sepanjang zaman dan
peraturan perundang-undangan yang lainnya semua tempat. Oleh karena itu dalam
yang substansinya mencoba menggeser nilai- menetapkan hukum terhadap suatu masalah,
nilai fiqh klasik kepada nilai-nilai baru. para mujtahid harus langsung kembali
Pihak lain yang dituntut berperan kepada ajaran asli Al-Qur’an dan hadith
dalam pembaharuan Hukum Islam adalah dengan cara berijtihad memahami dan
mereka para Hakim Pengadilan Agama, Para menafsirkan ajaran-ajaran asli tersebut serta
Hakim ini dibebani tugas untuk menggali, memperhatikan dasar-dasar atau prinsip-
mengikuti dan memahami nilai-nilai Hukum prinsipnya yang umum. Dengan demikian
Islam yang berkembang di masyarakat, ketentuan hukum Islam yang dihasilkan oleh
dengan ijtihad mereka menemukan hukum ijtihad itu betul-betul mampu menjawab
baru terhadap suatu peristiwa yaitu permasalahan-permasalahan masyarakat,
menggunakan metode Qiyas, Istihsan, Sadz dalam arti mampu merealisasikan kemas-
dzari’ah, ‘Urf, dan Maslahah. (Muhyar lahatan umat manusia yang merupakan
Fanani, 2010: 78). tujuan shariat Islam. (Fanani, 2010: 79).
Masyarakat Muslim dapat menerima
pembaharuan hukum Islam, baik dalam TUJUAN PEMBAHARUAN HUKUM
peraturan perundang-undangan maupun ISLAM
melalui putusan-putusan Pengadilan Agama. Pembaharuan hukum Islam merupakan
Penerimaan ini didasarkan kepada suatu suatu keharusan, malahan kewajiban yang
kenyataan bahwa Hukum Islam memang mutlak. Pembaharuan atau modernisasi ber-
sesuai dengan cita hukum dan rasa keadilan arti berfikir dan bekerja menurut fitrah atau
yang selama ini sangat diidamkan oleh sunatullah yang hak. Sunatullah telah
masyarakat. Putusan Pengadian agama mengejawantahkan dirinya dalam hukum
sangat diperlukan saat ini dalam rangka alam, maka untuk menjadi modern manusia
membentuk kaidah hukum baru yang sesuai harus mengerti terlebih dahulu hukum yang
dengan perkembangan jaman dengan tidak berlaku dalam alam itu. Manusia, karena
melupakan konsep-konsep yang dibuat ter- keterbatasan kemampuannya, tidak sekaligus
dahulu oleh para Ulama. Karena pem- mengerti sunatullah itu, melainkan sedikit
baharuan hukum Islam mengandung arti demi sedikit dari waktu ke waktu. Oleh
gerakan ijtihad menetapkan ketentuan hukum karena itu hukum Islam pun harus terus
yang mampu menjawab permasalahan dan menerus mengalami pembaharuan seirama
perkembangan baru maka pembaharuan itu dengan penemuan dan perkembangan
dilakukan dengan cara kembali kepada ajaran pengetahuan manusia terhadap hukum alam
asli Al-Qur’an dan hadith dan tidak mesti agar hukum Islam sesuai dengan kenyataan
terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam hukum alam.
Islam hasil ijtihad lama yang merupakan
kalimat yang menunjukkan arti perintah ialah kemaslahatan yang selaras dengan tujuan-
wajib dan hukum asal dari kalimat yang tujuan syariat namun tidak ditunjukkan oleh
menunjukkan arti larangan ialah haram”, suatu dalil tertentu dari syara’. Dengan
kecuali apabila terdapat indikasi yang mengaitkan hukum dengan muqhashid
menunjukkan makna wajib menjadi sekedar syariah, akan dapat tercapai kemaslahatan
sunnah, petunjuk, pembelajaran etik, dan terhindari kemudharatan pada masya-
peringatan dan ancaman, do’a ataupun rakat. (Mahfuz, 2003: 87).
terdapat indikasi yang membelokkan makna
haram menjadi sekedar makruh, do’a, CONTOH-CONTOH PERUBAHAN
petunjuk, penghinaan, menjelaskan akibat HUKUM
dari suatu perbuatan, ataupun keputusasaan. Perubahan Hukum pada masa Sahabat
Kaedah tersebut dikenal luas dalam Ushul Perubahan fatwa mengenai hukuman
Al-Fiqh, namun sebagian kalangan hendak bagi peminum khamar. Oleh Rasulullah,
menggantinya, mengembangkannya, atau peminum khamar tidak diberi hukuman
mengabaikan sama sekali tanpa memberikan tertentu yang bersifat baku. Kadangkala
suatu alternatif yang dapat diterima secara Rasul memerintahkan untuk dipukul.
