Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data ini dilakukan mulai pada awal april 2021. Pada awal penelitian

peneliti mengambil tiga orang yang smemenuhi kriteria untuk diwawancarai. Peralatan

yang disiapkan meliputi: alat rekam, alat tulis dan kertas. Selanjutnya peneliti

mempersiapkan pedoman wawancara untuk mengungkap gambaran dan faktor-faktor

yang mempengaruhi coping stress pada istri yang ditinggal dinas suami bertugas, setelah

menyiapkan peralatan dan pedoman wawancara peneliti menemui subjek satu per satu

yang telah bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini.

Peneliti terlebih dahulu membangun rapport dengan ketiga subjek dan informan

agar subjek dan informan merasa nyaman, memiliki trust kepada peneliti, sehingga

muncul keterbukaan dari subjek maupun informan maka peneliti dapat memperoleh

penjelasan yang jelas dari subjek dan informan bagaiman gambaran coping stress istri

yang ditinggal dinas suami bertugas dan faktor-faktor yang mempengaruhi coping stress

pada istri yang ditinggal dinas suami bertugas.

Peneliti mulai menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya penelitian sekaligus

memaparkan tata cara selama proses penelitian berlangsung, seperti pada proses

pengambilan data dan informasi, seluruh data akan direkam menggunakan alat bantu

rekam, yaitu kamera dan voice recorder, kemudian peneliti menjelaskan tata cara

penelitian dengan meminta subjek dan informan untuk menyatakan kesanggupan atau

kesediaan untuk menjadi subjek penelitian, dalam hal ini dengan mengisi informed

consent.
Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui proses wawancara secara

langsung antara subjek dengan peneliti dan bersifat pribadi sehingga bisa

didapatkan informasi yang bersifat rahasia dari subjek. Metode wawancara yang

peneliti gunakan adalah metode wawancara semi terstruktur dengan menggunakan

pedoman yang berupa garis besar permasalahan untuk mengumpulkan data.

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pokok yang

bisa dikembangkan lebih jauh atau diperdalam lagi saat mendengarkan respon

subjek penelitian. Selain itu wawancara semi terstruktur dapat dikembangkan

lebih dalam untuk menemukan permasalahan secara lebih mendalam dan terbuka

dengan mendapatkan data yang lebih dalam dari subjek penelitian.

Wawancara dilakukan sebagai metode pengumpulan data untuk mengetahui

dan mengungkap gambaran coping stress istri yang ditinggal dinas suami bertugas

dan faktor-faktor yang mempengaruhi coping stress pada istri yang ditinggal dinas

suami bertugas. Bentuk wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara

terbuka, dimana subjek dan informan penelitian mengetahui bahwa mereka

sedang diwawancarai dan mereka mengetahui tujuan dari proses wawancara

tersebut. Proses wawancara dalam penelitian ini berjalan dengan lancar.

Proses pengambilan data melalui wawancara juga dilakukan terhadap

informan subjek penelitian. Masing-masing subjek menggunakan dua informan

penelitian. Berikut adalah jadwal pelaksanaan wawancara dan observasi yang

dapat dilihat pada tabel 1


B. Temuan Penelitian

1. Gambaran Umum

Informan dalam penelitian ini merupakan seorang istri TNI-AD yang sedang

menjalani long distance marriage karena ditinggal suami bertugas. Berikut data informan

peneliti

Table 2

Nama Profesi Usia Jenis kelamin keterangan

UL Ibu rumah 30 thn Perempuan Informan utama

tangga

DN Guru 28 thn Perempuan Informan utama

AF Perawat 35 thn Perempuan Informan utama

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi coping stres pada istri yang ditinggal

bertugas

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan berdampak besar terhadap tumbuh kembang suatu seseorang.

Tidak semua lingkungan bisa mengerti dan memahami kondisi rumah tangga

seseorang, apalagi seorang istri TNI yang ditinggal suaminya bertugas dan harus

menjalani semua kegiatan dan peraturan didalam asrama yang sangat banyak dan
ketat. Tidak sedikit istri TNI yang mengeluh akan banyaknya kegiatan dan

ketatnya peraturan yang membuat istri merasa tertekan dan stres.

Informan UL mengungkapkan jika selama ditinggal bertugas UL merasa

tertekan, UL tidak bisa pulang kerumah orang tuanya karena peraturan tidak

mengizinkan untuk para istri kembali ke rumah orang tua, ataupun saudara. UL

juga mengungkapkan bahwa kegiatan ketika ditinggal suami bertugas lebih

banyak ketimbang kegiatan sebelum suami berangkat bertugas, dan ketika suami

UL diberangkatkan tugas anak-anak infrman UL sering sakit.

