Anda di halaman 1dari 37

MATERI

o Teori Pembentukan
Jagat Raya dan Tata
Surya
o Bintang
o Matahari
o Planet
o Benda-benda Langit
o Bulan
ASTRONOMI o Posisi Bumi, Planet,
dan Matahari
o Perhitungan Astronomi
MATERI: PEMBENTUKAN JAGAT RAYA DAN TATA SURYA
Orang-orang Yunani saat itu menyadari bahwa Matahari, Bumi, dan Planet merupakan
bagian dari sistem yang berbeda. Awalnya mereka memperkirakan Bumi dan Matahari
berbentuk pipih tapi Phytagoras (572-492 BC) menyatakan semua benda langit berbentuk
bola (bundar). Sampai dengan tahun 1960, perkembangan teori pembentukan Tata Surya
dibagi dalam dua kelompok besar yakni masa sebelum Newton dan masa sesudah Newton.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA SEBELUM NEWTON

Ptolemy dan Teori Geosentrik

Ptolemy (c 150AD) menyatakan bahwa semua objek bergerak relatif terhadap Bumi. Tapi
teori geosentrik mempunyai kelemahan, yaitu Matahari dan Bulan bergerak dalam jejak
lingkaran mengitari Bumi, sementara planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian
simpul ke arah timur.

Teori Heliosentrik dan Gereja

Nicolaus Copernicus (1473-1543) merupakan orang pertama yang secara terang-terangan


menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat sistem Tata Surya, dan Bumi bergerak
mengeliinginya dalam orbit lingkaran. Teori heliosentrik disampaikan Copernicus dalam
publikasinya yang berjudul De Revolutionibus Orbium Coelestium kepada Paus Pope III
dan diterima oleh gereja.

Tapi dikemudian hari setelah kematian Copernicus pandangan gereja berubah ketika pada
akhir abad ke-16 filsuf Italia, Giordano Bruno, menyatakan semua bintang mirip dengan
Matahari dan masing-masing memiliki sistem planetnya yang dihuni oleh jenis manusia
yang berbeda. Pandangan inilah yang menyebabkan ia dibakar dan teori Heliosentrik
dianggap berbahaya karena bertentangan dengan pandangan gereja yang menganggap
manusialah yang menjadi sentral di alam semesta.

Lahirnya Hukum Kepler

Walaupun Copernicus telah menerbitkan tulisannya tentang Teori Heliosentrik, tidak


semua orang setuju dengannya. Salah satunya, Tycho Brahe (1546-1601) dari Denmark
yang mendukung teori Matahari dan Bulan mengelilingi Bumi sementara planet lainnya
mengelilingi Matahari. Tahun 1576, Brahe membangun sebuah observatorium di pulau
Hven, di laut Baltic dan melakukan penelitian disana sampai kemudian ia pindah ke Prague
pada tahun 1596.

Di Prague, Brahe menghabiskan sisa hidupnya menyelesaikan tabel gerak planet dengan
bantuan asistennya Johannes Kepler (1571-1630). Setelah kematian Brahe, Kepler
menelaah data yang ditinggalkan Brahe dan menemukan bahwa orbit planet tidak sirkular
melainkan elliptik.

Kepler kemudian mengeluarkan tiga hukum gerak orbit yang dikenal sampai saat ini yaitu:
- Planet bergerak dalam orbit ellips mengelilingi Matahari sebagai pusat
sistem.
- Radius vektor menyapu luas yang sama dalam interval waktu yang sama.

85
- Kuadrat kala edar planet mengelilingi Matahari sebanding dengan pangkat tiga
jarak rata-rata dari Matahari.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA SESUDAH NEWTON

Kemunculan Newton dengan teori gravitasinya menjadi dasar yang kuat dalam
menciptakan teori ilmiah pembentukan Tata Surya. Perkembangan teori pembentukan Tata
Surya sampai dengan tahun 1960 terbagi dalam dua kelompok pemikiran, yaitu teori
monistik dan teori dualistik.

Teori Komet Buffon

George comte de Buffon (1701-1788) dari Perancis mempostulatkan teori dualistik dan
katastrofi yang menyatakan bahwa tabrakan komet dengan permukaan Matahari
menyebabkan materi Matahari terlontar dan membentuk planet pada jarak yang berbeda.
Kelemahannya Buffon tidak bisa menjelaskan asal komet. Ia hanya mengasumsikan bahwa
komet jauh lebih masif dari kenyataannya.

Teori Nebula
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688- 1772) tahun 1734
dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hal serupa juga
dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796.
Selanjutnya, teori ini dikenal dengan Teori Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa
pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es,
dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi
yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu
kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (Matahari). Matahari raksasa terus
menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling
Matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan
suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit
berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan
mereka.

Teori Planetisimal
Pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada
tahun 1900. Teori ini mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang
lain yang lewat cukup dekat dengan Matahari, pada masa awal pembentukan Matahari.
Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan Matahari, dan
bersama proses internal Matahari, menarik materi berulang kali dari Matahari. Efek
gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari
Matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di
orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka
sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut
bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan Bulan, sementara sisa-sisa
materi lainnya menjadi komet dan asteroid.

Proses Terbentuknya Bumi

86
Berdasarkan Teori Big Bang, proses terbentuknya Bumi berawal dari puluhan miliar tahun
yang lalu. Pada awalnya terdapat gumpalan kabut raksasa yang berputar pada porosnya.
Putaran yang dilakukannya tersebut memungkinkan bagian-bagian kecil dan ringan
terlempar ke luar dan bagian besar berkumpul di pusat, membentuk cakram raksasa.
Suatu saat, gumpalan kabut raksasa itu meledak dengan dahsyat di luar angkasa yang
kemudian membentuk galaksi dan nebula-nebula. Selama jangka waktu lebih kurang 4,6
milyar tahun, nebula-nebula tersebut membeku dan membentuk suatu galaksi yang disebut
dengan nama Galaksi Bima Sakti, kemudian membentuk sistem tata surya.

Sementara itu, bagian ringan yang terlempar ke luar tadi mengalami kondensasi sehingga
membentuk gumpalan-gumpalan yang mendingin dan memadat. Kemudian, gumpalan-
gumpalan itu membentuk planet-planet, termasuk planet Bumi.

Dalam perkembangannya, planet Bumi terus mengalami proses secara bertahap hingga
terbentuk seperti sekarang ini. Ada tiga tahap dalam proses pembentukan Bumi:
- Awalnya, Bumi masih merupakan planet homogeny dan belum mengalami
perlapisan atau perbedaan unsur.
- Pembentukan perlapisan struktur Bumi yang diawali dengan terjadinya
diferensiasi. Material besi yang berat jenisnya lebih besar akan tenggelam,
sedangkan yang berat jenisnya lebih ringan akan bergerak ke permukaan.

Pembentukan alam semesta

87
MATERI: BINTANG
HUKUM PANCARAN

Sifat-sifat pemancaran cahaya bintang ternyata mendekati sifat-sifat pancaran benda hitam
(benda ideal yang menyerap semua energi cahaya yang diterimanya), yaitu bintang
memancarkan cahaya pada seluruh panjang gelombang, mulai dari sinar gamma hingga
gelombang radio, namun intensitas (kekuatan) pancarannya tidak merata untuk semua
panjang gelombang, artinya ada panjang gelombang tertentu dimana bintang akan paling
kuat memancarkan cahaya. Secara matematis, panjang gelombang dimana intensitas
mencapai maksimum berbanding terbalik dengan suhu efektif benda. Hal tersebut
dinyatakan oleh hukum pergeseran Wien,

Dimana λ dinyatakan dalam cm, dan temperatur dalam Kelvin.


TERANG BINTANG/ MAGNITUDO

Untuk menyatakan terang suatu bintang, astronom biasa menggunakan satuan magnitudo,
yang merupakan logaritma dari jumlah energi yang diterima. Hipparchos (astronom yunani
kuno) membagi bintang-bintang menjadi enam satuan magnitude dimana bintang paling
terang memiliki magnitudo 1 dan yang paling redup 6.

Magnitudo semu suatu bintang gagal menunjukan terang asli (luminositas) suatu bintang,
karena ada satu faktor yang mempengaruhi yaitu jarak bintang. Sebagai contoh, bintang
yang luminositasnya tinggi namun jarak dari pengamat sangat jauh akan memiliki
magnitudo semu besar (redup di langit). Untuk menghapus pengaruh faktor jarak bintang,
maka dibuat sistem magnitudo yang meletakkan semua bintang pada jarak yang sama, yaitu
10 parsec dan disebut magnitudo mutlak. Secara sederhana, magnitudo mutlak ialah
magnitudo semu yang akan diamati apabila bintang berada pada jarak 10 parsec dari
pengamat.

KELAS SPEKTRUM BINTANG

Astronom membentuk suatu sistem klasifikasi bintang yang didasari atas karakteristik garis
absorpsi spektrum bintang tersebut. Klasifikasi awal ialah bintang diurutkan berdasarkan
kekuatan/ketebalan garis-garis hidrogen (Antonia Maury). Bintang yang paling kuat garis
hidrogennya dikelompokkan dalam kelas A, berurut abjad hingga kelas Q yang memiliki
garis hidrogen paling lemah.

Klasifikasi Maury disempurnakan oleh Annie Cannon, rekannya di Observatorium


Harvard. Cannon mengklasifikasikan bintang berdasarkan temperatur permukaannya. Hal
ini dapat dilakukan dengan melihat panjang gelombang dimana terdapat intensitas pancaran
terbesar, dan menerapkan hukum pergeseran Wien. Intensitas maksimum ditunjukkan oleh
bagian paling terang dari spektrum, dan panjang gelombangnya dapat diukur. Karena ke
kanan panjang gelombang naik, maka bintang yang sebelah kiri tentu lebih panas (hukum
Wien).

Namun, untuk bintang yang jauh, perbedaan antara intensitas maksimum dan sekitarnya
akan menjadi tidak jelas, sehingga sulit untuk diamati. Alternatif lain penentuan kelas

88
bintang ialah dengan mengamati garis hidrogen, berdasarkan pengetahuan bahwa
kekuatan garis hidrogen berhubungan dengan suhu bintang. Pada suhu tertentu, garis
hidrogen akan paling jelas, untuk suhu di atas atau di bawahnya, garis akan semakin tidak
jelas. Suhu ideal tersebut dicapai oleh bintang kelas A. Lalu diamati dari kelas A sampai
Q, bahwa ada beberapa kelas yang sama dan berulang, sehingga beberapa dihapus dan
digabung, sehingga membentuk klasifikasi bintang modern sebagai berikut.

