ABSTRAK
1
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Korespondensi:
refli_naldon@yahoo.com
2
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat
PENDAHULUAN
2
kajian secara komprehensif tentang penggunaan, pencemaran dan dampak pestisida
serta upaya restorasi sehingga lingkungan kembali menjadi lebih baik melalui budidaya
yang ramah lingkungan.. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan tingkat residu
pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat sekaligus mengetahui dampaknya
terhadap kehidupan serangga dan mikroorganisme pada lahan pertanian di Kecamatan
Lembah Gumanti.
METODE PENELITIAN
3
Ekstraksi bahan tanaman
Sampel tomat, kubis dan bawang merah yang diambil dari bagian tepi luar,
tengah dan tepi dalam yang diambil ± 0,5 kg (pada setiap tepi) dari setiap lahan petani,
ditempatkan pada wadah penampungan dan dicampur. Sebanyak 15 g sampel diambil
acak lalu diblender dengan aseton 30 ml selama 30 detik, ditambahkan 30 ml petroleum
eter dan 30 ml dikloro metan, kemudian diblender kembali selama 30 detik dengan
kecepatan tinggi. Bila larutan keruh, lakukan sentrifugasi selama 2 menit pada
kecepatan 4000 rpm. Ekstrak (± 80 ml) disaring dengan corong yang dilapisi kertas
saring (Whatman No. 40) dan ditempatkan pada beaker glass 50 ml. Ekstrak (± 50 ml)
diuapkan (dengan Air Flow suhu 270C) selama 30 menit sampai larutan tinggal ± 2 ml.
Pemurnian (clean up)
Ekstrak (± 2 ml) dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah diisi florisil
(15,7 cc) dan sodium sulfat anhidrous (9,42 cc). Elusi dengan larutan petroleum eter
(42,5 ml). Eluat (hasil pemurnian ± 20 ml) ditampung dalam beaker glass 25 ml,
kemudian diuapkan (dengan Air Flow suhu 270 C) sampai agak kering (± 1 ml), larutan
dipindahkan ke dalam tabung uji dengan bantuan larutan aseton sampai volume 5 ml
(Harun, 1995).
Pembuatan larutan standar
Larutan standar untuk penelitian ini diperoleh dengan melarutkan
DCB ,bioaletrin,bioresmetrin,sipermetrin,deltametrin,fenpropatrin,fenvalerat, fenotrin dan
permetrin masing-masing dengan konsentrasi 1 µg/ml dalam n-Heksana. Suntikan 1 µl
campuran tersebut ke dalam GC dengan kondisi pengoperasian sama dengan kondisi
penetapan
Analisis kuantitatif (perhitungan kadar residu).
Gas Chromatography dengan kondisi siap pakai (standar) pada suhu kolom
2000C, suhu injektor 2300C, kecepatan alir N2 40 ml/ menit, H2 1,3 kg/cm2 dan tekanan
udara 1 kg/cm2. Analisis dilakukan pada kondisi tersebut dengan menyuntikkan 1-2 µl
larutan standar dan larutan sampel ke dalam Gas Chromatography dan menghasilkan
kromatogram dengan waktu retensi tertentu. Konsentrasi residu insektisida dalam
sampel dapat dihitung dari grafik kromatogram yang dihasilkan, kemudian dibandingkan
dengan kromatogram standar. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar
residu untuk jenis bahan aktif ogranoposfat , karbamat dan piretroid. Kadar residu
insektisida I yang diperoleh dari hasil analisis di laboratorium dapat dihitung dengan
rumus:
4
R= Sx x Ngs x Fv
Ulx Ss W
Dimana :
R = Kadar residu insektisida (mg/kg atau ppm)
Sx = Area sampel
Ulx = Volume ekstrak sampel yang disuntikkan (µl)
Ngs = Jumlah insektisida standar yang disuntikkan
(Volume standar yang disuntikkan/ µl x konsentrasi standar/ ppm)
Ss = Area standar
Fv = Volume akhir ekstrak (ml)
W = Berat sampel yang digunakan (g)
Residu insektisida pada sampel di masing-masing petani akan dibandingkan dengan
nilai batas maksimum residu untuk sayuran.
