Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Imajinasi Vol X no 2 Juli 2016

Jurnal Imajinasi
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/imajinasi

Pengenalan Kegiatan Seni Rupa untuk Anak Tunanetra dalam Upaya


Mengembangkan Kemampuan Sensitivitas

Fajrie, Nur 1

Mahasiswa Prodi Pendidikan Seni, Pascasarjana Unnes, Semarang


1

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental, bukan berarti harus
disingkirkan tetapi hendaknya mereka tetap terpenuhi pendidikannya
Diterima Juli 2016 melalui pelayanan pendidikan secara khusus yang diharapkan dapat
Disetujui Juli 2016 memperbaiki kelayakan dalam taraf hidupnya. Anak tunanetra sejak
Dipublikasikan Juli 2016
lahir memiliki kekurangan dalam pengetahuan kongkrit tentang
Keywords: lingkungannya dan konsep dasar yang penting seperti jarak, arah, dan
Senirupa; perubahan lingkungan. Kegiatan pembelajaran seni rupa yang sesuai
Tunanetra; bagi siswa tunanetra untuk mengekspresikan diri yaitu melalui kegiatan
Sensitivitas; berkarya seni rupa karya tiga dimensi dengan teknik membentuk.
Dalam proses teknik membentuk terdapat kegiatan mengekspresikan
seni rupa dengan cara menjamah, menyentuh, memisah-misahkan,
mengurangi dan menempel. Melalui teknik membentuk, anak tunanetra
diantar untuk mengerti atau merasakan kegiatan apresiasi dan kreasi
dalam pendidikan seni rupa. Dengan kata lain unsur-unsur rupa yang
berupa garis, tekstur, bidang dan ruang dalam karya seni rupa dapat
dinikmati oleh siswa tunanetra. Kepekaan dari kemampuan meraba dan
membentuk anak tunanetra dimungkinkan dapat mengenalkan benda-
benda di sekitarnya untuk memotivasi rasa keingintahuan serta percaya
diri dalam kehidupannya.

PENDAHULUAN dan kesempatan agar pada akhirnya dapat


Anak yang mempunyai kelainan fisik atau melakukan atau mengerjakan secara
mental, bukan berarti harus disingkirkan mandiri.
tetapi hendaknya mereka tetap terpenuhi Anak penyandang cacat di
pendidikannya melalui pelayanan antaranya adalah anak-anak yang kurang
pendidikan secara khusus yang diharapkan dan kehilangan daya penglihatannya
dapat memperbaiki kelayakan dalam taraf (tunanetra). Akibatnya adalah anak-
hidupnya. Himbauan Organisasi Dunia anak tunanetra mengalami kesulitan dan
UNESCO (United Nation for Educational, hambatan dalam proses bersosialisasi di
Scientific, and Cultural Organisation) tentang masyarakat. Hapeman seperti yang dikutip
empat pilar pendidikan, yakni (a) learning oleh Scholl (1986:84) mengemukakan
to know; (b) learning to do; (c) learning bahwa anak-anak yang tunanetra sejak lahir
to be; (d) learning how to live together, memiliki kekurangan dalam pengetahuan
menyadarkan kita bahwa pendidikan bukan kongkret tentang lingkungannya dan
hanya diperlukan agar anak memperoleh konsep dasar yang penting seperti jarak,
pengetahuan sebanyak-banyaknya, tetapi arah, dan perubahan lingkungan. Tidak
harus lebih banyak memperoleh pengalaman sedikit anak penderita tunanetra mampu


Corresponding author : © 2016 Semarang State University. All rights reserved
Address: Jurusan Senirupa Unnes
Email : ismiyanto@mail.unnes.ac.id
UNNES JOURNALS
154 Nur Fajrie, Pengenalan Kegiatan Seni Rupa untuk Anak Tunanetra dalam Upaya Mengembangkan
Kemampuan Sensitivitas

