Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK

AGENDA 3

KELOMPOK IV.A

NDH NAMA
23 Hajri Karnaeni, A.Md.Kep
10 Julia Ramli, A.Md.Kep
09 Ariyati Yunus, AMK
12 Bau Insana Gassing, AMK
13 Dita Koreana Rutepar, A.Md.Kep

06 APRIL 2023

PELATIHAN DASAR CPNS ANGKATAN VIII


PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
Penerapan Electronic Medical Record (EMR) di Seluruh Unit Pelayanan
Kesehatan Dalam Mendukung Smart Governance

A. LATAR BELAKANG
Electronic Medical Record sudah banyak digunakan di berbagai unit pelayanan
kesehatan di dunia maupun di Indonesia sebagai pengganti atau pelengkap rekam medik
kesehatan berbentuk kertas. Di Indonesia dikenal dengan Rekam Medik Elektronik (RME).
Sejalan dengan perkembangannya, RME menjadi jantung informasi dalam sistem
informasi suatu unit pelayanan kesehatan. Namun demikian para tenaga kesehatan dan
pengelola sarana pelayanan kesehatan masih ragu untuk menggunakannya karena belum ada
peraturan perundangan yang secara khusus mengatur penggunaannya. Sejak dikeluarkannya
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Nomor 11 Tahun 2008 telah
memberikan jawaban atas keraguan yang ada. UU ITE telah memberikan peluang untuk
implementasi RME.
Salah satu penggunaan teknologi informasi (TI) di bidang kesehatan yang menjadi
trend dalam pelayanan kesehatan secara global adalah Rekam Medik Elektronik. Selama ini
rekam medik mengacu pada Pasal 46 dan Pasal 47 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran dan Permenkes No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik, sebagai
pengganti dari Peraturan Menteri Kesehatan No.749a/Menkes/PER/XII/1989.
Undang-undang No.29 Tahun 2004 sebenarnya telah diundangkan saat RME sudah
banyak digunakan di luar negeri, namun belum mengatur mengenai RME. Begitu pula
Peraturan Menteri Kesehatan No.269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medik belum
sepenuhnya mengatur mengenai RME. Hanya pada Bab II pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa
“Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik”. Secara
tersirat pada ayat tersebut memberikan ijin kepada sarana pelayanan kesehatan membuat
rekam medik secara elektronik (RME).
Sehingga sesuai dengan dasar-dasar di atas maka membuat catatan rekam medik
pasien adalah kewajiban setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan pemeriksaan kepada
pasien baik dicatat secara manual maupun secara elektronik.
Dilansir dari cnnindonesia.com, jumlah penggunaan aplikasi telemedis di Indonesia
mengalami peningkatan hingga 6 kali lipat saat pandemi Covid-19 pada awal tahun 2020.
Fakta tersebut diperkuat dengan Survei Konsumen Indonesia yang dilakukan oleh McKinsey
& Company pada tahun 2020, dimana 65-73 persen pengguna telemedis di Indonesia
menyatakan puas dan akan terus menggunakan layanan telemedis.
Layanan telemedis yang menggunakan rekam medis digital diprediksi akan terus
meluas seiring dengan perkembangan teknologi dan adaptasi masyarakat terhadap layanan
kesehatan berbasis teknologi. Misalnya, pasien dapat menggunakan resep digital untuk
menebus obat di apotik atau memanfaatkan dukungan rekam medis digital dalam konsultasi
online dengan dokter.
Dari data yang dipublikasi oleh McKinsey & Company, digitalisasi bisnis di
indonesia yang awalnya diperkirakan membutuhkan waktu adaptasi selama 10 tahun,
faktanya dapat terjadi hanya dalam 3 bulan pertama masa pandemi. Terlebih lagi jika melihat
penetrasi pengguna smartphone di Indonesia di tahun 2020 yang sudah mencapai 61%
berdasarkan data yang dipublikasi Newzoo Report, era kesehatan digital bukan hal yang
mustahil terjadi di Indonesia.
Berbagai fakta tersebut menunjukan bahwa masyarakat Indonesia semakin
beradaptasi dengan penerapan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun
membutuhkan waktu adaptasi, tapi data-data tersebut menunjukkan bahwa rekam medis
elektronik memiliki peluang besar untuk diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia.
Geliat ini juga semakin terlihat dari naiknya angka penggunaan teknologi rekam medis
elektronik dalam pelayanan kesehatan rumah sakit di berbagai daerah.
Salah satu teknologi rekam medis yang telah tersedia dan dapat digunakan di
Indonesia adalah AVIAT SIREM. Teknologinya didukung oleh berbagai fitur untuk
menambahkan data pasien, data petugas RS berikut dengan pengelolaan aksesnya. Sistem
juga memungkinkan informasi data rekam medis untuk tersinkron pada setiap komputer di
rumah sakit. Dengan demikian, proses koordinasi antar unit akan lebih mudah dan cepat.

