Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana pasien

mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,

memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya

(Trimelia, 2011).Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori presepsi

yang dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa

suara, penglihatan pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus

nyata ( keliat,2014).Halusinasi merupakan suatu penyerapan panca indra tanpa

ada ransangan dari luar, orang sehat presepsinya akurat, mampu

mengidentifikasi dan menginterprestasi stimulus berdasarkan informasi yang

diterimanya melalui panca indera ( Aritonang, 2021).

Menurut WHO (2018) angka kejadian gangguan mental kronis dan

para yang menyerang lebih dari 21 jiwa dan secara umum terdapat lebih dari

23 juta orang di seluruh dunia. Lebih dari 50% orang dengan skizofernia tidak

mendapat perawatan yang tepat, 90% orang dengan skizofernia yang tidak di

obati tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah .

Riskesdas (2018), terjadi peningkatan proporsi gangguan jiwa yang

signifikan pada tahun 2018 dibandingkan tahun 2013 di mana terjadi

peningkatan dari 1,7 % per 1000 penduduk menjadi 7% per 1000 penduduk

1
2

atau dengan kata lain pada tahun 2013 dari 1000 penduduk Indonesia

di temukan 17 diantaranya mengalami gangguan jiwa, sementara ditahun2018

dari 1000 penduduk ditemukan 70 diantanya mengalami gangguan jiwa.

Untuk provinsi maluku juga terjadi peningkatan pervalensi gangguan jiwa di

tahun 2018, dimana terjadi peningkatan dari 1,2% pada tahun 2013 menjadi

3,2 % pada tahun 2018, atau dengan kata lain jika penduduk maluku sejumlah,

1.744.654 jiwa maka 55.808 jiwa mengalami gangguan jiwa. (Riskesdas

2018). Data yang didapatkan pada saat penulis melakukan studi pendahuluan

yang dilakukan RSKD dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1.1

Data Prevelensi Halusinasi Di RSKD Provinsi Maluku

Tahun Jumlah %

2019 189 29,5%


2020 95 14,9%
2021 109 17%
2022 247 38,6%
Jumlah 640 100%
Sumber : RSKD Maluku 2023

Berdasarkan tabel 1.1 prevelensi data pada tahun 2019 terdapat 189

( 29,5%), kemudian tahun 2020 terdapat 95 ( 14,9%), dan pada tahun 2021

terdapat 109 ( 17%) dan juga pada tahun 2022 terdapat 247 ( 38,6%). Dari
3

prevelensi di atas perkembangan orang dengan halusinasi padatahun

2022 semakin meningkat.

Halusinasi pendengaran dapat terjadi dengan atau tanpa gejala

Kesehatan mental yang mendasarinya. Pertanyaan ini di dukung oleh sebuah

penelitian yang mendasarinya. Peryataan ini di dukung oleh sebuah jurnal

psychological medical tahun 2017. Disebutkan bahwa halusinasi pendengaran

tidak memiliki penyebab dasar, tetapi juga bisa terjadi tanpa kondisi yang

mendasrinya.pênyebab dari halusinasi melupiti respon metabolik terhadap

stress, gangguan neurokimiawi,lesi otak, usaha tidak sadar mempertahankan

ego dan ekspresi simbolis dari pikiran yang terpisah ( schulth and Videbeck

2013 ). Suryani (2013) dan sari & Wijaya ( 2014 ), menemukan bahwa

halusinasi diawali oleh kecemasan yang berkepanjangan O’ Briant et al

( 2014) dan Day et al (2014) menyatakan halusinasi berkaitan dengan

pengalaman yang di presepsikan kurang menyenagkan barkaitan dengan harga

diri dan akan muncul secara bertahap.

Terapi musik klasik adalah suatu metode reklasasi menggunakan

tanda-tanda terpilih dengan irama musik sastra kuno yang bertujuan baik

untuk Kesehatan fisik serta mental dalam mengontrol emosi serta mengobati

masalah gangguan psikologi (Wijayanto & Agustina,2017). Ekawati ( 2013)

menyatakan bahwa musik dapat meningkatkan vitalitas fisik individu,

menghilangkan kelelahan merendahkan kecemasan dan ketegangan

membantu meningkatkan konsentrasi ,


4

memperdalam hubungan mempererat persahabatan merangsang

kreativitas, kepekaan, dan dapat memperkuat krakter serta perilaku yang

positif. Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang

bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif, memberikan rasatenang, sebagai

pendidikan moral, mengendalikan emosi,pengembangan spiritual dan

menyembuhkan gangguan psikologi. Terapi musik juga digunakan oleh

psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan

kejiwaan dan gangguan psikologis. (Setyoadi, 2011). Metode ini sudah

dibuktikan dapat menurunkan tingkat halusinasi. Terapi diberikan untuk

membangkitkan gelombang otak alfa yang dapat memberikan rasa releksasi

sehingga menimbulkan perrilaku yang tenang bagi penderita gangguan jiwa

jenis halusinasi sehingga menurunkan resiko timbulnya dampak tingkat

stressor (Hartin saidah, Eko Agus Cahyano, 2016).

Berdasarkan pembahasan diatas peneliti tertarik untuk mengambil

masalah asuhan keperawatan jiwa tn/ny. x dalam upaya mengontrol halusinasi

pendengaran dengan terapi musik klasik .