mengekspresikan seni. Kesenian yang mengasah kepekaan rasa dengan cara


banyak digeluti adalah seni musik dan seni membuat karya seni 3D (tiga dimensi) yang
suara. Mengingat jenis kegiatan seni musik dapat disentuh, diraba dan dapat dirasakan
dan seni suara menggunakan pendengaran gerakan iramanya melalui cekung-
yang tidak banyak mengutamakan atau cembungnya volume, hampa padatnya ruang,
memfungsikan penglihatan. halus-kasarnya dan besar-kecilnya skala
Umumnya anak-anak tunanetra keseluruhan. Melalui teknik membentuk,
menunjukkan kepekaan yang lebih baik anak tunanetra diantar mengerti atau
pada indera pendengaran dan perabaan merasakan kegiatan apresiasi dan kreasi
dibanding anak normal (awas), namun dalam pendidikan seni rupa. Dengan kata
kepekaan yang dimiliki anak-anak tunanetra lain unsur-unsur rupa yang berupa garis,
tidak diperolehnya secara otomatis, tetapi tekstur, bidang dan ruang dalam karya seni
melalui proses latihan. Kendala untuk rupa dapat digeluti sebagai sarana berkarya
mengekspresikan dalam kegiatan seni rupa oleh siswa tunanetra. Kepekaan dari
akan menghambat perkembangan anak- kemampuan meraba dan membentuk anak
anak yang mengalami kesulitan dalam tunanetra dimungkinkan dapat digunakan
penglihatannya. sebagai sarana mengenalkan benda-benda
Kegiatan pembelajaran seni rupa yang di sekitarnya untuk memotivasi rasa
sangat cocok untuk siswa tunanetra untuk keingintahuan serta percaya dirinya dalam
mengekspresikan diri dapat dilakukan kehidupan sosial.
melalui kegiatan berkarya seni rupa dengan Penjelasan tersebut melatarbelakangi
teknik membentuk. Teknik membentuk peneliti untuk melaksanakan penelitian
adalah pengetahuan dan kepandaian “Pengenalan Kegiatan Seni Rupa untuk
membuat sesuatu yang berkenaan dengan Anak Tunanetra dalam Upaya untuk
apa yang ingin diwujudkannya. Dalam Mengembangkan Kemampuan Sensitivitas ”.
proses teknik membentuk terdapat kegiatan
mengekspresikan seni rupa dengan cara KONSEP PEMBELAJARAN SENI RUPA
menjamah, menyentuh, memisah-misahkan, Dalam salah satu bukunya “The Art and
mengurangi dan menempel. Pertimbangan Interrelation”, Munro (1969) menyatakan
lainnya adalah pemilihan perwujudan karya sebagai berikut:
seni rupa yang cocok untuk menunjang The term “visual arts” was not quite
pembelajaran seni rupa untuk siswa specific enough when “arts” was
tunanetra. used in its old, broad, technical sense;
Salah satu perwujudan karya seni for visual arts would then include
rupa yang tepat digunakan oleh anak purely utilitarian buildings, tools, and
tunanetra adalah kegiatan seni rupa karya machines. They are as visible as pictures
tiga dimensi (3D). Kegiatan seni rupa and statues, thought not necessarily
karya tiga dimensi dapat mengatasi adanya made to be seen. But if we understand
keterbatasan ruang dalam mengekspresikan that art means aesthetic art, then
seni rupa serta memungkinkan untuk ”visual art” is by definition restricted to
memperoleh pengalaman. Oleh karena itu, product having some aesthetic function.
anak tunanetra perlu ditunjukkan suatu Their visibility is no mere incidental,
benda asli atau benda tiruan yang dapat but an essential characteristic; power
mendeskripsikan materi pembelajaran seni to attract and interst through the eyes
rupa yang disampaikan. is one of their principal aims.… When
Kegiatan seni rupa untuk siswa it becomes necessary to contrast them
tunanetra dengan teknik membentuk yang whit order aesthetic art, such as music
menggunakan bahan tanah liat bertujuan and literature, an explicit prefix is
UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi X no 2 Juli 2016 155

