Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN PRAKTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PEMERIKSAAN FUNGSI
KELENJAR THYROID

DISUSUN OLEH:
ALFRINA HANY, S.KP, M.NG (AC)
NS. DINA DEWI SLI, S.KEP, M.KEP
NS. HERI KRISTANTO, M.KEP, SP.KMB.
NS. EFRIS KARTIKA SARI, S.KEP, M.KEP.
NS. AHMAD HASYIM WIBISONO, S.KEP, M.KEP, M.NG.
NS. ENDAH PANCA LF, S.KEP, M.KEP.

EDITOR:
NS. RUSTIANA TASYA A, S.KEP, M.BIOMED.

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA, 2020
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

PEMERIKSAAN FUNGSI KELENJAR TIROID



1. PENDAHULUAN
Aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid mengontrol produksi hormon
merupakan sistem umpan balik negatif. Hipotalamus mengeluarkan
hormon pelepas thyrotropin untuk menstimulasi hipofisis anterior untuk
mengeluarkan TSH, yang pada gilirannya meningkatkan produksi hormon
tiroid tiroksin (T4) dan triiodothyronine (T3). Hormon perangsang tiroid
seperti pengontrol tungku. Jika tungku terlalu dingin, tubuh akan
meningkatkan produksi TSH. Jika tungku berjalan terlalu panas, tubuh
mengurangi produksi TSH. Selanjutnya hormon tiroid akan bekerja dengan
3 kategori utama: 1) Mempengaruhi laju metabolisme; 2) Mempengaruhi
laju pertumbuhan; 3) Mempengaruhi mekanisme tubuh tertentu.


Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid, beserta Hipotalamus dan Hipofisis
yang mempengaruhi produksinya. (Rushton, 2009)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


Gambar 2. Produksi berbagai hormon yang dimulai dari produksi di
Hipotalamus, termasuk hormone Tiroid. (Silverthorn, 2010)

Gangguan fungsi tiroid diklasifikasikan sebagai primer (disfungsi
terjadi pada tiroid), sekunder (disfungsi terjadi pada kelenjar hipofisis),
atau tersier (disfungsi terjadi akibat masalah dengan hipotalamus).
Genetika berperan dalam gangguan tiroid. Orang dengan riwayat keluarga
penyakit tiroid memiliki peluang lebih besar untuk menderita gangguan
tersebut. Usia dan jenis kelamin juga merupakan faktor. Sebagian besar
kasus terjadi, setelah usia 50 dan wanita lebih mungkin mengalami
disfungsi tiroid dibandingkan pria, terlihat dari banyaknya manifestasi
hipotiroidisme, yaitu: rambut rontok, kelelahan, depresi, dan masalah
kolesterol. Manifestasi tersebut tetap perlu dibedakan dengan tanda dan
gejala dari penyakit lain.

Skrining dan diagnosis berbagai penyakit tiroid, disfungsi, dan
komplikasi sangatlah penting agar penderita dapat segera mendapatkan

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

penanganan yang sesuai. Agar dapat lebih memahami berbagai penyakit


terkait gangguan tiroid, bagian selanjutnya akan menjelaskan lebih detail
berbagai gangguan tiroid beserta penyebab dan tanda klinis maupun
penunjang lainnya yang menyertai.

a. Goiter
Goiter atau lebih dikenal dengan penyakit gondok adalah pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid pada goiter dapat
menghasilkan terlalu banyak, terlalu sedikit, atau cukup hormon tiroid.
Diagnosis goiter adalah diagnosis klinis yang dilakukan dengan inspeksi
dan palpasi. Gondok tidak selalu mengindikasikan disfungsi tiroid. World
Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan goiter secara
sederhana, obyektif, menjadi tiga tingkatan. Klasifikasi tersebut dapat
digunakan untuk menilai, membandingkan, dan memantau pembesaran
tiroid dengan bias minimal antar dan intraobserver. Tabel 1 menyajikan
klasifikasi tersebut.

