Anda di halaman 1dari 4

Jendela Torakostomi Flap Eloesser

Chadrick E. Denlinger, MD

Jendela torakostomi flap Eloesser ini awalnya dideskripsikan oleh Leo Eloesser pada tahun
1935 dan kemudian dimodifikasi oleh Symbas dan kawan-kawan sebagai pilihan perawatan
bedah untuk pasien dengan tuberkulosis dan infeksi ruang pleura yang terkait fistula
bronkopleura. Dua tujuan simultan flap torakostomi, seperti yang awalnya dijelaskan, adalah
untuk memungkinkan drainase pasif ruang pleura yang terinfeksi dan penciptaan katup satu
arah yang akan memungkinkan keluarnya cairan dari rongga dada tanpa kembalinya udara.
Maksud dari katup satu arah yang tersusun dari jaringan autolog ini adalah untuk
memfasilitasi ekspansi parenkim paru yang tersisa agar mengisi ruang toraks. Seiring dengan
perkenalan obat yang lebih efektif dalam untuk menangani tuberkulosis, kebutuhan terhadap
terapi bedah untuk tuberkulosis hampir menghilang. Demikian pula, kebutuhan untuk
torakostomi flap Eloesser yang sesungguhnya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, juga
menghilang. Namun, konsep jendela torakostomi epitelial tetap penting untuk penanganan
infeksi ruang pleura yang berat yang terkadang ditemukan pada pasien yang tidak cukup kuat
untuk mentoleransi pembedahan dekortikasi atau transposisi flap otot. Prosedur yang
dijelaskan di sini telah mempertahankan eponim “flap Eloesser,” meskipun tidak sepenuhnya
mewakili anatomi atau fungsi flap yang dimaksudkan seperti yang dijelaskan pada awalnya.
Untungnya, sebagian besar infeksi ruang pleura didiagnosis dalam kerangka waktu
yang kondusif untuk penanganan dengan tabung torakostomi tertutup dengan atau tanpa
instilasi agen fibrinolitik. Manajemen ini seringkali cukup untuk mendapatkan drainase
rongga pleura terinfeksi yang memadai serta ekspansi lengkap paru-paru. Ketika torakostomi
tabung tidak memadai, pembedahan dekortikasi biasanya sukses mencapai tujuan-tujuan ini.
Namun, jendela torakostomi flap Eloesser adalah opsi yang dapat digunakan ketika pasien
dianggap terlalu berat sakitnya untuk menjalani terapi dekortikasi atau jika paru tidak
sepenuhnya mengisi rongga toraks setelah dekortikasi.
Adaptasi alternatif dari jendela torakostomi, seperti jendela Clagett, juga telah
digambarkan sebagai pilihan untuk pasien yang sama. Perbedaan terbesar antara flap Eloesser
dan jendela Clagett adalah bahwa jendela Clagett jauh lebih besar daripada flap Eloesser dan
awalnya dirancang sebagai penanganan sementara untuk memungkinkan dekontaminasi
ruang pleura hingga penutupan berikutnya. Sebaliknya, flap Eloesser dimaksudkan untuk
membuat jendela drainase permanen ke ruang pleura.
Meskipun berpotensi menyelamatkan jiwa, jendela Eloesser mewajibkan pasien
menjalani periode panjang pergantian perban dan sering diiringi baju dan seprai yang kotor.
Sehingga, teknik flap Eloesser terus berevolusi. Dalam upaya untuk meminimalisir durasi
pergantian perban dan untuk lebih menampun drainase, beberapa penulis telah menambah
alat penutupan yang dibantu vakum (vacuum assisted closure, VAC). Ini mungkin menjadi
pilihan pengobatan yang layak untuk pasien dengan empiema dan ruang pleura residual
berukuran sedang. Pada peninjauan ulang retrospektif, hasil dari pasien yang perawatannya
termasuk VAC secara substansial lebih baik daripada kontrol dalam seri mereka sendiri dan
juga lebih baik daripada pengalaman sebagian besar ahli bedah yang menjelaskan hasil dari
pasiennya yang sebelumnya ditangani dengan flap Eloesser.
Operasi yang diuraikan di sini merepresentasikan suatu modifikasi jendela
torakosotomi Eloesser dengan flap jaringan lunak inferior. Meskipun prosedur ini
mengharuskan pasien untuk menjalani perawatan jangka panjang dengan pergantian perban,
ini juga merupakan prosedur yang berpotensi menyelamatkan jiwa untuk pasien dengan
sedikit cadangan fisiologis dan ruang pleura yang sangat terinfeksi.