needed. Fine art is not the best possible berfungsi sebagai wahana ekspresi dan
term, because of its other current kreativitas dalam upaya menumbuhkan
meaning “:Visual art” is fairly objective kepekaan estetis melalui kemampuan
Pembelajaran seni rupa adalah inderawi yang dimilikinya.
kegiatan seni sebagai penanaman estetika
yang dapat diserap oleh alat indrawi dan SENSIVITAS SISWA SEBAGAI KEMAMPUAN
wujudnya terdiri dari unsur rupa berupa DASAR PEMBELAJARAN SENI RUPA
garis, bidang, ruang, bentuk, warna, gelap Kegiatan ekspresi siswa yang memiliki
terang, dan tekstur. kekurangan penglihatan sangat penting
Tingkat pendidikan dasar yang untuk menumbuhkan perasaan senang,
seharusnya dapat meningkatkan gembira dan terpuaskan setelah mengalami
pertumbuhan dalam kreativitas anak. kegiatan pembelajaran seni rupa. Imajinasi
Peran guru, pembimbing atau orang tua dan fantasi mereka dalam mengekspresikan
dalam kegiatan seni rupa sangat penting diri akan dapat diungkapkan dengan
sebagai pengembang model pembelajaran kegiatan yang positif bagi siswa tunanetra.
seni rupa dengan berbagai keunggulan Ekspresi artistik merupakan salah satu
dan kelemahannya, sehingga dapat kebutuhan anak-anak. Oleh karena itu
meningkatkan kreativitas anak. Salah kebebasan mengekspresikan diri dengan
satu langkahnya adalah mengembangkan berbagai media dan metode pembelajaran
kegiatan pembelajaran seni rupa dengan pada kegiatan seni rupa untuk siswa
pendekatan bermain dan pengenalan benda- tunanetra menjadi pendekatan utama
benda di alam sekitarnya. dalam pembelajaran.
Adisasmito (2008:64) juga Sensitif artinya peka terhadap
menyatakan, “Art activities, as well as rangsangan. Pendidikan sensitivitas
activities considered as “playing”, is a creative memungkinkan anak tunanetra menjadi
process that involves a lot of imagination, peka dan cepat menerima rangsangan,
otherwise, it’s boring. These types of activities tanggap dalam merespon hal-hal yang
allow human being to live in a boundless berkaitan dengan fenomena visual
imaginary world that pushes them to sharpen dengan menggunakan alat peraba atau
creativity and find the side of newness in taktil. Keterbatasan penglihatan tidak
every ordinary thing”. Seluruh proses seni menjadikan kekurangan dalam merasakan
rupa tersebut bertujuan meningkatkan dan menghayati karya seni rupa berupa
kemampuan berekpresi diri melalui bentuk tiga dimensi. Dalam kegiatan ini
kepekaan estetis dalam kondisi yang positif. diperlukan proses pembiasaan. Sedangkan
Dengan kepekaan estetis dalam proses kreativitas sangat terkait dengan diri
pembelajaran diharapkan siswa mampu manusia dengan kemampuan untuk
merasa percaya diri dan senang hatinya. mencipta. Kegiatan pembelajaran seni rupa
Syafii (2009:10) menjelaskan bahwa dapat mengekspresikan diri sesuai dengan
pembelajaran seni rupa ditekankan pada kemampuan inderawi dalam melatih
proses pembelajaran dengan menekankan kepekaan estetis siswa tunanetra.
pada kegiatan eksplorasi dan eksperimen Kegiatan pembelajaran seni rupa
dengan tujuan merangsang keingintahuan untuk anak tunanetra dalam penelitian
serta kegiatan yang menyenangkan bagi anak. ini tidak lagi terletak pada mengajarkan
Proses kegiatan seni rupa pada dasarnya anak bagaimana cara membuat karya seni
berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rupa, atau memberikan contoh berkarya
berekspresi dan apresiasi. Dengan kata lain, untuk ditiru siswanya, tetapi lebih terfokus
kegiatan dalam pembelajaran seni rupa kepada penciptaan iklim belajar yang
untuk anak penyandang cacat penglihatan menunjang, suasana yang akrab serta
UNNES JOURNALS
156 Nur Fajrie, Pengenalan Kegiatan Seni Rupa untuk Anak Tunanetra dalam Upaya Mengembangkan
Kemampuan Sensitivitas