DIAGRAM H-R

Diagram ini berupa hasil plot antara luminositas dan kelas spektrum bintang. Diagram ini
dibuat pertama kali oleh Ejnar Hertzprung dan Henry Russell pada 1910, dinamakan
Diagram Hertaprung-Russell atau Diagram H-R, dan merupakan lompatan besar dalam
pemahaman manusia terhadap evolusi bintang.

Skema diagram H-R:

Secara umum, bintang dengan temperatur semakin tinggi akan terletak semakin ke kiri, dan
bintang dengan daya pancar semakin besar akan terletak makin ke atas. Di daerah kiri
bawah, kita akan menemui bintang-bintang dengan temperatur tinggi, namun memiliki
daya pancar rendah, sehingga pasti ukurannya kecil dan disebut katai putih. Begitu pula
dengan daerah kanan atas, yang pasti memiliki ukuran besar, sehingga disebut raksasa atau
maharaksasa.

Banyak bintang yang teramati berada pada daerah V dimana luminositas bintang seimbang
dengan temperaturnya, sehingga mengindikasikan ukuran yang proporsional. Bintang-
bintang ini disebut deret utama.

EVOLUSI BINTANG

Awal Kehidupan Bintang

89
Semua bintang berawal dari awan gas antarbintang. Sebagian memiliki kandungan materi-
materi berat seperti oksigen atau silikon dalam beberapa persen massa, namun kebanyakan
hanya mengandung zat paling sederhana di alam semesta, hidrogen. Adanya gangguan dari
lingkungan, membuat awan gas tersebut menjadi tidak stabil dan terbentuk kumpulan-
kumpulan massa yang masing-masing berotasi dan mengerut akibat gravitasi penyusunnya.
Saat itu terbentuklah protobintang, yang boleh disebut sebagai “janin” bintang.

Apabila awan antarbintang memiliki massa yang terlalu sedikit, maka panas dan tekanan
di inti tidak akan cukup untuk memicu reaksi inti hidrogen-deuterium-helium, dengan kata
lain ia adalah bintang yang gagal terbentuk. Benda seperti ini disebut sebagai katai coklat.

Masa Stabil Bintang

Evolusi bintang, sesungguhnya adalah pertarungan antara dua gaya, yaitu gaya gravitasi ke
arah pusat bintang melawan gaya tekan radiasi ke luar.
Ukuran bintang akan stabil apabila besarnya kedua
gaya tersebut sama. Keadaan tersebut tidak tercapai
segera setelah pembakaran pertama, namun bintang
harus melewati masa “remaja” yang tidak stabil
terlebih dahulu meskipun sangat singkat.

Letak setiap bintang di deret utama tidak sama dan


bergantung pada massa awal bintang, dimana bintang
bermassa lebih besar akan terletak lebih ke atas (pada
sabuk deret utama), memenuhi hubungan luminositas
bintang pangkat tiga sebanding dengan massa
Tempat banyak bintang baru
bintang. Bintang bermassa besar akan memiliki gaya
terbentuk di Eagle Nebula
gravitasi ke dalam yang juga besar, sehingga
membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk
mengimbanginya, yang akhirnya mengakibatkan proses pembakaran yang lebih boros pula.

Perjalanan hidup bintang bermassa sama dengan Matahari di dalam


diagram H-R, dimulai dari awan antar bintang (titik 1), lalu tahap
protobintang (2), mencapai kestabilan di deret utama (3), mengembang
menjadi raksasa merah (4) dan pensiun sebagai katai putih (5)

Pasca Deret Utama

90
Akibat pembakaran terus menerus jumlah hidrogen di pusat semakin kecil, sementara
terjadi tumpukan “abu” sisa pembakaran berupa helium. Pada akhirnya hidrogen di pusat
akan habis dan pusat bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi. Bagi bintang yang
memiliki massa sedang atau besar (>0,5 massa Matahari), mengerutnya inti akan
menyebabkan suhu dan tekanan di inti begitu besar, sehingga memicu terjadinya reaksi
termonuklir kedua, yang mengubah helium menjadi karbon. Akibatnya bintang akan
mempunyai dua reaksi pembakaran, yaitu fusi helium di inti, dan fusi hidrogen di kulit inti.
Meningkatnya laju pembakaran hidrogen dan adanya tambahan energi dari fusi helium
akan menyebabkan bintang mengembang, bagi bintang bermassa sedang akan menjadi
raksasa merah, dan bintang bermassa besar akan menjadi maharaksasa. Proses ini juga
menyebabkan suhu permukaan bintang turun, sehingga warnanya akan menjadi lebih
merah dari saat dia di deret utama. Awal terjadinya fusi helium biasanya ditandai oleh
peristiwa helium flash, yaitu peningkatan kecerlangan secara tiba-tiba suatu bintang akibat
fusi kedua tersebut.

Pembakaran helium hanya akan terjadi apabila massa bintang cukup besar untuk
memberikan suhu dan tekanan tertentu di pusat. Maka bintang bermassa kecil tidak akan
berkembang menjadi raksasa atau maharaksasa, tetapi melewati masa yang sangat lama
dan ukuran yang relatif stabil hingga akhirnya kehabisan hidrogen di inti untuk dibakar.

Akhir Hidup Bintang

Bagi bintang dengan massa sedang hingga besar, proses fusi tidak hanya berhenti pada
reaksi helium menjadi karbon. Pada akhirnya proses yang sama yang menyebabkan
pembakaran helium akan terulang lagi, sehingga memaksa terjadinya reaksi fusi ketiga,
karbon menjadi neon yang terjadi di inti. Sementara itu di kulit inti masih terjadi
pembakaran helium, dan diatas lapisan helium masih terjadi fusi hidrogen. Proses diatas
terus berlanjut hingga berturut-turut terjadi reaksi fusi neon menjadi oksigen, neon-
magnesium, oksigen-silikon, dan proses lain yang semuanya membutuhkan suhu dan
tekanan yang semakin tinggi untuk dapat terjadi, sehingga hanya bintang bermassa sangat
besarlah yang bisa mencapai tahap reaksi akhir: pembentukan inti besi, yang merupakan
unsur paling berat yang bisa dibentuk di inti bintang.

Hasilnya di akhir hidupnya, bintang akan dalam keadaan berlapis-lapis seperti bawang,
yang terdiri dari zat-zat yang pernah dibentuknya mulai dari hidrogen yang paling luar, lalu
helium dibawahnya, dan seterusnya. Lapisan terdalam ditentukan oleh massa bintang. Di
pusat bintang bermassa seperti Matahari akan diisi oleh karbon, karena tidak akan mampu
membentuk inti Neon. Sementara pada bintang yang lebih besar bisa ditemui Oksigen. Dan
pada bintang bermassa sangat besar baru akan ditemui pusat besi. Setelah bintang tidak
mampu lagi membakar materi di inti, maka saat itulah bintang akan mendekati keruntuhan
gravitasi. Yaitu dimana energi yang dihasilkan tidak mampu menahan gaya gravitasinya
sendiri, akibatnya bintang akan menyusut. Seiring menyusutnya ukuran bintang, tekanan
degenerasi elektron semakin besar karena elektron-elektronnya akan semakin rapat. Bagi
bintang bermassa kurang dari 1,44 massa Matahari (batas ini dirumuskan oleh ilmuwan
India-Amerika Subramaniyan Chandrasekhar) tekanan tersebut akan cukup untuk
menghentikan keruntuhan gravitasi, dan bintang akan berhenti mengerut saat berukuran
tidak jauh dari ukuran Bumi, dan disebut bintang katai putih.

91
Katai putih akan menjadi akhir dari kehidupan
Matahari, setelah sebelumnya akan membentuk
nebula planeter, yaitu awan gas yang terbentuk
ketika terjadi pembakaran helium, dimana lapisan
terluar bintang akan “lepas” dan meninggalkan
bintang. Kabut tersebut biasa terbentuk pada bintang
semassa Matahari. Meskipun telah “pensiun”, bintang
katai putih masih akan melakukan reaksi fusi dan akan
menghabiskan bahan bakarnya secara perlahan selama
sisa hidupnya, hingga akhirnya berhenti memproduksi
energi, dan “mati” sebagai bintang katai gelap. Masa
hidup bintang-bintang bermassa kecil ini sangat lama,
sehingga umur alam semesta saat ini belum cukup
untuk membentuk bahkan satu katai gelap pun. Lapisan-lapisan bintang
bermassa sangat besar, di
akhir hidupnya sesaat sebelum
Bagi bintang yang memiliki massa diatas batas terjadi keruntuhan gravitasi
Chandrasekhar, tekanan degenerasi elektron tidak
kuasa menahan laju keruntuhan bintang. Sementara
dia terus menyusut, suhu dan tekanan akan meningkat
secara drastis, hingga akhirnya mencapai suatu titik
dimana seluruh permukaannya, yang pada dasarnya
merupakan bahan bakar, dari mulai hidrogen hingga
yang terdalam, akan terpicu oleh suatu reaksi berantai
yang tiba - tiba, layaknya satu gedung penuh bubuk
mesiu yang diledakkan secara serentak dan tiba-tiba.
Hasilnya adalah suatu ledakan mahadashyat yang
disebut supernova. Kecerlangan bintang bisa
meningkat jutaan kali lipat akibat supernova, bahkan
sekitar 1000 tahun yang lalu, terdapat catatan dari
Crab Nebula (M1) yang
astronom Cina yang mengamati adanya bintang yang
merupakan
tiba-tiba menjadi sangat terang sehingga dapat dilihat sisa supernova, dimana
di siang hari. Setelah diamati posisinya saat ini, yang ditengahnya
tampak disana ialah nebula sisa supernova yang ditemui sebuah pulsar
disebut crab nebula. Dapat disimpulkan bahwa
bintang yang tampak di siang hari tersebut adalah suatu bintang yang mengalami
supernova. Supernova melepaskan energi yang luar biasa besar dan sebagian materi bintang
dimuntahkan dari permukaannya. Bahkan supernova adalah salah satu sumber “pengotor”
awan gas antarbintang, sehingga memiliki unsur berat seperti oksigen, besi, dan silikon
yang terbentuk di inti bintang. Keberadaan unsur-unsur berat tersebut di Bumi dan bahkan
di dalam tubuh kita mengindikasikan awan gas antarbintang yang membentuk Matahari,
dahulu setidaknya telah terpengaruh oleh supernova.