Tabel 1. Klasifikasi Goiter menurut WHO
No Tingkatan Kriteria
1 Grade 0 Tidak nampak goiter (kelenjar tiriod tidak teraba
dan tidak terlihat)
2 Grade 1 Penebalan leher merupakan adanya hasil
pembesaran tiroid, teraba, namun, tidak terlihat
pada posisi normal leher; massa yang bergerak
ke atas selama menelan. kelas 1 termasuk juga
gondok nodular jika pembesaran tiroid tetap
tidak terlihat
3 Grade 2 Pembengkakan leher, terlihat ketika leher dalam
posisi normal, sesuai dengan perbesaran tiroid
yang ditemukan ketika palpasi

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

b. Hipertiroidisme (Grave Disease)


Penyakit Grave digunakan untuk menggambarkan hiperplasia difus
kelenjar tiroid. Salah satu teori juga menyebutkan bahwa Hipertiroidisme
Graves disebabkan oleh autoantibodi yang berikatan dengan reseptor
thyrotropin pada sel endotel folikel tiroid dan dengan demikian
merangsang produksi hormon tiroid yang berlebihan. Tanda dan gejala
penyakit Grave dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, berikut
penjelasannya:
1. Kelompok gejala pertama terjadi karena hiperfungsi kelenjar tiroid dan
peningkatan sensitivitas katekolamin.
2. Kelompok kedua terkait dengan pembesaran tiroid, yaitu gondok dan
tanda-tanda yang menyertainya seperti tiroid bruit.
3. Kelompok ketiga dari gejala dan tanda adalah tanda mata, yang
merupakan daftar panjang kondisi eponim, yang ditakuti oleh
mahasiswa kesehatan.

Diagnosis penyakit Graves biasanya mudah untuk diputuskan.
Kombinasi tanda mata, gondok, dan gejala-gejala khas dan tanda-tanda
hipertiroidisme. Klasifikasi juga dapat menggunakan indeks Wayne.
Klasifikasi penyakit grave menggunakan indeks Wayne berusia lebih dari
setengah abad, tetapi telah menunjukkan keberhasilan luar biasa dalam
membantu mendiagnosis hipertiroidisme. Hasil skor pada Indeks Wayne
berkisar dari +45 sampai dengan -25. Hasil skor lebih besar dari 19
menyiratkan hipertiroidisme toksik, sedangkan skor kurang dari 11
menyiratkan euthyroidisme, skor antara 11 dan 19 adalah samar-samar.
Tabel 3 menampilkan poin tanda dan gejala yang dinilai pada indeks
Wayne untuk menentukan Hipertiroidisme.

Tabel 2. Tanda dan gejala penyakit Grave
Tanda Gejala
a. Penurunan berat badan a. Cenderung membutuhkan
b. Perilaku, pikiran, dan ucapan suhu dingin
yang hiperkinetik

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

c. Gelisah b. Penurunan berat badan


d. Limfadenopati dan sesekali dengan nafsu makan
splenomegaly meningkat
e. Mata menonjol c. Mata menonjol, bengkak
f. Exophthalmos, edema kelopak kelopak mata
mata, kemosis, kelemahan otot d. Nyeri atau iritasi mata
ekstraokular e. Penglihatan kabur atau ganda,
g. Ketajaman visual menurun, penurunan ketajaman,
skotomata, papill edema, penurunan motilitas
perdarahan retina f. Gondok/ goiter
h. Gondok g. Dispnea
i. Kadang-kadang kelenjar h. Jantung berdebar
serviks membesar i. Edema pergelangan kaki
j. Tiroid teraba dan bruit (tanpa penyakit jantung)
k. Takipnea saat aktivitas j. Ortopnea, takikardia
l. Takikardia, jantung terlalu paroksismal, nyeri angina, dan
aktif, tekanan nadi melebar, CHF
dan nadi terikat k. Frekuensi buang air besar
m. Kadang kardiomegali, tanda- meningkat
tanda gagal jantung kongestif, l. Polyuria
dan takikardia paroksismal m. Penurunan aliran menstruasi;
atau fibrilasi atrium ketidakteraturan menstruasi
n. Refleks yang dipercepat dan atau amenore
hipermetrik n. Kesuburan menurun
o. Rambut halus dan sering lurus o. Kelemahan, Tremor
p. Oncholysis (Kuku Plummer) p. Gugup, mudah marah
q. Myxedema pretibial, q. Insomnia atau penurunan
Acropachy kebutuhan tidur
r. Hiperpigmentasi atau vitiligo r. Peningkatan keringat
s. Riwayat keluarga dari penyakit
tiroid, terutama penyakit
Graves

Tabel 3. Indeks Wayne. Menampilkan skor tanda dan gejala untuk
diagnosis hipertirodisme (Kalra et al,2011)
Skor
Gejala Skor Tanda Ada Tidak
ada
Dispnea dengan upaya +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit di atas tiroid +2 -2
Kelelahan +2 Exopthalmos +2 -
Lebih suka suhu panas -5 Lid Retraksi +2 -

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 5
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

Lebih suka dingin +5 Lid Lag +1 -


Keringat berlebih +3 Hiperkinesis +4 -2
Kegugupan +2 Tangan panas +2 -2
Nafsu makan: meningkat +3 Tangan lembab +1 -1
Nafsu makan: menurun -3 Pulse > 80x/mnt - -3
Berat badan bertambah -3 Pulse > 90x/mnt +3 -
Berat badan turun +3 Fibrilasi atrium +4 -


c. Oftalmopati
Oftalmopati Graves, juga disebut orbitopati Graves merupakan
penyakit mata yang berpotensi mengancam penglihatan. Oftalmopati
Grave umumnya terjadi pada pasien dengan hipertiroidisme atau riwayat
hipertiroidisme akibat penyakit Graves. Menurut penelitina hampir
setengah dari pasien dengan hipertiroidisme Graves melaporkan gejala
oftalmopati Graves, termasuk sensasi mata kering dan berpasir, fotofobia,
penglihatan ganda, dan sensasi tekanan di belakang mata. Gambaran klinis
paling umum dari ophthalmopathy Graves adalah retraksi kelopak mata
atas, edema, dan eritema dari jaringan periorbital dan konjungtiva, dan
proptosis (Gambar 3). Adanya antibodi anti-thyrotropin-receptor pada
hampir semua pasien dengan ophthalmopathy Graves menunjukkan
bahwa imunoreaktivitas terhadap reseptor thyrotropin mendasari kedua
ophthalmopathy Graves dan hipertiroidisme.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 6
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


Gambar 3. Pasien dengan Oftalmopati Grave (Bahn, 2010)

Cinical Activity Score (CAS), untuk opthalmopathy Grave telah menjadi
alat yang diterima secara luas untuk membantu memutuskan pengelolaan
kondisi oftalmopati Grave tersebut. CAS, yang didasarkan pada empat
tanda klasik inflamasi (nyeri, kemerahan, pembengkakan, dan gangguan
fungsi), terdiri dari 10 item dengan bobot sama (Tabel 4). Total CAS dapat
berkisar dari 0 hingga 10. Semakin tinggi CAS, semakin besar respons
terhadap imunosupresi. CAS ≥4 menyiratkan tahap inflamasi aktif dari
opthalmopathy Grave. CAS mampu memprediksi hasil terapi berdasarkan
tanda-tanda klasik dan gejala peradangan. Tanda "kenaikan suhu" tidak
digunakan dalam CAS karena sulit untuk mendeteksi kenaikan suhu orbital
yang halus tanpa instrumen khusus. CAS murni bersifat klinis, dan
membantu memilih terapi yang tepat untuk pasien dengan opthalmopathy
Grave.
Tabel 4. Clinical Activity Score (CAS) (Kalra et al,2011)
Nyeri 1 Perasaan nyeri, terasa berat di atau di
belakang mata selama 2 minggu terakhir
2 Nyeri saat mencoba memandang ke atas,
samping atau bawah selama 4 minggu
Kemerahan 3 Kemerahan kelopak mata

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 7
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

4 Kemerahan konjungtiva yang menyebar


meliputi setidaknya satu kuadran
Pembengkakan 5 Pembengkakan kelopak mata
6 Kemosis
7 Caruncle bengkak
8 Peningkatan proptosis >2 mm selama periode
1-3 bulan
Kerusakan 9 Penurunan pergerakan mata ke segala arah
fungsi >40 selama periode 1-3 bulan
10 Penurunan aktivitas pengelihatan akut >1
baris pada Snellen chart (menggunakan pin
hole) selama periode 1-3 bulan

Klasifikasi NOSPECS telah digunakan selama lebih dari satu dekade untuk
menilai perubahan yang terlihat pada opthalmopathy tiroid secara
objektif. NOSPECS menilai penyakit berdasarkan keterlibatan jaringan
lunak, keterlibatan kornea, dan kehilangan penglihatan. NOSPECS adalah
metode objektif untuk menilai perkembangan penyakit, bukan
peradangan. NOSPECS dapat digunakan untuk menilai dan memantau
pasien dengan variabilitas interobserver minimal. Tabel 5 memuat
klasifikasi NOSPECS.