“Di Batalyon kalau ditinggal suaminya atau satu Batalyon

ditugaskan pasti Persitnya ditekan, tekannya apa pasti dengan

peraturan. Ya kayak aturan yang aku bilang tadi, ga boleh keluar

sembarangan tanpa izin lebih dulu. Terus kan kalau suami-suami

pada tugas gitu pasti kita yang ditinggal banyak kegiatan di

asrama. Kayak senam, kerajinan dan banyak lagi deh. Dan

disetiap kegiatan tu kita harus hadir. Mana pas aku ditinggal

suami di bulan-bulan pertama anak-anak pada sakit, jadi sering-

sering ijin buat control ke rumah sakit.”

Disetiap lingkungan pasti ada banyak tekanan namun juga banyak

dukungan. Situasi ini sama dengan yang dirasakan oleh informan DN. DN adalah

seorang guru honorer di kabupaten Bogor, DN memiliki dua orang anak yang

masih keci-kecil yang harus ditinggal mengajar setiap harinya. Terkadang DN

merasa bingung harus membagi waktu untuk mengajar, mengurus anak ditmabah

lagi kegiatan yang sangat banyak diasrama. Asrama tempat tinggalnya sekarang
tidak jauh dari rumah orang tuanya, maka dari itu DN merasa jika ia tertekan atas

peraturan juga kegiatannya di asrama dia punya tempat pulang dan mengeluh,

yaitu di rumah orang tuanya.

“.Ya kayak yang aku bilang tadi dah, ketika suami

ditugaskan keluar, kita para istri di perbadat kegiatanya.

Kadang kayak bertanya-tanya aja kenapa gituloh. Padahal

suami uda ditugasin diluar, kita yang punya anak mau

gamau yang ngurusin anak dan rumah sendiri. Kenapa

malah dipadetin kan jam untuk kita istirahat juga kayak

kurang gitu. Karena urusan setiap orang kan beda-beda ga

Cuma rumah dan anak tapi kerja juga. Kalau anak mau

dititipin sama neninya terus kita juga pikiran sebenernya,

itu anak dikasi makan yang baik nggak, di sayang-sayang

nggak. Kan banyak juga kasus anak-anak yang disiksa

neninya.”

“Mereka memperhatiin kami banget, apalagi yang deket

sama asrama kan keluarga dari aku, kadang tu mama tiba-

tiba dateng kerumah buat nengok kita, ga jarang juga buat

ngasih aku wejangan-wejangan kehidupan rumah tangga

gitu. Dari keluarganya mas juga hampir setiap hari selalu

ngehubungi aku buat mastiin kalau aku dan anak-anak

baik-baik aja selama ditinggal suami tugas. Mama Mertua

juga kadang dateng kerumah nginep lama gitu buat


ngebantuin ngurus anak-anak dan dia tu berusaha jadi

tempat curhat yang nyaman buat aku. pokoknya keluargaku

dan keluarga mas tu ngerangkul kita banget deh”

Menurut AF lingkungan asrama beserta kegiatannya yang padat tidak

selalu menjadi tekanan untuknya, AF merasa kegiatan yang padat bisa dijadikan

hiburan juga bisa menjadi tempat berbagi kepada teman sesama istri yang

ditinggal suami betugas. AF lebih merasa tertekan karena pekerjaannya yang

banyak.

“Apa ya.. ya sebisa mungkin aku jalani aja. Kerja,

kegiatan asrama ,ngurus rumah. Dah gitu aja si. Kegiatan

diasrama lumayan membuat mood aku baik si, kan pas ada

kegiatan gitu kita bisa ketemu temen-temen bisa sharing

juga. Yahh meskipun kadang ngerasa kaya cape banget si”

b. Faktor diri sendiri

Proses diri terhadap tuntutan dirinya sendiri untuk bisa menerima keadaan,

menjalani konsekuensi yang sudah diketahui sejak awal pernikahan dan sudah

diberi tahu sejak awal bahwa menjalani rumah tangga dengan seorang TNI harus

siap ditinggal mengabdi pada negara, namun tidak dapat dipungkiri bahawa

menjalani Long distance marriage sangatlah berat.

Inforfman UL merasa punya peran dobel untuk anak-anaknya, ketika UL

ditinggal suami bertugas Ia harus siap menjadi ibu sekaligus mengisi figur ayah

untuk anak-anaknya. UL merasa terbebani dengan hal itu, karena mau


bagaimanapun juga peran ayah tidak akan bisa sepenuhnya digantikan oleh

informan UL.

“Intinya tu sementara aku harus bisa memerankan figure

serang ayah juda ibu dalam waktu yang bersamaan, juga memberi

yang terbaik semampuku agar mereka nggak merasa kekurangan

kasih sayang”

Informan DN merasa kewalahan dengan pekerjaannya sebagai guru dan

harus mengurus kedua anaknya yang masih sangat keci-kecil. DN harus pintar-

pintar membagi waktu untuk anaknya juga untuk pekerjaannya. DN juga merasa

stres jika pekerjaan banyak dan ketika sampai rumah anaknya pada rewel.