Setelah supernova, jalan hidup bintang bergantung pada massanya. Bagi bintang yang
massanya dibawah 3 massa Matahari (batasnya sendiri masih berupa perkiraan), materi
yang tersisa dari supernova akan terus menyusut hingga ukuran sangat kecil (hanya
beradius sekitar 10 km saja), dimana tekanan neutron mampu menolak keruntuhan lebih
lanjut. Saat itu gaya elektromagnet yang memisahkan dua inti atom telah terkalahkan,
sehingga atom-atom menjadi sangat rapat dan dekat sehingga tampak seperti bola-bola
neutron. Bintang seperti ini disebut bintang neutron. Dapat dibayangkan bagaimana

92
kerapatan bintang neutron ini, dimana satu sendok teh permukaanya bisa memiliki massa
hingga 20 ton!

Bintang neutron adalah pemancar gelombang radio yang sangat kuat, dan akibat rotasinya,
dan arah sumbu rotasinya terhadap Bumi, gelombang radio yang diterima oleh Bumi
tampak seperti denyutan-denyutan dengan periode tertentu. Semula diduga denyutan
tersebut adalah sinyal dari makhluk dari luar angkasa. Namun setelah diteliti lebih lanjut
dapat dipastikan gelombang tersebut berasal dari bintang neutron yang berputar cepat, dan
disebut PULSAR (Pulsating Radio Source). Semakin kecil radius bintang neutron,
rotasinya semakin cepat karena kekekalan momentum sudut. Bagi bintang-bintang yang
massanya melebihi 3 massa Matahari, setelah supernova, bahkan tekanan neutron pun
sudah tidak mampu lagi mencegah keruntuhan bintang. Akibatnya tidak ada lagi gaya
apapun yang bisa melawan gaya gravitasi. Akibatnya bintang akan menyusut hingga satu
titik singularitas dimana bahkan cahaya tidak lagi bisa melepaskan diri dari permukaannya
(karena massa yang besar dan radius yang luar biasa kecil) kerana kecepatan lepas di
permukaannya melebihi kecepatan cahaya. Benda seperti ini disebut sebagai lubang hitam
atau black hole.

RASI BINTANG

Menurut imajinasi manusia, bintang-bintang di langit nampak membentuk pola – pola yang
menggambarkan bentuk khusus. Oleh karena itu
bintang-bintang yang dekat arah datang cahayanya
dikelompokan dan dinamai berdasarkan figur yang
terbentuk olehnya (rasi bintang), yang kebanyakan
berdasarkan mitos dan legenda setempat.

Di zaman modern ini, rasi bintang digunakan


bukan hanya untuk menamai bentuk, namun juga
untuk membagi daerah. Seluruh bola langit dibagi
ke dalam 88 daerah rasi bintang, yang dinamakan
berdasarkan tata penamaan orang Yunani. Tiga
belas diantara rasi-rasi bintang itu dilintasi oleh
Matahari sepanjang tahun, dan 12 di antaranya dinamakan rasi zodiak. Seseorang
dikatakan memiliki rasi Aries bila saat dia lahir Matahari berada di rasi tersebut.

Bintang paling terang dalam satu rasi dinamakan


bintang Alpha (misal Alpha cygnii adalah bintang
paling terang dari rasi cygnus), kedua Beta, ketiga
Gamma, dan seterusnya menurut abjad Yunani.
Bintang-bintang dalam satu rasi tidak harus dekat
dalam kenyataannya, namun hanya tampak dekat
dilihat dari Bumi. Sebagai contoh bintang Alpha
Centauri yang merupakan bintang terdekat
dengan Matahari, berjarak 4,26 tahun cahaya,
sementara Beta Centauri berjarak 360 tahun
cahaya, namun keduanya nampak bersebelahan
dilihat dari Bumi.

93
Berikut adalah daftar beberapa rasi, dan kapan dia bisa dilihat di meridian pengamat
(lingkaran besar yang melalui KLU, Zenith, dan KLS) saat tengah malam waktu lokal.

15 bintang paling terang di langit dan magnitudo tampak (skala keterangan) masing –
masing ialah:
1. Sirius (-1,46) 5. Vega (0,03) 9. Achernar (0,46) 13. Aldebaran (0,85)
2. Canopus (-0,72) 6. Capella (0,08) 10. Betelgeuse (0,50) 14. Acrux (0,87)
3. Rigil Kent (-0,27) 7. Rigel (0,12) 11. Agena (0,60) 15. Antares (0,96)
4. Arcturus (-0,04) 8. Procyon (0,34) 12. Altair (0,77)

94
MATERI: MATAHARI
STRUKTUR MATAHARI

Berbeda dengan Bumi yang merupakan zat padat, Matahari merupakan sebuah bola gas
raksasa. Meskipun Matahari tersusun atas gas namun densitas/kerapatan Matahari akan
berbeda dari Inti sampai bagian terluarnya. Inti Matahari memiliki kerapatan yang sangat
tinggi yaitu sekitar 150 gr/cm3, sedangkan di lapisan paling luar yaitu Korona kerapatannya
menurun drastis hingga 1x10-15 gram/cm3. Penyebaran suhu Matahari tidak dapat diketahui
secara pasti. Inti Matahari memiliki suhu yang sangat tinggi mencapai 15 juta derajat
Kelvin sedangkan temperatur di Fotosfer atau permukaan Matahari menurun sampai 6000
derajat Kelvin. Di bagian terluar dari Matahari yaitu Korona, suhu meningkat tajam hingga
2 juta derajat Kelvin. Misteri tentang perbedaan variasi suhu dan kerapatan tadi masih
diteliti oleh manusia dengan menggunakan berbagai instrumen.

- Inti
Inti adalah sumber utama energi Matahari dan tersusun atas dua sifat yang
menciptakan kondisi reaksi nuklir terjadi. Inti Matahari tersusun atas atom proton,
elektron dan neutron. Proton merupakan atom bermuatan positif, Elektron
bermuatan negatif dan neutron atom netral. Bahan-bahan tersebut sering disebut
inti plasma Matahari. Kombinasi gerak atom-atom tadi menghasilkan reaksi fusi
nuklir yang menyediakan energi untuk Matahari.

- Zona Radiasi
Wilayah ini merupakan wilayah diluar inti Matahari yang berfungsi
mentransformasikan energi dari inti Matahari ke segala penjuru permukaan
Matahari. Pada zona radiasi ini suhu turun sedikit dibanding inti. Di zona ini energi
Matahari disebarkan secara acak ke segala arah dari atom ke atom. Dibutuhkan 170
ribu tahun agar energi yang dilepaskan dalam inti Matahari dapat mencapai zona
radiasi.

- Zona Konveksi
Pada bagian ini panas Matahari melakukan mekanisme baru untuk mencapai
permukaan Matahari. Mekanisme baru diperlukan karena di luar zona radiasi suhu
turun drastis yaitu hanya sekitar 2 juta derajat Kelvin dibanding di zona radiasi
yang mencapai 5 juta derajat Kelvin. Di Zona ini energi panas Matahari akan
ditransferkan lebih cepat dibanding zona radiasi.

- Fotosfer
Lapisan ini merupakan permukaan Matahari yang dapat kita lihat dengan bantuan
teleskop atau filter Matahari. Suhu fotosfer sekitar 5.800 derajat Kelvin. Sebagian
besar cahaya Matahari yang diterima Bumi adalah energi yang dihasilkan dari
Fotosfer. Cahaya Matahari dari fotosfer hanya membutuhkan waktu 8 menit untuk
mencapai Bumi.

- Sunspot/Bintik Matahari
Bintik Matahari seringkali terlihat dari teleskop sebagai titik putih hitam yang
kadang menghilang. Bintik Matahari merupakan daerah yang suhunya lebih rendah
dari fotosfer yaitu sekitar 2800 derajat Kelvin. Bintik hitam hanya terjadi dalam
beberapa saat bisa satu hari, dua hari atau maksimal 11 Bulan.

95
- Kromosfer
Kromosfer berada di atas lapisan fotosfer dengan tebal sekitar 2.000 meter. Dalam
kromosfer energi terus disebarkan dengan radiasi dan warna yang dipancarkan
cenderung kemerahan.

- Zona Transisi
Zona transisi memiliki ketebalan hanya sekitar 100 km dengan suhu yang
cenderung naik drastis hingga mencapai 2 juta derajat Kelvin. Para peneliti masih
belum mengerti mengapa suhu Matahari cenderung meningkat di luar permukaan
inti.

- Korona
Korona adalah lapisan terluar Matahari dan dapat terlihat seperti mahkota dalam
gerhana Matahari. Partikel korona dapat mencapai orbit Bumi dan mengganggu
kehidupan di Bumi. Korona sangat tipis dan terlihat samar dalam gerhana
Matahari.

Struktur Matahari Korona Matahari Saat Gerhana

UNSUR-UNSUR PENYUSUN MATAHARI

Matahari tersusun atas unsur-unsur yang berwujud gas yang sangat panas. Bagian Matahari
yang dapat kita lihat dari Bumi adalah bagian permukaannya. Adapun unsur-unsur
penyusun Matahari adalah:
o Hidrogen (H2) = 76,39 %
o Helium (He) = 21,80 %
o Oksigen (O2) = 0,80 %
o Karbon (C) = 0,40 %
o Neon (Ne) = 0,20 %
o Besi (Fe) = 0,10 %
o Nitrogen (N2) = 0,10 %
o Silikon (Si) = 0,08 %
o Magnesium (Mg) = 0,07 %
o Unsur-unsur lain = 0,06 %

GERAK SEMU MATAHARI

Adanya pergantiam musim sepanjang tahun disebabkan oleh gerak semu Matahari. Gerak
semu ini adalah peredaran Matahari jika dilihat dari Bumi sepanjang tahun. Pada tanggal
21 Juni, Matahari akan terbit di koordinat 23,5 derajat, atau sejauh 23,5 derajat arah utara

96
dari khatulistiwa. Sebaliknya di Bulan Desember tanggal 22, Matahari terbit di -23,5
derajat, atau sejauh 23,5 derajat arah selatan khatulistiwa.