logika, syara’, ataupun tradisi. Sebagian sahabat ada yang memukul dengan
Mengapa mereka tidak bergegas tangan, terompah, ada yang dengan terom-
mengadakan perombakan terhadap prinsip- pah, ada pula dengan tongkat. Jumlahnya
prinsip hukum positif yang kian mencekik tidak beliau tentukan hingga sampai beliau
leher kita, memalingkan kita dari syariat dan perintahkan berhenti. Rasulullah juga pernah
agama kita, dan tidak pula berupaya meng- tidak menghukum peminum khamar. Pada
gantikan apa yang buruk dengan sesuatu awalnya Rasulullah tidak memberikan
yang lebih baik? hukuman yang berat pada saat-saat awal
Para Ulama Ushul telah menyusun karena jarak waktu yang terlalu dekat dengan
sumber-sumber hukum yang telah disepakati, ketentuan yang masih membolehkan mereka
dengan mengacu kepada hadits Muadz bin meminum khamar. Lambat laun, hukuman
jabal ra.yang diutus oleh Rasulullah SAW. tersebut semakin diperberat, meskipun tidak
Untuk menjadi hakim,dai dan sekaligus guru ditentukan batas hukuman yang pasti.
di Yaman. Ketika itu Rasulullah merestuinya Kadangkala hukuman cambuk kurang dari
untuk mengambil keputusan dengan merujuk empat puluh kali, namun tidak jarang lebih
pertama-tama pada Al-Qur’an, kemudian dari hitungan tersebut.
Sunnah, lalu dengan berijtihad dengan Pada masa khalifah Abu Bakar,
pendapat yang tepat yang selaras dengan hukuman bagi peminum khamar telah
maqhasid syariah serta semangat dan prinsip- ditentukan sebanyak empat puluh cambukan.
prinsip umum syari’ah. Namun ketika Umar menjabat khalifah,
Berdasarkan pada hal ini, seorang hukumannya berbeda. Beliau bermusya-
mujtahid pertama-tama harus bersandar warah dengan para sahabat yang lain tentang
kepada Al-Qur’an, kemudian Sunnah, baru hukuman tersebut. Beliau berkata: “Telah
kemudian Ijma’ dan Qiyas. Ketika dia tidak banyak orang yang meminum minuman
mampu mengahasilkan keputusan hukum keras. Mereka telah berani melakukannya”.
dengan menggunakan empat sumber di atas, Sayyidina Ali mengatakan : “Orang-
ia diperbolehkan menggunakan sumber- orang yang mabuk karena minuman keras itu
sumber lain seperti Istihsan (yang merupakan akan membual dan berbicara tidak karuan.
salah satu bentuk qiyas atau pengecualian Apabila mereka membual, mereka membuat
persoalan parsial dari suatu prinsip dan perkataan palsu dan mengada-ada seperti
kaidah umum yang berlandaskan suatu dalil menuduh orang lain berzina dan sebagainya.
khusus yang menunjukkan hal itu). Oleh karena itu, tetapkanlah suatu peraturan
Kemudian Istishlah atau biasa disebut yang memberikan hukuman kepada para
dengan mashlahah al-mursalah, yaitu peminum khamar seperti hukuman terhadap
orang yang menuduh berzina. (Wahbah al- makanan pokok seperti kurma, kismis, keju
Zuhailiy dan Jamaluddin al-‘Atiyah, 2002: atau syaier. Tapi pada perkembangan
112). selanjutnya, para sahabat berpendapat bahwa
Atas dasar ini khalifah Umar setengah sha’ gandum sama nilainya dengan
menetapkan hukuman bagi peminum khamar satu sha’ makanan pokok lainnya. Ibnu
sebanyak delapan puluh kali cambukan Mundzir meriwayatkan Utsman, Ali, Abu
sebagaimana hukuman para penuduh zina. Hurairah, Jabir, Ibnu Abbas dan lain-lain
Musyawarah yang dilakukan khalifah Umar telah menetapkan zakat fitrah sebesar
bermula dari surat yang ditulis oleh Khalid setengah sha’ gandum. Mereka memandang
Bin Walid. Dalam suratnya, Khalid Bin saat itu harga gandum lebih mahal daripada
Walid mengemukakan bahwa banyak jenis makanan lain. (Mahyuddin Bin Syaraf
dijumpai orang-orang yang telah meng- Al-Nawawi, 1996 : 123).