Tabel 5. Klasifikasi NOSPECS (Barrio-Barrio et al, 2015)
Kelas Tingkat Saran untuk penilaian tingkat
0 Tidak ada tanda atau gejala fisik
I Hanya tanda-tanda
II Keterlibatan jaringan lunak
0 Tidak ada
a Minimal
b Moderat
c Ditandai

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 8
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

III Proptosis (3 mm atau lebih dari batas atas normal


dengan atau tanpa gejala)
0 Tidak ada
a 3 atau 4 mm di atas normal
b Peningkatan 5 hingga 7 mm
c Peningkatan 8 mm
IV Keterlibatan otot ekstraokular (biasanya dengan
diplopia)
0 Tidak ada
a Keterbatasan gerak pada pandangan yang ekstrem
b Pembatasan gerak yang jelas
c Fiksasi bola mata
V Keterlibatan kornea (terutama karena
lagophthalmos)
0 Tidak hadir
a Menembus kornea
b Ulserasi
c Berawan, nekrosis, dan perforasi
VI Kehilangan penglihatan (karena keterlibatan saraf
optik)
0 Tidak ada
a Cakram pucat atau tersumbat, atau cacat bidang
visual, visi 20/20 atau 20/60
B Hal yang sama, tetapi visi 20/70 atau 20/200
C Kebutaan, visi kurang dari 20/200


d. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme terbagi menjadi primer dan sekunder. Hiportiriodisme
primer disebabkan oleh kegagalan fungsi tiroid dan hipotiroid sekunder
(sentral) karena kegagalan sekresi hormon perangsang tiroid (TSH) yang

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 9
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

memadai dari kelenjar hipofisis atau hormon pelepas thyrotrophin (TRH)


dari hipotalamus. Hipotiroidisme sekunder dapat dibedakan dalam
hipofisis dan hipotalamus dengan menggunakan uji TRH. Hipotiroidisme
primer dapat bersifat klinis, di mana T4 bebas menurun dan TSH
meningkat atau subklinis di mana FT4 normal dan TSH meningkat. Pada
hipotiroidisme sekunder, FT4 menurun dan TSH normal atau menurun.
Hipotiroidisme primer paling sering disebabkan oleh tiroiditis autoimun
kronis, penyebab yang lebih jarang adalah pengobatan radioiodine dan
tiroidektomi. Tabel 6 menyajikan etiologi hipotiroidisme primer dan
sekunder.

Tabel 6. Penyebab Hipotiroidisme primer dan sekunder (Kostoglou-
Athanassiou & Ntalles, 2010)
Primer Sekunder
a. Hipofisis
Inflamasi kronis autoimun tiroid Adenoma hipofisis
Defisiensi atau kelebihan Iodine Riwayat operasi atau radiasi
hipofisis
Tiroidektomi Riwayat cedera kepala
Terapi dengan radioaktif iodine RIwayat apoplexy hipofisis
Eksternal radioterapi b. Hipotalamus
Obat-obatan Tumor hipotalamus
Tiroid agenesis atau disgnesis Riwayat operasi atau radioterapi
hipofisis

Penggantian hormon tiroid telah digunakan selama lebih dari satu abad
untuk mengobati hipotiroidisme. Sediaan tiroid alami (ekstrak tiroid,
tiroid kering, atau tiroglobulin), yang mengandung tiroksin (T4) dan
triiodothyronine (T3), adalah perawatan farmakologis pertama yang
tersedia. Status hipotiroid dapat dinilai melalui beberapa indeks yang
diteliti oleh banyak peneliti, salah satunya adalah menggunakan indeks

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 10
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

Billewicz. Skor Billewicz menggunakan 8 gejala dan 6 tanda untuk menilai


status tiroid, dan mendiagnosis hipotiroidisme. Tabel 7 mencamtumkan
indeks Billewicz beserta komponen penilaiannya. Skor dapat berkisar dari
+67 sampai dengan -47, dengan bobot tertinggi diberikan pada sentakan
pergelangan kaki yang lamban dan gerakan lambat.