Bumi bergerak mengelilingi Matahari (revolusi) dan juga berotasi terhadap sumbu bola
Bumi. Namun sumbu rotasi Bumi itu tidak tegak lurus terhadap sumbu revolusi. Lihat
gambar di bawah ini.

Karena kemiringan itu, wilayah yang diterangi Matahari sepanjang tahun berbeda-beda.
Selama setengah tahun, Matahari lebih banyak menerangi wilayah utara ketimbang wilayah
selatan, dan setengah tahun berikutnya hal sebaliknya yang terjadi. Jika fenomena ini
diamati sepanjang tahun dari Bumi, maka terlihat seolah-olah Matahari itu bergerak dari
utara ke selatan selama setengah tahun dan kemudian balik lagi bergerak dari selatan ke
utara pada setengah tahun berikutnya. Dalam bola langit, lintasan gerak semu Matahari itu
disebut ekliptika.
Deklinasi Matahari

Lintasan semu Matahari itu menggambarkan adanya


perubahan deklinasi Matahari secara periodik.
Deklinasi adalah jarak sudut antara sebuah benda
langit dengan “khatulistiwa langit”. Khatulistiwa
langit ini sendiri merupakan proyeksi khatulistiwa
Bumi terhadap bola langit –kalau diambil asumsi
bahwa langit berbentuk bola. Jadi, deklinasi itu
analog dengan lintang di Bumi.

Deklinasi Matahari selalu bertambah dan berkurang


setiap hari secara periodik.
Pertambahan/pengurangannya per hari adalah kira-
kira sebesar 0,9856 derajat. Dengan begitu, waktu
yang dibutuhkan untuk deklinasi Matahari berubah
dari +23,5 derajat ke -23,5 derajat adalah 182,6211
hari.

Equinoxes dan Solstices

97
Equinox maksudnya adalah saat malam dan siang sama panjang di seluruh permukaan
Bumi. Bagi orang di khatulistiwa, tiap saat malam dan siang itu sama saja panjangnya.
Namun tidak demikian dengan orang lain yang ada di kawasan utara atau kawasan selatan.
Pada musim dingin, orang Eropa merasakan malam yang lebih panjang ketimbang siang,
dan pada saat yang bersamaan, orang di Australia merasakan siang yang lebih lama. Nah,
pada saat equinox ini orang utara atau selatan itu merasakan panjang siang dan malam yang
sama.

Solstice maksudnya “Matahari tetap” kalau diterjemahkan dari bahasa Yunani. Disebut
begitu karena Matahari pada tanggal-tanggal solstice tampak tidak banyak bergerak ke
utara ataupun ke selatan. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sepanjang tahun Matahari
bergerak dari deklinasi +23,5 derajat ke -23,5 derajat lalu kembali lagi ke +23,5 derajat.
Tanggal-tanggal solstice merupakan “titik balik” nya.

Equinox dan solstice terjadi dua kali dalam setahun, yakni tanggal 21 Maret dan 23
September (equinox) serta 21 Juni dan 22 Desember (solstice).

Bagi manusia yang tinggal di kawasan dengan 4 musim, saat equinox dan solstice ini juga
menjadi penanda pergantian musim. Sebagai contoh, di kawasan utara, tanggal 21 Maret
(vernal equinox) adalah penanda masuknya musim semi, 21 Juni (spring solstice) masuk
musim panas, 23 September (autumnal equinox) masuk musim gugur dan 22 Desember
(winter solstice) masuk musim dingin.

Matahari Tak Pernah Tenggelam

Di kawasan kutub utara dan selatan, ada waktu-waktu dimana siang itu berlangsung
sepanjang hari, atau malam berlangsung sepanjang hari. Maksudnya, ada beberapa waktu
dimana Matahari tak pernah tenggelam (siang terus) walaupun jam tangan dan kalender
sudah menunjukkan pergantian hari. Di waktu lain, Matahari malah tak pernah terbit
(malam terus).

Hal ini juga merupakan efek dari gerak semu Matahari tadi. Ketika Matahari beredar di
belahan utara (deklinasi positif), orang eskimo di kutub utara akan melihat Matahari terus
sepanjang hari, dan pinguin di kutub selatan malah tak pernah melihat Matahari. Hal
sebaliknya terjadi kalau Matahari beredar di belahan selatan (deklinasi negatif).

ANGIN MATAHARI

Angin Matahari (solar wind) adalah aliran plasma (partikel bermuatan) yang keluar dari
Matahari. Meskipun fenomena aliran konstan sifatnya, tetapi berbagai karakteristiknya
tidak mudah ditebak.

Angin Matahari tersusun oleh komponen utama elektron berenergi tinggi dan proton.
Korona, lapis terluar di atmosfer Matahari, mencapai suhu yang sangat tinggi, lebih dari 2
juta derajat Fahrenheit (1,1 juta derajat Celcius). Akibat suhu tinggi pada korona,
terciptalah energi termal yang tinggi.

Pada level ini, gravitasi Matahari tidak bisa menahan kecepatan partikel berpindah (kinetik
partikel). Partikel-partikel dapat terlepas dari gravitasi. Kecepatan angin Matahari bahkan

98
semakin tinggi ketika berada di atas lubang Korona, bisa mencapai 800 km/detik dengan
temperatur 800.000 derajat Celcius.

Pada bagian sabuk koronal di sekitar khatulistiwa, kecepatan perjalanan angin surya
melambat, sekitar 300 km/detik. Sementara itu temperaturnya sampai 1,6 derajat Celcius.

Sesekali waktu, Matahari juga akan menyemburkan ledakan hebat yang disebut ‘Badai
Matahari’ atau dikenal pula sebagai Coronal Mass Ejections (CMEs). Dampak yang
ditimbulkan oleh badai ini lebih kuat daripada angin Matahari biasa.

Ketika angin Matahari yang membawa gelombang tenaga luar biasa dari radiasi ini sampai
ke dalam sebuah planet akan mempengaruhi medan magnet di planet itu.

Angin Matahari akan berduel di


dalam medan magnetik Bumi dan
saat interaksi antara aliran
berkecepatan tinggi dengan aliran
berkecepatan rendah ini terjadi satu
sama lain, mereka menciptakan
daerah padat –yang kita sebut
sebagai co-rotating interaction
regions (CIRs), yang dapat
memicu badai geomagnetik.

Partikel bermuatan lantas mengalir


kembali kea rah kutub magnet
planet, menghasilkan nyala cantik, Fenomena angin Matahari yang mempengaruhi
fenomena alam Aurora Borealis di
medan magnetik Bumi.
bagian atas atmosfer.

REAKSI FUSI MATAHARI


Reaksi Fusi adalah reaksi penggabungan dua inti atom yang ringan menjadi inti atom yang
lebih berat dan partikel elementer, disertai pelepasan energi yang sangat besar. Untuk
menggabungkan inti-inti ringan dibutuhkan suhu yang sangat tinggi, yaitu sekitar 1.108 OC,
sehingga reaksi fusi disebut Reaksi Termonuklir.
Persamaan Reaksi, ada tiga tahap, yaitu:

Reaksi pertama dan kedua terjadi dua kali untuk menghasilkan , kedua positron saling
menghilangkan dengan sebuah elektron dan menghasilkan radiasi elektromagnet dengan
energi sebesar 1,02 MeV, sehingga secara singkat reaksi di atas dapat ditulis:

99
GERHANA MATAHARI
Dalam proses terjadinya gerhana Matahari dengan berbagai macam jenis-jenis dengan
bentuk skema/proses dan gambar yang berbeda. Menurut para pakar astronomi mengatakan
bahwa gerhana adalah proses tertutupnya Matahari atau Bulan. Proses terjadinya gerhana
Matahari merupakan salah satu akibat dari revolusi Bumi terhadap Matahari sedangkan
rotasi Bulan terhadap Bumi. Di saat Bulan membelah atau ada diantara Bumi dan Matahari,
maka yang terjadi adalah bayang-bayang Bulan akan berada di sebagian wilayah Bumi.
Sebagian wilayah Bumi yang berada di daerah umbra akan terjadi gerhana Matahari
total. Sedangkan sebagian wilayah Bumi yang berada pada daerah penumbra akan
terjadi gerhana Matahari sebagian (parsial). Hal ini dapat terjadi karena walaupun Bulan
memiliki ukuran yang kecil namun bayangan Bulan dapat melindungi Bumi dari cahaya
Matahari karena jarak Bulan dengan Bumi pada saat itu rata-rata 384.400 km lebih dekat
dari pada Matahari yang mempunyai jarak dari Matahari sekitar 149.680.000 km.
Proses Terjadinya Gerhana Matahari - Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat kita
simpulkan mengenai proses terjadinya gerhana Matahari dengan lebih jelas. Berikut proses
terjadinya Gerhana Matahari...

 Gerhana Matahari Terjadi pada siang hari


 Posisi Matahari-Bulan-Bumi Sejajar
 Bumi yang seharusnya menerima cahaya pada Matahari, tetapi terhalang oleh
Bulan
 Gerhana Matahari dapat terjadi jika bayangan Bulan menutupi permukaan Bumi
 Berlangsung sekitar kurang lebih 6 menit.

Jenis-Jenis Gerhana Matahari

Gerhana Matahari memiliki berbagai macam jenis yang beberapa diantaranya telah
disebutkan diatas dengan proses dan bentuk yang berbeda saat terjadinya gerhana Matahari
tersebut. Jenis-Jenis Gerhana Matahari adalah sebagai berikut.
- Gerhana Matahari Total
Proses terjadinya gerhana Matahari total adalah ketika Bulan secara keseluruhan
menutupi cahaya sinar Matahari yang memancar ke Bumi atau pada posisi
daerah umbra dimana pada saat itu, bulatan Bulan akan tampak sama atau lebih
besar dari bulatan Matahari.

- Gerhana Matahari Sebagian (Parsial)


Proses terjadinya gerhana Matahari sebagian adalah disaat Bulan (saat puncak
gerhana) hanya menutupi sebagian pada bulatan Matahari.