gemari minuman keras dan tidak meng- Perubahan fatwa Umar tentang zakat
hiraukan hukuman yang dikenakan. Pada kuda. Pada awalnya Umar tidak menetapkan
awalnya khalifah Umar menetapkan zakat bagi kuda. Ketika ia diminta untuk
hukuman empat puluh cambukan bagi menentukan zakat bagi kuda, beliau
peminum khamar. Para peminum khamar mengatakan “Hal itu tidak pernah dilakukan
terus melakukan kegemarannya, beliau mem- oleh kedua sahabatku terdahulu, Bagaimana
perberat menjadi enam puluh cambukan. mungkin aku akan melakukannya?”. Namun
Namun mereka tetap saja belum merasa jera. pada masa berikutnya beliau menetapkan
Umar lalu bersikap tegas dengan menetapkan zakat sebesar satu dinar dari setiap satu ekor
menjadi delapan puluh cambukan. Sedang- kuda. Hal ini dikarenakan tingginya harga
kan, pada masa khalifah Utsman Bin ‘Affan, kuda saat itu. Umar berpendapat jika empat
hukuman bagi para peminum khamar puluh ekor kambing saja dikenakan sebesar
sebanyak delapan puluh kali dan empat satu ekor kambing, mengapa kuda yang
puluh kali cambukan. harganya sebanding dengan seratus ekor unta
Dari rangkai cerita di atas para sahabat tidak dipungut zakatnya?
tidak bertumpu pada satu ketetapan yang Fatwa Umar tentang muallaf. Umar
baku dalam menetapkan hukuman terhadap mempunyai pandangan tersendiri mengenai
para peminum khamar. Mereka menetapkan pemberian zakat kepada sekelompok orang
peraturan berdasarkan kondisi tertentu. yang di zaman Rasulullah dan Abu Bakar
Karena tidak ada nash yang pasti, maka dikenal sebagai muallaf. Umar berpendapat
fatwa sahabat mengalami perubahan sesuai “Sesungguhnya Allah telah memuliakan
waktu dan situasi. Bahkan pada masa Islam dan mencukupi mereka”. Mereka tidak
Sayyidina Ali menjadi khalifah, seorang lagi perlu diberi zakat. (Al-Nawawi, 1996 :
peminum khamar pernah mendapat hukuman 154)
yang lebih berat. Pada saat itu, seorang Fatwa Umar tentang talak tiga.
penyair bernama Najjasyi Al-Haritsi telah Menurut keterangan Syaikhul Islam Ibnu
meminum khamar pada bulan Ramadhan. Ia Taimiyah, Umar benar-benar telah
kemudian dimasukkan ke dalam penjara menjatuhkan ketetapan terhadap seorang
setelah dicambuk sebanyak delapan puluh laki-laki yang mengucapkan talak tiga
kali. Keesokan harinya, ia dikeluarkan dari kepada istrinya hanya dengan satu perkataan
penjara dan diberi cambukan sebanyak dua saja. Umar mengetahui bahwa pada zaman
puluh kali lagi. Sayyidina Ali mengatakan Rasulullah dan khalifah Abu Bakar talak tiga
“Saya mencambukmu dua puluh kali lagi kali yang diucapkan satu kali saja tetap
karena kelancanganmu menentang Allah merupakan talak satu. Pada mulanya Umar
SWT dan berbuka pada bulan Ramadhan”. juga melaksanakan sama. Namun pada
Perubahan fatwa mengenai zakat fitrah. perkembangan selanjutnya menunjukkan
Rasulullah telah mewajibkan untuk mem- bahwa banyak diantara kaum laki-laki yang
berikan zakat fitrah sebesar satu sha’ bermain-main dengan mempermudah talak.
Dengan penetapan yang tegas bahwa talak dengan sebab kerusakan akhlak dan moral,
tiga jatuh pada perkataan yang diucapkannya atau perubahan hukum dengan sebab
satu kali, Umar berharap agar perbuatan lemahnya menjaga Agama, maka adanya
seperti itu berkurang. kewajiban untuk merubah hukum syariat
Perubahan fatwa zaman tabi’in dan untuk mencapai kemaslahatan dan menolak
sesudahnya. ketika Umar bin Abdul ‘Aziz kerusakan dan menunjukkan kebenaran serta
menjadi khalifah menetapkan bahwa untuk kebaikan. Adapun hukum-hukum yang
proses peradilan hanya dibutuhkan seorang berkaitan dengan ta’abbudi, ketetapan nilai
saksi yang telah mengucapkan sumpah. syariat, dan yang berkaitan dengan ushul al-
Namun ketika ia berada di Syam, ketetapan Syari’ah maka tidak dapat dirubah
itu berubah, dengan keharusan menghadirkan selamanya, kapanpun dan dimanapun seperti
dua saksi. Atau contoh lain, pada masa Abu keharaman yang haram, saling ridho dalam
Hanifah, ia telah melaksanakan keputusan persoalan aqad jual beli, dan tidak ada beban
dengan kesaksian yang tersembunyi dalam dosa yang dipikul oleh orang lain. (Wahbah
proses peradilan. Namun Abu Yusuf dan Al-Zuhailiy, 1986: 1116).