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang sudah ditulis diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada

Tn/Ny x dalam upaya mengentrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik

klasik di RSKD Ambon


5

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Menerapakan asuhan keperawatan pada Tn/Ny x dalam upaya

mengontrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik klasik di RSKD

Ambon.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Tn/Ny x dalam upaya

mengontrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik klasik

b. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn/Ny x

dalam upaya mengontrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik

klasik

c. Membuat perencanaan Tindakan yang akan di lakukan pada Tn/Ny x

dalam upaya mengontrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik

klasik

d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn /Ny x dalam upaya

mengontrol halusinasi pendengaran dengan terapi musik klasik

e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn/Ny x dalam upaya

mengontrol halusinasi pendengaran deangan terapi musik klasik.


6

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian adalah :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dan dikembangkan

sebagai suatu pengembangan teori dalam ilmu pengetahuan yang di

tarapakan khususnya dibidang keperawatan jiwa mengenai pemberian

terapi musik klasik.

2. Secara praktis

Diharapkan keluarga mampu menerapakan terapi musik klasik dalam

upaya menurunkan halusinasi pendengaran dengan terapi musik klasik

a. Bagi institusi

Hasil peneliti ini dapat menjadi refrensi pengetahuan bagi pembaca dan

peneliti yang di lakukan penelitian lanjutan.

b. Bagi Rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat

dalam melaksanakan penerapan asuhan keperawatan pada pasien

halusinasi pendengaran dalam upaya mengontrol halusinasi

pendengaran dengan terapi musik klasik

c. Bagi peneliti

Bagi peniliti ini sangat bermanfaat bagi peniliti.karena melalui

penelitian ini, peneliti dapat memperoleh penetahuan dan pengalaman


7

tentang penerapan pada pasien halusinasi pendengaran dalam upaya

terapi musik klasik

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penelitian ini di bagi atas beberapa bagian yang saling

berkaitan dan di susun secara sistematika terdiri dari bagian awal, utama dan

akhir. Bagian awal terdiri dari halaman sampul, halaman persetujuan, halaman

penesahan, kata pengatar, daftar isi, daftar table dan gambar, daftar lampiran

abstrak .bagian utama terdiri dari lima SUB-BAB yang terdiri dari BAB I

pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, keaslian penelitian sistematika penelitian.BAB II tinjauan

Pustaka yang berisi dasar -dasar teoritis dan berbagai konsep yang relevasi

dengan penelitian ini dan kerangka konsep penelitian. BAB III metode

penelitian yang berisi desain penelitian, lokasi, waktu, subjek penelitian,fokus

penelitian, defenisi operasional, Teknik pengumpulan data, intrusmen

penelitian, dan etika penelitian.


8

F. KEASLIAN PENULISAN

Tabel 1.2 keaslian penelitian

No Nama dan tahun Judul Metode Hasil

1. Dian anggri yanti , Efektifitas terapi musikOne grup pre


Hasil penelitian Dengan

Abdi lestari sitepu, Penurunan tingkat test Post test


sampel 22 responden

Kuat sitepu, piriani, halusinasi pendengarandesign memiliki Rata-rata sebelum

Wina novira Br. pada pasien ( mean =4,32 ),Standar deviasi

Purba Gangguan jiwa Sebesar) 0,646 sedengkan pada

Post- test dengan Sampel 22

Responden memilik

rata-rata sesudah (mean =1,68),

Standar deviasi Sebesar 0,568 p-

value (0,000)≤ a0,05 maka H0

di Tolak Hadi terima

Yang artinya Terdapat

pengaruh Efektifitas

Terapi Musik terhadap

Penurunan tingkat Halusinasi

jiwa.

2. Desi maharani,Nury Penerapan terapi Studi Hasil penelitian tanda dan

lutfianti fitri, musik klasik gejala di berikan terapi musik


9

uswatun hasanah terhadap tanda dan kasus klasik pada subyek I 55% dan

, gejala halusinasi subjek II 36% presentase

pendengar tanda dan gejala sesudah

diberikan terapi musik klasik

pada subyek I 45% dan

subyek II 9%

3. Yunita.M.Fokaaya Asuhan 2023

(2023) keperawatan pada studi

Tn/Ny x dalam kasus

upaya mengontrol -

halusinasipendenga

ran dengan terapi

musik klasik

BAB II
10

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP HALUSINASI

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan presepsi sensori dari suatu objek

rangsangan dari luar, gangguan presepsi sensori ini meliputi seluruh

pancaindra, halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubahan sensori presepsi, serta merasakan sensasi

palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman.

Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan

jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas ( Yusuf, PK, &

Nihayati, 2015). Halusinasi adalah salah satu gejala ganguan sensori

presepsi yang di alami oleh pasien gannguan jiwa. Pasien merasakan

sensasi berupa sura, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan

tanpa stimulus yang nyata keliat, (2011) dalam Zelika ( 2015).halusinasi

adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya

rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh

pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang

pasien mengalami perubahan sensoripersepsi,sertamerasakansensasi palsu

berupa suara, penglihatan pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien

merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada (Yusuf , Fitryasari ,

Nihayati, 2019).
11

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

halusinasi pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami

gangguan persepsi pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak

berhubungan dengan stimulus nyata dan pasien mengalami perubahan

dalam hal orientasi realitas. Sedangkan halusinasi pendengaran menurut

(Damaiyanti, 2014), merupakan suatu kondisi dimana klien mendengar

suara-suara yang tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang

lain tidak mendengarnya. Halusinasi pendengaranatauakustik adalah

kesalahan dalam 28 mempersepsikan suara yang di dengar klien. Suara bisa

menyenangkan, ancaman, membunuh dan merusak (Yosep , 2007).