100
- Gerhana Matahari Cincin
Proses terjadinya gerhana Matahari cincin adalah saat Bulan (saat puncak gerhana)
hanya menghalangi sebagian bulatan Matahari, maka yang terjadi akan tampak
seperti cincin dimana saat itu ukuran bulatan Bulan lebih kecil dari pada bulatan
Matahari. Bagian bulatan Matahari yang tidak ditutupi oleh bulatan Bulan, yang
akan berada di sekeliling Bulan dengan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

AKHIR HAYAT MATAHARI


Katai putih akan menjadi akhir dari kehidupan Matahari, setelah sebelumnya akan
membentuk nebula planeter, yaitu awan gas yang terbentuk ketika terjadi pembakaran
helium, dimana lapisan terluar bintang akan “lepas” dan meninggalkan bintang. Kabut
tersebut biasa terbentuk pada bintang semassa Matahari.

Meskipun telah “pensiun”, bintang katai putih masih akan melakukan reaksi fusi dan akan
menghabiskan bahan bakarnya secara perlahan selama sisa hidupnya, hingga akhirnya
berhenti memproduksi energi, dan “mati” sebagai bintang katai gelap. Masa hidup
bintang-bintang bermassa kecil ini sangat lama, sehingga umur alam semesta saat ini belum
cukup untuk membentuk bahkan satu katai gelap pun.

101
MATERI: PLANET
Resolusi 5A (IAU, 14-26 Agustus 2006): International Astronomical Union (IAU) telah
menetapkan bahwa "planet" dan benda lainnya di dalam Tata Surya didefinisikan dalam
tiga kategori berikut :
a. Planet adalah benda langit yang :
o Mempunyai cukup massa sehingga gaya gravitasinya mampu
mempertahankan bentuknya mendekati bundar dan ada dalam
keseimbangan hidrostatik.
o Bebas dari tetangga disekitar orbitnya.
o Mengorbit di sekeliling Matahari, tidak memotong orbit planet yang lain.

b. Planet kerdil adalah benda langit dengan sifat:


o Lintasannya mengelilingi Matahari.
o Mempunyai cukup massa, sehingga mempunyai gravitasi sendiri, dalam
keseimbangan hidrostatik bentuknya bundar.
o Tidak mempunyai tetangga disekitar orbitnya dan ia bukan suatu satelit.

c. Seluruh objek kecuali satelit yang bergerak mengelilingi Matahari disebut “Benda
Kecil Sistim Tata Surya”.

Di langit, planet-planet dapat dibedakan dari bintang, karena cahayanya yang tidak
berkelap-kelip. Hal tersebut disebabkan oleh dekatnya jarak planet dengan Bumi. Selain
itu, diameter sudut planet akan jauh lebih besar dari diameter sudut bintang (yang berupa
benda titik) dan dari teleskop akan tampak seperti piringan.

Planet-planet tidak akan ditemui terlalu jauh dari ekliptika Bumi sebab bidang orbit semua
planet hanya membentuk sudut kecil terhadap ekliptika. Maka planet-planet bisasanya
ditemui berada pada rasi zodiak.

Planet-planet yang dapat dilihat oleh mata telanjang hanya Merkurius, Venus, Mars,
Jupiter, dan Saturnus. Astronom terlatih dan beberapa orang dengan kemampuan khusus
dapat melihat planet Uranus, yang sangat redup dan berada pada batas penglihatan manusia
normal.

Planet-planet dapat dikelompokkan menjadi dua:


a. Planet terrestrial (= seperti
Bumi) (Merkurius, Venus, Bumi,
dan Mars).
b. Planet Jovian (= seperti Jupiter)
(Jupiter, Saturnus, Uranus, dan
Neptunus).

Jika dibandingkan dengan planet


Jovian, planet terrestrial lebih kecil,
lebih padat, lebih banyak
mengandung material batuan,
kecepatan rotasi yang lambat, dan
atmosfernya tipis.

102
Merkurius

Merupakan planet yang kecil, padat, tidak memiliki atmosfer, dan planet yang memiliki
temperatur paling ekstrim.

Venus

Planet paling cerah di langit, memiliki atmosfer yang tebal, 97%-nya merupakan CO2,
permukaannya lunak dan vulkanik yang tidak aktif, tekanan permukaan atmosfer 90 kali
lebih tinggi daripada Bumi, dan temperatur permukaannya 475°C.

Merkurius Venus

Mars

Planet merah, memiliki CO2 dalam atmosfer hanya 1% seperti Bumi, ada badai debu yang
besar, banyak sekali vulkanik yang tidak aktif, banyak tebing yang besar, dan beberapa
lembah yang masih diperdebatkan apakah itu bekas dilalui oleh sungai sebagaimana di
Bumi.

103
Mars (kiri) dan bukti keberadaan air di Mars (kanan)

Jupiter

Planet terbesar, berotasi sangat cepat, nampak memiliki sabuk yang disebabkan oleh arus
konveksi yang besar yang dikontrol oleh panas dari dalam planet, memiliki Great Red Spot
yang ukurannya bervariasi, memiliki cincin yang tipis, dan sedikitnya 63 Bulan yang
berotasi mengelilinginya (salah satunya Io, yang mungkin objek tata surya yang paling aktif
vulkaniknya).

Jupiter dan Great Red Spot

Bulan-Bulan terbesar Jupiter (Io, Europa, Ganymede, dan Callisto).

104
Saturnus
Dikenal dengan sangat baik karena sistem cincinnya. Memiliki atmosfer yang dinamis
dengan angin yang mencapai kecepatan 930 mil/jam, dan badai yang mirip dengan Great
Red Spot di Jupiter.

Wahana Cassini mendekati Saturnus (kiri) dan cincin Saturnus (kanan).

Uranus dan Neptunus

Sering disebut planet kembar karena kemiripan struktur dan komposisinya. Ciri yang unik
dari Uranus ialah cara berotasinya yang miring. Neptunus, memiliki awan berwarna putih
seperti cirrus di atas awan utamanya, memiliki Great Dark Spot yang seukuran Bumi,
diasumsikan merupakan badai besar yang berotasi, mirip dengan Great Red Spot di Jupiter.

Uranus Neptunus

105
MATERI: BENDA-BENDA LANGIT
GALAKSI, NEBULA, KLUSTER BOLA

Apabila kita mengamati langit di tempat yang jauh dari polusi cahaya kota, dan di malam
tanpa Bulan, maka kita akan mendapati di langit terdapat kabut putih tipis yang
membentang luas seperti sungai di angkasa, namun bentuknya tidak berubah, dan tampak
bergerak mengikuti bola langit. Sebenarnya itu adalah bagian galaksi bima sakti (milky
way) galaksi dimana Matahari berada. Terlihat seperti kabut karena terlalu jauhnya bintang-
bintang tersebut sehingga mata kita tidak bisa membedakan satu sama lain, dan hanya
menangkap energi cahaya redup gabungannya. Arah pusat galaksi bima sakti kira-kira
sekitar arah rasi Sagittarius, dan arah berlawanan arah pusat galaksi ialah arah rasi Auriga.
Sehingga kita bisa melihat kabut putih tersebut sangat pekat di daerah dekat Sagittarius.
Galaksi di luar Bima Sakti karena jaraknya yang sangat jauh tidak akan tampak oleh mata
telanjang kecuali 4 galaksi: Awan Magellan besar di rasi Dorado, Awan Magellan kecil di
rasi Tucana, Galaksi Andromeda (M31) di rasi Andromeda, dan galaksi Triangulum (M33)
di rasi Triangulum.

Galaksi, Nebula, dan Globular Cluster didaftar oleh Astronom Perancis Charles Messier
dalam katalog yang dinamakan atas namanya. Benda-benda itu diberi kode M1, M2, M3
dan seterusnya hingga M110. Hingga kini penamaan Messier masih dipakai meskipun
perkembangan teleskop menunjukkan ada lebih dari 110 benda-benda tersebut. Dalam
keperluan pendataan objek redup langit modern dibuat katalog baru misalnya NGC, HIP,
TYC, dan lain lain.

ASTEROID

Kebanyakan asteroid terletak di antara orbit Mars dan Jupiter. Asteroid ialah batuan
danpuing-puing logam dari nebula tata surya yang tidak pernah berakresi menjadi planet.

KOMET

Terbentuk dari es (air, amoniak, metana, karbondioksida, dan karbon monoksida) dengan
potongan-potongan kecil dari material batuan dan logam. Banyak yang mengorbit dalam
orbit yang memanjang hingga lebih jauh dari Pluto. Komet atau bintang berekor ialah
anggota tata surya yang dari Bumi terlihat gerakannya sangat tidak tunduk terhadap
gerakan bola langit, dan terlihat hanya saat tertentu lalu menghilang. Setelah ilmu
pengetahuan astronomi berkembang dan Edmund Halley (teman dari Isaac Newton)
berhasil memprediksi kedatangan komet dan posisinya di langit, masyarakat mulai percaya
bahwa komet hanyalah salah satu anggota tata surya yang mengelilingi Matahari dan
tunduk pada hukum-hukum Newton.

Bagi pengamat dengan mata telanjang, beberapa komet akan tampak cemerlang dan
memiliki ekor yang panjang dan selalu melawan arah dari Matahari, dengan magnitudo
bervariasi dan maksimal saat paling dekat dengan Matahari. Kebanyakan komet hanya
dapat dilihat dengan bantuan alat. Komet yang memiliki lintasan elips (biasanya memiliki
eksentrisitas elips mendekati 1, artinya sangat lonjong) disebut komet periodik, karena akan
mengitari Matahari dengan suatu periode tertentu. Misalnya komet Halley dengan periode
76 tahun Bumi. Komet-komet yang memiliki lintasan parabola hanya akan mendekati
Matahari sekali dan tidak akan kembali lagi.

106
Ekor komet yang menjauh dari Matahari

METEOROID

Adalah benda - benda serpihan yang berada di tata surya.


Karena massanya kecil, kadangkala ia tertarik oleh
gravitasi suatu planet dan jatuh ke planet tersebut. Saat
memasuki Bumi, akibat gesekannya dengan atmosfer ia
akan tampak seperti bintang jatuh/bintang beralih,
disebut meteor. Apabila Meteor tidak terbakar habis di
atmosfer dan mencapai permukaan Bumi disebut
meteorit. Mengapa Meteor akan terlihat paling banyak
di langit setelah tengah malam menjelang pagi?

