Anda di halaman 1dari 18

Nilai Sosial Budaya dalam Siniar Rintik Sedu – Biru :

Kajian Sosiologi Sastra

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Cyber Sastra yang Diampu
Oleh Khothibul Umam., S.S., M.Hum.

Disusun Oleh:

Dewi Zulvia 13010119130050

Dewi Fitri Titasari 13010119130034

Emha Ayu Puspaningrum 13010119120101

Reza Amalia 13010119140105


Shielvia Faradhiba 13010119140110
Tabitha Wahyu Wicaksono 13010119120023

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebelum televisi masuk ke Indonesia pada tahun 1955, radio menjadi

salah satu media penyebaran informasi, hiburan dan edukasi bagi masyarakat.

Radio adalah salah satu jenis alat komunikasi satu arah karna pengirim dan

penerima tidak menjalin komunikasi secara berkesinambungan. Radio

memiliki peran besar sebagai media penyebaran informasi dan kebutuhan batin

manusia dalam hal pemebuhan akan hiburan. Berbagai jenis acara ditawarkan

oleh setiap stasiun radio, mulai dari radio khusus kebudayaan hingga radio

khusus edukasi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Billah dkk (2019) menemukan

bahwa generasi Z khususnya di Kota Bandung mendengarkan radio sebagai

sarana hiburan untuk mendengarkan lagu-lagu yang diputar di radio. Padahal,

banyak sekali cerita-cerita yang dibawakan oleh berbagai stasiun radio, dari

mulai cerita pewayangan seperti ketoprak radio di RRI semarang, hingga

berbagai cerita kiriman oleh pendengar yang ingin dibacakan oleh penyiar

untuk menanyakan solusi atau bahkan bercerita kisah-kisah lucu.

Radio dewasa ini mulai kurang diminati, diganti dengan berbagai

aplikasi streaming musik yang menawakan berbagai fitur kegemaran anak


muda. Dailysocial.id menyebutkan bahwa podcast pertama kali diperkenalkan

oleh Steve Jobs sebagai nama dari layanan konten audio dari perangkat

bernama iPod. Istilah ini kemudian menjadi rancu karna podcast dapat

didengarkan diperangkat mana saja selain iPod. Hingga en Hammersley di surat

kabar The Guardian pada Februari 2004 menyebutkan podcast sebagai "pod"

— "playable on demand" (dimainkan atas permintaan) dan "broadcasting"

(penyiaran).

Salah satu layanan penyedia podcast atau siniar (dalam Bahasa

Indonesia) adalah aplikasi spotify yang masuk di Indonesia pada tahun 2016

yang lalu. 1 Selain menyediakan layanan musik dalam jaringan, spotify juga

menyediakan layanan siniar berupa cerita-cerita fiksi yang disampaikan secara

lisan.

2. Rumusan Masalah

a. Apa saja unsur intrinsik dan ekstrinsik siniar Rintik Sedu – Biru ?

b. Apa saja kritik sosial yang terdapat dalam siniar Rintik Sedu – Biru ?

3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui unsur intrinsik dan ekstrinsik siniar Rintik Sedu - Biru.

b. Mengetahui kritik sosial yang terdapat dalam siniar Ritiksedu-Biru.

ttps://tekno.kompas.com/read/2016/03/30/13022787/Layanan.Streaming.Musik.Spotify.Resmi.Mas
uk.Indonesia
4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini sebagai bahan pengembangan kajian cyber sastra

terutama dibidang sastra audio. Penelitian ini juga diharapkan membantu

pembaca untuk memperluas pengetahuan dan memperkaya hasil penelitian

dalam ilmu kesusastraan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan

dan menambah wawasan kritik sosial karya sastra.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Unsur Intrinsik Siniar Rintik Sedu – Biru

Saat ini Rintik Sedu lebih dikenal sebagai sebuah media yang berisi kumpulan

karya dari Tsana. Konten-konten digital yang dimiliki Rintik Sedu merupakan

karya yang berupa tulisan namun di sampaikan tidak hanya dalam bentuk visual

namun juga audio serta audio visual. Rintik Sedu diciptakan oleh Tsana bukan

hanya di Instagram, namun terdapat siniar di spotify yang juga berisi karya dari

Rintik Sedu dalam bentuk audio serta halaman website yang berisi karya –

karyanya yang lebih lengkap dalam bentuk tulisan atau cerita. Rintik Sedu juga

memiliki akun YouTube yang juga berisi karya serta konten yang bertujuan

mempromosikan karyanya yang lain. Siniar yang berjudul Biru ini merupakan

tokoh utamanya bernama Tsana.