Gambar 1. Pemilihan lokasi optimal untuk jendela torakostomi sangat penting untuk
drainase ruang pleura terinfeksi yang adekuat. Sebuah peninjauan radiografi dada dan
pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT) preoperatif yang teliti diperlukan untuk
menentukan daerah terlibat yang paling dependen, yang akan menjadi lokasi jendela. Sebagai
alternatif, saluran drainase dapat ditempatkan sebelum operasi dengan panduan CT atau
ultrasound ke daerah efusi pleura yang paling dependen. Dalam kasus yang jarang terjadi,
drainase ini mungkin cukup untuk mengevakuasi ruang pleura. Lebih penting lagi, ini
mungkin nantinya dapat digunakan sebagai petunjuk fisik di ruang operasi, menunjukkan
lokasi optimal untuk torakostomi. Gambar CT yang representatif ditunjukkan di sini,
menunjukkan potongan aksial (A) dan koronal (B) yang menggambarkan empiema yang
berkembang pada pasien sirosis dengan ascites refrakter dan hydrotoraks hepatik yang
terinfeksi setelah torakosentesis berulang untuk mendrainase efusi pleura yangberulang.
Gambar 2. Gambaran skematik empiema yang ditunjukkan dari perspektif lateral. Mayoritas
rongga pleura telah diisi dengan cairan purulen yang telah hampir sepenuhnya mengkompresi
paru-paru kiri ke arah mediastinum. Hanya di apeksnya, paru-paru memanjang secara lateral
ke arah dinding dada. Diafragma telah diratakan dan tertekan oleh efusi dan diposisikan
secara anterior terhadap tulang rusuk keenam dan bertumpu pada posterior tulang rusuk
kedelapan. Seringkali kurang jelas di mana letak diafragma relatif terhadap dinding dada saat
memeriksa pasien di tempat tidur.
Gambar 3. Insisi yang diusulkan untuk pembuatan flap jaringan lunak diposisikan di daerah
basal toraks dekat diafragma untuk memaksimalkan drainase dengan bantuan gravitasi ketika
pasien duduk di tegak atau semi tegak. Penting untuk memastikan bahwa dasar flap terletak
cukup inferior pada dinding dada sehingga flap akan yang terletak di sepanjang diafragma
memperbolehkan kelonggaran yang terjadi ketika jaringan menekuk ke dalam.
Gambar 4. Sebuah insisi berbentuk U terbalik dibuat dan diekstensi melalui jaringan lunak
hingga dinding dada menggunakan elektrokauter. Tepi flap dapat dibuat miring sedikit
sehingga lapisan otot terdalam kira-kira 1 cm lebih pendek daripada lapisan kulit luar. Setelah
dinding dada terbuka, segmen dari dua atau rusuk yang berdekatan direkatkan seperti yang
ditunjukkan di gambar, di bawah sayatan kulit sekitar 2 cm. Ini akan memberikan tepi yang
cukup sehingga jaringan lunak dapat dilipat ke dalam ke arah pleura, sehingga menciptakan
jendela torakostomi epitelisasi. Segmen dinding dada yang direseksi biasanya mencakup
segmen 8-9 cm dari dua atau tiga tulang rusuk konsekutif. Secara umum, ahli bedah
disarankan untuk membuat jendela yang lebih besar agar dapat mempertahankan patensi
jendela selama beberapa bulan meskipun umum terkadi kontraktur luka yang signifikan.
Gambar 5. Ruang pleura benar-benar didrainase melalui jendela torakostomi dan diirigasi
dengan saline sebagai persiapan untuk melipat flap jaringan lunak ke dalam rongga dada.
Selain itu, setiap jaringan yang sudah mati harus dibersihkan dengan benar agar proses
infeksi dapat terkendali. Upaya maksimal untuk mengurangi beban infeksi pada saat operasi
harus dilakukan saat pasien sepenuhnya dibius agar pergantian perban tidak traumatis bagi
pasien.
Gambar 6. Flap jaringan lunak pada basis inferior dilipat ke dalam terhadap diafragma dan
tepi kulit dari flap diamankan terhadap permukaan pleura dengan menggunakan benang
jahitan yang dapat diserap. Demikian pula, tepian kulit di sekitar bagian atas torakostomi juga
diinversi dan dijahit ke permukaan pleura. Ini menciptakan jalur epitelisasi dari ruang pleura
ke luar, hal yang penting untuk menjaga patensi jalur. Bukaan harus cukup besar di akhir
operasi agar memungkinkan penutupan perban dengan prinsip basah hingga kering yang
dilakukan di tempat tidur pasien untuk minggu-minggu berikutnya.
Gambar 7. Gambar ini menunjukkan gambaran koronal dari jendela Eloesser yang
menunjukkan aposisi permukaan kulit flap jaringan lunak inferior terhadap permukaan
diafragma. Demikian pula, tepian kulit dari jendela torakostomi sekitarnya juga terlipat ke
dalam dan diaposisikan terhadap permukaan pleura menggunakan benang jahitan yang dapat
diserap. Flap Eloesser modifikasi menggunakan flap berbasis inferior, yang memungkinkan
akses mudah ke rongga dada untuk mengganti perban.