Hujan Meteor terjadi ketika Bumi bertemu dengan


kumpulan besar Meteoroid, yang kemungkinan
merupakan material yang lepas dari komet.

PLANET KERDIL

Planet kerdil di tata surya ada tiga: Pluto, Ceres, dan Eris. Ketiganya hanya akan terlihat
dengan bantuan teleskop. Begitu pula dengan asteroid dan benda-benda kecil tata surya
lainnya. Pluto dimasukkan ke dalam kelompok baru dalam tata surya, yaitu objek planet
kerdil (dwarf planets).

107
MATERI: BULAN
ASAL USUL BULAN
Teori Fisi Bulan (Moon Fission Theory)

Jadi, teori ini mengatakan bahwa awalnya Bumi dan Bulan itu
adalah satu. Dan karena suatu sebab, mereka terpisah pada
jaman awal-awal terbentuknya tata surya. Diyakini bahwa
Samudera Pasifik adalah tempan dimana dulunya Bulan berasal
sebelum terpisah dari Bumi.

Teori Penangkapan Bulan (Moon Capture Theory)

Teori ini berpendapat bahwa Bulan sudah lebih dulu


terbentuk di suatu tempat lain. Lalu kemudian mendekati
Bumi dan tertangkap gravitasi dan membuatnya mengorbit.

Teori Kondensasi Bulan (Moon Condensation Theory)

Bulan dan Bumi terkondensasi secara bersamaan sejak


awal mula. Kondensasi ini berasal dari nebula yang
membentuk Tata Surya.

Teori Penyatuan Batuan Angkasa (Moon Colliding


Planetesimals Theory)

Diantara orbit Bumi dan pengorbitan Matahari terdapat


batu-batu angkasa seperti asteroid yang sangat besar. Pada
awal terbentuknya Tata Surya tersebut, batuan angkasa
perlahan membentuk Bulan.

Teori Pelepasan Cincin (Moon Ejected Ring Theory)

Teori ini berpendapat bahwa Bulan berasal dari pecahan Mars. Pada saat proses
pembentukan Tata Surya, Mars bertabrakan dengan Bumi dan menimbulkan pecahan
material yang banyak. Pecahan material itu lalu mengorbit menjadi cincin seperti pada
planet Saturnus. Cincin inilah yang akhirnya menjadi Bulan dan mengorbit mengelilingi
Bumi.

Dari perbandingan teori-teori diatas, disebutkan bahwa material pembentuk Bulan adalah
batuan angkasa. Ada yang mengatakan material tersebut berasal dari Bumi, ada juga yang
berasal dari luar Bumi. Terbentuk lebih dulu di luar angkasa sebelum akhirnya tertangkap
dan mengorbit Bumi.

Dari lima teori diatas, sepertinya teori kelima jadi teori yang paling populer. Teori cincin
pembentuk Bulan berasal dari material yang disebabkan tabrakan itu juga lebih bisa

108
diterima. Tapi, bagaimanapun teori tersebut juga masih belum detail dan meyakinkan untuk
memastikan bagaimana sebenarnya asal-usul terbentuknya Bulan.

FASE-FASE BULAN
Bulan adalah satu-satunya satelit alami Bumi dan merupakan satelit alami terbesar ke-5 di
Tata Surya. Bulan tidak mempunyai sumber cahaya sendiri dan cahaya Bulan sebenarnya
berasal dari pantulan cahaya Matahari.
Jarak rata-rata Bumi-Bulan dari pusat ke pusat adalah 384.403 km, sekitar 30 kali diameter
Bumi. Diameter Bulan adalah 3.474 km, sedikit lebih kecil dari seperempat diameter Bumi.
Ini berarti volume Bulan hanya sekitar 2 persen volume Bumi dan tarikan gravitasi di
permukaannya sekitar 17 persen daripada tarikan gravitasi Bumi. Bulan beredar
mengelilingi Bumi sekali setiap
27,3 hari (periode orbit) dan
variasi periodik dalam sistem
Bumi-Bulan-Matahari
bertanggungjawab atas terjadinya
fase-fase Bulan yang berulang
setiap 29,5 hari (periode sinodik).
Fase Bulan adalah bentuk Bulan
yang selalu berubah-ubah jika
dilihat dari Bumi. Fase Bulan itu
tergantung pada kedudukan
Bulan terhadap Matahari dilihat
dari Bumi. Fase Bulan disebut
juga aspek Bulan.
Berikut ini adalah deskripsi dari masing-masing fase Bulan:
- Fase 1 – New Moon (Bulan baru): Sisi Bulan yang menghadap Bumi tidak
menerima cahaya dari Matahari, maka, Bulan tidak terlihat.
- Fase 2 – Waxing Crescent (Sabit Muda): Selama fase ini, kurang dari setengah
Bulan yang menyala dan sebagai fase berlangsung, bagian yang menyala secara
bertahap akan lebih besar.
- Fase 3 – Third Quarter (Kuartal III): Bulan mencapai tahap ini ketika setengah
dari itu terlihat.
- Fase 4 – Waxing Gibbous: Awal fase ini ditandai saat Bulan adalah setengah
ukuran. Sebagai fase berlangsung, bagian yang daftar akan lebih besar.

109
- Fase 5 – Full Moon (Bulam purnama): Sisi Bulan yang menghadap Bumi cahaya
dari Matahari benar-benar, maka seluruh Bulan terlihat. Hal ini terjadi ketika Bulan
berada di sisi berlawanan dari Bumi.
- Fase 6 – Waning Gibbous: Selama fase ini, bagian dari Bulan yang terlihat dari
Bumi secara bertahap menjadi lebih kecil.
- Fase 7 – First Quarter (Kuartal I): Bulan mencapai tahap ini ketika setengah dari
itu terlihat.
- Fase 8 – Waning Crescent (Sabit tua): Hanya sebagian kecil dari Bulan terlihat
dalam fase yang secara bertahap menjadi lebih kecil.

BULAN SIDERIS DAN SINODIS


Bulan mengelilingi Bumi dalam satu periode putaran (360°) memerlukan waktu 27,3 hari
Bumi tepatnya 27,321661 hari atau 27 hari 7 jam 43 menit 11,51 detik. Jika pada suatu
waktu Bulan berada pada titik yang searah dengan bintang tetap tertentu di langit, maka
setelah 27 hari 7 jam 43 menit 11,51 detik, ia akan kembali berada di tempat semula. Jangka
waktu ini disebut waktu peredaran Sideris Bulan.
Ketika Bulan beredar menempuh lingkaran orbitnya, Bumi dan Bulan juga bersama-sama
mengelilingi Matahari. Akibatnya setelah 27,3 hari itu meskipun Bulan sudah sempurna
mengelilingi Bumi (360°), namun pada waktu itu belum masuk Bulan baru. Bulan baru itu
terjadi bilan Bulan terletak kembali searah dengan Matahari (konjungsi) atau dengan istilah
lain: Bumi Bulan dan Matahari terletak pada suatu garis lurus.
Perhitungan kalender Bulan seperti kalender Hijriyah tidaklah terlalu sederhana,
perhitungannya tidaklah didasarkan pada peredarannya itu sendiri, tetapi kepada perubahan
bentuknya. Sementara perubahan bentuk Bulan sendiri ditentukan oleh posisi Matahari.
Ilustrasi peredaran Sideris dan Sinodis
Bulan dapat dilihat pada gambar di
samping ini.
Setelah 27,32 hari Bulan sempurna
mengelilingi Bumi 360°, Bulan Baru
(New Mooun) belum bisa terjadi.
Masih diperlukan 2,21 hari lagi (27°)
pergeseran Bulan agar terjadi
konjungsi yang menandai akan
masuknya Bulan baru. Posisi B1 dan
B3 adalah periode Sinodis Bulan,
sedangkan B1 ke B2 adalah periode
Sideris.
Untuk menyelesaikan satu putaran penuh, misalnya dari satu purnama ke purnama
berikutnya waktu 27,321661 hari belumlah cukup. Bulan masih harus menempuh 27° lagi,
karena perubahan bentuk Bulan terjadi akibat pantulan sinar Matahari berdasarkan
penglihatan dari Bumi. Dengan kata lain untuk mencapai satu keliling penuh menurut
perubahan bentuknya Bulan harus menempuh jarak 387°. Jarak itu ditempuh Bulan dalam
waktu 29,530579 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,03 detik.

110
GERHANA BULAN

Gerhana Bulan hanya dapat terjadi pada malam hari saat Bulan purnama, tetapi tidak setiap
Bulan purnama terjadi gerhana Bulan. Pada saat akan terjadi gerhana, permukaan Bulan
sedikit demi sedikit tertutup , seakan-akan ada sesuatu yang menutupinya. Selain itu juga,
Bulan menjadi gelap dan kita tidak dapat melihat Bulan. Keadaan ini dapat berlangsung
dalam kurung waktu 6 jam.

Kemanakah Bulan tersebut? Apakah Bulan itu hilang?


Sebenarnya Bulan tidak hilang, melainkan tetap berada di lintasannya. Dalam peredarannya
mengelilingi Bumi ada kalanya Bulan berada di belakang Bumi yaitu pada saat Bulan
purnama. Jika letak Bulan, Bumi dan Matahari berada pada suatu garis lurus, maka Bulan
masuk ke dalam bayangan Bumi. Keadaan tersebut dinamakan Gerhana Bulan.

Ukuran Matahari lebih besar dari ukuran Bumi dan Bulan. Akibatnya, dalam setiap gerhana
terbentuk dua jenis bayangan, yaitu:
- Bayang-bayang inti atau umbra, yakni bayang-bayang Bumi yang paling gelap.
- Bayang-bayang samar atau penumbra, yakni bayang-bayang Bumi yang agak
terang.
Jenis Gerhana Bulan:
- Gerhana Bulan total - Pada gerhana ini, Bulan akan tepat berada pada daerah
umbra.
- Gerhana Bulan sebagian - Pada gerhana ini, tidak seluruh bagian Bulan terhalangi
dari Matahari oleh Bumi. Sedangkan sebagian permukaan Bulan yang lain berada
di daerah penumbra. Sehingga masih ada sebagian sinar Matahari yang sampai ke
permukaan Bulan.
- Gerhana Bulan penumbra - Pada gerhana ini, seluruh bagian Bulan berada di
bagian penumbra. Sehingga Bulan masih dapat terlihat dengan warna yang suram.