5
inkubasi selama 14 hari. Setelah 14 hari , tabung yang berisi KOH ditambahkan BaCL2
0,5M sebanyak 5 ml dan indikator PP sebanyak 4 tetes. Setelah itu dititrasi dengan
HCL 0,5N sampai warna merah hilang. Lalu tentukan CO2 yang dihasilkan. Lakukan hal
yang sama pada bejana kedap udara tanpa sampel tanah sebagai kontrol.
CO2 (mg) = (B-V). N . E
Keterangan : B = Volume asam untuk mentitrasi basa pengumpul pada kontrol
V = Volume asam untuk mentitrasi basa pada perlakuan
N = Normalitas asam
E = Bobot equivalen CO2 (22)
6
terperangkap. Selanjutnya, semua individu yang diperoleh akan diidentifikasi dengan
metode pendekatan berdasarkan morfologi (morfospesies) di laboratorium. Acuan
identifikasi antara lain spesimen dan buku identifikasi serangga Borror et al (1992).
Selanjutnya dengan menggunakan program Ecological Methods (Krebs, 2000) dilakukan
analisis keanekaragaman dan kemerataan. Formula untuk menentukan
keanekaragaman menggunakan indeks Shannon-Wiener sebagai berikut:
H Pi(log ePi)
i 1
Keterangan:
H= indeks keanekaragaman
Pi= proporsi spesies ke-I dalam komunitas
7
Tabel 1. Tingkat residu bahan aktif pestisida pada bawang merah, kubis dan tomat di
Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti
Tabel 2. Tingkat residu Bahan aktif pestisida yang terdeteksi pada bawang merah,kubis
dan tomat di Kenagarian Alahan Panjang dan Sungai Nanam Kecamatan Lembah
Gumanti
Sebaliknya, hasil analisis residu pada tanah yang berasal dari pertanaman
bawang merah, kubis dan tomat tidak satupun ditemukan adanya jenis-jenis bahan aktif
pestisida dari golongan organoklorin yang dianalisis (Tabel 2).
Dampak pestisida terhadap tanah dan mikroorganisme tanah
Lahan pertanaman intensif sayuran menunjukkan kadar air dan pH paling rendah
dibanding dengan lahan alami dan bera. Artinya, sifat tanah pada lahan intensif lebih
kering dan lebih masam. Sementara, baik C organik dan bahan organik juga ditemukan
paling rendah pada lahan yang diusahakan sayuran secara intensif dibandingkan pada
8
lahan alami dan bera (Tabel 3). Persentase C organik dan bahan organik juga terlihat
paling rendah pada lahan intensif. C organik dan bahan organik tertinggi pada lahan
bera lapisan 0-10 cm (Tabel 4).
Tabel 3. Kadar air dan pH tanah dari berbagai jenis lahan di Kecamatan Lembah
Gumanti
Tabel 4. Persentase C organik dan bahan organik tanah dari berbagai jenis lahan di
Kecamatan Lembah Gumanti
Tabel 5. Jumlah CO2 dan biomassa mikroorganisme pada tanah dari tipe lahan berbeda
di Kecamatan Lembah Gumanti
9
Dari analisis respirasi dan biomassa mikroorganisme menunjukkan bahwa tanah
dilihat dari persentase CO2 dan biomassa yang terendah (Tabel 5).