Aspek yang paling penting terkait dengan pembuatan flap Eloesser adalah pemilihan
posisi optimal pada dinding dada yang memungkinkan drainase pasif efektif, akses yang
relatif mudah untuk mengganti perban luka, dan kenyamanan pasien.
Ketika menilai torakostomi flap Eloesser pada pasien dengan efusi pleura lebih kecil
dari yang ditunjukkan di sini, sangat penting untuk memastikan bahwa bagian paru-paru yang
ekspansi melekat pada dinding dada. Jika tidak, jendela torakostomi malah memungkinkan
terjadinya kolaps paru ipsilateral, dengan menghilangkan tekanan intratoraks negatif.
Pasca operasi, luka diperban setidaknya setiap hari dengan kasa yang dibasahi
menggunakan cairan saline; namun, lukanya sering membutuhkan pergantian perban dua atau
tiga kali sehari pada minggu pertama setelah operasi. Adalah preferensi penulis untuk
menggunakan kasa Kerlex untuk penutupan lupa. Beberapa gulung kasa digunakan untuk
mengisi rongga toraks, kemudian ujung gulungan yang berdampingan diikat untuk
memastikan semua bahan penutup luka dapat dilepas pada saat ganti perban berikutnya.
Penting untuk disadari bahwa pasien akan memerlukan penggantian perban selama
beberapa minggu , dan bahwa kulit di sekitar area torakostomi beresiko mengalami iritasi dan
pelepuhan karena sering mengganti pembalut. Penulis akhir-akhir ini memilih untuk
menggunakan pita bedah Medipore H softcloth, yang meminimalkan trauma kulit meskipun
langsung dipasang pada kulit. Strategi alternatif untuk melindungi kulit termasuk penggunaan
dressing Duoderm pada kulit, dan kemudian perlekatan perban pada Duoderm dan bukan
langsung ke kulit.

Hasil
Dalam sebuah tinjauan yang cukup besar pada 78 pasien yang diobati dengan flap Eloesser
modifikasi, dua etiologi paling umum yang memerlukan flap Eloesser adalah efusi
parapneumonik dan empiema postreseksi. Indikasi ini jauh lebih umum daripada
tuberkulosis, yang hanya mewakili 9% pasien. Dalam seri ini terdapat empat kematian
perioperatif, tiga diantaranya disebabkan oleh sepsis. Rata-rata perawatan intensif dan lama
rawat adalah 5-12 dan 16-17 hari, masing-masing. Tindak lanjut jangka panjang tidak
mengidentifikasi masalah terkait dengan flap Eloesser yang berkontribusi terhadap luaran
yang buruk. Namun, sebagian besar luka membutuhkan ganti perban selama 3 bulan.
Seri penelitian yang lebih kecil telah melaporkan kematian kematian pasca operasi
Eloesser. Palmen dkk. melaporkan erosi hingga arteri pulmonal beberapa bulan setelah
pembuatan flap Eloesser, dan penulis juga mengetahui kasus-kasus perdarahan masif melalui
jendela torakostomi di luar periode pasca operasi. Karena komplikasi potensial ini serta
waktu yang dibutuhkan untuk penutupan torakostomi yang adekuat, augmentasi flap Eloesser
dengan alat VAC telah digunakan dalam sejumlah kecil pasien. Seiring dengan bertambahnya
pengalaman kolektif kita dengan alat VAC pada jendela torakostomi, teknik ini mungkin
akan menjadi pilihan strategi pengobatan di masa depan.
Meskipun membutuhkan perawatan jangka panjang dengan pergantian perban yang
sering, flap Eloesser mungkin dapat merepresentasikan suatu operasi penyelamatan jiwa
sebagai cara paling tidak invasif untuk mengontrol ruang pleura secara adekuat. Berbagai
adaptasi kemungkinan akan terus menyempurnakan prosedur ini di tahun-tahun mendatang.

Anda mungkin juga menyukai