PASANG SURUT AIR LAUT

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Bumi berevolusi dengan mengitari Matahari,
sementara Bulan berevolusi dengan mengitari Bumi. Selain itu, Bulan dan Bumi juga terus
melakukan rotasi pada porosnya. Dampak dari gerakan tersebut membuat posisi Bumi,
Matahari, dan Bulan selalu berubah-ubah dari hari ke hari. Perubahan posisi inilah yang

111
mempengaruhi pasang dan surutnya air laut. Fenomena pasang naik dan surut air laut
tersebut terjadi lantaran adanya gaya gravitasi Matahari dan Bulan yang mempengaruhi
Bumi.

Air laut akan mengalami pasang naik jika permukaan Bumi sejajar langsung dengan
Matahari atau pun Bulan. Walaupun jarak yang terbentang antara Bumi dan Matahari
sejauh 375 kali jarak Bumi dan Bulan, tetapi karena disebabkan massa Matahari sekitar 27
juta massa Bulan sehingga pengaruh gaya gravitasi oleh Matahari terhadap air laut ini bisa
tetap terlihat. Pasang naik air laut ini dimulai dari hanya beberapa cm, tetapi ada juga yang
hingga mencapai 20 meter di Kanada. Sementara di Indonesia sendiri, pasang air laut yang
paling tinggi adalah 2 hingga 3 meter.

Maka dari itu, proses terjadinya


pasang surut air laut ini disebabkan
karena adanya peristiwa tarik
menarik antar benda-benda di luar
angkasa, khususnya yang terjadi
antara Bulan dan Matahari dengan
massa air yang terdapat di
Bumi. Pada umumnya, pasang surut
air laut memiliki periode antara 12
hingga 24 jam. Pasang surut air laut
ini juga merupakan hasil dari efek
sentrifugal dan gaya tarik gravitasi.

112
MATERI: POSISI BUMI, PLANET, DAN MATAHARI
Planet-planet juga memiliki fase (seperti layaknya Bulan) yang tergantung pada posisi
Matahari, planet, dan Bumi. Akibatnya terang (magnitudo) semu akan berubah-ubah. Sudut
pisah antara suatu planet dengan Matahari dilihat dari Bumi disebut sudut elongasi.

Diamati dari Bumi dari hari ke hari, planet akan terlihat bergerak dengan latar belakang
bintang-bintang, dengan arah barat ke timur (berlawanan arah bola langit). Gerakan ini
disebut gerak direct dan menggambarkan arah yang benar dari arah revolusi planet
inferior mengitari Matahari. Namun ada kalanya planet tampak bergerak dari timur ke barat
dan disebut gerak retrograd.
Gambar disamping menunjukkan konfigurasi planet
inferior. Gerak retrograd terjadi ketika planet
melintas diantara Bumi dan Matahari (saat bergerak
dari B ke F). Namun karena kebanyakan planet
inferior hanya dapat diamati saat senja/fajar maka
gerak retrograd ini tidak teramati.

Posisi Planet inferior :


C-Elongasi Timur Maksimum (ETM) - senja
D-Konjungsi Inferior
E-Elongasi Barat Maksimum (EBM) - fajar
A-Konjungsi Superior

Perlu diingat bahwa keadaan C dan E terjadi saat sudut Matahari-planet inferior-
Bumi 90°.

Sekarang perhatikan kembali gambar diatas, dan sekarang tukar Bumi menjadi yang di
orbit dalam, sehingga gambar di atas menunjukkan
konfigurasi planet superior.

Posisi Planet superior, saat Bumi di posisi:


A – Konjungsi (Elongasi 0° )
C – Kuadratur Barat ( Elongasi 90°)
D – Oposisi (Elongasi 180° – maks)
E – Kuadratur Timur (Elongasi 90°)

Gerak retrograd bagi planet superior terjadi karena semakin


dekat suatu planet ke Matahari, semakin cepat kecepatan
orbitnya, maka akan ada periode ketika Bumi melintas di
antara planet superior dan Matahari, planet akan “tersusul” oleh Bumi, sehingga tampak
bergerak mundur, seperti diilustrasikan gambar disamping. Gerak retrograd selalu terjadi
beberapa waktu sebelum dan sesudah planet superior mencapai fase oposisi.

Seandainya kita mengetahui waktu antara satu oposisi ke oposisi berikutnya atau satu fase
ke fase yang sama lagi (Periode Sinodis) yang dapat diamati dengan mudah dari Bumi,
dapatkah anda menghitung periode revolusi planet tersebut terhadap Matahari ?
(Perhitungan ini dipakai Astronom purba untuk menghitung secara kasar periode revolusi
suatu planet, dan nantinya berujung pada jarak planet ke Matahari).

Merkurius

113
Merkurius sangat sulit untuk dilihat, karena sebagai planet inferior dan terdekat dengan
Matahari, sudut elongasi Venus tidak pernah lebih besar dari 28°. Saat terbaik melihat
Merkurius adalah sekitar 40 menit sebelum Matahari terbit atau setelah Matahari terbenam.
Merkurius akan tampak seperti bintang yang sangat terang (magnitudo tampak saat
elongasi maksimal, bervariasi sekitar –0,2), terletak 6 – 18 derajat diatas horizon di daerah
yang terpendarkan oleh cahaya Matahari yang tersembunyi.

Merkurius akan mencapai elongasi maksimum timur (tampak senja) berikutnya tanggal 2
Juni 2007, 28 September 2007. Dan akan mencapai elongasi maksimum barat (tampak
pagi) berikutnya tanggal 22 Maret 2007, 21 Juli 2007, 9 November 2007. Dari satu ETM
ke ETM berikutnya dibutuhkan waktu sekitar 4 Bulan (periode sinodis 115,88 hari).
Sementara dari ETM ke EBM hanya butuh 45 hari, sementara dari EBM ke ETM butuh
sekitar 75 hari.

Venus

Venus adalah benda paling terang ketiga di langit dengan magnitudo tampak saat elongasi
bervariasi disekitar –4,2 (sekitar 15 kali lebih terang dari Sirius). Seperti halnya Merkurius,
Venus tidak akan jauh dari Matahari. Saat elongasi maksimum (sekitar 46°), untuk mata
telanjang Venus akan tampak seperti bintang, namun dengan binokular/teleskop akan
terlihat seperti sabit.

Venus akan mencapai ETM (saat senja) berikutnya tanggal 10 Juni 2007 dan 14 Januari
2009. Mencapai EBM (saat fajar) berikutnya tanggal 29 Oktober 2007, dan 9 Juni 2009.
Periode Sinodis planet Venus sekitar 19 Bulan (583,92 hari). Dari ETM ke EBM butuh 20
minggu dan dari EBM ke ETM butuh 63 minggu.

Mars

Seperti halnya semua planet superior, 1-2 Bulan setelah fase konjungsi, planet akan tampak
mulai pagi hari di sebelah timur, setiap harinya lalu Planet akan terbit lebih awal. Saat
kuadratur barat, planet akan terbit tengah malam dan mencapai meridian saat fajar. Ketika
fase oposisi dimana planet akan mencapai kecerlangan maksimal, (untuk Mars dengan
magnitudo sekitar –1 sampai –2.8), dia akan terbit sekitar saat Matahari terbenam (senja),
melintas meridian saat tengah malam, dan tenggelam saat fajar. Mars akan terlihat seperti
bintang berwarna merah yang sangat terang dan sepintas mirip dengan bintang Antares,
yang dinamakan dengan nama dari lawan - lawan dewa perang Yunani/Romawi (Mars =
Ares) yaitu Antares atau anti-Ares.

Dari satu oposisi ke oposisi berikutnya membutuhkan sekitar 780 hari, dan gerak retrograd
akan dimulai sekitar lima minggu sebelum setiap oposisi dan berlangsung 10 minggu,
mencakup jarak 150 di langit. Oposisi Mars berikutnya akan terjadi tanggal 24 Desember
2007, dan 29 Januari 2010.

Jupiter

Jupiter akan nampak oleh mata telanjang saat oposisi dengan magnitudo sekitar –2,5; akan
lebih terang dari bintang manapun. Dengan teleskop kecil, kita bahkan bisa melihat satelit-
satelit Jupiter yang terbesar (Bulan Galilean) bergerak mengitarinya. Oposisi Jupiter akan
berlangsung sekitar satu Bulan lebih lambat setiap tahun, dengan setiap oposisi akan

114
berlangsung sekitar 30 0 lebih timur dari sebelumnya. Gerak retrograd akan berlangsung
selama 8 minggu sebelum dan sesudah oposisi, dan mencakup jarak 10°. Oposisi Jupiter
berikutnya ialah tanggal 5 Juni 2007 dan 9 Juli 2008.

Saturnus

Magnitudo semu dari Saturnus saat oposisi akan sekitar 0,7; tidak terlalu terang dan akan
tampak seperti bintang biasa namun kita dapat membedakannya dengan mudah. Dengan
teleskop kita dapat mengamati cincin Saturnus yang anggun, dan cincin ini akan berbeda-
beda penampakannya dari Bumi tergantung posisi Bumi-Saturnus saat itu. Saturnus akan
kembali ke oposisi dua minggu lebih lambat setiap tahun, dengan setiap oposisi
berlangsung kurang lebih 130 lebih ke timur dari oposisi sebelumnya. Gerak retrograd akan
berlangsung 10 minggu sebelum oposisi, berlangsung selama 20 minggu dan mencakup 70
di langit. Oposisi berikutnya akan berlangsung tanggal 24 Februari 2008 dan 8 Maret 2009.