12

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon adaptif Respon psikososial Respon maladaptif

 pikiran logis  Tidak


 Kadang proses
 presepsi akurat pikir tidak Gangguan
 emosi menggangu proses pikir
konsisten  Ilusi /waham
dengan  Emosi tidak  Halusinasi
pengalaman stabil  Kesukaran
 perilaku cocok proses emosi
 Perilaku tidak
 hubungan biasa  Prilaku
sosial  Menarik diri disorganisasi
harmonis  Kolasi sosial

Sumber :Trimelia 2011

Gambar 2.1 tabel rentang respon halusinasi

Keterangan :
13

a. Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas

normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah

tersebut respon

adaptif :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang msih dalam batas

kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

6) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

7) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yan salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

pada indra.

8) Emosi berlebihan atau berkurang

9) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran.
14

b. Respon maladaptive

Respon maladaptif adalah respom individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi :

1) tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangandengankenyatansosial

Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankanwalaupun.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada. Kerusakan proses emosi

perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

3) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur. Isolasi

sosial adalah kondisi yang dialami oleh individu dan diterima sebagai

ketentuan oleh orang lain sebagai suatu kecelakaan yang negatif

mengancam

3. Etiologi Halusinasi

Menurut Oktiviani ( 2020 ) faktor halusinasi di bagi menjadi 2 yaitu :

a. Predeposisi

1) Fator perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya

rendahnya control dan kehangatan keluraga menyebabkan klien

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi , hilang percaya

diri dan lebih rendah terhadap stress.


15

2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak terima lingkungan sejak bayi

( unwanted child) akan merasa di singkirkan, kesepian dan tidak

percaya pada lingkunganya

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya stress yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam

tubuh akan di hasilkan suatu zat yang akan dapat bersifat

halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytrasferase

( DMP ).akibat Stress yang berkepanjangan menyebabkan

teraktivitasnya neurotrasmitter otak.misalnya terjadi

ketidakseimbangan acetcholine dan depamine.

4) Faktor psikologis

Tipe kpribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalagunaan zat adaptif. Hal ini berpengaruh

pada ketidak mampuan klien dapat mengambil keputusan yang

tepat demi kedepanya. Klien lebih memilihkesengan sesaat dan lari

alam nyata menuju alam hayal.

5) Sosial budaya
16

Meliputi klien yang mengalami interaksi sosial dalam fase

awal dan comforting, klien meanggap bahwa hidup bersosialisasi di

alam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya.

Seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan

interaksi sosial, control dan harga yang tidak didapatkan dalam

dunia nyata .

b. prespitasi

1) Dimensi fisik

Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam

sehingga delirium introksikasi alcohol kesulitan untuk tidur dalam

waktu yang lama.

2) Demensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi

halusinasio dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien

tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut. Sehingga dengan

kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan.

3) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.

Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri yang

melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang


17

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal

conforting, klien menggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata

sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah,

ia merupak tempat untuk memenuhi keburuhan akan interaksi sosial,

control diri dan harga diri yang tidak didapatkan di dunia nyata. Isi

halusinasi dijadikan system control individu tersebut, sehingga jika

perintah halusinasi berupa ancaman

5) Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kemampuan

hidup rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah jarang

berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama srikendinya

terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun siang. Sanat

terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya sering

memaki takdir tetapi lemah dalam upaya membenci rejeki,

menyalakan lingkungan orang yang menyebabkan takdirnya

memburuk.

4. Manefestasi Klinis
18

Menurut Marsela & Dirdjo, (2016) perilaku klien yang terkaitan

dengan Halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Bicara, senyum sendiri dan tertawa.

b. Mengatakan mendengar suara

c. Merusak diri sendiri /orang lain /lingkungan.

d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata

e. Tidak dapat memutuskan konstrasi/ perhatian

f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal

g. Sikap curiga dan bermusuhan

h. Menarik diri, menghindar orang lain.

i. Sulit membuat keputusan

j. Ketakutan.

k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.

l. Menyalahkan diri sendiri /atau orang lain.

m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mand, berpakaian.

n. Muka merah kadang pucat

o. Eksperesi wajah tegang

p. Tekanan darah meningkat

q. Nadi cepat

r. Banyak berkeringat
19

5. Klasifikasi Halusinasi

Klasifiksai halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015) :

1) Halusinasi pendengaran

Data objektif antara lain : bicara ataun tertawa sendiri, marah tanpa

sebab, mengarah telingah kearah tertentu, klien menutup telinga. Data

objektif antara lain:mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,

mendengarkan suara bercakap-cakap, mendengarkan suara-suara yang

menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

2) Halusinasi penglihatan

Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada

sesuatu tidak jelas. Data subjektif antara lain : melihat bayangan, sinar,

bentukkartun,melihat hantu atau monster.

3) Halusinasi penciuman

Data objektif antara lain : mencium seperti bau-bauan tertentu dan

menutup hidung. Data subjektif antara lain: mencium bau-bau seperti

bau darah, feses, dan kadang-kadang bau itu menyengat

4) Halusinasi pengecapan

Data objektif antara lain: sering meludah,muntah. Data subjektif antara

lain : merasakan seperti darah, feses, muntah .


20

6. Fase Halusinasi

Menurut Direja ( 2011) halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu

sebagai berikut :

a. Fase Pertama

Disebut juga Fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini

masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami

stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang

memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan

memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong

sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respon verbal

yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri

b. Fase Kedua

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi

menjadi menjijikan, termasuk dlam psikotik ringan. Karakteristik :

pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Kecemasan meningkat

melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan

yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat

mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf

otonam seperti peningkatan denyut dan tekanan darah. Klien asyik dan

halusinasi dan tidak bisa membedakan realitas.