Tabel 7. Indeks Billewicz untuk mendiagnosis hipotiroidisme (Kalra et
al,2011)
Ada Tidak Ada
Gejala
Berkeringat berkurang +6 -2
Kulit kering +3 -6
Intoleransi dingin +4 -5
Berat badan bertambah +1 -1
Sembelit +2 -1
Suara serak +5 -4
Ketulian +2 0
Tanda
Gerakan lambat +11 -3
Kulit kasar +7 -7
Kulit dingin +3 -2
Bengkak periorbital +4 -6
Denyut nadi lambat +4 -4
Menyentakkan pergelangan kaki +15 -6

e. Keganasan tiroid
Keganasan tiroid adalah keganasan paling umum dari sistem
endokrin, mewakili 3,8% dari semua keganasan di Amerika Serikat dan
merupakan kanker kesembilan yang paling umum secara keseluruhan.
The American Cancer Society memperkirakan bahwa 62.450 orang di
Amerika Serikat akan didiagnosis dengan kanker tiroid pada tahun

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 11
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

2015 dengan 1.950 kematian. Awal pemeriksaan seringkali ditandai


dengan terdapat nodul tiroid saat palpasi. Nodul tiroid adalah
pertumbuhan sel (benjolan) di kelenjar tiroid, yang terletak di daerah
leher anterior. Nodul tiroid ada yang bersifat ganas dan ada yg jinak.
Hanya nodul berukuran> 1 cm yang dievaluasi, kecuali ada faktor risiko
lain yang meningkatkan kecurigaan untuk keganasan. Faktor-faktor
risiko yang bersangkutan termasuk riwayat radiasi ke daerah kepala
dan leher, riwayat keluarga kanker tiroid atau penyakit tiroid, temuan
USG yang mencurigakan, limfadenopati, riwayat gondok.
American Joint Committee on Cancer (AJCC) telah menetapkan
stadium kanker tiroid oleh sistem klasifikasi Tumor, Node, Metastasis
(TNM). Sistem klasifikasi TNM AJCC tersedia online (di situs web AJCC).
Selain itu, kanker tiroid dapat bertahap, menggunakan tahap I hingga
IV, dengan sistem klasifikasi TNM berdasarkan jenis tumor kanker
tiroid.

Tabel 8. Tabel klasifikasi tumor menurut AJCC
Kanker papiler dan folikel pada pasien berusia <45 tahun
Stadium I Karsinoma papiler terlokalisasi ke kelenjar tiroid
Stadium II Karsinoma papiler yang telah menyebar jauh
Kanker papiler dan folikel pada pasien berusia >45 tahun
Stadium I Karsinoma papiler terlokalisasi ke kelenjar tiroid
Stadium II Tumor yang >2 cm tetapi ≤4 cm dan terbatas pada
kelenjar tiroid
Stadium III Tumor yang >4 cm dan terbatas pada tiroid atau
dengan ekstensi ekstratroidroid minimal atau
kelenjar getah bening positif terbatas pada pra-
trakeal, paratrakeal atau pra-laringeal/node
Delphian
Stadium IV Ekstensi di luar kapsul tiroid ke jaringan lunak leher,
metastasis kelenjar getah bening serviks, atau

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 12
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

metastasis jauh; paru-paru dan tulang adalah tempat


penyebaran yang paling sering
Kanker tiroid meduler
Stadium 0 Penyakit klenik yang secara klinis terdeteksi dengan
skrining biokimiawi yang provokatif
Stadium I Tumor <2 cm
Stadium II Tumor >2 cm tetapi ≤4 cm tanpa metastasis atau >4
cm dengan ekstensi ekstratroidroid minimal
Stadium III Tumor dengan ukuran berapa pun dengan
metastasis terbatas pada pra-trakeal, paratrakeal
atau pra-laringeal/ kelenjar getah bening Delphian
Stadium IVA Cukup lanjut dengan atau tanpa metastasis kelenjar
getah bening,, tetapi tanpa metastasis jauh
Stadium IVB Sangat lanjut dengan atau tanpa metastasis kelenjar
getah bening, tetapi tidak ada metastasis jauh
Stadium IVC Metastasis jauh
Kanker tiroid anaplastic
Semua pasien dianggap memiliki penyakit stadium IV