Uranus dan Neptunus

Bagi pengamat biasa, Uranus tidak akan terlihat lewat mata telanjang. Namun bagi
pengamat yang berpengalaman akan dapat mengamati Uranus saat cuaca bagus dan di
tempat sangat terpencil dari lampu kota. Uranus akan terlihat seperti bintang yang sangat
redup sehingga sulit dibedakan, sehingga lebih mudah dengan bantuan binokuler dan peta
bintang yang akurat, sebab magnitudonya saat oposisi hanya sekitar +5,5 yang sangat dekat
dengan batas penglihatan manusia. Maka tidak heran Uranus adalah planet pertama yang
memiliki “penemu”, yaitu oleh William Herschel tahun 1781. Herschel adalah orang
pertama yang menyatakan cahaya redup Uranus sebagai cahaya sebuah Planet.

Neptunus akan memiliki magnitudo 7,9 dan jauh dibawah batas penglihatan manusia,
sehingga hanya dapat diamati melalui teleskop.

115
MATERI: PERHITUNGAN ASTRONOMI
PARALAKS TRIGONOMETRI
Perhatikan gambar kedudukan Bumi (B), Matahari (M), dan
bintang (S) di samping! Pada suatu saat Bumi berada di
kedudukan B1, maka saat itu pengamat di Bumi akan melihat
bintang memiliki kedudukan S1. Akibat revolusi Bumi
mengelilingi Matahari, kedudukan bintang akan berubah-
ubah relatif terhadap bintang-bintang jauh yang ada di latar
belakangnya, misalnya saat Bumi di B2, bintang akan
nampak di S2. Sudut B1 – S – B2 disebut 2 sudut paralaks.
Adapun yang disebut sudut paralaks ialah sudut B1 – S – M.

Besar sudut paralaks (p) ialah:

Dengan syarat SM >> B1M, sudut paralaks dalam detik busur dapat dinyatakan dengan:

Dimana r adalah jarak Bumi-Matahari dan d adalah jarak bintang-Matahari (keduanya


harus dalam satuan yang sama, misalkan meter). Namun karena sudut p mendekati nol,
maka cosinus p mendekati 1 dan SB1 mendekati SM. Maka besaran d dapat dianggap
sebagai jarak bintang ke Bumi.

Bila r dan d dinyatakan dalam satuan astronomi (SA) atau astronomical unit (AU) dimana
1 SA = jarak (rata-rata) Bumi-Matahari, maka persamaan paralaks menjadi:

Dari persamaan diatas kita bisa lihat bahwa benda yang memiliki jarak 206265 SA akan
memiliki sudut paralaks 1 detik busur.

Untuk mempersingkat persamaan, ditetapkan satuan panjang baru yaitu parsec (parallax
second) dimana satu parsec didefinisikan sebagai jarak bintang yang memiliki sudut
paralaks sebesar satu detik busur diukur dari Bumi. Sehingga 1 SA = 1/206265 parsec. Bila
persamaan di atas kita nyatakan r dan d dalam satuan parsec kita akan mendapat
persamaan:

Persamaan di atas memberikan hubungan yang sangat sederhana antara besar sudut
paralaks yang diamati dari Bumi dengan jarak bintang tersebut terhadap Bumi. Dari sini
kita bisa mengukur seberapa jauh sebuah bintang tanpa harus meninggalkan Bumi.

Apabila pengukuran dilakukan bukan dari Bumi, maka persamaan di atas akan menjadi:

Dimana besaran r ialah jarak posisi pengamat terhadap Matahari dinyatakan dalam SA.
Tentunya semakin jauh suatu bintang, sudut paralaksnya akan semakin kecil, semakin sulit
pula untuk mengukurnya dengan tingkat keakuratan yang baik. Maka metode ini hanya

116
dapat dipakai untuk menentukan jarak bintang-bintang yang tidak terlalu jauh dari
Matahari. Untuk menentukan jarak bintang-bintang yang jauh digunakan metode paralaks
spektroskopi.

PERIODE SINODIS PLANET

Persamaan diatas berlaku bagi semua planet atau benda lain yang mengelilingi Matahari
dengan orbit mendekati lingkaran. Bila pengamat berada di Bumi dan mengamati planet
Mars, maka Bumi menjadi planet A dan Mars menjadi planet B. Keadaan harus ditukar
dalam kasus pengamat di Bumi mengamati planet Venus.

LUMINOSITAS

Energi yang melewati seluruh permukaan bintang ke segala arah disebut luminositas (L).
Luminositas ini juga menyatakan daya yang dipancarkan bintang dan
menentukankecerlangan asli sebuah bintang. Didapat dari mengalikan radiance dengan luas
permukaan bintang atau dinyatakan oleh:

Dimana r adalah radius permukaan bintang (m) dan luminositas memiliki satuan Watt
(dapat diibaratkan bintang adalah bola lampu yang watt-nya sangat besar).

Energi yang diterima pengamat (Elluminance/flux) ialah sama dengan luminositas bintang
dibagi dengan luas permukaan sebuah bola yang memiliki radius jarak bintang dari
pengamat. Hal ini karena bintang meradiasikan cahaya ke segala arah, dan dianggap energi
total yang dipancarkan tidak berubah. Maka energi (E) yang diterima pengamat berjarak d
dari suatu bintang berluminositas L ialah:
E = L/(4πd2)
Dimana L bersatuan Watt, d dalam meter, sehingga E dalam W/m2.

MAGNITUDO
Oleh Pogson dinyatakan bintang bermagnitudo 1 seratus kali lebih terang dari bintang
bermagnitudo 6. Secara matematis dinyatakan:

Perhatikan letak E dan m bintang pertama dan kedua! Dapat dilihat bahwa bintang
yang lebih terang akan memiliki magnitudo lebih kecil / lebih negatif.

Dari skala Pogson, terdapat bintang yang magnitudonya lebih kecil dari satu, misalnya
Sirius, bintang kedua paling terang di langit, memiliki magnitudo -1,46. Bahkan Matahari
(yang paling terang di langit) memiliki magnitudo -26,7. Magnitudo yang kita lihat di langit
dinamakan magnitudo semu atau apparent magnitude.

HUKUM KEPLER
Hukum Kepler Pertama

117
Hukum Kepler pertama berbunyi,

“orbit setiap planet berbentuk elips dengan Matahari berada di salah satu
fokusnya”

Elips adalah bentuk bangun datar yang merupakan salah satu dari irisan kerucut (selain
lingkaran, hiperbola, dan parabola). Dimana eksentrisitas elips bernilai antara 0 dan 1.
Lintasan suatu planet mengelilingi Matahari akan berupa sebuah elips, dan Matahari akan
selalu berada di salah satu dari dua focus elips tersebut.

Hukum Kepler Kedua


Hukum Kepler kedua berbunyi,

“vektor radius suatu planet akan menempuh luas areal yang sama untuk selang
waktu yang sama”

Vektor radius ialah garis hubung antara planet dengan pusat gravitasi (Matahari).
Gambaran dari hukum Kepler kedua ialah:

Apabila Planet membutuhkan waktu yang sama untuk menempuh P1 – P2 dan P3 - P4,
maka luas areal P1 – F – P2 akan sama dengan P3 - F - P4, begitu pula sebaliknya. Dengan
kata lain kita dapat menyatakan bahwa kecepatan angulernya konstan.

Hukum Kepler Ketiga

118
Hukum Kepler ketiga berbunyi:

“pangkat tiga sumbu semi major orbit suatu planet sebanding dengan kuadrat
dari periode revolusi planet tersebut”

Kepler menemukan hubungan diatas, atau apabila sumbu semi mayor kita nyatakan dengan
a dan periode revolusi planet kita nyatakan dengan T, maka secara matematis hukum ketiga
Kepler dapat ditulis:

HUKUM GRAVITASI NEWTON


Hukum Gravitasi Newton sendiri berbunyi,

“ semua partikel materi di alam semesta menarik semua partikel lain dengan gaya
yang sebanding dengan produk massa dan berbanding terbalik dengan pangkat dua
dari jarak antara keduanya”

atau secara matematis:

Dimana F ialah gaya gravitasi (newton), m1 dan m2 adalah massa kedua benda (kilogram),
r adalah jarak kedua benda (meter), dan G ialah konstanta gravitasi universal yang besarnya
6,67 x 10-11 N.m2.kg-2 . Lalu menurut persamaan gaya yang kita ketahui, bahwa gaya ialah
perkalian antara massa dan percepatan benda, atau F = ma, bila kita gabungkan dengan
persamaan sebelumnya, kita akan mendapatkan persamaan:

Apabila kita tinjau benda 1 sebagai pemberi gaya gravitasi dan kita nyatakan dengan M,
lalu benda 2 sebagai objek yang terkena pengaruh gaya kita nyatakan sebagai m, kita akan
mendapatkan persamaan:

yaitu persamaan kuat medan gravitasi atau lebih dikenal sebagai percepatan gravitasi,
yang dalam fisika dinyatakan sebagai “g”, yang ternyata bergantung pada massa benda
sumber dan jarak benda.

Bulan dapat mempertahankan posisinya terhadap Bumi ialah karena melakukan revolusi
mengelilingi Bumi, sehingga gaya gravitasi akan berlaku sebagai gaya sentripetal bagi
putaran Bulan, analoginya adalah apabila kita memutar bola bertali, maka bola tersebut
adalah Bulan, dan gravitasi adalah tali tersebut, atau kita nyatakan:

Fsentripetal = Fgravitasi

Orbit Bulan berupa elips, namun memiliki eksentrisitas mendekati nol, sehingga dapat kita
dekati sebagai sebuah lingkaran. Maka radius orbit dapat kita asumsikan tetap, sehingga
dapat kita nyatakan:

119
Untuk gerak melingkar, berlaku v = w r; w = 2π/T dan karena lingkaran adalah elips yang
memiliki eksentrisitas 0, maka berlaku a = r, sehingga persamaan di atas dapat berubah
menjadi:

Persamaan di atas adalah bentuk umum Hukum Kepler ketiga, dan berlaku untuk semua
orbit yang terpengaruh oleh gravitasi, baik itu lingkaran, elips, parabola, atau hiperbola.
Bagi benda-benda yang mengelilingi Matahari, atau mengelilingi bintang dengan massa
sama dengan massa Matahari, persamaan di atas menjadi:

Bagi benda-benda yang mengelilingi bintang bermassa selain Matahari, persamaan di atas
menjadi:

Dengan membagi kedua persamaan terakhir di atas dan a dinyatakan dalam satuan
astronomi, dan T dalam tahun, maka kita akan mendapatkan persamaan:

120

Anda mungkin juga menyukai