21

c. Fase Ketiga

Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori

menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik :

bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, mengauasai dan

mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap

halusinasi. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang

perhatian hanya bberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien

berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.

d. Fase Keempat

Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan

halusinasinya termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasi

berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien

menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan

secara nyata dengan orang lain dilingkungan. Perilaku klien : terror akibat

panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau

katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak

mampu berespon lebih satu orang.

7. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Sari, (2019) proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi

beberapa tahap yaitu :

a. Stage I : sleep disorder

Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,

takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
22

terasa sulit karena berbagi stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,

terlibat narkoba, dikhinati kekasih, masalah dikampus, PHK ditempat

kerja, penyakit, utang, nilai dikampus droup out dan sebagaimananya.

Masalah kerja, penyakit, utang, nilai dikampus drop out dan sebagainya.

Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system

kurang dan persepsi masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus

menerus sehingga terbiasa mengkhayal. Klien menganggap lamuan-

lamuan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

b. Stage II : comforting Moderate level of anxiety

Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan

cemas, kespian, perasaan berdosa, ketakutan dalam mencoba memusatkan

pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran

dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecwmasannya diatur, dalam tahap ini

ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.

c. Stage III : condemming severe level of axiety

Pengalaman sensori menjadi sering datang dan mengalami biasa.

Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya

menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai

menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

d. Stage IV : controlling severe level of anxiety

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang

datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari

sinilah dimulai fase gangguan psikotik.


23

e. Stage V : conquering panic level of anxiety

Pengalaman sensorinya erganggu klien mengalami gangguan

dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya terganggu, klien

mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien

tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari

halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau

seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi

gangguan psikotik berat.

B. KONSEP TERAPI MUSIK KLASIK

1. Pengertian Terapi Musik Klasik

Terapi musik klasik adalah member releksasi pada tubuh maupun

pikira pasien, sehingga dapat mempengaruhi pengebangan diri,serta

mengobati masalah atau gangguan psikososial pada pasien

(purnama,2016).Safitri et al., 2021 mengatakan terapi musik mampu

menurunkan tingkat halusinasi pendengaran karena terapi musik

merupakan bentuk untuk merelesasikan tubuh yang dapat memberikan rasa

tenang,mengendalikan emosi, dan menyebuhkan gangguan psikologi yang

bertujuan untuk merelasasikan tubuh dan pikiran pasien, daapat

berpengaruh pada perkembangan diri,serta menyembukan gangguan

psikologi yang mampu mengendalikan halusinasi.

2. Tujuan Terapi Musik Klasik

Terapi musik berjuan untuk memberikan releksasi pada pikiran dan

tubuh penderita, terapi ini dapat di pelajari dan diaplikasikan oleh penderita
24

halusunasi pendengaran tanda dan gejala halusinasi serta menimbulkan

efek nyaman bagi penderita ( purnama 2016 di ambil dari Yanti, dian

Anggri, et al 2020 ). Hasil peneliti Wijayanto & Agustina (2017)

menyatakan bahwa terapi musik klasik bisa menurunkan tanda- tanda dan

gejala halusinasi serta menurunkan tanda- tanda dan tingkat halusinasi

pendengaran yang di lakukan pada 30 responden, setelah di berikan terapi

music menghasilkan nilai pre test 0,484 untuk post test menghasilkan nilai

0,204 nilai signifikan dengan uji paired sampel T-Test di hasilkan

menunjukan p velue sebesar ≤0, 05 artinya terdapat pengaruh pemberian

terapi musik

3. Jenis Terapi Musik Klasik

Jenis terapi musik antara lain musik instrumental dan musik klasik.

Musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental

menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang

menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa

gembira dan sedih menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan

melepaskan rasa sakit dan menurunkan stress(Aditia, 2012).

C. KONSEP DASAR KEPERAWATAN HALUSINASI

1. Pengkajian
25

Pengkajian adalah tahap awal dalam proses keperawatan yang meliputi

pengumpulan data, analisa data, dan perumusan masalah. Data yang

dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis,

psikologis, sosiologis, dan spiritual (Handayani , Wahyudi , Damayanti,

2020).

Menurut Hamid (2002) dalam (Damaiyanti & Iskandar, 2012) tanda

dan gejala gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dikelompok

sebagai berikut: bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri,

menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal

yang lambat, menarikkan dari orang lain, tidak dapat membedakan yang

nyata dan tidak nyata. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan

umumnya, dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknik

pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian.Pengelompokkan data

pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian

terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki

(Afnuhazi, 2015) :

1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian,

tanggal dirawat, nomor rekam medis.

2) Alasan masuk Alasan klien datang ke Rumah Sakit Jiwa, biasanya klien

sering berbicara sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan

tanpa tujuan, membanting peralatan dirumah, menarik diri.

3) Faktor predisposisi
26

a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang

berhasil dalam pengobatan

b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam

keluarga

c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter Pernah mengalami

trauma masa lalu yang sangat menganggu

4) Faktor Presipitasi Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi

ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina

stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan

kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam

keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta

konflik antar masyarakat.

5) Fisik Tidak mengalami keluhan fisik.