2. TUJUAN
Pemeriksaan fungsi ini secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi
kelainan kelenjar tiroid berdasarkan pemeriksaan fisik dan temuan
pemeriksaan penunjang.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tujuan Khusus:
1. Menentukan ada tidaknya masalah kesehatan secara umum
2. Menentukan ada tidaknya kelainan terkait dengan gannguan tiroid
3. Pemeriksaan difokuskan pada organ yang menandakan gangguan
turoid

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 13
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

b. Peralatan:
1. Sarung tangan
2. Stetoskop
3. Senter

c. Prosedur:
1. Inspeksi:
a. Umum: TTV, TB, BB
b. Kulit: warna, suhu, tekstur, kelembapan (kasar, kering, lembut
atau kemerahan)
c. Memar, striae
d. Kaji lesi, pertumbuhan rambut dan kuku pada ekstremitas
bawah
e. Pertumbuhan rambut berlebih pada wajah, dada dan abdomen
f. Adanya lingual tiroid



Gambar 4. Lingual tiroid (Young, 2011)

g. Wajah simetris/asimetris, mata exophthalmos beserta tanda-
tanda opthalmopati.
h. Perhatikan adanya atrofi otot pada temporal dan bahu, eyelid
lag, serta tremor

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 14
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


Gambar 5. Atrofi otot wajah dan bahu, eyelid lag, dan tremor
(Young, 2011)

i. Inspeksi adanya Infiltrative dermopathy (pretibial myxedema)


Gambar 6. Infiltrative dermopathy (pretibial myxedema)
(Young, 2011)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 15
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


Gambar 7. A) Myxedema pretibial kronis pada pasien
dengan penyakit Graves dan orbitopathy. Lesi-lesi tersebut
kencang dan tidak bersatu (B) Myxedema kronis terus
menyebar ke kaki, menyebabkan disfigurasi dan imobilitas
yang parah. (Melmed et al. 2020)

j. Inspeksi adanya massa pada leher


Gambar 8. Goiter (Young, 2011)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 16
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


Gambar 9. Nodular Goiter (Young, 2011)

2. Palpasi:
a. Palpasi kelenjar tiroid dari sisi samping
b. Palpasi adanya ginekomasty/ pembesaran payudara pada pria


Gambar 10. Ginekomastia (Kanakis et al, 2019)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 17
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

c. Peningkatan ukuran tangan dan kaki, trunk obesity


d. Kekuatan otot dan kedalaman reflex tendon
e. Sensitivitas: tekanan, panas/dingin, vibrasi
f. Edema
g. Kaji tanda Chvostek’s sign dan trousseau’s sign

Gambar 11. Tanda Chvostek dan Troussea (Mohebbi et al,
2013)


Tanda Chvostek yaitu kedutan otot-otot wajah sebagai
respons setelah mengetuk saraf wajah


Tanda Trousseau adalah Tanda kejang carpopedal
disebabkan oleh tekanan pada lengan dengan manset
sphygmoma-nometer yang meningkat

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 18
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid


h. Palpasi kelenjar tiroid, teraba atau tidak teraba.

3. Auskultasi
a. Suara paru: adventitious sound
b. Suara jantung: extra heart sound

4. Pengukuran Basal Metabolic Rate (BMR)
a. Pengertian
BMR (Basal Metabolic Rate)adalah laju metabolisme yang
diperlukan oleh tubuh dalam kondisi istirahat. Nilai BMR
mencerminkan besarnya kalori minimal yang diperlukan untuk
menjaga seseorang tetap hidup. Angka BMR dapat mencapai 70% dari
total kalori yang digunakan oleh tubuh, akan tetapi angka ini dapat
bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang akan dijelaskan
di bawah. Contoh penggunaan energi untuk metabolisme basal antara
lain pernafasan, pemompaan darah oleh jantung, dan pengaturan suhu
tubuh. BMR adalah prediktor utama dalam menentukan jumlah kalori
yang dibutuhkan untuk menjaga homeostasis tubuh. Berikut adalah
daftar faktor faktor yang dapat berpengaruh pada nilai BMR:
1) Genetik. Beberapa orang terlahir dengan laju metabolisme yang

lebih tinggi dibanding normal.


2) Gender. Pria memiliki massa otot yang lebih besar dan persentase

lemak tubuh yang lebih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pria
memiliki laju metabolisme yang lebih tinggi.
3) Usia. BMR akan menurun seiring dengan pertambahan usia. Setelah

usia 20 tahun, laju BMR akan mengalami penurunan 2% atau lebih


setiap tahun
4) Berat badan. Semakin besar berat badan, BMR akan semakin besar.