1.1 Tema

Siniar berjudul Biru ini memiliki tema yaitu persahabatan dan berbakti

kepada orang tua. Tema persahabatan ini terlihat dari kedekatan Juni dan

Tsana ketika mereka bertemu saat liburan semester. Berikut kutipan cerita

tersebut:

“Juni sudah saya anggap seperti kakak saya sendiri.


perkenalan sederhana Waktu itu saya masih SD kayaknya.
Saya lupa tepatnya umur berapa. Saya yang baru belajar
naik sepeda udah gaya-gayaan ingin naik ke tepi sawah
yang letaknya jauh dari rumah eyang. Lalu saya jatuh baju
saya penuh Lumpur dan tanah. sampai seseorang
mengeluarkan tangan dan akhirnya membantu saya.
penampilannya yang begitu sederhana dengan tutur kata
yang lembut sekali bila didengar”
Tema berbakti kepada orang tua ini terlihat ketika Juni yang

memutuskan untuk menjadi petani setelah lulus menjadi sarjana.

Berikut kutipan cerita tersebut:

“Terus habis ini?”


“Ya.. aku disini bisa sebuah kota mati meneruskan apa
yang dikerjakan sama Bapak Aku sudah enggak mampu
Lagi mengurus pertaniannya sudah nggak mampu Lagi
mengurus sawahnya jadi harus aku. aku nggak mungkin
meninggalkan sawah yang menghidupi keluarga aku
selama ini."
"terus sarjanamu?"
"kubiarkan hanya menempel di belakang nama aku udah
kapan-kapan masih bisa menggunakan ga harus
sekarang"

1.2 Tokoh dan Penokohan

1.2.1 Juni

- Sederhana tercermin pada detik 0.33 saat Juni berhasil

mengenalkan makna kesederhaan kepada Tsana.

- Baik terlihat pada menit 2.34 saat Juni menolong Tsana saat jatuh

dari sepeda dan baju penuh lumpur, serta dengan sabar menuntun

Biru sampai ke rumah.

- Pintar dibuktikan pada menit 3.59 saat Juni mendapatkan

beasiswa penuh di universitas dan lulus dengan predikat

cumlaude.
- Mandiri terlihat pada saat Juni memilih mengurus perkebunan

milik Bapaknya dan tidak mau membuat susah Bapaknya.

1.2.2 Tsana

- Pemimpi dibuktikan pada menit 09.16 saat Juni memberi surat

dan ada dialog "Aku selalu percaya dengan mimpi-mimpimu,

termasuk mimpimu yang akan menjelajahi seisi dunia. Aku selalu

percaya semustahil apapun kedengarannya, termasuk menulis

buku karyamu sendiri".

- Blak-blakan terlihat saat Juni memilih meneruskan perkebunan

milik Bapaknya, yang kemudian Tsana merespon dengan “hah??

Ngurus jagung???” dan “terus gelar sarjanamu? Gak sayang?

Kamu kan lulus dengan nilai terbaik”.

1.2.3 Geez atau Gaza

tokoh ini tidak diceritakan mengenai penokohannya.

1.3 Setting

1.3.1 Setting Tempat

- Rumah eyang: setting ini digunakan pada saat Tsana terjatuh di

sawah dekat rumah eyang.

- Perkebunan jagung Bapak Juni: setting ini digunakan pada saat

Juni mengajak Tsana ke perkebunan milik Bapaknya.


- Sawah: setting ini digunakan pada saat Tsana terjatuh menaiki

sepedanya.

1.3.2 Latar Waktu

- Libur Semester: terlihat pada narasi “biasanya ketika libur

semester”.

1.4 Alur

Dalam podacst Biru ini memiliki alur campuran, terdapat beberapa bagian

kilas balik yang ditunjukkan pada menit 2.31 "waktu itu, saya masih SD

kayaknya".

1.5 Gaya bahasa

Gaya bahasa yang digunakan dalam cerita Biru tersebut yaitu terdapat

bahasa baku dan bahasa non-baku. Penggunaan bahasa baku terdapat

pada kata ‘saya’ yang dinarasikan oleh Tsana. Berikut kutipan cerita yang

memperlihatkan penggunaan kata ‘saya’:

“Sebenarnya kata-kata itu saya rangkai ketika sedang


mengingatnya namanya Juni seorang laki-laki yang masuk
kedalam dunia saya yang berhasil mengubah cara
pandang saya terhadap dunia yang mengenalkan saya
tentang makna kesederhanaan walau dia nggak bisa
singgah lama-lama di dunia saya.”
Penggunaan kata non-baku tidak yaitu nggak. Kemudian terlihat

pemakaian kata ganti aku dimana kata tersebut termasuk dalam bahasa
non-baku. Kata aku tersebut digunakan ketika narasi cerita masuk pada

bagian percakapan antara Tsana dan Juni.