B. PRAKTIK PENYELENGGARAAN
1. Membutuhkan software dan hardware
Untuk membuat pengelolaan data dan informasi di unit pelayanan kesehatan
menjadi lebih baik maka membutuhkan software. Software ini nantinya harus diinstal di
seluruh komputer yang digunakan di unit pelayanan kesehatan terutama di bagian
pelayanan pasien seperti pada loket pendaftaran pasien, poli, bagian rawat inap, IGD
hingga apotek pun bisa menggunakan aplikasi EMR ini untuk kelancaran pelayanan
pasien. Dengan adanya EMR ini maka tentunya pelayanan pasien bisa menjadi lebih
cepat dan data yang ada di dalam software ini bisa disimpan dengan baik dan terintegrasi
ke seluruh bagian pelayanan. Tidak hanya data pasien saja yang bisa disimpan melainkan
data perlengkapan unit pelayanan kesehatan seperti stok obat-obatan juga bisa didata,
sekaligus juga digunakan untuk mendata staff rumah sakit.
Hardware tersebut seperti misalnya saja komputer, sudah tentu komputer adalah
unsur yang amat penting dalam menjalankan EMR. Sebuah unit pelayanan kesehatan
yang menerapkan EMR harus memiliki komputer dengan spesifikasi yang baik, juga
harus menyediakan satu komputer yang digunakan sebagai server di unit pelayanan
kesehatan tersebut yang nantinya akan hidup selama 24 jam penuh selama rumah sakit
tersebut beroperasi, untuk keperluan komputer server ini maka tentunya unit pelayanan
kesehatan harus menyediakan komputer yang memiliki spesifikasi yang tinggi karena
tentunya untuk bisa dihidupkan 24 jam tentunya akan membuat komputer yang biasa
menjadi cepat rusak. Tidak hanya komputer saja yang Anda butuhkan, Anda juga
membutuhkan printer, jika nantinya ada berkas yang perlu dicetak. Kemudian biasanya
Anda juga akan membutuhkan TV untuk menampilkan nomor antrian pada
loket misalnya. Tak ketinggalan juga Anda memerlukan mesin box antrian yang
digunakan pasien untuk mengambil nomor antrian secara otomatis.
2. Networking
Networking adalah jaringan internet yang digunakan untuk menjalankan EMR
agar bisa berjalan dengan lebih lancar. Jaringan yang dibutuhkan seperti misalnya
jaringan LAN, wireless dan lainnya. Tanpa adanya jaringan itu tentunya penerapan EMR
tidak akan bisa dilaksanakan dengan lancar. Untuk dapat mengakses EMR tentunya
penggunanya harus menggunakan koneksi internet agar bisa menggunakan EMR dengan
lancar. Jaringan ini pun diharapkan tidak terputus selama 24 jam penuh.
3. SOP (Standard Operating Procedure)
Unit pelayanan kesehatan yang menggunakan EMR harus menerapkan SOP baru
untuk menjalankan EMR bagi semua staff di unit layanan kesehatan terutama yang
menggunakan EMR secara langsung. Karena EMR nantinya digunakan untuk hampir
seluruh kegiatan di unit pelayanan maka dari itu tentunya harus ada aturan yang tepat
untuk menjalankannya, sehingga semua staff bisa bertanggungjawab dengan penggunaan
EMR yang dilakukannya.
4. Komitmen
Pada saat unit pelayanan kesehtan memutuskan untuk menggunakan EMR maka
seluruh staff unit pelayanan kesehtan harus sadar dan sama-sama berkomitmen untuk
dapat menjalankan EMR tersebut, karena jika tidak ada komitmen dari staff unit
pelayanan kesehtan untuk menjalankannya, akan menyulitkan bagi unit pelayanan
kesehtan itu sendiri karena semua data di dalam EMR itu harus diinput secara langsung
oleh semua staff unit pelayanan kesehtan yang menggunakannya. Seluruh staff unit
pelayanan kesehtan juga harus bersedia untuk mengikuti training yang diadakan untuk
dapat menjalankan EMR dengan baik. Sebagai software baru bagi unit pelayanan
kesehtan tersebut, tentunya jika tidak mengikuti training maka staff unit pelayanan
kesehtan itu tidak akan bisa dengan sendirinya langsung mengetahui bagaimana cara
penerapannya.
5. Sumber Daya Manusia
Tentunya SDM ini menjadi unsur yang sangat penting dalam penerapan EMR di
unit pelayanan kesehtan , karena tanpa adanya SDM yang mengerti mengenai software
ini sudah tentu penerapan EMR tidak akan bisa diwujudkan. Karena nantinya SDM inilah
yang nantinya akan menjalankan EMR unit pelayanan kesehtan. Sebaiknya ada petugas
yang mengerti mengenai bidang IT di unit pelayanan kesehtan atau Anda bisa
menggunakan EMR dari software developer yang mampu memberikan bimbingan dan
pelatihan selama penggunaan EMR di unit pelayanan kesehtan itu berlangsung, dengan
demikian jika ada kendala yang terjadi pada software tersebut pihak unit pelayanan
kesehtan bisa menanyakannya langsung kepada pengembang software tersebut.

C. LESSON LEARN IMPLEMENTASI


Beberapa kelebihan dari EMR (Electronic Medical Record) jika aplikasikan di
puskesmas, yaitu
1. Tidak makan tempat
Dari hasil pengamatan di beberapa unit pelayanan kesehatan, semua masih
menggunakan rekam medis konvensional, satu map rekam medis berisi banyak lembar
rekam medis. Semakin sering pasien datang berkunjung, makin tebal pula rekam
medisnya. Lalu kalikan dengan jumlah pasien lama, tambah dengan jumlah pasien baru.
Pasti ada banyak rekam medis dan pasti membutuhkan ruang penyimpanan yang
memadai. Rekam medis elektronik tidak memerlukan hal tersebut. Hanya butuh server
yang ciamik saja.
2. Praktis
Dalam kasus rekam medis konvensional, dokumen rekam medis pasien harus
didistribusikan ke poliklinik yang dituju pasien untuk diisi oleh dokter maupun
perawat. Menjadi masalah jika tempatnya luas dan poliklinik saling berjauhan atau
berada di gedung yang berbeda. Sering kali petugas rekam medis menumpuk
dokumen rekam medis sebelum didistribusikan agar tidak bolak-balik. Petugas
rekam medis kadang harus memakai troli atau menaiki kendaraan untuk
mendistribusikan dokumen-dokumen rekam medis ini jika jumlahnya banyak.
3. Mempercepat pelayanan
Dengan rekam medis elektronik, dokumen-dokumen rekam medis bisa
terdistribusikan dengan cepat karena setiap unit pelayanan saling terintegrasi.
4. Tidak ada rekam medis yang menumpuk di meja dokter
Karena paperless, Dokter atau perawat cukup stand by di depan computer.
5. Semua tulisan jelas terbaca
Sudah jadi rahasia umum kalau tulisan dokter itu hanya sang dokter dan
Tuhan yang tahu. Di rekam medis elektronik, dokter atau petugas kesehatan lain
melakukan input data lewat ketikan, jadi sudah pasti semua tulisan jelas terbaca dan
proses pengkodean penyakit berjalan lancar. Hal ini bisa meminimalisir kesalahan
pengkodean penyakit dan tindakan untuk klaim BPJS. Karena jika ada kecurangan
atau kesalahan klaim, rumah sakit bisa dituntut dan petugas rekam medis bisa
dipecat.
6. Pencarian lebih mudah dilakukan
Dokumen rekam medis pasien itu ada ribuan, bahkan lebih. Mencari satu
dokumen di antara ribuan bahkan lebih itu tidak mudah meski sistem penjajaran
diberlakukan. Kalau langsung ketemu dan tempatnya mudah dijangkau tentu enak.
Dengan rekam medis elektronik, petugas cukup mengetikkan nomor rekam medis
pasien di kolom pencarian.
7. Tidak ada misfile
Misfile adalah kesalahan letak suatu dokumen rekam medis. Harusnya masuk
ke seksi nomor 08, malah masuk ke seksi nomor 07, misalnya. Hal ini mempersulit
pencarian. Selain itu, jika dokumen rekam medis tersebut segera dibutuhkan, kadang
petugas akan membuat dokumen rekam medis baru. Akhirnya terjadilah dokumen
rekam medis ganda. Dokter atau perawat yang menerima dokumen rekam medis
baru tersebut bisa saja kesulitan mengisi, atau mendiagnosa karena catatan rekam
medis pasien yang lama tidak ada.
8. Menghemat pengeluaran dan ramah lingkungan
Dokumen rekam medis konvensional membutuhkan kertas yang banyak dan
harus dipasok terus-menerus. Sedangkan rekam medis elektronik
sudah paperless. Fasilitas pelayanan kesehatan tidak perlu lagi membuat anggaran
untuk memesan map, kertas untuk ini-itu. Pengeluaran akan dialokasikan ke
pemeliharaan dan upgrade sistem.
9. Keamanan dokumen rekam medis
Dokumen rekam medis ini sifatnya sangat-sangat rahasia. Tidak sembarang
orang boleh melihatnya. Bahkan untuk dibawa pulang untuk dilengkapi pun tidak
boleh. Karena sifatnya yang sangat rahasia, rekam medis elektronik dapat
mendukung kerahasiaan ini. Tentu saja harus dengan sistem yang mendukung, jadi
untuk mengakses sebuah dokumen rekam medis dibutuhkan username dan kata
sandi tertentu, misalnya. Dengan begini, tidak sembarang orang dapat mengotak-atik
isi rekam medis tersebut.

Adapun hal hal yang menghambat penerapan EMR di Puskesmas yaitu :

1. Butuh biaya besar


Membuat suatu sistem yang terintegrasi itu butuh biaya yang tidak sedikit.
Belum lagi kalau instansi tersebut ingin memiliki server sendiri ataupun ingin
menambah server. Itu baru soal sistem dan penyimpanan, belum soal desain.
Desain UI & UX yang user friendly sangat dibutuhkan agar selain nyaman dan
mudah digunakan, juga agar tidak terjadi kesalahan input.
2. Masalah SDM
Biasanya ini terjadi pada tenaga kesehatan yang sudah tua. Mereka
umumnya kewalahan mengikuti perkembangan teknologi. Tidak jarang dari mereka
ada yang kolot ingin menggunakan cara tradisional saja.
3. Belum ada aturan, patokan atau standar resmi mengenai rekam medis elektronik
Rekam Medik Elektronik belum jadi salah satu poin penilaian akreditasi
4. Beda instansi, beda sistem, beda tampilan.
Hal ini menyebabkan petugas rekam medis harus selalu belajar mengenai
rekam medis elektronik yang baru ketika ia bertugas di suatu instansi pelayanan
kesehatan yang baru. Bukan hal yang buruk untuk terus belajar dan beradaptasi,
namun akan jadi masalah jika rekam medis elektroniknya memiliki tampilan acak-
acakan, tidak lengkap, atau banyak bug.

Anda mungkin juga menyukai