“Kewalahan si jelas ya dah. Soalnya anakku kan dua, yang

satu baru usia 2 tahunan lah ya, Masi butuh-butuhnya figure

orang tua. Kadang juga tu aku stres banget kalo kerjaan disekolah

banyak, anak pada rewel mana suami nggak ada dan susah

dihubungi juga. Mana kalau lihat berita tu ada prajurit yang tewas

tertembak disana jadi makin tambah pikirankan ya”

Informan AF ditinggal suaminya bertugas ketika hamil muda. AF

melewati trismester pertama sampai melahirkan tanpa dampingan suami. AF

merasa sangat berat karena ketikan hamil anak pertama dia ingin didampingi

suami, tapi pada kenyataannya suaminya sedang bertugas.

“Berat banget dek, apalagi pas hamil muda kan aku bener-

bener teler, emosi ga kekontrol. Ga doyan makan, muntah terus.

Bener-bener teler dan pas itu juga aku ga cuti hamil ya, kerjaan
dirumah sakit bener-bener nguras tenaga juga dan pas aku lagi

butuh-butuhnya suami tu dia susah banget dihubungi”

c. Pikiran

Pikiran negatif dan kesejahteraan psikologis pada istri yang ditinggal suami

bertugas bisa mengakibatkan stres. Jika istri merasakan permasalahan psikologis

berat, istri mungkin tidak akan memiliki waktu luang yang cukup untuk orang lain

atau anaknya. Kepercayaan diri terkait keterampilan istri dalam merawat anak dan

mengurus rumah tangga ketika suami sedang bertugas juga dapat mempengaruhi

kesejahteraan psikologis.

Informan UL merasa tidak sanggup dan selalu merasa cemas ketika suami

tidak memberinya kabar, UL juga merasa setiap harinya ia bergelut dengan

pikirannya sendiri, menghawatirkan kondisi suami yang jauh darinya dan anak-

anak.

“Awalan ditinggal tugas suami gitu ya cemas

khawatir juga keteteran dah. Yang biasanya ngurusin anak

sama rumah berdua sekarang aku ngurusinnya sendiri.

Apalagi ditinggal pas anak kedua baru lahir. Kadang

suami susah dihubungi karena disana nggak ada sinyal,

jadi nambah cemas juga”

Informan DN merasa jika kepergian suaminya dalam misi tugas mengabdi

pada negara sangat membuatnya cemas dan sering mengkhawatirkan keselamatan


suaminya, karena setelah kepergian suaminya banyak berita yang mengabarkan

ada prajurit TNI yang tewas tertembak, itu membuat DN menjadi stres.

“Kalau aku ya lebih ngedeketin diri sama yang

kuasa, berserah diri. memang takdirnya kayak gini dan

pasti langsung nyoba ngejaga aku nikah sama suami kan

bukan karena paksaan, dari awal kita pengajuan juga kan

aku sudah dikasi tau kalau konsekuensiku jadi istri prajurit

ya kayak gini. Selain itu juga pasti aku langsung nyoba

buat hubungin suami buat cerita. Tapi kalau nggak bisa

dihubungi suamiku biasanya aku diem aja dikamar sama

nangis gitu”

Informan AF merasa sangat tertekan dan stres ketika AF harus menjalani

long distance marriage ketika mengandung anak pertama, AF selalu merasa

pusing dan tensi darahnya naik ketika melihat berita di TV ada prajurit TNI tewas

tertembak dan ketika itu suaminya tidak bisa dihubungi.

“Rindu,cemas semua campur jadi satu. Capek

kerja, capek kegiatan batalyon juga. Tapi ya kudu nerima,

karena ini emang konsekuensi nikah sama tentara.

Pokoknya pas ditinggal suami ke Libanon itu adalah LDM

paling berat yang aku rasain. Setiap hari dengar kabar

tentara yang ketembak, posisi suami ga bisa di hubungi.

Karena itu juga kadang tensi aku bisa naik”


Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, ada beberapa stres yang muncul

pada istri TNI-AD yang ditinggal bertugas. Menurut Sarafino (2011), stres adalah

bentuk interaksi dari individu atau lingkungan, yang mana individu tersebutlah

yang sebagai sesuatu yang membebani atau melampaui kemampuan yang ia

miliki, dan mengancam kesejahteraannya. Faktor penyebab stres yang dialami

orang tua menurut Musradinur (2016), sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti lingkungan, diri sendiri, dan pikiran.

3. Gambaran coping stres pada istri TNI-AD yang ditinggal suami bertugas

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa gambaran strategi coping

stres dari kelima informan utama berbeda-beda. Berdasarkan pendapat Sarafino

(2011), strategi coping merupakan suatu usaha kognitif maupun perilaku individu

secara spesifik yang dilakukan untuk mengelola tuntutan-tuntutan yang menyebabkan

tekanan fisik maupun psikis, yang meliputi usaha dalam tindakan nyata dan usaha

mengontrol psikisnya.

Anda mungkin juga menyukai