Jumlah individu dan spesies artropoda pada pertanaman bawang merah dan
kubis disajikan pada Tabel 6 berikut. Pada lahan di Alahan Panjang dan Sungai Nanam
terlihat perbedaan kekayaan spesies dan kelimpahan individu cukup besar. Perbedaan
900
765 8 Minggu
800
12 Minggu
700
Jumlah individu
600
500
400
300
200 136
81
100 45 38
1129 1137 2 0 0 0 12 5 3 1 4 7 6 1 0
0
Arc Coll Coleo Der Dipl Dipt Hem Hom Hym Lepd Ort
Ordo
Gambar 1. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12 minggu
di Alahan panjang
10
300 275
8 Minggu
250 12 Minggu
Jumlah individu
200 180
150
100 67
48 47
50 29 20 22 22
11 3 4 4 0 1 0 2 7 4 9 1 3
0
Arc Coll Coleo Der Dipl Dipt Hem Hom Hym Lepd Ort
Ordo
Gambar 2. Grafik jumlah individu arthropoda pada tanaman kubis umur 8 dan 12
minggu di Sungai nanam
120
98
100 minggu 5
minggu 9
80
66
60 49
jumlah individu 36
40
25 25
21 21
20 13
9 88
11 4 12 4
01 01 10
0
Arach Coleop Dipl Hem Hym Orth
Coll Derm Dip Hom Lep Odon
ordo
Gambar 3. Jumlah individu pada dua waktu pengamatan dalam satu periode
tanaman bawang merah di Alahan Panjang
11
60 54
50
38 39
40 36
minggu 5
30
minggu 9
jumlah
20
13
10 7
43 4 34
2 10 2 12
1 0 0
0 coll
arac coleo derm dipl dipt Hem Hom Hym ort odo
lep
ordo
Gambar 4. Jumlah Individu Arthropoda pada Tanaman Bawang Merah Umur 5 Minggu
dan 9 Minggu di Nagari Sungai Nanam.
Tabel 7. Jumlah individu dan spesies arthropoda di pertanaman kubis dari dua lokasi di
Kecamatan Lembah Gumanti
Usia petani sebagian besar pada kisaran 30 sampai 50 tahun dengan pendidikan
formal pada tingkat dasar dan menengah pertama. Pendidikan informal yang berbasis
12
pada pelatihan berwawasan lingkungan atau dikenal dengan SLPHT (Sekolah Lapang
Pengendalian Hama Terpadu) masih sangat terbatas. Namun demikian, secara umum
petani telah mengerti bahwa pestisida dapat membahayakan lingkungan (Tabel 9).
Jawaban (%)
Sikap dan tindakan petani Alahan Panjang Sungai Nanam
Mencampur pestisida saat penyemprotan 100 93,33
Menggunakan pengaman saat penyemprotan 20 40
Melihat keadaan hama sebelum 13,33 53,33
penyemprotan
Penyemprotan 5-10X dalam satu musim 26,66 40
tanam
Penyemprotan > 10X dalam satu musim 73,33 60
tanam
Penyemprotan 1 - 3 hari sebelum panen 20 13,33
Penyemprotan 1 minggu sebelum panen 80 86,66
13
Hampir semua petani melakukan tindakan pencampuran pestisida dalam
aplikasinya tetapi sangat sedikit yang menggunakan pengaman (masker). Umumnya
aplikasi pestisida dalam satu musim tanam kubis lebih dari 10 kali. Tindakan petani
menyemprot pestisida menjelang panen juga dilakukan oleh petani secara umum (Tabel
10).
Pembahasan
Adanya residu pestisida pada tiga jenis produk sayuran utama, bawang merah,
kubis dan tomat menngindikasikan bahwa aplikasi pestisida cukup tinggi dan intensif di
Kecamatan Lembah Gumanti. Bahan aktif diazinon pestisida yang tergolong
organoposfat digunakan oleh petani cukup tinggi. Pada bawang merah jenis tersebut
terakumulasi paling tinggi (Tabel 1) Tingginya akumulasi disebabkan karena umbi
bawang merah merupakan bagian/jaringan tanaman yang digunakan sebagai
penyimpan dan akumulasi dari serapan baik berasal dari tanah melalui akar maupun
dari daun yang diaplikasi langsung pestisida pada tanaman. Disamping itu, pada
bawang merah juga ditemukan adanya bahan aktif sipermetrin (golongan piretroid)
terutama di lahan petani Alahan Panjang. Sementara pada kubis dan tomat kandungan
residu pestisida yang terdeteksi adalah dimetoat dan propenofos yang keduanya juga
tergolong organoposfat. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga bahwa insektisida
orgonoposfat paling banyak digunakan oleh petani dalam pengendalian hama pada
jenis sayuran tersebut. Insektisida golongan tersebut secara umum lebih banyak dan
relatif lebih murah di pasaran. Tingginya residu orgonoposfat diduga juga berkaitan
dengan faktor sifatnya yang tidak mudah terdegradasi bila dibandingkan dengan
piretroid. Oleh karena itu, bahan aktifnya akan lebih banyak ditemukan terakumulasi
pada jaringan tanaman dan tanah. Bahan aktif diazinon juga banyak ditemukan
residunya pada sayuran di daerah pusat sayuran di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. meskipun masih jauh di bawah nilai MRL (Oshawa et al. 1985; Effendy,
1985; Nugrohati dan Untung, 1986).
Sementara tidak adanya residu pada tanah lahan sayuran diduga karena dalam
penelitian ini kami hanya membatasi untuk menganalisis insektisida dari golongan
organoklor sedangkan dua kelompok lainnya tidak dilakukan. Semula kami
beranggapan bahwa jenis tersebut akan lebih banyak terakumulasi pada tanah.
14
Meskipun demikian, hasil analisis terhadap mikroorganisme dan sifat tanah
menunjukkan bukti bahwa pestisida telah berdampak buruk baik terhadap sifat tanah
maupun kehidupan mikroorganismenya. Pada lahan yang intensif digunakan pestisida
telah menyebabkan penurunan kadar air tanah dan peningkatan kemasaman tanah (pH).
Dampak lainnya, menyebabkan kehidupan mikroorganisme lebih tertekan yang
diindikasikan dengan respirasi (konsentrasi CO2) dan kandungan bahan organik serta
biomassa lebih rendah daripada lahan yang alami dan yang diberakan (Tabel 3). Hal
tersebut dapat terjadi karena bahan kimia yang diaplikasikan pada lahan dapat
terakumulasi pada tanah. Akumulasi bahan kimia tersebut senantiasa meningkat
disebabkan karena intensitas aplikasi yang tinggi dan sifatnya yang tidak mudah terurai.
Akibatnya, bahan aktif tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan kemasaman
tanah. Pada kondisi kemasaman meningkat akan menjadi berpengaruh menekan
kehidupan mikroorganisme. Disamping itu, secara langsung bahan aktif tersebut juga
akan membunuh karena toksik bagi mikroflora dan fauna dalam tanah dan rizosfer.
Moenandir (1990) mengemukakan bahwa dengan semakin banyaknya kandungan
unsur-unsur toksik yang ada dalam tanah akibat pemberian pestisida yang relatif tahan
terhadap biodegradasi akan dapat membunuh mikroorganisme tanah. Lagi pula,
pemakaian pestisida yang intensif dapat merugikan terhadap aktivitas mikroorganisme
tanah dan kandungan biomassanya
Aplikasi pestisida ternyata tidak selamanya membunuh serangga di pertanaman
meskipun tujuannya adalah untuk pengendalian hama di pertanaman sayuran. Pada
dua kali aplikasi yang dilakukan di dua lokasi Alahan Panjang dan Sungai Nanam
terlihat bahwa kelimpahan individu dan kekayaan spesies serangga tidak sertamerta
menurun. Dari pengamatan pertama yakni pada umur 8 minggu tanaman sampai
pengamatan kedua umur 12 minggu, memperlihatkan kelimpahan individu dan
kekayaan spesies serangga menurun di pertanaman kubis (Gambar 1 dan 2)
Colembolla justru lebih tertekan di pertanaman kubis sedangkan jenis spesies lain
terutama dari ordo Diptera dan Lepidoptera sebaliknya di Alahan Panjang. Artinya,
pestisida ternyata lebih berdampak menekan bagi serangga yang berfungsi sebagai
pengurai bahan organik seperti Collembola tetapi tidak berpengaruh terhadap jenis
serangga bersifat hama seperti Lepidoptera dan Diptera. Namun demikian, aplikasi
pestisida dalam periode musim tanam telah dapat menurunkan keanekaragaman
serangga.
15
Tindakan dan persepsi petani secara umum menggambarkan bahwa mereka
tidak memiliki pengetahuan memadai tentang pestisida dan dampak yang
ditimbulkannnya bagi lingkungan. Bahaya pestisida dalam persepsi petani hanya
sebatas pada manusia. Dari hasil wawancara gejala yang telah menimpa petani akibat
pestisida secara umum pusing dan gatal. Meskipun demikian, penggunaan pengaman
yang dapat melindungi petani dari kontak pestisida samasekali tidak dianggap penting
oleh petani. Oleh karena itu, pengetahuan petani tentang budidaya pertanian yang
ramah lingkungan terutama menggunakan cara-cara pengendalian berbasis PHT perlu
ditingkatkan. Upaya sosialisasi tentang efek residu pestisida terhadap kesehatan dan
lingkungan lainnya harus senantiasa diberikan oleh pihak pemerintah terkait serta
melibatkan institusi pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat secara bersinambung
dalam jangka panjang agar mencapai perubahan sikap dan perilaku petani.
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Barat . 2005. Laporan
Survei Peredaran, Penggunaan dan Efek Samping Pestisida di Kecamatan
Lembah Gumanti. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Padang.11
hal.
Borror ,D.J., C.A. Triplehorn dan N.F. Johnson.1992. Pengenalan Pelajaran Serangga
(terjemahan). Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Effendy, F.S., 1985. Analisis Residu Pestisida Tamaron dalam Kubis, kripsi pada
Fakulta Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam UGM, Yogyakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman. 2003. Pedoman Pengujian Residu Pestisida Dalam
hasil Pertanian. Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan. 283 hal
Harun, Y. 1995. Telaah Tingkat Jenis Residu Pestisida pada Beberapa Sayuran yang
Dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Umum Bogor (tesis). Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Khan, M Z. 2003. Effect of pesticides on biodiversity :comparison of malathion with
biosal on protein contents in Calotes versicolor. J. nat. hist. wildl. Vol. 2, No. 1: 25-
28
Krebs, C.J. 2000. Program for ecological methodology (software) Second Edition. New
York: An Print of addison Wesley Longman, Inc.
Koster, 1990. Exploratary survey shallot in rice based on cropping system in Brebes.
Bul.Penel.Hort. VIII. No.1:19-30
Moenandir, J. 1990. Fisiologi herbisida. Rajawali Press. Jakarta.
Nugrohati, S dan K. Untung. 1986. Pestisida dalam sayuran. Proceedings Seminar
Kemanan Pangan dalam Pengolahan dan Penyajian, PAU Panga dan Gizi, UGM,
1 – 3 September 1986
Ohsawa, K., Hartadi, S., Noegrohati, S., Sastrohamidjojo, H., Untung, K., Arya, N.,
Sumiartha, K., Kuwatsuka, S. 1985. Residue Analysis Organochlorine and
Organophosphaorus Pesticides in Soils, Waters and Vegetables from Central Java
and Bali Island, in Ecological Impact of Pest Management in Indonesia, Ed.
Yamamoto, I., and Sosrosumarsono, S., Tokyo University of Agriculture.
Pemda Solok, 2008. Paparan Bupati Tentang Potensi Kabupaten Solok. Makalah
disampaikan pada Temu Pemerintah Daerah dengan Pengusaha, 4 Desember
2008 di Padang.
17
18