adanya penerimaan guru, pembimbing atau bisa diserap oleh indera penglihatan, tetapi
orang tua atas pribadi anak tunanetra yang juga bisa oleh indera peraba, maksudnya
beraneka ragam dengan karya dan gagasan adalah teksturnya dapat dirasakan, misalnya
mereka yang bervariasi pula. Keseluruhan kasar, halus, lunak, keras, lembut, dan
penyelenggaraan kegiatan seni rupa bagi sebagainya. Wujud dari seni rupa karya
anak tunanetra, peran guru, pembimbing tiga dimensi adalah hasil kecakapan teknik
atau orang tua adalah memberikan inspirasi, berkarya, kreativitas penggunaan alat dan
memberikan kejelasan atau klarifikasi, kepekaan rasa terhadap bahan berkarya
membantu menterjemahkan gagasan dan yang digunakan.
perasaan serta reaksi anak ke dalam bentuk Pengertian teknik membentuk di sini
karya seni yang terorganisasi secara estetis adalah membuat karya seni rupa dengan
(Jefferson, 1969:78). Dalam hal ini, guru, bahan plastis. Bahan plastis dapat berupa
pembimbing atau orang tua yang mengajar tanah liat yang digunakan dengan proses
anak tunanetra melakukan pembelajaran aditif dan subtraktif. Sebagaimana yang
seni rupa supaya dapat menciptakan dinyatakan oleh Mayer (dalam Sahman,
kegiatan “menemukan, eksplorasi, dan 1992:81), bahwa teknik pembentukan
produksi”. Peran itu dimainkan guru, tanah liat (clay) dilakukan melalui proses
pembimbing atau orang tua baik pada saat aditif (penambahan) untuk pembentukan
awal ataupun di tengah kegiatan seni rupa dan pembesaran, sebagai kebalikan teknik
yang sedang berlangsung. carving atau membuang (subtraktif).
Jadi teknik membentuk dalam
TEKNIK KARYA 3D DALAM MEDIA penelitian ini merupakan cara atau upaya
PEMBELAJARAN MELALUI KEPEKAAN untuk membuat karya seni rupa trimatra
OBJEK atau tiga dimensi dengan bahan plastis yang
Mengenai penggolongan seni rupa karya biasanya dijadikan sarana permainan anak-
tiga dimensi, Oswald Külpe membagi seni anak yaitu belajar sambil bermain. Kegiatan
rupa (visual art) meliputi seni rupa dua ini juga bisa digunakan untuk menyalurkan
dimensi, tiga dimensi, perpaduan seni rupa ekspresi pribadi anak-anak, serta untuk
dua dimensi dan tiga dimensi. Seni rupa membina perkembangan kreativitas anak-
dua dimensi terdiri dari tanpa gerak dan anak. Produk yang bisa diperoleh antara
dengan gerak. Untuk seni rupa tanpa gerak lain adalah patung, maket, relief, guci
dicontohkan seperti lukisan dan gambar. dan lain-lain. Teknik membentuk pada
Seni rupa dengan gerak seperti film dan pembelajaran di pendidikan dasar tidak
kembang api. Begitu pula seni rupa tiga seperti cara membuat karya seni rupa bagi
dimensi terdiri dari tanpa gerak seperti orang dewasa. Kemampuan membentuk
seni pahat dan patung, sedangkan dengan siswa pada tingkatan tersebut masih berupa
gerak contohnya seni tari dan pantomime menggabungkan media berkarya, membuat
(tanpa musik). Perpaduan dua dimensi dan tekstur, melubangi bahan yang digunakan
tiga dimensi seperti seni arsitektur atau dan menguranginya.
pertamanan (The Liang Gie, 1976:65-66). Sebelum melaksanakan kegiatan seni
Penjelasan The Liang Gie yang rupa karya tiga dimensional, pembimbing
mengutip Oswald Külpe tersebut yang mengajar anak tunanetra perlu
menggolongkan seni rupa tiga dimensi mengenal terlebih dahulu karakter
tanpa gerak dari segi pencerapan inderawi beberapa media pembelajaran seni rupa
berdasarkan medium (bahan) dari yang digunakan untuk kegiatan belajar
perpaduan unsur-unsur rupanya. Karya seni mengajar. Proses pembelajaran seni rupa
rupa tiga dimensi (3D) merupakan salah satu bagi anak tunanetra, media pembelajaran
bentuk kesenian yang tampak, tidak hanya adalah unsur yang sangat penting. Hal ini