“terus habis ini?”


“Ya.. aku disini bisa sebuah kota mati meneruskan apa
yang dikerjakan sama Bapak Aku sudah enggak mampu
Lagi mengurus pertaniannya sudah nggak mampu Lagi
mengurus sawahnya jadi harus aku. aku nggak mungkin
meninggalkan sawah yang menghidupi keluarga aku
selama ini."
Penggunaan bahasa baku dan non-baku tersebut menjadi terdengar akrab

di telinga pendengar sehingga cerita tersebut dapat dinikmati hingga

selesai tanpa ada rasa bosan.

1.6 Sudut pandang

Dalam cerita biru, pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama

tokoh utama. Dalam sudut pandang ini, tokoh “aku” menceritakan segala

peristiwa dan tindakannya baik bersifat batiniah maupun fisik. Sosok

“aku” menjadi pusat dan focus dalam cerita. Berikut kutipan cerita yang

menunjukkan penggunaan sudut pandang orang pertama tokoh utama.

“Lalu saya jatuh baju saya penuh Lumpur dan tanah. sampai
seseorang mengeluarkan tangan dan akhirnya membantu saya.
penampilannya yang begitu sederhana dengan tutur kata yang
lembut sekali bila didengar.”

1.7 Amanat
Dari cerita Biru tersebut dapat diambil amanat bahwa pertemanan dapat

dijalin dimana saja. Hal tersebut mengacu pada kisah awal pertemanan

Juni dan Tsana yaitu ketika Tsana liburan di tempat kakeknya kemudian

memutuskan untuk bersepeda tetapi terjatuh. Amanat berikutnya yaitu

hubungan jarak jauh tidak harus berkomunikasi setiap hari melalui

telepon. Selain itu dalam cerita biru juga memiliki amanat yaitu untuk

senantiasa mengabdi kepada orang tua. Hal ini tercermin ketika Juni

memutuskan untuk mengelola sawah bapaknya setelah lulus sarjana. Juni

tidak bekerja di kantoran selayakya lulusan sarjana karena ingin

mengabdi kepada orang tuanya yang telah bekerja keras menghidupi

keluarga melalui sawah yang mereka kelola.

2. Unsur Ekstrinsik

Saat ini Rintik Sedu lebih dikenal sebagai sebuah media yang berisi kumpulan

karya dari Tsana. Nama Rintik sedu awalnya tidak dipikirkan untuk menjadi

nama pena ataupun nama samaran, akan tetapi nama tersebut digunakan untuk

menyembunyikan identitasnya agar teman-temannya tidak mengetahui kalau ia

tengah menulis sebuah buku. Konten-konten digital yang dimiliki Rintik Sedu

merupakan karya yang berupa tulisan namun di sampaikan tidak hanya dalam

bentuk visual namun juga audio serta audio visual. Rintik Sedu diciptakan oleh

Nadhifa Allya Tsana, gadis kelahiran 4 Mei 1998


Bukan hanya di Instagram, Rintik Sedu juga memiliki siniar di spotify yang

juga berisi karya dari Rintik Sedu dalam bentuk audio serta halaman website

yang berisi karya – karyanya yang lebih lengkap dalam bentuk tulisan atau

cerita. Rintik Sedu juga memiliki akun YouTube yang juga berisi karya serta

konten yang bertujuan mempromosikan karyanya yang lain. Hal yang

dibahasnya hanyalah persoalan lingkungan sekitar yang tak jauh dari hidupnya.

Siniar yang berjudul Biru ini merupakan tokoh utamanya bernama Tsana.

3. Aspek Sosial Budaya Siniar Rintik Sedu- Biru

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian Sastra bersifat reflektif. Penelitian

semacam ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai

cermin kehidupan masyarakat Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah

sastra tidak lahir dari kekosongan sosial (Endiraswara, 2008 77). Selanjutnya,

Endraswara (2011: 79) dalam Wulandari (2015) memberi pengertian bahwa

sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia karena

sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan

masa depannya berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.