Muhammad (Keduanya madzhab Hanafi)
cara tersebut ditolak. Sebab mereka melihat 2. Perubahan Hukum karena ‘urf.
telah berkembangnya kebohongan di ﺃﻓﱵ ﺍﳌﺘﺄﺧﺮﻭﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﲜﻮﺍﺯ ﺃﺧﺬ ﺍﻷﺟﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﺗﻌﻠﻴﻢ
kalangan masyarakat.
ijma’ para sahabat bahwa air , ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺍﻟﻄﺎﻋﺎﺕ ﻣﻦ ﺻﻼﺓ, ﻭ ﺍﻷﺫﺍﻥ,ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻭ ﺍﻹﻣﺎﻣﺔ
musta’mal tidak boleh digunakan. Ijma’ ini
terbentuk melalui dua jalan. Pertama, mereka
ﻓﻬﻮ ﺣﻜﻢ ﺧﻮﺍﻟﻒ ﻓﻴﻪ ﻣﺎﻛﺎﻥ ﻣﻘﺮﺭ ﻋﻨﺪ. ﻭﺣﺞ,ﻭﺻﻮﻡ
sepakat bahwa musafir yang hanya memiliki ﻭﺍﻧﻘﻄﺎﻉ, ﻭﻣﻨﻬﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﳊﻨﻔﻴﺔ ﻧﻈﺮﺍ ﻟﺘﻐﻴﲑ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ,ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ
sedikit air harus tetap menggunakan air itu
dengan cara menumpahkannya (isti’mal ,ﻋﻄﺎﻳﺎ ﺍﳌﻌﻠﻤﲔ ﻭ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺸﻌﺎﺋﺮ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﻣﻦ ﺑﻴﺖ ﺍﳌﺎﻝ
iraqah). Seandainya air dapat digunakan ﺃﻭ,ﻓﻠﻮ ﺇﺷﺘﻐﻞ ﻫﺆﻻﺀ ﺑﺎﺍﻹﻛﺘﺴﺎﺏ ﻣﻦ ﺯﺭﺍﻋﺔ ﺃﻭ ﲡﺎﺭﺓ
kembali tentunya mereka melarang dan
menyuruh untuk mengumpulkannya untuk ﻟﺰﻡ ﺿﻴﺎﻉ ﺍﻟﻘﺮﺃﻥ ﻭﺇﳘﺎﻝ ﺗﻠﻚ,ﺻﻨﺎﻋﺔ
digunakan pada thoharah berikutnya. Kedua
mereka berbeda pendapat tentang tindakan (Wahbah Al-Zuhailiy: 835).ﺍﻟﺸﻌﺎﺋﺮ
yang harus dilakukan bila seseorang hanya Telah memfatwakan dikalangan ulama
memiliki air yang tidak cukup untuk mutaakhir, bahwa membolehkan mengambil
taharahnya, apakah ia harus menggunakan upah dari mengajarkan AlQuran, menjadi
air itu seadanya, kemudian bertayammum Imam sholat lima waktu, tukang azan, dan
ataukan ia boleh langsung bertayammum semua yang berkaitan dengan ketaatan
saja. Kalau saja air musta’mal dapat kepada Allah SWT baik dari sholat, puasa,
dipergunakan tentu mereka akan sepakat maupun yang berkaitan dengan ibadah Haji.
bahwa orang tersebut harus menggunakan- Maka adanya perbedaan karena adanya
nya untuk sebagian anggota, dan menam- perubahan hukum yang ditetapkan oleh para
pungnya agar dapat digunakan kembali untuk ulama. Pendapat ulama Hanafiyah meman-
anggota berikutnya. Melalui kedua tujuan ini dang perubahan hukum karena sebab
tampak mereka telah sepakat (Ijma’) bahwa perubahan masa, dikarenakan terputusnya
air musta’mal itu tidak dapat digunakan. (al- gaji kepada guru AlQuran, dan orang-orang
Nawawi : 105) yang bekerja di dalam mensyiarkan Islam
Wahbah Al-Zuhaili dalam Kitab Ushul dari bait al-mal. Jka seandainya mereka
Fiqhnya menjelaskan bahwa Hukum dapat disibukkan dengan urusan pekerjaan
berubah dengan sebab berubahnya ‘urf atau masingmasing seperti berkebun, berdagang,
berubahnya kemaslahatan manusia pada atau menjadi buruh tentunya akan menye-
masa itu. atau untuk menjaga kehormatan babkan hilangnya syiar AlQuran dan syiar
yang begitu penting, atau perubahan hukum Agama.
Begitu juga larangan bagi para gadis digunakan sebagai alat untuk membersihkan
remaja untk sholat di masjid berjamaah sesuatu. Pertanyaannya, apakah air kotor yang
,ﻣﻨﻊ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﺍﻟﺸﺎﺑﺎﺕ ﻣﻦ ﺣﻀﻮﺭ ﺍﳌﺴﺎﺟﺪ ﻟﺼﻼﺓ ﺍﳉﻤﺎﻋﺔ sudah dibersihkan dengan teknologi tertentu,
yang secara ilmiah (ilmu kesehatan) telah me-
ﲞﻼﻑ ﻣﺎﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﳊﺎﻝ ﰲ ﺯﻣﻦ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ menuhi syarat sebagai air bersih, dapat dianggap
telah memenuhi syarat sebagai air muthlaq
(Al-. ﻧﻈﺮﺍ ﻟﻔﺴﺎﺩ ﺍﻷﺧﻼﻕ ﻭﺍﻧﺘﺸﺎﺭ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ,ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
menurut fikih, sehingga dapat digunakan
Zuhailiy: 836) sebagai air untuk bersuci (berwudhu dan
Mencegah para gadis remaja untuk mandi). Sekiranya dicari Hadis yang secara
menghadiri sholat jamaah, dengan berbeda jelas menyatakan bahwa air kotor (bernajis)
pada masa Rasul SAW, karena dapat dibersihkan dengan cara distrilisasi, tidak
mempertimbangkan kerusakan akhlak dan akan kita dapatkan karena kegiatan (teknologi)
tersebarnya kerusakan. seperti itu tidak ada pada masa Rasulullah."
Tetapi kalau kita berpegang pada prinsip yang
3. Perubahan hukum Karena Kemajuan dipetik dari Hadis-hadis tersebut, bahwa air yang
Ilmu Pengetahuan dan tekhnologi dapat digunakan untuk bersuci adalah air yang
Beralih kepada contoh-contoh ketentuan fikih bersih yang dapat membersihkan (air
yang dianggap perlu berubah atau dibuat muthlaq), maka semua air yang sudah bersih,
yang baru karena adanya kemajuan ilmu dan walaupun prosesnya tidak secara alamiah, tetapi
teknologi. Contoh-contoh ini adalah mengenai dengan bantuan teknologi tentu dapat bahkan
air muthlaq, pengertian safar dalam hubungan harus dianggap sama dengan air yang bersih
dengan shalat qashar, penentuan awal waktu secara alamiah. Dengan logika ini, air kotor
shalat fardu dan puasa Ramadhan serta hari (bernajis) yang dibersihkan dengan teknologi
raya, pengertian senif-senif penerima zakat, tertentu akan dianggap sebagai air muthlaq
pengertian keluarga, sistem peradilan (sama seperti air yang bersih secara alamiah)
danhukum acara di Arab Saudi, dan yang dan karena itu dapat digunakan untuk
terakhir hubungan anak luar kawin dengan mensucikan diri."
ayah biologisnya. (Alyasa’ Abu Bakar, 2016: Contoh kedua, adalah pengertian
335). safar (perjalanan) yang membolehkan
Contoh pertama, dalam fikih yang ada qashar shalat. Izin untuk mengqashar shalat
sekarang ditetapkan bahwa air yang dianggap ditemukan dalam A1-Qur'an (an-Nisaa' [4]
bersih dan dapat membersihkan adalah air ayat 101). Tetapi penjelasan ten- tang safar
muthlaq (yaitu air alami, air semula jadi, yang yang menyebabkan pelakunya boleh meng-
belum dicampur/bercampur dengngan benda qashar shalat tidak ditemukan dalam Al-
lain), yang di dalam kitab-kitab fikih biasa- Qur'an. Hadis tentang safar yang memboleh-
nya diperincikan menjadi tujuh, yaitu air kan qashar shalat, sepanjang bacaan penulis,
hujan, air salju, air embun, air mata air, air semuanya merupakan Hadis fi (praktik
sumur, air sungai, dan air Taut. Sekiranya Nabi), sehingga dapat ditafsirkan secara
dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadis serta penjelasan berbeda-beda. Karena itu dapat dimaklumi
yang diberikan para ulama diperhatikan secara sekiranya Hadis-hadis ini menyebabkan
saksama, akan dapat disimpulkan bahwa perbedaan pendapat yang relatif sangat
penyebutan tujuh macam tersebut berkaitan beragam di kalangan ulama.
dengan keadaannya sebagai air alami, yang Menurut Imam al-Syafi'i, berdasarkan
dianggap bersih dan dapat membersihkan. Pada riwayat yang sampai kepada beliau,
masa sekarang, dengan kemajuan ilmu dan Rasulullah tidak pernah mengqashar shalat
teknologi, air yang sudah kotor (bernajis, dalam perjalanan dengan jarak yang kurang
tercemar) dengan cara tertentu dapat disuling dari dua hari (malam) perjalanan. Karena
(disterilisasi, dibersihkan kembali) sehingga itu, beliau menyimpulkan bahwa seseorang
menjadi bersih dan memenuhi syarat menurut baru boleh mengqashar shalat kalau
ilmu kesehatan untuk dikonsumsi dan melakukan perjalanan dengan waktu tem-
puh mencapai dua malam (laylatayn), yang tidak sama, bahkan sangat senjang. Untuk itu
beliau sebut sama dengan 46 mil Hasyimi terjadi perbedaan pendapat di antara para
(sama dengan 16 farsakh, atau 48 mil biasa, ulama.Kebanyakan mereka cenderung memilih
atau setara dengan 88,656 km menurut ukuran jarak tempuh dan meninggalkan
ukuran kita sekarang). Adapun untuk ukuran waktu ternpuh. Ulama Indonesia
dirinya sendiri Imam al-Syafi' i berkata, cenderung berpendapat bahwa orang yang mela-
bahwa beliau dengan alasan ihtiyath (pertim- kukan perjalanan baru boleh mengqashar
bangan kehati-hatian) baru akan melakukan shalat kalau perjalanan yang dia tempuh
qashar apabila perjalanan yang beliau laku- tersebut berjarak sekitar 90 km, lepas dari apa
kan tersebut menghabiskan waktu tempuh tiga kendaraanyang dia gunakan. (Wahbah Al-
malam (hari) atau lebih. Kalau waktu Zuhailiy, 2006 : 243).
tempuh perjalanan tersebut tidak sampai tiga Mengukur safar dengan jarak
hari, maka beliau tidak melakukan shalat tempuh atau waktu tempuh pada masa lalu
qashar." Adapun mengenai waktu paling relatif tidak menimbulkan masalah, karena
panjang untuk mengqashar shalat setelah kecepatan alat (moda) transportasi pada
berada di tempat tujuan, Imam al-Syafi' i waktu itu (berjalan kaki, mengendarai unta,
menggunakan waktu yang digunakanNabi menunggang kuda atau naik perahu layar
untuk menetap di Mekkah sebagai ukuran atau dayung) relatif sama. Dengan kata lain,
yaitu sepuluh hari. pada masa dahulu sedikit sekali perbedaan
Mungkin bermanfaat untuk ditam- waktu tempuh antara berbagai alat transportasi
bahkan, dalam hubungan dengan rukhshah yang ada. Tetapi pada masa sekarang
ibadah, Imam al-Syafi membedakan safar perbedaan kecepatan antara berbagai alat
menjadi dua. Untuk kebolehan bertayamum transportasi sangatlah beragam, sehingga
dan mengerjakan shalat sunah di atas perbedaan waktu tempuhnya menjadi sangat
kendaraan, kebolehan tidak menghadap kiblat beragam pula.Perbedaan kecepatan antara
ketika shalat di atas kendaraan, dan kebolehan berbagai alat transportasi seperti berjalan kaki,
menyapu sepatu ketika berwudhu, beliau sepeda motor, mobil, perahu bermotor, kapal
menggunakan safar dalam artinya yang mesin, serta pesawat udara sangatlah tinggi.