6) Psikososial

a) Genogram Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga

yang mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu

begitupun dengan pengambilan keputusan dan pola asuhan

b) Konsep diri Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan

tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai,

identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai identitasnya, peran

diri klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran klien
27

terganggu, ideal diri tidak menilai diri, harga diri klien memilki harga

diri yang rendah sehubungan dengan sakitnya.

c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.

d) Spiritual Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa

dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah

klien biasanya menjalankan ibadah drumah sebelumnya, saat sakit

ibadah terganggu atau sangat berlebihan.

7) Mental

a) Penampilan Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi

atau cocok dan berubah dari biasanya

b) Pembicaraan Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti

kehilangan, tidak logis, berbelit-belit.

c) Aktifitas motorik Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan

beberapa gerakan yang abnormal.

d) Alam perasaan Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari

faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.

e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

f) Interaksi selama wawancara Selama berinteraksi dapat dideteksi

sikap klien yang tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait

dengan pembicaraan.

g) Persepsi Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait

tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri,


28

menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat

membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan

perhatian, curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang,

dan mudah tersinggung.

h) Proses pikir Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan

menyusun pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan,

berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering membuat lingkungan takut

dan merasa aneh terhadap klien.

i) Isi pikir Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual

dan latar belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses

stimulus internal dan eksternal melalui proses informasi dapat

menimbulkan waham.

j) Tingkat kesadaran Biasanya klien akan mengalami disorientasi

terhadap orang, tempat dan waktu.

k) Memori Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka

pendek, mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan

yang telah disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali

menanyakan waktu, menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan

dengan baik, permisi untuk satu hal.

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan mengorganisir dan

konsentrasi terhadap realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas,

sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah


29

mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam memberikan

perhatian.

m) Kemampuan penilaian Klien mengalami ketidakmampuan dalam

mengambil keputusan, menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan

juga tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah disepakati.

Sering tidak merasa yang dipikirkan dan diucapkan adalah salah.

n) Daya tilik diri Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil

keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap

lingkungan dan stimulus, membuat rencana termasuk memutuskan,

melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama

seklai tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan sangat

sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi dan insiatif klien

8) Kebutuhan persiapan klien pulang

a) Makan Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung

tidak memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena

tidak memiliki minat dan kepedulian.

b) BAB atau BAK Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK

serta kemampuan klien untuk membersihkan diri.

c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi

sama sekali.

d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.


30

e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya

istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.

f) Pemeliharaan kesehatan Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya,

peran keluarga dan sistem pendukung sangat menentukan.

g) Aktifitas dalam rumah Klien tidak mampu melakukan aktivitas di

dalam rumah seperti menyapu.

9) Aspek medis

a) Diagnosa medis : Skizofrenia

b) Terapi yang diberikan Obat yang diberikan pada klien dengan

halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti

haloperido(HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ),

dan anti parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine.

2. Pohon Masalah

Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang

berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem),

dan akibat (effect). Menurut Damaiyanti (2014), pohon masalah pada

pasien halusinasi adalah sebagai berikut


31

Harga diri rendah


Effect

Gangguan persepsi sensori :


halusinasi pendengaran
core core problem
hHdhHhhhhpromblhhh
hhhhhhhehm

Isolasi Sosial : Menarik diri cause

Gambar 2.2 pohon masalah halusinasi

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual

atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah

halusinasi pendenganran . Effect Gangguan persepsi sensori : halusinasi

Core Problem Isolasi Sosial Causa kesehatan/proses kehidupan. Rumusan

diagnosis yaitu Permasalahan (P) berhubungan dengan Etiologi (E) dan

keduanya ada hubungan sebab akibat secara ilmiah (Carpenito dalam

Yusuf dkk. 2015).

Rumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon masalah yang

sudah dibuat. Menurut Dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien

dengan halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

a) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan Halusinasi

pendengaran
32

b) Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri

c) Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan peran sosial

4. Intervensi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya

berfokus pada masalah halusinasi sebagai diagnose penyerta lain. Hal ini

dikarenakan tindakan yang dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan

akhir yang akan dicapai. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

diagnose gangguan persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan

keperawatan berupa terapi generalis individu yaitu (Kanine, E., 2012) :

1. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,

2. Patuh minum obat secara teratur.

3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,

4. Menyusun jadwal kegiatan dan dengan aktifitas

5. Terapi kelompok terkait terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi

halusinasi.

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, dkk. 2014) adalah

a) Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien

b) Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,

proses terjadinya halusinasi.


33

c) Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami

halusinasi : menghardik, minum obat, bercakapcakap, melakukan

aktivitas.

d) Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah

terjadinya halusinasi.

e) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan

f) Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk

follow up anggota keluarga dengan halusinasi.


34

Diagnosa I : Gangguan presepsi sensori Berhubungan dengan halusinasi

pendengaran

Tabel 2.2 Intervensi/ NCP

No Diagnosa Intervensi untuk Klien

Keperawatan

1. Gangguan SP1 :

presepsi sensori
1. Bina hubungan saling percaya dengan
berhubungan
mengukapkan prinsip komunikasi traupetik :
dengan halusinasi
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun
pendengaran
nonverbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama

panggilan yang di sukai klien

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati

f. Tujukan sikap empati dan merima klien apa

adanya

g. Beri perhatian pada klien dan perhatian

kebutuhan dasar klien

2. Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu , terjadi,

situasi pencetus,perasaan dan respon halusinasi


35

3. Mengotrol halusinasi dengan cara menghardik

a. Rasional punya hubungan saling percaya

merupakan kelancaranHubungan interaksi

selanjutnya

SP2 :

Mengotrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan

orang lain

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih pasien pengandalian halusinasi dengan cara

bercakap- cakap dengan orang lain

3. Menganjur pasien masukkan keadaan kedalam

kegiatan harian

4. Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap

5. Observasi tingkah laku klien terkait dengan

halusinasinya : bicara, dan tertawa tanpa stimulus,

memandang ke kiri dan kekanan

6. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan

halusinasi atau tidak menimbulkan halusinasi waktu

dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang , sore,

dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih).

7. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika


36

terjadi halusinasi ( sedih, senang, takut )

Rasional

a. Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan

saling percaya juga memutuskan halusinasi

b. Mengenali perilaku pada saat halusinasi timbul

memudahkan perawat dalam melakukan intervensi

c. Mengenali halusinasi memungkinkan klien untuk

menghindari faktor pencetus timbulnya halusinasi.

Dengan mengetahui waktu,isi,dan frekuensi

munculnya halusinasi mempermudah Tindakan

keperwatan yang dilakuakan perawat.

d. Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi klien

SP 3:

Mengontrol halusinasi dengan melakuakn kegiatan

aktifitas terapi musik

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan mendengar musik

harian pasien

2. Melatih pasien mengendaliakan halusinasi

debngan cara melakuakan kegitaatan


37

mendengarkan musik

3. Mengajurkan pasien memasukkan dalam jadwal

kegiatan harian

4. Identifikasi Bersama klien cara Tindakan yang

dilakukan ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)

5. Diskusikan manfaat cara yang di lakukan klien,

jika bermanfaat beri pujian diskusikan cara baru

untuk memutuskan atau mengontrol halusinasi

6. Bantu klien memilih cara meliatih cara

memutuskan halusinasi

Rasional

a. Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi

sehingga halusinasi tidak berlanjut

b. Reinforcement positif akan meningkatkan harga

diri klien

c. Memberikan alternatif pilihan bagi klien untuk

mengontrol halusinasi

d. Memotifasi dapat meningkatkan kegiatan klien


38

SP 4:

Mengotrol halusinasi dengan cara minum obat secara

teratur

1. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien

2. MemberikanPendidikan Kesehatan tentang

penggunaan obat secara teratur

3. Mengajurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal

harian

4. Menganjurkan klien untuk memberikan tahu

keluaraga jika mengalami halusinasi

5. Diskusikan dengan keluarga ( pada saat

berkunjung /pada saat kunjungan rumah) : gejala

halusinasi yang di alami, cara yang dapat

dilakukan klien dengan keluarga untuk

memutuskan halusinasi, cara merawat anggota

keluarga untuk memutuskan halusinasi di rumah,

beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan

Bersama, bepergian Bersama.

6. Beri informasi waktu follow up


39

Rasional :

a. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga

mengontrol halusinasi

b. Untuk mengetahui pengetahuan keluarga

dan meningkatkan kemampuan

pengetahuan tentang halusinasi


40

Diagnosa 2 : isolasi sosial berhubungan dengan menarik

No Diagnosa keperawatan Intervensi untuk klien

1. Isolasi sosial berhubungan SP 1:

dengan menarik diri


Membina hubungan saling percaya

1. Sapa klien dengan ramah baik

verbal maupun nonverbal

2. Perkenalkan diri dengan sopan

3. Tanyakan nama panggilan yang

di sukai klien

4. Jelaskan tujuan pertemuan

5. Jujur dan menepati

6. Tunjukan sikap empati dan

memeriksa klien apa adanya

7. Berikan perhatian pada klien

dan perhatian dasar klien

Rasional :

bina hubungan saling percaya

merupakan dasar untuk kelancaran

hubungan interaksi selanjutnya


41

SP 2:

Klien dapat menyebutkan penyebab

penarikan diri

1. Kaji pengetahuan klien tentang

prilaku diri dan tanda-tandanya

2. Beri kesempatan kepada klien

untuk mengukapkan perasaan

penyebab menarik diri atau

tidak mau bergaul

3. Diskusikan Bersama klien

tentang perilaku menarik diri

tanda-tandanya serta penyebab

yang muncul

4. Berikan pujian terhadap

kemampuan klien

menggunakan

Perasaannya.

Rasioanal :
42

di ketahuinya penyebab akan dapat

dihubungkan dengan faktor respitasi

yang dialami

SP 3:

Klien dapat menyebutkan keuntungan

dengan berhubungan dengan orang lain

dan kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.

1. Kaji pengetahuan klien tentang

manfaat kerugian dan

keuntungan

2. Diskusikan Bersama klien

tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain

3. Beri reinforcement positif

tentang kemauan pengukapan

perasaan tentang hubungan

orang lain

4. Kaji pengetahuan klien tentang

manfaatkan dan kerugian tidak


43

berhubungan dengan orang lain

Rasional :

harus coba berinteraksi secara bertahap

agar terbiasa membina hubungan saling

percaya dengan orang lain.