Karya sastra ditelaah dari hal-hal yang berada di luar sastra itu sendiri dengan

memfokuskan perhatiannya pada latar belakang sosial budaya. Pendekatan ini

disebut sosiologi sastra, yaitu pendekatan sastra dengan mempertimbangkan

segi-segi kemasyarakatan.
3.1 Hubungan Sosial Antar Tokoh

Hubungan sosial tokoh antara individu dengan individu dalam sebuah

karya sastra tentunya memberikan pengaruh terhadap pikiran dan tingkah

laku tokoh. Begitu juga dalam karya sastra berbentuk siniar yang

beberapa tahun belakangan ini mengalami perkembangan yang cukup

pesat di Indonesia. Hubungan yang terjalin antar individu ini tentunya

tidak selalu membawa pengaruh yang positif, tetapi juga membawa

pengaruh negatif. Hal ini juga terjadi dalam sebuah siniar Rintik Sedu

yang berjudul Biru. Siniar ini diciptakan dengan narasi yang dibuat

sendiri oleh penulis sekaligus pembaca siniar, Tsana. Menceritakan kisah

asmara dengan latar belakang sosial berbeda, siniar ini membuat

pendengarnya terbawa dengan alur yang dibuat, juga dengan dialog yang

diucapkan. Dalam siniar Biru ini juga terdapat komunikasi yang positif,

seperti pada salah satu kutipan dialog di bawah:

“Bagaimana wisudamu kemarin?” tanya Tsana


“Bapak, Ibu, dan Adik datang. Cukup membahagiakan sekali,
Na” jawab Juni
“Padahal aku ingin sekali datang.” kata Tsana
“Doamu sudah cukup.” (dialog Biru, menit 5:06-5:29)
Dalam bukti kutipan di atas, menunjukkan bahwa hubungan antar

individu yang terjalin diantara Tsana dan juga Juni terjalin cukup baik.

Juni adalah seorang anak petani yang baru saja menyelesaikan kuliahnya

dan mendapat predikat yang baik. Terlihat dalam percakapan bahwa

terjalin supporting system di antara keduanya yang membuat pendengar


juga bisa merasakan bahwa mereka saling membutuhkan. Selain

hubungan individu yang bersifat positif, dalam komunikasi antar individu

juga terdapat komunikasi yang negatif

“Terus habis ini” tanya Tsana


“Ya, aku di sini, di desa, di sebuah kota mati, meneruskan apa
yang sudah dilakukan oleh bapakku.” ucap Juni
“Hah? Mengurus jagung?” terkejut
“Ya, tentu. Bapak semakin tua, sudah tidak mampu lagi
mengurus pertaniannya, sudah tidak mampu mengurus
sawahnya. Jadi harus aku. Aku gak mungkin meninggalkan
sawah yang telah menghidupi aku selama ini.” (Siniar Biru,
menit 5:32-6:17)
Jika dilihat dari dialog percakapan di atas mungkin dilihat biasa saja.

Namun dalam potongan dialog tersebut terdapat pesan tersirat yang

disampaikan oleh Juni kepada Tsana yang berkonotasi negatif. Ya,

sebuah perpisahan. Dialog tersebut mengantarkan kepada perpisahan

antara keduanya. Juni yang memutuskan untuk tetap tinggal di desa

dengan gelar sarjananya dan memilih untuk menjadi petani menggantikan

bapaknya. Hal ini membuat Tsana menjadi cukup mengerti dan paham

dengan keputusan yang telah Juni buat.

3.2 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup

yang layak dimana antara daerah yang satu dengan yang lainnya berbeda

sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya.


Dalam siniar Rintik Sedu dengan judul Biru, cerita dilatarkan pada salah

satu daerah pedesaan yang terletak sangat jauh dari Jakarta, tepatnya pada

perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tidak ada pembahasan lebih

lanjut mengenai sistem mata pencaharian desa tersebut, namun dengan

penggambaran narator mengenai banyaknya lahan sawah, membuktikan

bahwa mayoritas penduduk bekerja sebagai petani.

Salah satu tokohnya sendiri, tokoh Juni, memiliki latar belakang seorang

petani jagung yang juga memiliki peternakan sapi. Dalam dialognya

dalam siniar berjudul Biru, Juni mengatakan bahwa kehidupannya

dibiayai sawah jagung yang dimiliki oleh ayahnya. Dialog ini mendukung

kesimpulan penulis bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di daerah

latar tempat siniar Biru diceritakan memiliki sistem mata pencaharian

petani. Dialog tokoh Juni sendiri dimuat dalam siniar menit ke 6:10, yang

berbunyi,

“… Aku gak mungkin meninggalkan sawah yang telah


menghidupi aku selama ini.” (dialog Juni, menit 6:10)

3.3 Stigma Masyarakat Tentang Petani

Kesejahteraan subjektif adalah presepsi atau sudut pandang seseorang

terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan

afeksi terhadap hidup serta representasinya dalam kesejahteraan

psukologis (Ariati, 2010: 119). Merujuk pada hal tersebut, menjadi


seorang petani kerap mendapatkan stigma buruk di kalangan masyarakat.