mutlak (harfiah), tanpa persyaratan apa pun. Karena hal tersebut perlu meneliti ulang Hadis-
Adapun mengenai safar yang membolehkan hadis tentang safar yang membolehkan qashar
orang mengqashar shalat dan mewajibkan shalat. Mungkin pemahaman berdasar waktu
orang perempuan didampingi oleh muhrim, tempuh, akan lebih baik dari pemahaman
beliau memberikan persyaratan, yaitu dua berdasar jarak tempuh. Perjalanan satu
hari (malam) perjalanan. farsakh pada masa Nabi kita pahami sebagai
Selain Hadis yang digunakan Imam perjalanan satu jam (bukan 5 km) dan
al-Syafi' i di atas, masih ada Hadis lain perjalanan empat burud kita pahami sebagai
(semuanya fi li) yang menyatakan bahwa perjalanan dua. hari (dua malam, bukan 88
Nabi pernah melakukan qashar shalat ketika km). Dengan jalan pikiran ini, maka per-
baru (sudah) melakukan perjalanan sejauh jalanan pendek dalam Hadis Nabi tersebut
tiga farsakh (16.623 m), jarak antara akan dipahami sebagai perjalanan satu jam
Madinah dan Dzul Hulaifah (Bir Ali), (pergi ke luar kota dan tidak pulang pada hari
bahkan ada Hadis yang menyatakan Nabi yang sama) terlepas dari apa pun moda
sudah mengqashar shalat ketika perjalanan transportasi yang digunakan. Adapun Hadis
yang dia lakukan sudah (baru) mencapai satu yang berisi perjalanan jauh (sekitar 88 km)
farsakh (tiga mil, 3 x 1847 m = 5541 meter). akan dipahami sebagai perjalanan dua hari
Jarak safar yang pada masa Rasulullah satu malam, lepas dari apapun alat
dan Imam al-Syafi' i sama antara ukuran transportasi yang digunakan. Sekiranya
waktu tempuh yaitu dua hari dengan ukuran ukuran yang jauh yang akan kita pakai, maka
jarak tempuh yaitu empat burud, pada masa orang yang melakukan perjalanan dengan
sekarang setelah kemajuan teknologi menjadi pesawat udara, jarang sekali yang akan
mendapat rukhshah melakukan shalat qashar, matahari secara langsung (terbit fajar, ter-
karena hanya perjalanan sangat jauh dengan gelincir matahari, panjang bayangan, terbenam
beberapa kali transit yang akan menghabis- matahari, atau hilangnya syafaq merah). Para
kan waktu sampai dua hari satu malam. ulama (ilmuwan) masa sekarang mengon-
Perjalanan paling jauh (setengah keliling versikan posisi matahari yang ada dalam Hadis
bumi, dari Indonesia ke Benua Amerika di atas ke dalam perhitungan astronomis,
misalnya) sekiranya dilakukan secara misalnya awal waktu shubuh adalah 18°
langsung tidak akan menghabiskan waktu sebelum matahari terbit dan begitu juga awal
sampai dua hari satu malam. (Al-Zuhailiy, waktu Isya (akhir waktu Magrib) adalah 18°
2006 : 243). setelah matahari terbenam. Berdasarkan kon-
Contoh berikutnya, mengenai versi tersebut, para sarjana (ulama) menyusun
penentuan waktu shalat wajib limakali jadwal waktu shalat fardu untuk berbagai kota
sehari semalam, dan penentuan awal bulan dan tempat di dunia.
kamariah, dalam hubungan dengan Di Indonesia misalnya sudah beredar
penentuan awal bulan Ramadhan (awal jadwal waktu shalat sepanjang tahun untuk
puasa wajib), awal bulan Syawal (hari raga hampir semua kota dan kabupaten. Bahkan
Idul Fitri, haram berpuasa), dan awal bulan sudah ada sistem komputer untuk menghitung
Zulhijah (untuk beberapa upacara haji, sendiri waktu shalat di suatu tempat dengan
termasuk shalat Idul Adha). Hadis-hadis memasukkan posisi (lintang dan bujur)
yang ada menunjukkan bahwa penentuan ternpat tersebut ke dalam sistem.
waktu untuk semua ibadah ini dikaitkan
dengan peredaran matahari atau bulan.Dari PENUTUP
Hadis-hadis mengenai awal waktu shalat wajib Para fukaha telah mengisi era ini
lima kali sehari semalam, dapat disimpulkan dengan berbagai gerakan perkembangan dan
sebagai berikut: kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi.
1. Awal waktu shalat Subuh mulai ketika Mereka mempersembahkan kepada umat
fajar sidik terbit dan berakhir dengan sesuatu yang tidak ternilai harganya. Mereka
terbitnya matahari. tidak tertinggal dalam melaksanakan kewa-
2. Awal waktu shalat Zuhur mulai setelah jiban berijtihad secara individual maupun
matahari tergelincir dan berakhir ketika kolektif, atau dengan memberikan fatwa
waktu Asar masuk. resmi.Semua itu dilakukan degan mengeluar-
3. Awal waktu shalat Asar mulai ketika kan fatwa pribadi ataupun melalui berbagai
bayang-bayang suatu benda sama dengan konfrensi dan seminar. Ini adalah arah yang
panjang dirinya ditambah dengan panjang jelas dan sesuai dengan kehendaka Allah
bayangbayang ketika matahari ber- serta selaras dengan landasan syariah yang
kulminasi dan berakhir ketika matahari mulia, nash-nashnya. tujuan-tujuan umum-
terbenam. nya, kaedah-kaedah umum dan khusus
4. Awal waktu Magrib mulai setelah matahari fiqihnya, serta merealisasikan harapan umat
terbenam dan berakhir ketika waktu Isya Islam pada setiap masa, zaman, ruang dan
masuk. waktu artinya bahwa hukum dapat berubah
5. Awal waktu Isya mulai setelah syafaq dengan perubahan waktu dan tempat.
merah hilang dan berakhir menjelang Perubahan hukum tentunya dibutuh-
fajar shadiq terbit." kan bagi setiap umat sepanjang zaman.
Pada masa sekarang, setelah ilmu Apabila ia datang dan bersumber dari para
falak (astronomi) berkembang secara relatif pakar, pemikir dan mujtahid yang kredibel
sangat maju bahkan mungkin dapat disebut dan dapat dipercaya,di samping itu, pem-
mencengangkan, dan setelah penggunaan baharuan juga berdasarkan Syari’ah ilahi
jam relatif merata di semua kalangan, maka yang mencakup aturan-aturan yang tetap
penentuan awal dan akhir waktu shalat tidak mapun yang berubah. Pembaharuan hukum
lagi dilakukan dengan mengamati peredaran harus memperhatikan kondisi-kondisi peru-
bahan agar ijtihad yang dilakukan murni bagi wesan, kelapangan dan kemudahannya serta
syari’ah, pendalaman yang cermat terhadap kelayakannya pada setiap ruang dan waktu.
hukum-hukumnya, sebagai bukti atas kelu-
DAFTAR PUSTAKA
Al-Nawawi, Mahyuddin Bin Syaraf, Raudah al-Talibin wa umdah al-muftin Beirut: Dar al-Fikr
juz 2 thn 1996
Al-qardawi, Yusuf, Fi fiqh al-awwalawiyyat, terj. “FIqh Prioritas, penerjemah Muhamad Nur
hakim. Jakarta: Gema Insani Press cet ke 4 thn 1996
Alyasa’, Abu Bakar, Metode Istislahiyah Pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam Ushul Fiqh.
Jakarta: Prenada Media Group cetakan ke 1 thn 2016
al-Zuhailiy, Wahbah dan Jamaluddin al-‘Atiyah, Tajdid al-fiqh al-Islamiy, terj Kontroversi
pembaruan fiqh, Penerbit Erlangga Thn 2002,
Al-Zuhailiy, Wahbah, Ushul al-fiqh Al-islamiy, Beirut: Dar al-Fikr juz II cet 1 thn 1986
Djazuli, A. Ushul Fiqh metodologi Hukum Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo, cet ke 1 th,. 2000
Fanani, Muhyar, Fiqh Madani konstruksi Hukum Islam di dunia Modern. Yogyakarta: Pustaka
pelajar cet ke 1 thn 2010
Mahfuz, Sahal, Fikih Sosial Upaya Pengembangan Mazhab Qauli Dan Mazhab Manhaji.
Jakarta: Universitas Islam Negeri, cet ke 2 thn 2003
Mas’ud, Muhammad Khalid, Filsafat Hukum Islam Studi tentang hidup dan pemikiran Abu
ishaq Al-syatibi. (Bandung: Pustaka cet ke 1 thn 1996
Nasution, Lahmuddin, Pembaruan Hukum islam dalam mazhab Syafi’i, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, thn. 2001
Wafa’, Muhammad Ta’arudh al-Adillati al-Syari’ati min al-kitabi wa al-sunnati wa al-tarjihu
bainaha” terj Metode tarjih atas kntradiksi dalil-dalil syara’ Jatim:Bangil penerbt Al-
izzah cet ke 1 thn 2001.
Yahya, Mukhtar dan Fathchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Isami Bandung:
PT Al-Ma’arif cet ke 3 thn 1993.