Sebagai contoh pada wanita obese besarnya BMR dapat mencapai


125% atau lebih dibanding wanita normal.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 19
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

5) Luas permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh mencerminkan

tinggi badan dan berat badan. Semakin besar luas permukaan


tubuh, maka BMR akan meningkat. Dua orang dengan berat badan
yang sama akan tetapi memiliki tinggi badan yang berbeda, orang
yang lebih pendek akan mengalami peningkatan berat badan secara
signifikan jika mengikuti pola diet orang yang lebih tinggi.
6) Persentase lemak tubuh. Semakin rendah persentase lemak

tubuh, BMR akan semakin meningkat. Pria cenderung memiliki


BMR lebih tinggi dibanding wanita karena persentase lemak
tubuhnya yang lebih rendah.
7) Diet. Starvasi atau pengurangan jumlah intake kalori secara

mendadak akan dapat menurunkan BMR hingga 30%. Sedangkan


pada diet penurun berat badan yang rendah kalori dapa
menurunkan BMR hingga sebesar 20%
8) Suhu tubuh dan kondisi kesehatan. Pada setiap peningkatan

suhu tubuh sebesar 0,5OC akan menyebabkan peningkatan BMR


sebesar 7%. Hal ini terjadi karena proses kimiawi dalam tubuh akan
mengalami peningkatan kecepatan reaksi seiring dengan
peningkatan suhu tubuh.
9) Suhu lingkungan. Suhu lingkungan dapat mempengaruhi BMR

sebagai bentuk adaptasi tubuh. Pajanan terhadap suhu rendah akan


meningkatkan BMR sebagai upaya tubuh untuk menjaga agar tidak
sampai mengalami hipotermia. Pajanan yang singkat terhadap
panas tidak akan banyak berpengaruh terhadap BMR karena tubuh
memiliki mekanisme tersendiri dalam membuang kelebihan panas.
Akan tetapi pajanan yang berkepanjangan terhadap panas akan
meningkatkan BMR.
10) Hormonal. Tiroksin yang diproduksi oleh kelenjar tiroid adalah

kunci dari pengaturan laju metabolisme tubuh. Jumlah tiroksin


yang beredar akan berbanding lurus dengan BMR. Selain tiroksin,
adrenalin juga dapat meningkatkan BMR akan tetapi dengan efek
yang lebih kecil

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 20
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

11) Latihan fisik. Latihan fisik tidak hanya efektif dalam membakar

lemak, akan tetapi juga dapat meningkatkan BMR. Jaringan tubuh


akan meningkatkan uptake terhadap kalori, dan pembakaran lemak
akan tetap terjadi meskipun saat tidur.
b. Tujuan
1) Mengetahui aktifitas dari hormone tiroid
2) Sebagai pambanding untuk menegakkan diagnose
Untuk menghitung BMR, dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
BMR = 0,75 {0,74 (S-D)+N}-72
Keterangan:
S: Systole
D: Diastole
N: Nadi

c. Informasi umum
1. Penghitungan BMR dengan menggunakan rumus di atas
dilakukan pada klien dengan kasus hipertiroid.
2. Penghitungan BMR dikerjakan pagi hari saat klien bangun tidur
pagi, sebelum melakukan aktivitas karena hormon tiroid biasanya
akan berada pada rentang normal saat bangun tidur
3. Penghitungan BMR dilakukan 3 hari berturut-turut dan diambil
nilai rata rata dari ketiga pengukuran tersebut

d. Prosedur Penghitungan BMR
1) Persiapan klien
a) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
b) Malam hari, klien dipesan saat bangun tidur tidak melakukan
aktivitas dahulu
c) Sampai dilakukan tindakan.
d) Menempatkan klien pada posisi berbaring

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 21
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

2) Persiapan Alat
a) Tensimeter
b) Stetoscope
c) Jam/Stop watch
d) Buku catatan

3) Pelaksanaan
a) Cuci tangan
b) Bawa peralatan dekat klien
c) Pastikan klien belum melakukan aktivitas
d) Atur posisi klien tidur terlentang
e) Lakukan pengukuran tekanan darah dan hitung nadi klien
f) Catat tensi dan nadi klien, lakukan penghitungan BMR sesuai
rumus
g) Rapikan klien dan bereskan alat-alat
h) Cuci tangan
i) Dokumentasikan hasil BMR pada status klien lengkap dengan
tanggal dan waktu