SP 4:

Klien dapatkan melaksanakan

hubungan sosial bertahap

a. Kaji kemampuan klien mebina

hubungan dengan orang lain

b. Dorong dan bantu klien untuk

berhubungan dengan orang lain

antaranya : K-P,K-P-K,K-P

c. Beri inforcement terhadap

keberhasilan yang telah di capai

diskusikan jadwal harian yang

dapat dilakukan Bersama klien

dalam mengisi waktu luang.

d. Motivasi klien untuk mengikuti


44

kegiatan ruangan

Rasional : mengevaluasi manfaat yang

di rasakan sehingga timbul motivasi

untuk beriinteraksi

Diagnosa 3 : harga diri rendah berhubungan dengan perubahan

No Diaknosa keperwatan Intervensi untuk klien

1. Harga diri rendah berhubungan SP 1:

dengan perubahan peran sosial


1. Membina hubungan saling

percaya

a. Sapa pasien dengan ramah,

baik verbal maupun

nonverbal

b. Perkenalkan diri dengan

sopan

c. Tanyakan nama lengkap


45

pasien dan nama panggilan

yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

jujur, dan menepati janji

e. Tunjukan sikap empati dan

menerima pasien apa

adanya

f. Beri perhatian pada pasien

2. Beri kesempatan untuk

mengukapkan perasaan tentang

penyakit yang dideritanya

3. Sediakan waktu untuk

mendengarkan pasien

4. Katakan pada pasien bahwa ia

adalah seorang yang berharga

bertanggung jawab serta

mampu mendorongkan dirinya

sendiri

SP 2:

Kliendapat menidentifikasi

kemampuan dan aspek positif yang


46

dimiliki

1. Diskusikan kemampuan dan

aspek positif yang dimiliki

pasien dan beri pujian atas

kemampuan mengukapkan

perasaannaya.

2. Saat bertemu pasien, hindarkan

memberikan penilaian

negative.utamakan memberi

pujian yang realitis

SP 3 :

Pasien dapat menilai kempuan yang

digunakan

1. Diskusikan kemampuan pasien

yang masih dapat di gunakan

selama sakit.

2. Diskusikan juga kemampuan

yang dapat penggunaan di

rumah sakit dan di rumah nanti.

SP 4:

Pasien dapat menetapkan dan


47

merencanakan kegiatan sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki

1. Rencana Bersama pasien

aktivitas yang dapat di lakukan

setiap hari sesuai kemampuan :

kegiatan mandiri, kegiatan

dengan bantuan total.

2. Tingkatkan kegiatan sesuai

dengan toleransi pasien

3. Beri contoh pelaksanaan

kegiatan yang boleh pasien

lakukan ( sering klien takut

melaksanakanya).

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat

mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan guna membantu pasien

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk,


48

2015). Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan, perawat perlu

memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan

kondisi pasien saat ini atau tidak (Yusuf, dkk, 2015). Dalam asuhan

keperawatan jiwa, untuk mempermudah melakukan tindakan keperawatan,

perawat perlu membuat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang

meliputi SP pasien (Trimeilia, 2011). Sp dibuat dengan menggunakan

komunkasi terapeutik yang terdri dari fase orientasi, fase kerja, dan

terminasi (Yusuf, dkk, 2015). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi

yang direncanakan secara sadar dan memiliki tujuan serta kegiatannya

dipusatkan untuk membantu kesembuhan pasien (Farida dan Yudi, 2010).

Komunikasi terapeutik memiliki 3 fase, dimana fase pertama adalah fase

orientasi, yang menggambarkann situasi pelaksanaan yang akan dilakukan,

kontrak waktu dan tujuan pertemuan yang diharapkan. Fase kedua yaitu

fase kerja berisi tentang beberapa pertanyaan yang akan diajukan 22 untuk

pengkajian lebih laanjut, pengkajian tambahan, penemuan masalah

bersama dan/atau penyelesaian tindakan. Fase terminasi merupakan saat

untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan, menilai keberhasilan

atau kegagalan dan merencanakan untuk kontrak waktu pertemuan

selajutnya (Yusuf, dkk, 2015).

6. Evalusi Keperawatan
49

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana kegiatan

ini dilakukan terus menerus untuk menentukan apakah rencana efektif dan

bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan (Manurung, 2011). Evaluasi

meliputi respon perilaku dan emosi lebih terkendali yang sudah tidak

mengamuk lagi, bicara dan tertawa sendiri, sikap curiga, perasaan cemas

dan berat, serta pasien mempercayai perawatnya, pasien menyadari bahwa

yang dialaminya tidak ada objeknya, pasien dapat mengontrol halusinasi.

Sehingga, persepsi pasien mulai membaik, pasien dapat menjelaskan hal

yang nyata dan tidak nyata. Pada keluarga mampu menjelaskan masalah

halusinasi yang nyata dan tidak nyata. Pada keluarga mampu menjelaskan

masalah halusinasi yang dialami oleh pasien, mampu menjelaskan cara

merawat pasien, mampu memperagakan cara bersikap terhadap pasien

(Yusuf, dkk, 2015).

D. HUBUNGAN TERAPI MUSIK KLASIK DAN HALUSINASI

PENDENGARAN

Hasil literature review pada 3 artikel didapatkan ada pengaruh

pemberian terapi music klasik pada pasien halusinasi. pada ketiga artikel

tersebut

menunjukan nilai p value <0,005 yang dapat diartikan bahwa dengan

memberikan terapi musik klasik pada pasien halusinasi pendengaran akan

memberikan pengaruh terhadap tingkat hausinasi pada pasien halusinasi


50

pendengaran. Hal ini dikarenakan musik klasik mampu memberikan

konsentrasi, ingatan, dan persepsi spesial. Pada gelombang otak, gelombang

alfa mencirikan perasaan ketenangan dan kesadaran yang gelombangnnya

mulai 8 sampai 13 herts. Semakin lambat gelombang, semakin santai semakin

terasa damai, dan jika seseorang dalam kondisi melamun atau merasa dirinya

berada dalam suasana hati yang emosional atau tidak berfokus, musik klasik

dapat membantu memperkuat kesadaran dan meningkatkan organisasi mental

seseorang jika mendengarkannya .