UNNES JOURNALS
Jurnal Imajinasi X no 2 Juli 2016 157

terutama karena karakteristik seni rupa (3) Mampu mengekspresikan diri melalui
sebagai karya seni yang pencerapannya kepekaan inderawi dalam kegiatan
menggunakan kepekaan inderawi. Menurut apresiasi dan berkreasi seni rupa.
Triyanto (2007:75), media pembelajaran (4) Mampu mengkomunikasikan ide
adalah sebagai penyampai pesan (the carries atau gagasan dalam suatu karya seni
of massages) dari beberapa sumber saluran rupa melalui kemampuan kepekaan
ke penerima pesan. Media pembelajaran inderawi.
tidak hanya meliputi media komunikasi
elektronik yang kompleks tetapi juga bentuk Kepekaan inderawi berkaitan pula
sederhana seperti benda-benda yang ada di dengan kemampuan intelektual. Melatih
sekitar alam. kemampuan siswa tunanetra berkaitan
Jadi benda tiga dimensi dapat dengan kepekaan indrawi dan intelektual
menjadi fungsi media pembelajaran seni membutuhkan proses yang berjenjang.
rupa untuk siswa tunanetra yang dapat Contoh kepekaan inderawi di antaranya
berupa: (1) benda tiga dimensi sebagai adalah kemampuan menemukan karakter
hasil aktualisasi diri contohnya karya- benda yang ada di alam melalui unsur-unsur
karya seni rupa; (2) benda tiga dimensi rupa, menemukan teknik dan penggunaan
sebagai penanaman konsep terhadap media berkarya. Kemampuan tersebut perlu
objek sebenarnya contohnya buah-buahan, diimbangi dengan pemahaman tentang
batu-batuan dan sebagainya; (3) benda konsep unsur-unsur rupa suatu benda di
tiga dimensi untuk membantu kelancaran alam sekitar.
pembelajaran atau disebut alat peraga. Jenis
alat peraga dapat berupa benda sebenarnya DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, N.D. 2008. Education of Art as
dan benda yang dibuat sebagai tiruan atau a Process of Innovative and Creative
diawetkan. Keberhasilan pembelajaran Cultural Heritage. EDUCARE:International
seni rupa dipengaruhi oleh kreativitas Journal for Educational Studies.1/1:81-90.
dan keterampilan guru menggunakan dan Jefferson, Blanche. (1969). Teaching Art to
memanfaatkannya media pembelajaran. Children. Boston : Alllyn and Bacon.
Munro, Thomas. 1969. The Arts and Their
Interrelations. The Press of Case Western
SIMPULAN Reserve University Cleveland and London.
Pembelajaran seni rupa untuk siswa Sahman, Humar. 1992. Mengenali Dunia Seni
tunanetra menekankan pada pengembangan Rupa. Semarang: IKIP Semarang.
kepekaan estetis yang diimplementasikan Scholl, G.T. ed. 1986. Foundations of Education for
dalam ketiga kompetensi dasar pendidikan Blind and Visually Handicapped Children
and Youth, Theory and Practice. New York:
seni yang meliputi konsepsi, apresiasi dan
American Foundation for the Blind.
kreasi. Adapun kompetensi dasar yang harus Syafii. 2009: Konsep Dan Model Pembelajaran
dimiliki siswa tunanetra antara lain; Seni Rupa. Semarang: Unnes.
(1) Mampu menggunakan kepekaan The Liang Gie. 1976. Garis Besar Estetik (Filsafat
inderawi dalam memahami, Keindahan). Yogyakarta: Penerbit Karya.
mempresentasikan keragaman Triyanto. 2009. Melukis Sebagai Sarana Bermain
dan Terapi Bagi Anak-Anak Autis (Studi
gagasan, teknik, materi dan keahlian
Kasus di SLB Panti Biji Sesawi Semarang ).
berkreasi seni rupa. Jurnal seni Imajinasi. 5/1:153 – 63.
(2) Mampu menggunakan rasa estetika
dalam mempersepsi, memahami,
menanggapi, merefleksi, menganalisis,
dan mengevaluasi benda-benda di
sekitar lingkungannya melalui karya
seni rupa.

UNNES JOURNALS
158 Nur Fajrie, Pengenalan Kegiatan Seni Rupa untuk Anak Tunanetra dalam Upaya Mengembangkan
Kemampuan Sensitivitas

UNNES JOURNALS

Anda mungkin juga menyukai