Anda di halaman 1dari 10

2.

1 Pengertian Pemanasan Global (Global Warming)


Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan
ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan di bumi. Selama kurang lebih seratus tahun terakhir, suhu rata-rata di permukaan
bumi telah meningkat 0.74 - 0.18 °C. Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang
terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida,
metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di
atmosfer. Emisi ini terutama dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil (minyak
bumi dan batu bara) serta akibat penggundulan dan pembakaran hutan.
Pemanasan global diperkirakan telah menyebabkan perubahan-perubahan sistem
terhadap ekosistem di bumi, antara lain; perubahan iklim yang ekstrim, mencairnya es
sehingga permukaan air laut naik, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Adanya
perubahan sistem dalam ekosistem ini telah memberi dampak pada kehidupan di bumi
seperti terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis
hewan.

2.2 Penyebab Pemanasan Global (Global Warming)


Adapun penyebab terjadinya pemanasan global (global warming) adalah antara lain :

1. Gas-gas rumah kaca di dalam atmosfer


Sejak revolusi industri abad ke 18 atmosfer dimanfaatkan sebagai kawasan buangan
asap untuk kegiatan industri, transporatasi dan kegiatan manusia lainnya. Gas rumah kaca
menciptakan efek rumah kaca alami, dimana tanpa itu temperatur bumi akan menjadi kira-
kira 300C (540F) lebih rendah, sehingga bumi tidak dapat ditempati. Di bumi, gas-gas
alami rumah kaca adalah uap air yang menyebabkan kira-kira 36-70% efek rumah kaca;
karbondioksida (CO2) menyebabkan 9-26%; metana (CH4) menyebabkan 4-9%; dan
ozone menyebabkan 3- 7% terjadinya efek rumah kaca (Hood, 2007).
Menurut (Gealson,2007) dalam jurnal (Lim et al., 2007) proses terjadinya efek rumah
kaca dapat dijelaskan melalui gambar berikut.
Gambar 2.1 Efek Rumah Kaca

Dalam rumah kaca (greenhouse) yang digunakan dalam budidaya terutama di negara
yang mengalami musim salju, atau percobaan tanaman dalam bidang biologi dan
pertanian, energi matahari (panas) yang masuk melalui atap kaca sebagian dipantulkan
keluar atmosfer dan sebagian lainnya terperangkap di dalam greenhouse sehingga
menaikkan suhu di dalamnya.

Contoh lain yang dapat mengilustrasikan kejadian efek rumah kaca adalah, ketika
kita berada dalam mobil dengan kaca tertutup yang sedang parkir di bawah terik matahari.
Panas yang masuk melalui kaca mobil, sebagian dipantulkan kembali ke luar melalui kaca
tetapi sebagian lainnya terperangkap di dalam ruang mobil. Akibatnya suhu di dalam
ruang lebih tinggi (panas) daripada di luarnya. Perhatikan gambar berikut;

Gambar 2. Efek Rumah Kaca di Dalam Mobil

Dari uraian pada gambar dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa gas di atmosfir
yang berfungsi sebagai ’perangkap’ energi panas matahari. Tanpa gas-gas ini, panas akan
hilang ke angkasa dan temperatur rata-rata bumi dapat menjadi lebih dingin, karena
fungsinya sebagai penjaga hangatnya bumi. Gas-gas ini disebut sebagai Gas Rumah Kaca
(GRK), diantaranya; karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx) yang
terdiri dari gas nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2),
chloroflourocarbon (CFC) yang terbagi meliputi haloflourocarbon (HFC) dan
perfluorocarbon (PFC). CO2 merupakan GRK yang paling dominan dalam menahan
radiasi bumi sehingga temperatur udara meningkat (Latuconsina, 2010).

2. Umpan balik
Efek dari penguatan iklim dipersulit oleh berbagai macam proses umpan balik,
dimana saat CO2 disuntikkan ke dalam atmosfer menyebabkan pemanasan atmosfer dan
permukaan bumi, sehingga mengakibatkan lebih banyak uap air yang diuapkan ke
atmosfer. Dan uap air itu sendiri bertindak sebagai gas rumah kaca (Hood, 2007). Selain
penguapan, awan diduga menjadi efek balik. Radiasi infra merah akan dipantulkan
kembali ke bumi oleh awan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sementara
awan tersebut akan memantulkan pula sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa,
sehingga meningkatkan efek pendinginan.
Efek balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya oleh
es. Lapisan es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat ketika temperatur global meningkat. Bersamaan dengan mencairnya es
tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Kejadian ini akan menambah
faktor penyebab pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair,
sehingga menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Lim et al., 2007).

3. Variasi Matahari
Pemanasan global dapat pula diakibatkan oleh variasi matahari. Suatu hipotesis
menyatakan bahwa variasi dari Matahari yang diperkuat oleh umpan balik dari awan,
dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini (Marsh and Henrik, 2000). Perbedaan
antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya
aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer, sebaliknya efek rumah kaca akan
mendinginkan stratosfer. Hasil penelitian menyatakan bahwa kontribusi Matahari
mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University
mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45- 50%
peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25- 35%
antara tahun 1980 dan 2000 (Scafetta and West, 2006). Walaupun demikian, mereka
menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh
Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir
ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca (Lim et al., 2007).

2.3 Dampak Pemanasan Global (Global Warming)


Beberapa dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global (global warming), dapat
diinventarisasi, antara lain sebagai berikut :
1. Munculnya gelombang panas di berbagai belahan dunia
Telah menimbulkan korban ribuan umat manusia di seluruh muka bumi. Menurut
data, tahun 2003 Eropa telah dilanda gelombang panas dengan korban jiwa 35 ribu
orang. Di India (Andhra Pradesh) pada tahun yang sama, dengan temperatur 50 derajat
selsius menyebabkan kematian 1.400 orang. Musim panas ini, banyak kota di Amerika
Serikat yang suhunya mencapai 100 derajat Farenhet atau di atas. 200 warga kota di
barat dan timur mengalami hal yang sama, termasuk New Orleans.
2. Adanya Badai atau Angin Topan
Juli tahun 2005 terjadi badai di Karibia, yang pertama datang dari Yucatan,
menimbulkan kerusakan termasuk kilang minyak lepas pantai. Kemudian disusul badai
Katrina yang menghantam Florida yang menyebabkan terbunuhnya banyak orang serta
menyebabkan kerugian bermilyar-milyar dolar. Ada lagi badai lain yang lebih kuat yaitu
Winston Churchill yang akan menghantam Inggris dan mereka harus bersiap
menghadapinya, namun kenyataannya banyak orang tidak percaya dan tidak sabar.
3. Banjir
Beberapa kota di Eropa mengalami bencana banjir, yang sepertinya tidak lazim
terjadi. Dalam satu dekade terakhir, kota-kota besar terkenal di Eropa yang terkenal
sistem drainasinya baik, kini tidak lagi bebas banjir. Sistem drainasi yang telah dirancang
menanggulangi banjir itu, ternyata tak mampu menampung air bah yang menerjangnya.
London, Roma dan Berlin, ketiganya kota tua yang amat baik drainasinya, kini sering
dilanda banjir. Bahkan Toronto Kanada, yang selama ini aman banjir, sering dilanda air
bah. Banjir terus melewati Aisa, Bombay India, hanya dalam kurun 27 jam dan banyak
kota di India yang tidak selamat. Dan juga melewati Cina.
4. Kekeringan
Pemanasan global tidak saja mengakibatkan paradoks itu saja (banjir), namun juga
kekeringan pada saat yang sama. Salah satu alasannya adalah adanya kenyataan bahwa
pemanasan global (global warming) tidak hanya terjadi secara mendunia, melainkan juga
merelokasi presipitasi/curah hujan dan sebagiaan besar di fokuskan di Afrika, Mesir dan
Sahara. Tragedi kekeringan oleh karena tidak adanya curah hujan, yang tidak dapat
dipercaya telah terjadi di Darfur dan Nigeria. Bencana lain yang juga tidak terkirakan
sebelumnya adalah mengeringnya Danau Chad pada tahun 1963, sebagai salah satu
danau terbesar di dunia.

5. Mencairnya Es di Kutub

Dahulu orang berpikir bahwa es yang ada di kutub akan dapat bertahan dari
pemanasan global (global warming) selama 200 tahun. Namun kenyataannya sangat
mengejutkan, karena kehancuran yang terjadi sedemikian cepat, hanya dalam kurun
waktu 35 hari saja. Padahal gunung dan kutub berperan penting dalam menstabilkan
musin dan ekologi bumi. Penyebabnya antara lain adanya penguapan tanah secara
dramatis dalam peningkatan temperatur. Hal ini berdampak pada bagi beruang kutub
yang sangat tergantung pada keberadaan es sebagai tempatnya berpijak.

6. Terjadinya Kenaikan Permukaan Air Laut

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh adanya pencairan es di kutub yang mengakibatkan
menaikkan permukaan air laut. Di Bangladesh, misalnya, kenaikan satu meter
permukaan air laut akan menggenangi wilayah seluas 4 juta ha dan 15- 20 juta manusia
kehilangan mata pencaharian. Sedangkan di India pada kasus yang sama, 600.000 ha
tanah terendam air laut dan 7 juta manusia harus mengungsi. Juga di Indonesia
diperkirakan akan kehilangan 3,4 juta hektar. Selanjutnya di Mesir adalah negeri paling
parah terkena dampak naiknya permukaan air laut, meski air laut naik hanya 1 meter.

7. Perubahan iklim yang tidak menentu

Perubahan iklim di negeri kita telah dirasakan dalam beberapa tahun terakhir ini.
Musim kemarau dengan panas sangat menyengat, hujan terlambat datang dan jika tiba,
curahnya sangat tinggi sehingga menimbulkan banjir. Kondisi ini jelas sangat tidak
menguntungkan bagi seorang petani. Seharusnya sudah harus musim tanam, ternyata
belum dapat dilaksanakan oleh karena musim panas/kemarau terlalu panjang. Atau
seharusnya sudah tidak turun hujan, tetapi ternyata di sana-sini masih ada hujan sehingga
para petani gagal panen karena padi yang siap panen terendam air.

8. Peningkatan suhu panas global mencapai 3 - 4 derajat celcius

Ini dapat dirasakan sebagai akibat dari efek rumah kaca, tidak menentunya
perubahan iklim serta rusaknya hutan tropis di Indonesia. Menurut data Bank Dunia, di
Indonesia setiap tahun sekitar 600 ribu sampai 3,5 juta hektar hutan tropis musnah (Suara
Merdeka, 23-4-07). Pembukaan hutan tropis yang dijadkan tempat pemukiman dan lahan
pertanian hingga mencapai 60%, lalu 4,5 juta hektar hutan ditebang dan dibakar hanya
untuk membuat ladang-ladang sementara, sehingga hutan menjadi gundul memberikan
sumbangan sebesar 25% dari total kenaikan emisi CO2. Padahal hutan tropis berfungsi
sebagai paru-paru dunia yang dapat mensirkulasi dan mentransformasi karbon dioksida
menjadi oksigen. Dapat kita bayangkan kalau hutan tropis hancur, seluruh dunia akan
terkena dampaknya.

9. Peningkatan pencemaran udara/polusi

Terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan, Sumatera; peningkatan pemakaian


motor/mobil di kota besar (emisi kendaraan); penggunaan energi yang berlebihan, dan
pencemaran limbah produksi industri menyebabkan terjadinya peningkatan pencemaran
udara/polusi. Selanjutnya dikatakan oleh Todaro (2005) bahwa sumber-sumber utama
pencemaran udara, merupakan sisi terburuk modernisasi yang mengancam kesehatan
manusia adalah penggunaan energi secara berlebihan, emisi kendaraan dan pencemaran
limbah produksi industri. Industrialisasi selalu meninggalkan buangan limbah, baik
dalam bentuk emisi langsung maupun melalui pengubahan pola konsumsi dan
perlonjakan permintaan terhadap barang-barang manufaktur (Hood, 2007).

10. Dampak Bagi Komunitas Terumbu Karang

Pemanasan global telah menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati laut. Salah


satunya terjadi pada komunitas terumbu karang dari jenis hermatifik (hermatypic coral),
yaitu hewan karang pembentuk bangunan/kerangka karang dari tumpukan kapur
(CaCO3) sebagai hasil fotosintesis jutaan alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis
dalam jaringan tubuh hewan karang tersebut. Terumbu karang merupakan komunitas
biologis di perairan laut dangkal yang umumnya berkembang secara optimal pada
temperatur perairan 25-29°C dan sangat rentan terhadap perubahan temperatur perairan
yang merupakan salah satu faktor pengontrol pertumbuhan dan perkembangan karang.

11. Dampak Bagi Fitoplankton dan Biota Laut Lainnya

Dalam proses fotosintesis di lautan, fitoplankton dapat mengikat secara langsung


CO2 dari atmosfer sebagai bahan dasar untuk kelangsungan proses fotosintesis yang
menghasilkan O2 terlarut untuk kebutuhan biota laut lainnya dalam proses respirasi. Jika
fitoplankon mengalami kematian masal maka akan menurunkan penyerapan CO2,
menyebabkan kandungan CO2 di atmosfer dan di kolom perairan akan meningkat drastis
2-3 kali lipat sekitar 1 abad kedepan. Berdasarkan pemantauan biota laut oleh Eliot dan
Simmonds pada tahun 2007 dalam Indrawan et al (2007), telah dianalisis dan
diperkirakan sejumlah dampak langsung akibat perubahan temperatur bumi yaitu
terjadinya perubahan pola distribusi dari beberapa jenis mamalia laut yang berpindah
menuju habitat optimalnya yang tersisa dan dapat mempengaruhi kerentanan peyebaran
virus dan introduksi kuman penyakit. Sementara dampak tidak langsung adalah
perubahan ketersediaan dan kelimpahan sumber pakan. Dengan demikian, dikhawatirkan
akan terjadi penurunan tingkat keanekaragaman biota laut di dunia secara besar-besaran
karena mengalami kerentanan dan ancaman kepunahan. Dimana pemanasan global telah
menyebabkan beberapa parameter fisika dan kimia lingkungan sebagai faktor pembatas
akan mengalami perubahan drastis yang tidak ideal lagi bagi sebagian besar biota laut
untuk dapat berkembang dan bertahan hidup (Latuconsina, 2010).

2.4 Meminimalisasi Dampak Pemanasan Global (Global Warming)


Berikut ini beberapa cara untuk meminimalisasi dampak pemanasan global, antara
lain sebagai berikut:
1. Konservasi lingkungan, dengan melakukan penanaman pohon dan penghijauan di
lahan-lahan kritis. Tumbuhan hijau memiliki peran dalam proses fotosintesis, dalam
proses ini tumbuhan memerlukan karbondioksida dan menghasilkan oksigen.
Akumulasi gas-gas karbon di atmosfer dapat dikurangi.
2. Menggunakan energi yang bersumber dari energi alternatif guna mengurangi
penggunaan energi bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Emisi gas
karbon yang terakumulasi ke atmosfer banyak dihasilkan oleh pembakaran bahan
bakar fosil. Karena itu diupayakan sumber energi lain yang aman dari emisi gas-gas
ini, misalnya; menggunakan energi matahari, air, angin, dan bioenergy.
3. Daur ulang dan efisiensi energi. Penggunaan minyak tanah untuk menyalakan
kompor di rumah, menghasilkan asap dan jelaga yang mengandung karbon. Karena
itu sebaiknya diganti dengan gas. Biogas menjadi hal yang baik dan perlu
dikembangkan, misalnya dari sampah organik.
4. Upaya pendidikan kepada masyarakat luas dengan memberikan pemahaman dan
penerapan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Dimensi manusia
b) Penegakan hukum dan keteladanan
c) Keterpaduan
d) Mengubah pola pikir dan sikap
e) Etika lingkungan (Lim et al., 2007).

 Penanggulangan Di Sektor Pengguna Energi


Indonesia mempunyai berbagai sumber energi yang dapat digunakan untuk
mendukung pembangunan. Sumber energi tersebut dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu: sumber energi fosil dan sumber energi terbarukan. Sumber energi fosil
terdiri atas minyak bumi, gas alam, dan batubara yang dalam penggunaanya
menghasilkan emisi CO2. Sedangkan energi terbarukan seperti: energi air, panas
bumi, energi angin dan energi surya. Saat ini hanya energi air dan panas bumi yang
sudah dikembangkan secara komersial. Penggunaan sumber energi terbarukan
merupakan opsi untuk mengurangi emisi CO2. Cadangan energi terbarukan
dinyatakan dalam GW yang merupakan kapasitas terpasang yang mampu untuk
dikembangkan. Cadangan energi air sebesar 75,62 GW dan panas bumi sebesar
16,10 GW. Cadangan energi terbarukan ini masih belum dimanfaatkan secara
optimal dan sampai tahun 2005 pemanfaatan energi air hanya sebesar 3% dan panas
bumi sebesar 2% dari potensi yang ada.

 Inventori dan Mitigasi


Dalam rangka menanggulangi dampak pemanasan global, perlu adanya
inventori dan mitigasi. Inventori dilakukan untuk mengetahui sumber emisi gas
rumah kaca serta besar emisi yang dihasilkan. Mitigasi dilakukan untuk memperoleh
level emisi tertentu dengan mengganti teknologi yang sudah ada dengan teknologi
yang baru. Teknologi untuk mitigasi gas rumah kaca dapat dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu: untuk sisi penawaran dan untuk sisi permintaan. Untuk sisi
penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan sistem konversi yang lebih efisien,
mengubah bahan bakar dari energi yang mempunyai emisi tinggi menjadi energi
yang mempunyai emisi rendah, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan.
Untuk sisi permintaan dapat menggunakan demand side management, dan
menggunakan peralatan yang lebih efisien. Energi terbarukan seperti pembangkit
listrik tenaga air dan panas bumi mempunyai kelebihan sebagai pilihan untuk
mitigasi gas rumah kaca (Sugiyono, 2006).

Anda mungkin juga menyukai