Musik juga dapat meningkatkan imunitas tubuh, suasana yang

ditimbulkan oleh musik akan mempengaruhi sistem kerja hormon manusia.

Mendengarkan musik yang dipilih sendiri setelah terpapar stressor dapat

menyebabkan terjadinya pengurangan kecemasan, kemarahan, dan membuat

sistem saraf simpatis bergairah, dapat meningkatkan relaksasi dibandingkan

dengan yang duduk diam saja (Stuart, 2016). Terapi musik juga merupakan

suatu proses yang menggabungkan antara aspek penyembuhan dengan kondisi

dansituasi, fisik/tubuh, emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial

seseorang.

E. KERANGKA KONSEP

Asuhan keperawatan pada


Tn /Ny x dalam upaya
mengontrol halusinasi
pendengaran dengan terapi
musik klasik

51

Pasien Tn/Ny x
dengan Halusinasi
halusinasi pendengara
n terkontrol

KETERANGAN

: Variabel independent : variabel Bebas

: Variabel dependent ( variabel terikat )

: Hasil yang diharapkan

Gambar 2.3 kerangka konsep

BAB III

METODE PENELITIAN
52

A. JENIS STUDI KASUS

Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian studi

kasus deskriptif dengan memberi asuhan keperawatan pada Asuhan

Keperawatan Pada Tn/ Ny Upaya Mengontrol halusinasi pendengaran dengan

terapi musik Klasik Menurut Sugiyono (2017).menyatakan bahwa metode

deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau

menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat

kesimpulan yanglebih luas.

B. LOKASI DAN WAKTU

1. Lokasi Penelitian : RSKD Provinsi Maluku

2. Waktu Penelitian : Mei – juni

C. SUBJEK STUDI KASUS

Subjek penelitian ini adalah Tn/Ny X yang di rawat di RSKD Provinsi

Maluku yang mengalami Halusinasi dalam mengatasi halusinasi pendengaran

persepsi sensorik.

1. Kriterial Inklusi

a) Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran


53

b) Tn/Ny X bersedia ajak kerjasama dalam penelitian

c) Pasien berada di RSKD Provinsi Maluku

2. Kriteria Eksklusi

a) Pasien yang tidak mau di ajak kerja sama

D. DEFENISI OPERASIONAL

1. Asuhan keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya

meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada

fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu,

keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas.Adalah metode yang di

gunakan dalam merawat klien dengan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi :

a) Pengkajian

b) diagnosa

c) keperawatan

d) perencanaan

e) pelaksanaan dan evaluasi

2. Klien adalah seseorang yang mengalami gangguan fisik dan mental atau yang

menderita suatu penyakit.

3. Halusinasi pendengaraan adalah gangguan jiwa dimana klien mengalami

gangguan persepsi sensori, munculnya sensasi palsu berupa suara.


54

4. Gangguan persepsi sensori merupakan perubahan persepsi terhadap ransangan

yang bersumber dari internal (pikiran, perasaan) maupun stimulus eksternal

yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi.

5. Terapi musik klasik merupakan suatu pengobatan penyakit dengan metode

releksasi.

E. FOKUS STUDI KASUS

1. Pengumpulan Data

Mengatasi Halusinasi Pendengaran persepsi sensorik pada Tn/Ny X

dengan penerapan Teknik musik klasik Dalam penulisan ini teknik

pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

a) Wawancara/Anamnessa: peneliti akan melakukan tanya jawab secara

langsung epada pasien guna mendapatkan data yang akurat.

b) Observasi yaitu penulis mengadakan pengamatan langsung pada pasien

untuk mengetahui keadaan pasien.

c) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi,palpasi,perkusi,dan auskultasi.

d) Studi Dokumenter yaitu peneliti menggunakan catatan atau status

kesehatan pasien untuk kelengkapan data yang diingkinkan

3. Instrumen Penulis
55

a) Format pengkajian jiwa untuk mendapatkan data dari pasien dan

keluarga/perawat

b) Inform consent, sebagai bukti persetujuan dari responden.

c) SOP terapi musik klasik

d) Lembar observasi Momgontrol halusinasi pendengaran.

F. ETIKA PENELITIAN

Masalah etik yang harus diperhatikan antara lain:

a) Informand consent

Informed consentatau lembar persetujuan yaitu lembar yang

menjelaskan proses penelitian yang digunakan.

Respondendiharapkan mampu memahami dan bersifat sukarela

untuk menjadi responden sehingga tidak ada unsur paksaan.

Setelah bersedia menjadi responden, informand consent

ditandatangani oleh peneliti. Tujuannya supaya responden

mengerti maksud dan prosedur saat terapidilakukan.

b) Anonimity

Anonimity (tanpa nama) dimana peneliti menajaga kerahasiaan

responden dengan tidak mencantumkan nama pada kuisoner

namun hanya menuliskan nomor dan inisial pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang didapat.


56

c) Confidentiality

Confidentialitymerupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian

baik informasi atau masalah-masalah lainnya.Semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya pada kelompok tertentu yang dilaporkan untuk hasil

penelitian.

d) Justice

Justice adalah bersifat adil terhadap semua responden dengan

tidak memandang sosial ekonomi serta tidak berlaku

diskriminasi kepada responden yang diketahui ternyata tidak

bersedia menjadi responden.


57

Anda mungkin juga menyukai