Nama:
Kelas/ Kelompok:
Pre tes
2. Sebutkan factor factor yang mempengaruhi BMR
3. Sebutkan rumus BMR







UNIVERSITAS BRAWIJAYA 22
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

Nama:
Kelas/ Kelompok:
Pre tes
1. Sebutkan factor factor yang mempengaruhi BMR







2. Sebutkan rumus BMR






REFERENSI
1. Young WF. 2011. The Netter Collection of Medical Illustrations: Endocrine
System. Philadelpia: Elsevier Saunders.
2. Melmed et al. 2020. Williams Textbook of Endocrinology. Philadelpia:
Elsevier Inc.
3. Rushton L. 2009. The Endocrine System. United States of America: Infobase
Publishing.
4. Silverthorn DU. 2010. Human Physiology; An integrated Approah. San
Francisco: Pearson Education, Inc.
5. Holcomb SS. Detecting thyroid disease. Critical Care Nursing2003: August
2003 - Volume 33 - Issue 8 - p 32cc1-32cc4.
6. Haugen B, Hennessey J, Wartofsky L. Goiter. The Journal of Clinical
Endocrinology & Metabolism, Volume 98, Issue 1, 1 January 2013, Pages
27A–28A.
7. Naraintran S, Sandeep KDS, Raveendran K, Eashwara PBK. Accuracy of
Wayne’s criteria in diagnosing hyperthyroidism: a prospective study in
south Kerala, India. Int Surg J. 2018 Apr;5(4):1267-1270.
8. DeGroot LJ. Diagnosis and Treatment of Graves’ Disease. South Dartmouth
(MA): MDText.com, Inc.; 2000.
9. Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A
compendium. Indian J Endocrinol Metab. 2011 Jul; 15(Suppl2): S89–S94.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 23
Panduan Praktikum KMB-Pemeriksaan Fisik Kelenjar Thyroid

10. Bahn RS.Graves’ Ophthalmopathy. N Engl J Med. 2010 Feb 25; 362(8): 726–
738.
11. Werner S. C. Modification of the classification of the eye changes of Graves'
disease. American Journal of Ophthalmology. 1977;83(5):725–727.
12. Barrio-Barrio J, Sabater AL, Bonet-Farriol E, Velázquez-Villoria A, 1 Galofré
JC. Graves' Ophthalmopathy: VISA versus EUGOGO Classification,
Assessment, and Management. J Ophthalmol. 2015; 2015: 249125.
13. McAninch EA, Bianco AC. The History and Future of Treatment of
Hypothyroidism. Ann Intern Med. 2016 Jan 5; 164(1): 50–56.
14. Kostoglou-Athanassiou I, Ntalles K. Hypothyroidism - new aspects of an old
disease. Hippokratia. 2010 Apr-Jun; 14(2): 82–87.
15. Quang TN, Lee EJ, Huang MG, Park YI, Khullar A, Plodkowski RA. Diagnosis
and Treatment of Patients with Thyroid Cancer. Am Health Drug Benefits.
2015 Feb; 8(1): 30–40.
16. Mohebbi MR, Rosenkrans KA, Jung MJ. Chvostek’s and Trousseau’s signs in
a Case of Hypoparathyroidism. J Clin Diagn Res. 2013 May; 7(5): 970.
17. Kanakis GA, et al. EAA clinical practice guidelines—gynecomastia
evaluation and management. Andrology, 2019, 7, 778–793.
18. Alman, et al. 2000. Delmar’s Fundamental & Advan ced Nursing skills.
Canada.
19. Delmar Thomson Learning.
20. Elkin, Perry, Potter. 2000. Nursing Intervention & Clinical Skill. Second
Edition.
21. USA. Mosby, inc.
22. U.K Prospective Diabetes Study Group. 1998. Intensive Blood-Glucose
Control with Slfonylureas or Insulin Compered with Conventional
Treatment and Risk of Complication in Thype 2 Diabetes (UKPDS 33).
Lancet 352: 837-853.

UNIVERSITAS BRAWIJAYA 24

Anda mungkin juga menyukai