Hal tersebut disebabkan oleh pandangan bahwa menjadi seorang petani

tidak akan mendapatkan kesejahteraan hidup.

Di dalam siniar Rintik Sedu dengan judul Biru, ditemukan adanya

pernyataan bahwa dengan menjadi seorang petani jagung, maka ia tidak

akan mampu memenuhi kesejahteraan hidup baik secara materi atau

psikologis. Hal ini termuat dalam dialog Juni yang berbunyi,

“Tsana, kamu denger aku, ya? Bapakku petani, ibuku


pensiunan guru, dan aku gak akan memakai gelar sarjanaku
untuk kerja kantoran. Karena aku harus mengabadikan
hidupku untuk jadi petani, untuk nerusin bapak. Jadi apa yang
kamu harapkan dari aku? Dari mana kamu yakin aku mampu
bikin kamu bahagia? Dari mana?” (dialog Juni, menit 7:34-
8:03)
Melalui kutipan ini, dapat diketahui bahwa tokoh Juni bahkan ragu

dirinya mampu memberikan kesejahteraan hidup apabila Tsana tetap

memutuskan untuk tinggal bersamanya. Tokoh Juni menganggap bahwa

menjadi seorang petani berbeda dengan menjadi pegawai kantoran.

Menjadi seorang petani seolah akan berkutat pada kesulitan hidup,

sehingga tidak mampu meraih kesejahteraan yang membahagiakan.

Dialog Juni secara tidak langsung membenarkan anggapan dari stigma

buruk bahwa seorang petani memiliki keterikatan dengan kemiskinan,

ketidakberdayaan, dan masa depan yang suram (Ruebee, 2018: 1).

Sedangkan di sisi lain, pekerja kantoran lebih memiliki peluang untuk


menyejahterakan hidup dengan masa depan yang terlihat lebih cerah. Pola

pikiran inilah yang mempengaruhi tokoh untuk memilih menjauhkan diri

dari tokoh Tsana, karena ketakutannya tidak bisa membahagiakan tokoh

perempuan tersebut. Juni bahkan mengibaratkan dirinya dan tokoh Tsana

memiliki dunia yang berbeda. Hal tersebut terlampir pada dialog yang

berbunyi,

“… duniamu dengan duniaku selayaknya langit dan bumi.”


(dialog Juni, menit 7:22)

BAB III
PENUTUP

Peran radio sebagai salah satu sarana penyebaran sastra berbentuk audio posisinya

mulai digantikan dengan siniar (siaran web tanalir) dengan berbagai media baik web

maupun aplikasi dengan bentuk berupa audio atau audio visual. Salah satu siniar yang

ternama adalah Rintik Sedu. Salah satu karya siniarnya berjudul Biru, menceritakan

tentang Tsana dan Juni.

Dengan menggunakan teori sosiologi sastra, tulisan ini mencoba untuk menganalisis

aspek sosial budaya yang terkandung dalam cerita fiksi audio Rintik Sedu-Biru

sehingga menghasilkan analisis sebagai berikut : Juni adalah seorang lulusan

universitas ternama namun ia memilih menjadi seorang petani, meneruskan pekerjaan

orang tuanya. Juni tidak ingin meninggalkan orang tua dan ladang yang telah

menghidupinya selama ini. Ia dan Tsana sama-sama saling menyukai namun stigma

masyarakat tentang petani mengurungkan niat Juni untuk terus bertemu dengan Tsania.

Hingga keduanya-pun memiliki dunianya masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Ariati, J. 2010. Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja

Pada Straff Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas

Diponegoro. Jurnal Psikologi UNDIP, 8 (2). Semarang: Universitas Diponegoro.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra : Epistemologi, Model, Teori,

dan Aplikasi. Yogyakarta : FBS Universitas Negeri Yogyakarta

Billah dkk. 2019. Peran Radio Sebagai Media Pemenuhan Kebutuhan di Era Revolusi

Industri 4.0. Universitas Muhammadiyah Bandung

Ruebee, Amiruddin Abdullah. 2018. Stigma Buruk Petani Harus Dihapus. Jakarta:

Media Indonesia.

Wulandari, Ayu Linda. 2015. Apek Sosial Budaya Dalam Novel Menak Jinggo Sekar

Kedaton Karya Langit Kresna Hariadi. Artikel Ilmiah. Surakarta : Universitas

Sebelas Maret

Anda mungkin juga menyukai