OLEH :
NAMA : ELMIYANTI
A. Latar Belakang
Hal yang paling mendasar adalah komitmen segenap komponen bangsa untuk
mengembalikan momentum pembangunan pertanian sebagai penggerak ekonomi bangsa.
Kemauan politik dan keberpihakan negara menjadi salah satu penentu kebangkitan pertanian.
Kejayaan pertanian tidak hanya menguatkan ekonomi bangsa namun juga akan meningkakan
martabat bangsa dalam geopolitik internasional. Subejo (2009a) menggaris bawahi bahwa
dengan mempertimbangkan kekayaan dan keragaman akan potensi sumber daya baik fisik
maupun manusia, kita sebenarnya bisa cukup optimis menuju kebangkitan dan kejayaan
pertanian yang akhirnya akan membawa peningkatan taraf hidup pelaku utamanya yaitu
petani. Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan
manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang
lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah
usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang
setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering
(khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah).
Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air).
Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan
efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan
mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha
pertanian.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-
dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode
budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan
pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan
efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif
(intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai
agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang
demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan
pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.
Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti
pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan
maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan
efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih
rendah daripada pertanian industrial.
Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub
"ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian
ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan
berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya
untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.
Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam
volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini
muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi.
Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat
mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
BAB II
PEMBAHASAN
Sejarah pembangunan pertanian berawal pada masa orde baru. Pada awal masa orde
baru pemerintahan menerima beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun
1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha
keras untuk menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi,
stabilitas politik tercapai yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin
dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk
rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA.
1. REPELITA I (1969-1974)
Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974. Repelita I ini
merupakan landasan awal pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai
adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup
pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Tentunya
akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Titik berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian. Pada repelita I ini muncul
peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947
bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan
kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan
dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. REPELITA II (1974-1979)
Repelita II mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target
pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor
pertanian yang merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan
merupakan dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Selain itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal
irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan
yang di rehabilitasi dan di bangun.
Repelita III mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita III
lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya
adalah pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
4. REPELITA IV (1984-1989)
Repelita IV mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita IV
Adalah peningkatan dari Repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata,
memperluas kesempatan kerja. Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin
industri sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan. Pada
tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasilnya Indonesia
berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi
Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan
Rumah untuk keluarga.
5. REPELITA V (1989-1994)
Repelita V mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1989 – 31 Maret 1994. Pada Repelita V
ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk memantapakan
swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan
barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama.
Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Repelita VI
yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu
pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
6. REPELITA VI (1989-1994)
Repelita VI mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1994 – 31 Maret 1999. Pada Repelita
VI titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia
sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang
sangat ketat dan bebas, pembangunan pertanian semakin dideregulasi melalui pengurangan
subsidi, dukungan harga dan berbagai proteksi lainnya. Kemampuan bersaing melalui proses
produksi yang efisien merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usahatani.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan wirausaha petani
merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan pertanian.
1. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui percepatan
investasi dan ekspor.
2. Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan
menciptakan lapangan kerja baru.
3. Revitalisasi pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan
kemiskinan.
Revitalisasi pertanian diartikan sebagai kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting
sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, melalui 26 peningkatan kinerja sektor
pertanian dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Revitalisasi
pertanian dimaksudkan untuk menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan
mengubah paradigma pola piker masyarakat dalam melihat pertanian tidak hanya sekedar
penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai sektor yang multi-
fungsi dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kegiatan pembangunan pertanian tahun 2005-2009 dilaksanakan melalui tiga program, yaitu: