Anda di halaman 1dari 30

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“ FLU BURUNG ”

Dosen Pengampu :
Fakhriatul Falah, S.Kep, Ns.M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 8
Moh. Rianto Aditya Nihali (751440121105)
Jihan Apriyani Abdullah (751440121100)
Wahyuni Putri Sidiki Ilahude (751440121124)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES GORONTALO
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Flu burung merupakan sejenis penyakit influenza. Mikroorganisme penyebabnya adalah
virus influenza A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam family
orthomyxoviruses yang terdiri dari 3 tipe yaitu: A, B, dan C. virus  influenza tipe B dan C dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang ringan dan tidak fatal sehingga tidak
terlalu menjadi masalah. Virus influenza A dibedakan menjadi banyak subtype berdasarkan
petanda berupa tonjolan protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza
A yaitu hematuglunin dilambangkan dengan H dan protein neuramidase dilambangkan dengan
N. (Pohan, 2014, p. 721)

Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkanoleh virus influenza yang
menyerang burung / unggas dan manusia. Salah satu tipe yang diwaspadai adalah yang
disebabkan oleh influenza dengan kode genetic H5N1  ( H: hematuglutinin, N: neuramidase).
(Nurarif, 2015, p. 1)

2. Batasan Masalah
Pada pembahasan ini hanya memahami konsep dan melaksanakan Asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit flu burung.

3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit flu burung?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien flu burung?
4. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk  mengetahui, memahami, dan menambah pengetahuan/wawasan tentang asuhan
keperawatan pada pasien flu burung.

2. Tujuan Khusus
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami definisi flu burung.
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami penyebab atau etiologi dari flu
burung.
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari flu burung.
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi dari flu burung.
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami klasifikasi dai flu burung.
- Agar mahasiswa mengetahui dan memahami komplikasi dari flu burung.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

- KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyerang burung/unggas dan manusia. Salah satu tipe yang diwaspadai adalah oleh influenza
dengan kode genetik H5N1  (H : Haemagglutinin, N : Neuramidase).  (Nurarif, 2015, p. 1)

Influenza burung, atau avian influenza merupakan penyakit infeksi akibat virus influenzatipe
A yang biasa mengenai unggas. Virus influenza sendiri termasuk dalam family orthomyxoviruses
yang terdiri dari 3 tipe yaitu, A, B, dan C. (Setiati, 2014, p. 721)

2. Etiologi
Pada saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, B, dan C. Ketiga tipe ini dapat
dibedakan dengan complement fixation test. H5N1 merupakan virus influenza tipe A, termasuk
dalam famili orthomyxoviruses dengan penyebaran melalui udra (droplet infection) dan dapat
berubah-ubah bentuk. Virus ini terdiri dari hemaglutinin (H) Neuromidase (N). Kedua huruf
digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya. Pada manusia
hanya terdapat jenis H1N1, H3N3, H5N1, H9N2, H7N7, sedangkan pada binatang H1H5 dan 
H1N9. Strain yang sangat virulen /ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A
H5N1 dan virus tersebut dapat bertahan di air sampai 4 hari pada suhu 22 ˚C dan lebih dari 30
hari pada 0˚C. Virus akan mati pada pemanasan 60˚C selama 30 menit / 56˚C selama 3 jam dan
denan detergen, desinfektan misal formalin cairan yang mengandung iodine (Nurarif, 2015, p. 1)
Struktur antigenic  virus influenza meliputi antara lain tiga bagian utama berupa antigen S (atau
soluble antigen), hemaglutinin dan neuramidase. Antigen S yang merupakan suatu inti partikel
virus yang terdiri atas ribonunukleu protein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.
Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung virus dan memegang peran pada imunitas terhadap
virus. Neuramidase juga menonjol keluar dari selubung inti virus dan hanya memegang peran
yang minim pada imunitas. Selubung inti virus berlapis matriks protein sebelah dalam dan
membrane lemak disebelah luarnya. (Nelwan, 2014, p. 725)
3. Tanda Dan gejala
- Masa inkubasi 3 hari dengan rentang 2-4 hari
- Batuk, pilek, demam >38˚C
- Sefalgia, nyeri tenggorokan, mialgia dan malaise
- Diare, konjungtivitis
- Flu ringan hingga berat, pneumonia, dan banyak yang berakit dengan ARDS.
- Kelainan laboratorium, leucopenia, limfopenia,dan trombositopenia.
- Gangguan ginjal (sebagian besar) berupa peningkatan ureum dan kreatinin.
• Gejala pada unggas :
- Jengger berwarna biru
- Borok di kaki
- Kematian mendadak
• Tanda dan gejala lain pada anak :
- Nafas terengah-engah
- Kulit menjadi kehitaman/keabuan
- Malas minum
- Muntah-muntah
- Tidak bisa bangun dan berinteraksi dengan baik
- Tidak mau disentuh
- Terkadang gejala hilang tetapi demam dan batuk masih ada (Nurarif, 2015, pp. 1-2)

4. Patofisiologi
Virus  influensa A suptipe H5N1 masuk kedalam tubuh manusia karena adanya kontak
dengan unggas atau produk (lendir, kotoran, darah dan lain sebagainya) yang terinfeksi virus flu
burung infekai virus masuk ke dalam saluran pernafasan, dan terjadilah replikasii virus sangat
cepat. Terjadinya replikasi virus yang cepat merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-I,
IL-6 TNF Alfa yang kemudian masuk sirkulasi sistemik yang menimbulkan gejala demam,
malaise, myalgia dan sebagainya. Seseorang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh maka
virus masuk sirkulasi darah sistemik dan organ tubuh lain. Pembentukan sitokinin akibat
replikasi virus tersebut juga akan merusak jaringan paru yang luas dan berat yang bisa
menyebabkan pneumonia intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema
intraalveolar, pembentukan hyalin dan fibroblas sel radang akan memproduksi banyak sel
mediator peradangan, keadaan ini akan menyebabkan difusi oksigen terganggu, terjadilah
hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain, keadaan ini bisa terjadi dengan cepat yang
dapat mengakibatkan kematian secara mendadak karena proses yang irreveraible (Tamher, 2009,
p. 6)

Pathway
Melalui udara, air, makanan ungas yang injeksi, kontak dengan kotoran unggas yang
sakit,menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung
Ungas terinfeksi virus influenza A H5NI
Injeksi sel epitel salura nafas pembetukan proinflammatory cytocine termasuk interleukin - 1,
interleukin-6 dan Tn alfa malaise
Kelemahan
• Hambatan Mobilitas Fisik :
- Mual muntah
- Myagia
- Nyeri
- Hipertermia
- Demam
- Kerusakan jaringan paru
- Evaporasi
- Eksudasi dan edema intra alveolar
- Kekurangan volume caira
- Ketidakefektifa bersihan jalan nafas
- Ganguan difusi oksigen
- Hipoksia
- Ganguan difusi oksigen
- Hipoksia
- Ganguan pertukaran gas
- Ganguan kebutuhan gas
- Ganguan kebutuhan nutrisi
- Teremogulasi hipotalamus
 
5. Klasifikasi
Virus influenza termasuk dalam family orthomyxoviruses yang terdiridari tiga tipe yaitu:

1. Virus influenza tipe B dan C dapat menyebabkan penyakit pada manusia dengan gejala yang
ringandan tidak fatal sehingga tidak terlalu menjadi masalah.
2. Virus influenza A dibedakan menjadi banyak subtype berdasarkan petanda berupa tonjolan
protein pada permukaan sel virus. Ada 2 protein petanda virus influenza A yaitu protein
hemaglutinin dilambangkan dengan H dan protein neuramidase dilambangkan dengan N.
(Pohan, 2014, p. 721)
3. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan penyakit flu burung adalah pneumonia, gagal napas dan
dapat menimbulkan ARDS. (Pohan, 2014, p. 721

- KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN FLU BURUNG


1. Pengkajian
- Identitas
 Umur
Flu burung biasanya menyerang sekelompok entitas (orang-orang jompo dan paling banyak
didominasi oleh anak-anak. (Akoso, 2013, p. 3)

 Suku Bangsa
Kasus terbanyak dari Vietnam, thailand, kamboja, dan terakhir indonesia (J.Kunoli, 2012, p.
164)

 Pekerjaan
Flu burung berisiko tinggi menyerang pada pekerja pertenakan unggas (Akoso, 2013, p. 12) 
- Identitas Klien :

Nama : Ny. J

Umur : 23 Th

Jenis Kelamin : Wanita

Agama : Islam

Pendidikan : Kuliah

Pekerjaan : Mahasiswa

Gol. Darah : AB

Alamat : Desa Bunggalo, Kecamatan Telaga Jaya, Kab. Gorontalo

- Identitas Penanggug Jawab :

Nama : Ny. Y

Umur : 58 Th

Hub. Dengan Klien : Ibu Kandung

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Desa Bunggalo, Kecamatan Telaga Jaya, Kab. Gorontalo


- Status Kesehatan Klien Saat Ini
 Keluhan utama
Keluhan utama yang terjadi adalah sesak nafas yang merupakan salah satu tanda terjadi infeksi di
paru-paru (pneumoni), batuk, pilek, nyeri otot, peningkatan suhu tubuh dan sakit
tenggorokan. (Wahid, 2013, p. 194)

 Alasan Masuk Rumah Sakit


Biasanya pasien mengalami myalgia, demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, pilek, batuk, dan
gangguan pernapasan. (Wahid, 2013, p. 194)

 Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang ditemukannya demam (suhu >38˚C) sesak nafas, sakit
tenggorokan, batuk, pilek dan diare. (Nurarif, 2015, p. 1)
- Riwayat kesehatan terdahulu
Mengkaji apakah ada riwayat sakit paru-paru atau tidak. Serta mengkaji riwayat
perjalanan dalam waktu 7 hari sebelumnya apakah melakukan kunjungan ke daerah atau
tempat tinggal diwilayah yang terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas sakit, kontak
dengan unggas atau orang yang positif flu burung. (Wahid, 2013, p. 194)

 Riwayat kesehatan keluarga


Penyakit flu burung tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga yang lainnya sebagai factor predisposisi
penularan didalam rumah. (Wahid, 2013, p. 195)

 Riwayat pengobatan
Dosis oseltavimir 75 mg per oral sekali sehari selama 1 minggu. Bila dibersihkan
dengan kreatinin 10-30 ml/menit, oseltavimir diberikan setiap 2 hari sekali. (Nelwan, 2014,
p. 727)

- Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Lemah, demam, radang tenggorokan, sesak nafas. (Nurarif, 2015, p. 1)
1. Kesadaran
Pada pasien H5N1 kesadaran penuh.

2. Tanda-tanda Vital
- TD    : pada pasien flu burung terjadi peningkatan tekanan darah.

- Nadi : takikardi dan dispneu

- RR    : melebihi normal

- Suhu : lebih dari 38˚C (Nurarif, 2015, p. 1)

 Body system
• Sistem Pernafasan
- Inspeksi : Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan, Tonsil tampak kemerahan
dan edema, Biasanya terdapat secret atau lendir pada daerah hidung, hidung tampak
kemerahan, Adanya batuk

- Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe, Tidak adanya pembesaran
kelenjar tiroid.

- Perkusi : area paru sonor/ hipersonor/ dullness

- Auskultasi : suara nafas area vesikuler. (Wahid, 2013, p. 195)

• Sistem persyarafan
- Inspeksi : Pada penderita flu burung pasien tampak lemah, tidak bisa bangun dan beriteraksi
dengan baik serta pasien tidak mau disentuh karena sakit saat disentuh. (Nurarif, 2015, p. 1)
• Sistem pengindraan
A. Pemeriksaan mata
- Inspeksi : kesimetrisan mata, ada tidaknya oedem pada kelopak mata/palpebra,konjungtivitis
dan sklera tidak ada perubahan warna.
• Pemeriksaan telinga
- Inspeksi : bentuk simetris,terdapat serumen, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
hiperpigmentasi.

- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.

• Pemeriksaan hidung
- Inspeksi : amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah pembengkokan atau
tidak,) terdapat secret atau tidak,

- Palpasi  :ada atau tidaknya terdapat nyeri tekan, dan masa

• Pemeriksaan mulut
- Inspeksi : amati bibir (kelainan konginetal : labioseisis, palatoseisis atau labiopalatoseisis),
warna lidah terdapat perdarahan atau tidak, ada abses atau tidak. (Nurarif, 2015, p. 1)

• Sistem kardiovaskular
- Inspeksi : ada atau tidak adanya nyeri tekan

- Auskultasi : ada atau tidaknya suara tambahan

- Palpasi : pada dinding torak teraba lemah/ kuat/ tidak teraba

- Perkusi : batas-batas jantung

•Batas atas ( N = ICS II)

•Batas bawah(N = ICS V)

•Batas kiri (N = ICS Vmid clavikula sinistra)

•Batas kanan (N = ICS IV mid sternalis dextra)


Terjadinya takikardi disebabkan karena takipneau.

A. Sistem pencernaan
- Inspeksi : bentuk abdomen, massa/ benjolan, bayangan pembuluh darah vena

- Auskultasi : frekuensi peristaltic usus 20 x/menit

- Palpasi : lakukan palpasi abdomen untuk menentukan lemah, keras atau distensi, adanya
nyeri tekan, dan adanya massa atau asites

Gangguan pada gaster yang menyebabkan mual dan muntah serta diare pada
penderita flu burung. (Wahid, 2013, p. 196)

B. Sistem endokrin
Tidak ada perubahan pada sistem endokrin pasien flu burung. (Pohan, 2014, p. 722)

C. Sistem perkemihan
- Inspeksi : sebagian besar penderita flu burung mengalami gangguan ginjal berupa
peningkatan ureum dan kreatinin. (Wahid, 2013, p. 196)

D. Sistem muskuluskletal

- Inspeksi dan Palpasi : Terjadi kelemahan otot karena kurangnya daya dahan tubuh dan
mengalami nyeri. (Nurarif, 2015, p. 1)

E. Sistem integument
- Inspeksi : Kulit menjadi kehitaman atau keabuan

- Palpasi : turgor tidak kembali dalam 2 detik. (Nurarif, 2015, p. 1)

F. Sistem imun
kelainan laboratorium, leukopenia, limfopenia, dan trombositopenia sering terjadi
pada pasien flu burung. (Akoso, 2013, p. 12)
G, Sistem reproduksi
Tidak ada perubahan pada sistem reproduksi pasien flu burung. (Wahid, 2013)

- Pemeriksaan penunjang
Menurut (Nurarif, 2015, p. 2) pemeriksaan penunjang pada flu burung yaitu:

- Pemeriksaan kimia darah


Albumin, globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin Kinase, Analisis gas darah.
Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan
kreatinin, peningkatan kreatin kinase. Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan
laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.

- Pemeriksaan Hematologi
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya
ditemukan lekopeni, limfositopeni dan trombositopeni.

 Uji RT-PCR (Reverse transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5


 Biakan dan identifikasi virus influenza A suptipe H5N1
 Uji serologi
 Uji penapisan : rapid test mendeteksi influenza A, ELISA untuk mendeteksi H5N1
 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung.
Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah penumonia. Pemeriksaan lain
yang dianjurkan adalah pemeriksaan CTScan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi
hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.

 Pemeriksaan Post Mortem


Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk
mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
1. Penatalaksanaan
2. Fasilitas Pelayanan kesehatan non rujukan
 Pasien suspek flu burung langsung diberikan oseltavimir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan
berat badan) lalu dirujuk ke RS flu burung.
 Untuk puskesmas terpencil pasien diberi pengobatan oseltavimir sesuai skoring dibawah ini,
sementara paa puskesmas yang tidak terpencil langsung dirujuk ker RS rujukan. Kriteria
pemberian oseltavimirdengan system skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop
“case management” & dan pengembangan laboratorium regional avian influenza, Bandung
20-23 april 2006

Skor/ gejala 1 2
Demam <38*C >38*C
RR N >N
Ronki Tidak ada Ada
Leucopenia Tidak ada Ada
Kontak Tidak ada Ada
Jumlah Tidak ada Ada
Skor:

6-7 = evalusi ketat, apabila meningkat (>7) diberikan oseltamivir

>7    = diberi oseltamivir

Batasan frekuensi napas :

<2bl              = >60x/menit

2bl – <12bl    = >50x/menit

>1 th – <5th    = >40x/menit

5 th – 12 th    = >30x/menit
>13               = >20x/menit

Jika tidak terdapat fasilitas pemeriksaan leukosit maka pasien dianggap sebagai leukopeni
(skor=2)

- Pasien ditangani sesuai dengan kewaspadaan standar(Nurarif, 2015, p. 2)

- Pelayanan di Rumah Sakit Rujukan

- Pasien suspek H5N1, probable, dan konfirmasi dirawat diruang isolasi.

- Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim paien ke ruang pemeriksaan.

- Petugas yang masuk keruangan pemeriksaan tetap menggunakan APD dan melakukan
kewaspadaaan standar.

- Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan bab III.B.2.a, dan foto toraks. Setelah
pemeriksaan pertama selesai, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari
sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang. Pada hari pertama, kedua,
dan ketiga perawatan pemeriksaan PCR dilakukan. Pada hari pertama pemeriksaan serologi
dilakukan dan diulang setiap lima hari.

2. Penatalaksanaan diruang rawat inap


 Perhatikan : keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, frekuensi
napas, dan suhu), bila fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
 Terapi suportif : oksigen,  cairan, dll. (Nurarif, 2015, p. 3)
3. Profilaksis menggunakan oseltamivir
Perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan dari manusia ke manusia, namun
penggunaan profilaksis oseltamivir sebelum terpajan tidak dianjurkan.Oseltamivir diberikan
pada petugas yang terpajan pada pasien dengan jarak < 1 m tanpa menggunakan APD. Bagi
mereka yang terpajan lebih 7 hari yang lalu, profilaksis tidak dianjurkan kelompok resiko tinggi,
untuk mendapat profilaksis dengan ketentuan:

 Petugas kesehatan yang kontak erat dengan pasien suspek atau konfirmasi H5N1 misalnya
pada saat intubasi atau melakukan suction trakea, memberikan obat dengan menggunakan
nebulisasi, atau menangani cairan tubuh tanpa APD yang memadai.Termasuk petugas LAB
yang tidak menggunakan APD dalam menangani sampel virus
 Anggota keluarga yang kontak erat dengan pasien konfirmasi terinfeksinya H5N1. Dasar
pemikirannya adalah kemungkinan mereka terpajan terhadap lingkungan atau unggas yang
menularkan penyakit.
4. Antiviral
5. Pengobatan
Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama)

 Dewasa atau anak > 13 tahun oseltamivir 2x 75 mg perhari selama 5 hari


 Anak >1 tahun dosis oseltamivir 2mg/kg BB sehari selama 5 hari
 Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan berikut:
>40 kg : 75 mg 2x/hari

>23 – 40 kg: 60 mg 2x/hari

>15 – 23 kg: 45 mg 2x/hari

<15 kg: 30 mg 2x/hari

 Pada percobaan binatang tidak ditemukan efek teratogenik dan gangguan fertilitaspada
penggunaan oseltamivir. Saat ini belum tersedia data lengkap mengenai kemungkinan terjadi
malformasi atau kematian janin pada ibuyang mengkonsumsi oseltamivir. Karena itu
oseltamivir pada wanita hamil hanya dapat diberikan bila potensi manfaat lebih besar dari
potensi resiko pada janin.
6. Profilaksis
Profilaksis 1×75 mg diberikan pada kelompok resiko tinggi terpajan sampai 7-10 hari
dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka panjang dapat diberikan maksimal 6-8
minggu sesuai dengan profilaksis pada influenza musiman. (Nurarif, 2015, p. 4)

7. Pengobatan lain

8. Antibiotic spectrum luas yang mencakuo kuman tipikal dan atipikal.

9. Metilprednisolon 1-2 mg/kg BB IV diberikan pada pneumonia berat, ARDS atau pada syok
sepsis yang tidak respons terhadap obat-obat vasopressor.

10. Terapi lain seperti simptomatik, vitamin, dan makanan bergizi.

11. Rawat di ICU sesuai indikasi

12. Perawatan intensif

- Kriteria pneumonia berat; jika dijumpai salah satu dibawah ini:

1. Frekuensi napas >30x/menit


2. PaO2/FiO2<300
3. Foto toraks paru menunjukan kelainan bilateral
 Foto toraks paru melibatkan >2 lobus
 Tekanan sistolik <90mmHg
 Tekanan diastolic <90mmHg
 Membutuhkan ventilasi mekanik
 Infiltrate bertambah >50%
 Membutuhkan vasopressor >4 jam (septik syok)
 Serum kreatinin
- Kriteria perawatan diruang rawat intensif:

1. Gagal nafas

Jika terjadi gangguan ventilasi dan perfusi, maka pada pemeriksaan AGD( analisis gas
darah) ditemukan:

 PaCO,60 torr
 Ratio PaO,/FiO,;
<200 untuk ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrom)

<300 untuk ALI (Acute Lung Injury)

 Frekuensi napas >30x/menit


2. Syok (dapat hipovelemik, distributive, kardiogenik ataupun obstruktif)
Tekanan darah sistolik < 90mmHg (dewasa) atau untuk anak tekanan arteri rata-rata
(TAR) < 50 mmHg, yang telah dilakukan resusitasi cairan dan membutuhkan inotropic/
vasopressor >4 jam. Sebaiknya dengan menggunakan kateter vena sentral.

1. 1 dan 2 memerlukan bantuan ventilator mekanik


2. Jika dengan ventilator mekanik, maka dianjurkan menggunakan respirator dengan pressure
cycle, dengan pengaturan awal:
Mode: pressure control ventilation

Volume Tidal: 6-8 cc /  kgBB

PEEP>5Cm H20

Frekuensi Napas: 12x/menit

FiO2:1.0 (100%)
Tekanan Inspirasi : mulai dari 10 Cm H20

Maaka harus dilakukan pemeriksaan AGD 30 menit setelah setting awal. Sasaran yang ingin
dicapai adalah mempertahankan PaO2 diatas 100 torr dan sat o2 diatas 95% dengan Fio2
dibawah 60%.

1. Dapat digunakan NIPPV ( Non invasive positive pressure ventilation).


2. Dapat disapih dari respirator kalau:
 Keadaan umum pasien sudah membaik, kesadaran tanpa sedasi
 Nutrisi adekuat dengan cairan adekuat
 Bebas infeksi
 Hermodinamik stabil tanpa inotropic atau vasopressor.
 Status asam basa dan elektrolit stabil
 Tidak ada bronkospasma
 Oksigenasi baik dengan FiO2<0,5 dengan PEEP<5 cmH2O
 Weaning parameter : frekuensi pernapasan/VI<100, frekuensi pernapasan : 30x/menit, Vt : 6-
8 CC/kgBB.(Nurarif, 2015, pp. 5-6)

2. Diagnosa
• Ketidakefektifan bersihan jalan napas berdasarkan obstruksi jalan napas dengan ditandai
dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk yang berdahak.
- Definisi : ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran guna napas
mempertahankan jalan napas yang bersih.

- Batasan Karakteristik

Subjektif : dispnea
Objektif :
 Suara napas yang bertambah (misalnya, rale, crackle, ronki dan mengi )
 Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan.
 Batuk tidak terdengar atau tidak efektif
 Sianosis
 Kesulitan untuk bicara
 Penurunan suara napas
 Ortopnea
 Gelisah
Faktor yang Berhubungan

- Lingkungan : Merokok, menghirup asap, dan perokok pasif


- Obstruksi jalan napas : terhambat jalan napas, retensi sekret, mukus berlebihan.
- Fisiologis : Disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkial, infeksi asma, jalan napas

• alergik. (Wilkinson, 2015, pp. 37-38)


Hipertermia berdasarkan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh 37,50C, akral
teraba panas, takipnea
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal

Batasan Karakteristik

Objektif :
 Kulit merah
 Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Faktor yang Berhubungan

 Dehidrasi
 Suatu Penyakit atau trauma.(Wilkinson, 2015, pp. 390-391)
• Kekurangan volume cairan.
Definisi : penurunan cairan intravaskular, interstisial atau intrasel. Diagnosis ini merujuk  pada
dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja perubahan tanpa kadar natrium.

Batasan Karakteristik

- Subjektif : Haus
- Objektif :
 Penurunan turgor kulit
 Penurunan haluaran urine
 Kulit dan membran mukosa kering
 Suhu tubuh meningkat
Faktor yang Berhubungan

Kehilangan volume cairan aktif . (Wilkinson, 2015, pp. 309-310)

• Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, klien tampak
menggunakan otot bantu pernafasan, RR>20 x / menit.
- Definisi : ekspirasi dan atau inspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
Batasan Karaketristik

Subjektif : Dispnea
Objektif : Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi, Napas cuping hidung
- Faktor yang Berhubungan:

Posisi tubuh, Diformitas dinding

Nyeri (Wilkinson, 2015, p. 99)

• Gangguan pertukaran gas berdasarkan perubahan membran kapiler alveolar ditandai dengan
dispnea, pemeriksaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%
- Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat.
Batasan Karaketristik

Subjektif : Dispnea
Objektif : Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
Napas cuping hidung

● Faktor yang Berhubungan


Posisi tubuh, Diformitas dinding, Nyeri (Wilkinson, 2015, p. 99)

• Nyeri akut berdasarkan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri otot
(myalgia), takipnea
- Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial.
•Batasan Karaketristik

Subjetif : Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan {nyeri} dengan isyarat.

Objektif : Posisi untuk menghindari


Bukti nyeri yang dapat diamati

● Faktor yang Berhubungan

Agen penyebab (biologis, kimia, fisik dan psikologis). (Wilkinson, 2015, pp. 530-537)

- Hambatan mobilitas fisik berdasarkan stadium penyakit ditandai dengan klien tanpak lelah.
Definisi : keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh.
Batasan Karaketristik

Objektif : Kesulitan membolak-balik posisi tubuh, gerakan tidak teratur


Faktor yang Berhubungan, ketidaknyamanan, gangguan muskuloskletal, dan nyeri. (Wilkinson,
2015, p. 472)

• Gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan adanya mual dan muntah.
- Definisi : pola asupan nutrisi yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan dapat
digunakan.
● Batasan karakteristik

Subjektif
- Perilaku terhadap makanan minuman sesuai dengan tujuan kesehatan
- Mengungkap pengetahuan  mengenai pilihan makanan dan minuman yang sehat

- Mengungkap keinginan untuk meningkatkan status gizi

Objektif
- Mengonsumsi makanan dan cairan yang adekuat

- Makan secara teratur

- Mengikuti standar asupan yang sesuai (mis., panduan piramida makanan atau asosiasi diabetes
amerika)

- Mempersiapkan dan menyiapkan makanan dan minuman secara aman

• Factor yang berhubungan

Diagnosis ini merupakan diagnosis kesejahteraan, sehingga tidak memerlukan


etiologi. (Wilkinson, 2015, p. 522)

3. Intervensi
• Ketidakefektifan besihan jalan napas berdasarkan obstruksi jalan napas ditandai dengan
dispnea, saat diaskultasi terdengar ronci, klien mengeluh batuk berdahak.
 Kriteria Hasil :
1. Pasien akan batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan napas yang paten
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
5. Mempunya irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
7. Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah. (Wilkinson, 2015, p. 39)
 Aktivitas keperawatan :
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misal, oksigen, mesin pengisapan,
inhaler, )
3. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di dalam ruang
perawatan; beri penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.
4. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam memudahkan pengeluaran
sekret.
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti warna, karakter,
jumlah dan bau.
6. Pengisapan Jalan Napas (NIC): instruksikan kepada pasien atau keluarga tentang cara
pengisapan jalan napas. (Wilkinson, 2015, p. 40)
7. Aktivitas lain
8. Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret.
9. Anjurkan penggunaan spirometer insentif
10. Jika pasien tidak ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat tidur yang lain
sekurangnya setiap dua jam sekali.
11. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurukan kecemasan
12. Berikan pasien dukungan emosi
13. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal rongga dada, misal
bagian kepala tempat tidur ditinggikan 45o. (Wilkinson, 2015, p. 41)
14. Aktivitas Kolaboratif
15. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
16. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau peralatan pendukung
17. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan)
18. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer, ultrasonik dan perawatan paru lainnya
19. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal. (Wilkinson, 2015, p. 41)
20. Hipertermia berdasarkan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh 37,50C,
akral teraba panas, takipnea
 Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga akan menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu.
2. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh
3. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia. (Wilkinson, 2015, p. 391)
 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Edukasi pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia.
3. Regulasi suhu (NIC) : ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan (Wilkinson, 2015:393)
4. Aktivitas lain
5. Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja.
6. Gunakan waslap dingin di axila, kening, tengkuk dan lipatan paha.
7. Anjurkan asupan cairan oral
8. Gunakan selimut pendingin. (Wilkinson, 2015, p. 393)
9. Aktivitas Kolaboratif
10. Regulasi Suhu (NIC) : Berikan obat antipiretik, gunakan matras dingin dan mandi air hangat
untuk mengatasi gangguan suhu tubuh. (Wilkinson, 2015, p. 393)
11. Kekurangan volume cairan.
 Kriteria Hasil :
1. Pasien akan memiliki konsentrasi urine normal.
2. Tidak mengalami haus yang tidak normal
3. Menampilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembab, mampu berkeringat). (Wilkinson,
2015, p. 312)
 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.
3. Aktivitas lain
4. Lakukan higiene oral secara sering
5. Pantau jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam
6. Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan
7. Manajemen cairan (NIC) : tingkatkan asupan oral, berikan cairan sesuai dengan kebutuhan.
(Wilkinson, 2015, p. 314)
8. Aktivitas kolaboratif
9. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…… ml
10. Laporkan dan catat haluaran lebih dari………. ml
11. Manajement Cairan (NIC): atur ketersediaan produk darah untuk transfusi, berikan terapi IV
sesuai progra (Wilkinson, 2015, p. 313)
12. Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan hiperventilasi ditandai dengan takipnea, klien
tampak menggunakan otot bantu pernafasan, RR>20 x / menit.
 Kriteria hasil :
1. Pasien aka menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3. Mempunya fungsi paru dalam batas normal untuk pasien. (Wilkinson, 2015, p. 101)
 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Informasikan kepada pasien dan kelurga tentang relaksasi untu memperbaiki pola pernapasan
3. Anjurkan teknik batuk efektif
4. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidak efektifan pola pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
5. Aktivitas lain
6. Bantu pasien untuk mengguanakan spirometer intensif
7. Tenangkan pasien selama periode gawat napas
8. Anjurkan napas dalam melalui abdomen
9. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
10. Pantau pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi. (Wilkinson, 2015, p. 104)
11. Aktivitas kolaboratif
12. konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.
13. Berikan obat
14. Berikan terapi nebulizer
15. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pernapasan.(Wilkinson, 2015, p. 103)
16. Gangguan pertukaran gas berdasarkan perubahan membran kapiler alveolar ditandai dengan
dispnea, pemeriksaan AGD abnormal, saturasi oksigen <95%
 Kriteria hasil :
1. Pasien aka menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
2. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal.
3. Mempunya fungsi paru dalam batas normal untuk pasien. (Wilkinson, 2015, p. 101)
 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan untuk pasien/keluarga
2. Informasikan kepada pasien dan kelurga tentang relaksasi untu memperbaiki pola
pernapasan.
3. Anjurkan teknik batuk efektif.
4. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu perawat pada
saat terjadi ketidak efektifan pola pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
5. Aktivitas lain
6. Bantu pasien untuk mengguanakan spirometer intensif
7. Tenangkan pasien selama periode gawat napas
8. Anjurkan napas dalam melalui abdomen
9. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan pernapasan.
10. Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi. (Wilkinson, 2015, p.
104)
11. Aktivitas kolaboratif
12. konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilator
mekanis.
13. Berikan obat
14. Berikan terapi nebulizer
15. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pernapasan. (Wilkinson, 2015, p. 103)
16. Nyeri akut berdasarkan agen cedera biologis ditandai dengan klien mengeluh nyeri otot
(myalgia), takipnea
 Kriteria hasil :
1. Pasien akan memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3. Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
4. Mengunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan non analgesik secara tepat
5. Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung atau tekanan
darah.
6. Melaporkan pola tidur yang baik. (Wilkinson, 2015, p. 535)
 Aktivitas Keperawatan
1. Penyuluhan kepada pasien/keluarga
2. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum.
3. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat
dicapai
4. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
strategi koping yang disarankan
5. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik
6. Manajemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur. (Wilkinson, 2015, p. 534)
7. Aktivitas lain
8. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian
9. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
10. Hadie didekat pasien untuk memenuhi rasa nyaman
11. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap ana;gesik
12. Manajemn Nyeri (NIC) : libatkan pasien dalam modalitas peredaan nyeri. (Wilkinson, 2015,
p. 535)
13. Aktivitas kolaboratif
14. Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal
15. Manajemen Nyeri ()NIC : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologik.(Wilkinson, 2015, p.
535)
16. Hambatan mobilitas fisik berdasarkan stadium penyakit ditandai dengan klien tanpak lelah
 Kriteria hasil :
1. Pasien akan pengguanaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
2. Meminta bantuan untuk aktivitas mobilisasi
3. Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan alat banyu
4. Mengguanakan kursi roda secara efektif.(Wilkinson, 2015, p. 475)
 Aktivitas Keperawatan
1. Aktivitas keperawatan tingakat 1 :
2. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan
3. Ajarkan pasien tentang dan pantau pengguanan alat bantu
4. Ajarkan pasien dalam proses pindah
5. Pengaturan posisi (NIC): ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika
tubuh yang benar saat melakukan aktifitas.(Wilkinson, 2015, p. 476)
6. Aktivitas keperawatan tingkat 2 :
 Kaji kebutuhan belajar pasien
 Ajarkan pasien dalam latihan ROM
 Ajarkan pasien teknik ambulasi
 Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
 Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien
1. Aktivitas keperawatan 3 dan 4
2. Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan mobilitas sendi otot
3. Gunakan ahli terapi fisik
4. Berikan penguatan positif
5. Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
6. Pengaturan posisi (NIC): pantau alat traksi yang benar, letakkan matras atau tempat tidur
terapeutik dengan benar, atur posisi pasien, letakkan pada posisi terapeutik, ubah posisi
pasien yang imobilisasi minamal setiap dua jam, letakkan tombol pengubah posisi dan lampu
pemnaggil dalam jangkauan pasien, dukung latihan ROM aktif atau pasif.(Wilkinson, 2015,
p. 477)
7. Gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan mual muntah
 Kriteria hasil
1. Pasien akan mempertahankan berat badan yang ideal ……… (sebutkan)
2. Mengonsumsi diet yang seimbang
3. Melaporkan peningkatan nilai gizi makanan yang dikonsumsi (mis., lebih banyak
mengonsumsi makanan non-olahan, dengan sedikit kandungan lemak jenuh).(Wilkinson,
2015, p. 523)
 Aktifitas keperawatan
1. Penyuluhan kepada pasien dan keluarga
 Berikan informasi mengenai sumber dikomunitas yang tersedia, seperti konseling diet,
program latihan fisik, kelompok swabantu
 Tekanan factor kebiasaan, kebudayaan, dan factor keturunan yang dapat mempengaruhi berat
badan
 Diskusikan pentingnya untuk mempertahankan berat badan yang sehat
 Berikan informasi mengenai bagaimana membeli, mengolah, dan menyimpan makanan yang
bergizi
 Bantu dalam mengembangkan perencanaan makanan sehat
 Konseling Nutrisi (NIC) :
Diskusikan pengetahuan pasien mengenai empat kelompok makanan dasar, dan persepsi
terhadap modifikasi diet yang diperlukan

Berikan informasi, sesuai dengan kebutuhan kesehtan untuk memodifikasi diet: penurunan berat
badan, kenaaikan berat badan, pembatasan garam, penurunan kolesterol, pembatasan cairan, dan
lain sebagainya

2. Aktifitas lain
Berikan dengan sering penggunaan yang positif terhadap nutrisi yang baik. (Wilkinson, 2015, p.
524)

 
 
 
 
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai