ETIKA SOSIAL D
UKSW
A. Pendahuluan
Pada isi Prospektus tentunya penulis ingin memberikan tulisan dengan judul
“Perspektif Robert Nozick : Terhadap Kebebasan Dalam Memilih Lingkup Pertemanan Antar
Mahasiswa UKSW”. Ketika hal tersebut terjadi memang menjalin suatu hubungan yang
interpersonal tentu sangat penting. Terutama ketika menyadari bahwa sesungguhnya manusia
tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup sosial. Dalam hal ini latar belakang yang ingin
disinggung tentu bagaimana mahasiswa UKSW memahami lebih dalam dengan kriteria
pertemanan yang mereka lakukan, apakah hal tersebut memberikan efek positif maupun
sebaliknya memberikan efek negatif terhadap kedua belah pihak atau lebih. Dapat dipahami
secara gamblang layaknya ketika melakukan suatu acara bersama seperti: Nongkrong,
kegiatan kemahasiswaan bersama, kegiatan gotong royong lingkup kos dan lain-lain. Hal ini
dapat dipahami karena banyaknya mahasiswa UKSW yang berbeda-beda suku maupun
budaya. Hal tersebutlah yang membedakan karakter setiap individu dalam berbagai
mahasiswa. Maka dari itulah Robert Nozick menegaskan tentang kebebasan dalam hidup
setiap manusia untuk memilih apakah hal tersebut layak untuk dijadikan teman atau sahabat
seperti bagaimana letak penyusunan dalam kamarnya tersebut di dalam kos, bagaimana
kebiasaan mereka ketika kita bersamanya, bagaimana tingkah laku terhadap sosialnya, dan
bagaimana penerimaan mereka terhadap orang baru di sekitarnya. Hal inilah yang
menegaskan sang Penulis bahwa tidak semena-mena diri kita layak bisa bersama dengan
orang yang menurut kita tidak masuk dalam kriteria atau kualitas letak pertemanan yang kita
pahami terhadap orang lain maupun terhadap sosial lainnya. Maka dari itu penulis merasa
bahwa kebebasan dalam memilih sebuah lingkup pertemanan terkhusus saat berkuliah
sangatlah penting, karena hal tersebut dapat memberikan semacam kebahagiaan ketika
Menurut Nozick, individu atau subjek memiliki hak-hak dasar yang mesti
dipertimbangkan sebelum membuat subjek menjadi bukan dirinya sendiri. Artinya, Nozick
menempatkan subjek sebagai yang otonom. Subjek mesti dipandang secara utuh berdasarkan
hak-hak dasar atau asasi yang dimilikinya. Di samping itu, moralitas dapat digunakan dalam
masyarakat sosial. Karena hal ini bertujuan bahwa moralitas berperan ketika kita
mempertimbangkan interaksi kita dengan orang lain. Karenanya, realitas orang lain
menciptakan batasan pada tindakan kita. Namun menurut Nozick, batasan tersebut tidak sama
dengan batas yang ditentukan oleh fisika. Moralitas di sini dipahami sebagai “aturan main”
dalam berinteraksi dengan orang lain. Singkatnya, seseorang bisa dan bebas melakukan
sesuatu tetapi akan salah dilakukan ketika bersinggungan dengan orang lain.1
1 YesayaSandang dan Eko Wijayanto, Konstruksi Konsep Hak Robert Nozick dan John Rawls (Sebuah
Komparasi Pemikiran) Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma, Vol. IV, No. 1, Januari-Juni 2017, 13.
Pada akhirnya, Nozick mengungkapkan bahwa kita dapat mendasarkan sifat tidak
dapat diganggu gugat orang dalam kapasitas manusia untuk mengarahkan diri sendiri.
caranya memberi makna pada hidupnya; hanya makhluk dengan kapasitas untuk membentuk
hidupnya dapat memiliki atau berjuang untuk sesuatu yang bermakna hidup. Jadi kemampuan
kita untuk merumuskan rencana hidup dan menindaklanjutinya bahwa kendala sisi moral
ketidakbolehan menggunakan mereka sebagai sarana untuk orang lain berakhir. Minimal, kita
masing-masing akan melihat ini sebagai menyiratkan tidak dapat diganggu gugat kita sendiri,
dan hanya dibutuhkan sedikit kedewasaan untuk melihat mengapa hal ini harus meluas ke
orang lain.2
Dengan demikian, pemikiran Nozick tentang hak asasi dan konsep kebebasan
manusia akan digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis kebebasan mahasiswa
dalam memilih pergaulan dan pertemanan dalam konteks UKSW (Universitas Kristen Satya
Wacana). Karena itu, penelitian ini akan banyak tertuju pada konsep kebebasan subjek oleh
B. Metode Penelitian
pendekatan kualitatif merupakan metode pendekatan yang sifatnya formal dan argumentatif. 3
Tujuan daripada metode pendekatan ini adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu
berdasarkan argumentasi yang sifatnya kualitatif. Mengenai teknik pengumpulan data, maka
2 Saifuddin, Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2011), hlm. 5.
3 Gorys, Keraf, Komposisi, (Nusa Tenggara Indah: Nusa Indah, 1979), hlm.162.
penulis akan menggunakan dua teknik pengumpulan data: wawancara dan studi kepustakaan.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian
yang dapat ditempuh melalui penyusunan daftar kuesioner yang tepat atau menyusun suatu
desain penelitian yang cermat.4 Sedangkan studi kepustakaan digunakan untuk teknik
bahan-bahan tertulis serta referensi-referensi yang relevan dengan penelitian yang sedang
dilakukan.5 Karena itu, responden wawancara terdiri dari 4 sumber mahasiswa UKSW.
Melalui hal ini, tujuannya menilai suatu hal tersebut dari perilaku yang dilakukan di kampus
maupun di dalam kos masing-masing. Di samping itu, juga menelaah tentang apa saja yang
harus dikoreksi dari penelitian tersebut lalu dicatat pada bagian yang menurut penulis sangat
C. Hasil Penelitian
berbeda dengan siswa-siswi dalam lingkup sekolah. Baginya, mahasiswa adalah pelajar tahap
akhir yang tidak hanya mampu menghafalkan pelajaran serta norma-norma masyarakat, tetapi
juga mahasiswa mampu menelaah setiap pelajaran dengan baik serta mempraktekkannya
demi kebutuhan masyarakat. Artinya, sebagai mahasiswa mesti tertuju pada pengabdian
masyarakat sebagai nilai yang luhur. Menurut responden 2, mahasiswa merupakan manusia
penulis, jawaban responden 2 tentu tidak jauh berbeda dengan jawaban responden 1. Namun
menurut responden 3, mahasiswa merupakan jati diri sebuah pendidikan. Artinya, mampu
menemukan masalah secara kritis, memahami masalah tersebut, serta mencari solusi yang
4 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), hlm. 83.
5 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Penerbit Utama Gramedia Utama, 1994), 21.
tepat terhadap permasalah yang ditemukan. Artinya, mahasiswa sebagai penyedia solusi di
orang penuh dengan kesadaran dalam melihat dan memahami situasi yang baik bagi dirinya
Misalnya, dalam lingkup UKSW, mesti memahami kondisi plural budaya maupun norma dari
berbagai mahasiswa yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut responden 2,
tingkah laku mahasiswa sebagai mahasiswa UKSW, harus mencerminkan tanggung jawab
dan sopan santun. Sehingga menurut responden 2, lingkungan akademis menjadi tempat
belajar secara baik dan masyarakat sebagai tempat implementasi perilaku yang sopan dan
pendidikan yang tidak hanya kemampuan kognitif saja, melainkan juga kemampuan psikis
dan motorik. Sehingga dalam bertingkah laku, mahasiswa dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Menurut responden 4, tingkah laku mahasiswa dalam lingkup UKSW harus mencerminkan
karakter pendidikan UKSW itu sendiri. Menurutnya, mahasiswa tidak hanya melakukan apa
yang baik bagi dirinya, melainkan juga memperhatikan apa yang baik bagi orang lain.
semestinya memilih teman yang dapat menunjang proses belajar sebagai mahasiswa.
Kebebasan memilih teman diperlukan agar mahasiswa tidak terjebak dengan ajakan-ajakan
yang tidak berguna. Menurut responden 2, memilih teman dalam lingkup UKSW mesti
berdasarkan kehendak dan karakter mahasiswa itu sendiri. Tentunya, juga mesti berlandaskan
pada moral dan norma-norma yang berlaku. Menurut responden 3, memilih teman dalam
lingkup UKSW harus dilakukan secara kritis agar tidak tersesat dalam pergaulan yang tidak
menyenangkan, negatif serta tidak bermanfaat. Menurut responden 4, memilih teman dalam
lingkup UKSW mesti secara sadar dan atas pilihan sendiri serta berdasarkan pada norma-
D. Pembahasan
Apa dan bagaimana landasan hak yang dimiliki individu sebagai subjek hak? Menurut
Nozick, hak merupakan bagian dasar yang dimiliki oleh setiap individu berdasarkan pada
konsep kehendak bebas (free will). Individu atau manusia merupakan subjek hak yang berdiri
sendiri (otonom) memiliki pengetahuan atas diri yang membuat dirinya berfungsi
berdasarkan kehendak serta pilihan-pilihan yang dibuatnya. Pada pemikiran Nozick, hadirnya
pengetahuan ini dapat menentukan berbagai kemungkinan yang baru. Pengetahuan tersebut
memungkinkan manusia sebagai subjek serta dapat menguasai sistem sebab-akibat yang
mengarahkannya untuk berfungsi sehingga berdampak pada fungsi tersebut hendak menelaah
Bagi Nozick, satu syarat yang dibutuhkan untuk mendapatkan hal yang baik bagi
manusia, atau untuk menentukan hal yang terbaik, karena itu subjek sebagai penyeimbang.
Kriteria yang penting lainnya dan berguna bagi organisme sebagai subjek apapun yaitu
memaksimalkan tingkatan kesatuan organik. Karena itu, kesatuaan ini berfungsi sebagai
sarana keseimbangan terhadap persoalan yang menghadirkan kekuatan dan dorongan energi
energi yang berkaitan dengan hal-hal yang etis sehingga subjek dapat mempertimbangkan
sebagai subjek yang utuh dapat memilih dan menentukan hidupnya sendiri. Kondisi ini
dalam pengertian Immanuel Kant, namun pengertiannya sedikit berbeda. Karena setiap
individu adalah aku pengejar nilai (maksudnya, setiap individu ingin mengejar hal terbaik
dengan bertindak dalam penyeimbang), maka prinsip etis mendasarnya adalah: perlakukan
orang lain (yaitu aku pengejar nilai) sebagai aku pengejar nilai.6
Menurut Nozick, karena manusia memiliki dirinya sendiri, maka segala hal terkait
dirinya dan segala hal yang dihasilkan dirinya juga merupakan miliknya. Sebagai contoh,
misalnya seorang pemain sepak bola dari Argentina yang bernama Lionel Messi memiliki
segudang prestasi dan bakat yang ada di dalam dirinya. Karena itu, bakat dan kemampuan
tersebut itulah yang menjadi dasar bagi kehadiran dirinya sebagai subjek. Dengan demikian,
bakat dan kemampuan permainan bola tersebut, seluruh uang dan kekayaan yang dihasilkan
dari bakat dan kemampuan bermain bola itu juga miliknya. Dengan begitu, bagi siapapun
tidak dapat memiliki maupun mengambil kekayaannya tersebut tidak dengan melalui
persetujuan dari Messi. Oleh sebab itu, ketika terjadi tanpa sepengetahuan Messi maka dapat
dijelaskan orang itu telah mengambil yang bukan miliknya dan karenanya dapat dihukum
Karena itu, berdasarkan keadaan di atas maka pertanyaannya adalah apakah setiap
transaksi di dalam pasar yang serba bebas benar hanya melibatkan uang dan kekayaan yang
dihasilkan oleh diri orang yang yang bertransaksi tersebut? Sebagai contoh lagi, orang yang
telah membeli atau menjual sebuah rumah. Pertanyaannya adalah bagaimana rumah yang
6 Aeon J. Scoble, Robert Nozick: The Essential, Fraser Institute, 2020, 30.
7 Ibid, 8.
didapatkan dari proses jual-beli secara natural dihasilkan oleh orang yang menjual properti
tersebut? Dalam kondisi ini, si penjual rumah atau si pemilik rumah tersebut pada dasarnya
memiliki rumah itu seutuhnya. Akan tetapi, muncul pertanyaan lagi bahwa tanah tempat
rumah itu dibuat serta pondasi dan batu yang dari konstruksi rumah itu dihasilkan oleh
pemiliknya sendiri secara natural? Karena itu, tidak ada dasar yang lain bagi si pemilik rumah
kepemilikan tersebut sebagai yang adil. Akan tetapi hal ini hadir melalui proses yang
berpandangan bahwa hal ini dapat menjadi landasan sebagai yang disebut dengan keadilan
distributif. Konsep keadilan ini sebenarnya memperlihatkan bahwa ada ketidakadilan dalam
menjelaskan konsep kebebasan dalam pemikiran Nozick. Bagi Nozick. dalam etika haknya,
maka subjek atau manusia disebut dengan “pengejar nilai”.9 Artinya, manusia atau subjek
merupakan makhluk yang pada dasarnya adalah “sang pemilih” atau memilih sendiri.
Karena itu, Nozick menanggapi model pemikiran Sartre yang menjelaskan bahwa manusia
bebas menentukan pilihan, bahkan tidak menentukan suatu pilihan adalah pilihan itu sendiri.
Pada kondisi ini, Nozick juga setuju bahwa manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari
8 Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia (Oxford: Blackwell, 1974), 160.
9 Iqbal Hasanuddin, Hak Atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan: Sebuah Upaya Pendasaran
Filosofis , SOCIETAS DEI Vol. 4, No. 1, April 2017, 115.
kebebasan, bahkan mencoba melepaskan diri kebebasan merupakan wujud lain dari hadirnya
Pada akhirnya, Nozick berargumen bahwa kita dapat mendasarkan sifat tidak dapat
diganggu gugat orang dalam kapasitas manusia untuk mengarahkan diri sendiri. “Seseorang
membentuk hidupnya sesuai dengan beberapa rencana keseluruhan adalah caranya memberi
makna pada hidupnya; hanya makhluk dengan kapasitas untuk membentuk hidupnya dapat
memiliki atau berjuang untuk sesuatu yang bermakna hidup”. Jadi itu adalah kemampuan kita
untuk merumuskan rencana hidup dan menindaklanjutinya bahwa kendala sisi moral
ketidakbolehan menggunakan mereka sebagai sarana untuk orang lain berakhir. Minimal, kita
masing-masing akan melihat ini sebagai menyiratkan tidak dapat diganggu gugat kita sendiri,
dan hanya dibutuhkan sedikit kedewasaan untuk melihat mengapa hal ini harus meluas ke
orang lain.10
Nozick menyatakan bahwa Individu memiliki hak, dan ada hal-hal yang tidak seorang
atau kelompok pun bisa mencampurinya (tanpa melanggar hak-haknya). Menurut Nozick,
masyarakat harus menghormati hak-hak ini, karena penghormatan atas hak-hak ini
merefleksikan prinsip Kantian yang menyatakan bahwa setiap individu senantiasa merupakan
tujuan, bukan sarana; individu-individu tidak boleh dikorbankan atau dimanfaatkan untuk
mencapai tujuan-tujuan lain tanpa persetujuannya. Karena itu, hak individu dalam pemikiran
Nozick ditempatkan sebagai hak yang bersifat subjektif. Artinya, hak merupakan suatu
Dalam pandangan beberapa tokoh, etiket merupakan suatu kumpulan tata cara dan
sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pandangan lainnya menganggap
bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan
menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik
dan menyenangkan. Menurut K. Bertens, yaitu selain ada persamaannya, dan juga ada empat
perbedaan antara etika dan etiket, yaitu secara umumnya sebagai berikut:
Pertama, etika merupakan niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak
sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket berkaitan dengan
menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai dengan yang diharapkan. Kedua,
Etika adalah nurani (batiniah), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang sesungguhnya
timbul dari kesadaran dirinya. Etiket adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya
penuh dengan sopan santun dan kebaikan. Ketiga, Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat
ditawar-tawar lagi, kalau perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat
sanksi. Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan
daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat daerah lainnya. Kelima, Etika berlakunya, tidak
tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang
lain yang hadir, dan jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.12
pergaulan yang sesuai dengan karakter dan minatnya. Namun tentu keadaan ini tidak
12 Ibid, 27.
kampus mahasiswa dapat memilih dengan bebas pergaulan yang hendak menunjang
pertumbuhan jati dirinya sebagai mahasiswa. Oleh sebab itu, kondisi pergaulan yang positif
merupakan dambaan seluruh mahasiswa. Artinya, tidak ada mahasiswa yang berkehendak
mencari dan menemukan pergaulan yang dapat menghancurkan dirinya secara sadar. Dengan
demikian, dalam kondisi kesadaran mahasiswa terus menuntut dirinya sendiri dalam mencari
dan menemukan pergaulan yang sesuai dengan minat, karakter, maupun pengetahuannya
Jika disandingkan antara etika, etiket dan kehendak pergaulan yang baik oleh
mahasiswa, maka peran etika dan etiket menjadi penting. Melalui etika, mahasiswa dalam
pergaulannya dapat memahami kondisi umum sebuah peraturan dari masyarakat. Karena itu,
memahami norma-norma umum dalam masyarakat juga merupakan suatu landasan dalam
pergaulan seorang mahasiswa. Akan tetapi, dengan memahami norma-norma yang berlaku
universal dalam masyarakat tidak cukup untuk implementasi suatu perilaku dalam pergaulan.
Sebab dengan juga memahami kondisi-kondisi parsial keadaan suatu masyarakat tertentu
merupakan keadaan yang penting. Dengan begitu, melalui etiket, mahasiswa dalam
kebebasan mencari dan menemukan sebuah pergaulan yang baik bagi dirinya, mesti
masyarakat, melainkan juga tentang kondisi-kondisi khusus. Dengan demikian, kebebasan itu
Bagi Nozick hak yang dimiliki setiap individu berpijak pada konsep kehendak bebas
(free will). Individu sebagai subjek hak yang otonom mempunyai pemahaman diri yang
membuat dirinya berperan berdasarkan kehendak serta pilihan-pilihan yang dibuatnya. Jika
landasan hak menurut Nozick disandingkan dengan hasil wawancara dengan responden,
maka beberapa responden terlihat memiliki kehendak bebas dalam memilih tingkah laku dan
memiliki pandangan yang sama bahwa kebebasan dalam menentukan pergaulan semestinya
menjadi landasan. Faktor ini disebabkan karena upaya mahasiswa sebagai subjek yang kritis,
ini juga bersesuaian dengan pandangan Nozick terhadap subjek, bahwa subjek adalah
akhir yang tidak hanya mampu menghafalkan pelajaran serta norma-norma masyarakat, tetapi
juga mahasiswa mampu menelaah setiap pelajaran dengan baik serta mempraktekkannya
demi kebutuhan masyarakat. Di samping itu, mahasiswa juga mahasiswa merupakan jati diri
sebuah pendidikan. Artinya, mampu menemukan masalah secara kritis, memahami masalah
tersebut, serta mencari solusi yang tepat terhadap permasalah yang ditemukan. Artinya,
Dalam pemikiran Nozick, tindakan manusia juga adalah sebagai penyeimbang. Dengan kata
lain, keseimbangan dan pemikiran tentang energi dorong serta energi tarik etis yang
yang dapat memilih sendiri. Dengan melihat pandangan responden, maka terlihat bahwa
responden sebagai mahasiswa dalam pemikiran, perilaku dan kewajibannya merupakan salah
satu keahlian manusia yang dapat menjadi penyeimbang serta mampu memilih sendiri
dalam memilih pergaulan yang sesuai dengan karakter dan minatnya. Pandangan ini sejalan
dengan pandangan beberapa responden bahwa dalam mencari dan menemukan sebuah
pertemanan dalam lingkup UKSW, semestinya sesuai dengan karakter serta minat dari subjek
menempatkan pencarian dan penemuan pertemanan ini juga dalam kerangka bersesuaian
dengan norma dan etika masyarakat, akan tetapi menurut Nozick bahwa subjek memiliki hak
dan karenanya kelompok masyarakat dapat mencampuri hal tersebut tanpa melanggar hak-
hak subjek. Dengan kata lain, masyarakat juga mesti mampu memandang subjek sebagai
tujuan dan bukan sekedar sebagai sarana dan wadah dari norma-norma yang telah ditentukan
oleh masyarakat. Karena itu, menurut Nozick, masyarakat mesti menghargai dan
menghormati pilihan-pilihan subjek dan oleh sebab itu penghormatan atas hak-hak ini
Menurut Nozick, individu atau subjek memiliki hak-hak dasar yang mesti
dipertimbangkan sebelum membuat subjek menjadi bukan dirinya sendiri. Artinya, Nozick
menempatkan subjek sebagai yang otonom. Subjek mesti dipandang secara utuh berdasarkan
hak-hak dasar atau asasi yang dimilikinya. Berkaitan dengan pandangan responden, maka
pilihan untuk memilih pergaulan berdasarkan pola pikir mahasiswa itu sendiri. Karena itu,
mahasiswa dengan kemampuannya dalam memahami persoalan dalam dunia dunia sosial,
semestinya juga mampu mengatur dirinya sebagai subjek yang otonom. Dalam memilih
pergaulan yang sesuai dengan dirinya agar tidak tersesat dalam pergaulan yang tidak
diinginkan oleh mahasiswa itu sendiri. Namun beberapa responden juga memberikan
pandangan bahwa sebagai subjek yang otonom pentingnya moralitas yang baik sebagai
sarana dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal inilah yang juga ditekankan oleh Nozick
dalam pandangannya bahwa moralitas ditujukan sebagai bahan pertimbangan dalam interaksi
Dengan begitu, menurut Nozick, moralitas dapat digunakan dalam masyarakat sosial.
Karena hal ini bertujuan bahwa moralitas berperan ketika kita mempertimbangkan interaksi
kita dengan orang lain. Karenanya, realitas orang lain menciptakan batasan pada tindakan
kita. Namun menurut Nozick, batasan tersebut tidak sama dengan batas yang ditentukan oleh
fisika. Moralitas di sini dipahami sebagai “aturan main” dalam berinteraksi dengan orang
lain. Singkatnya, seseorang bisa dan bebas melakukan sesuatu tetapi akan salah dilakukan
E. Kesimpulan
pertemanan atau pergaulan dalam konteks UKSW (Universitas Kristen Satya Wacana)
moralitas serta norma-norma masyarakat. Melalui hal ini mahasiswa merefleksikan dirinya
sesuai dengan ungkapan Nozick bahwa subjek sebagai manusia yang bersifat otonom dalam
menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Selain itu, subjek menyesuaikan dirinya sesuai dengan
tingkat kemampuannya dalam dapat diwujudkan sebagai penyeimbang dirinya dengan orang
dalam berinteraksi. Namun di samping itu, subjek juga membutuhkan moralitas sebagai
sarana dalam berinteraksi dengan orang lain agar kebebasan yang dimiliki subjek tidak
Kedua, melalui hak asasi dalam pemikiran Nozick, mahasiswa dapat memperoleh
kesadaran bahwa ada hak yang tidak bisa direnggut darinya, yakni hak untuk memilih atau
menentukan pilihan. Karena itu, masyarakat semestinya menyadari bahwa hak dan kebebasan
subjek dapat dipengaruhi tanpa melanggar kebebasan subjek itu sendiri. Dengan demikian,
moralitas dan kehendak bebas merupakan sarana bagi subjek, yang dalam hal ini adalah
mahasiswa yang dapat bertingkah laku dan menentukan pilihan dalam pergaulan,
Aeon J. Scoble. Robert Nozick: The Essential, Fraser Institute, 2020, 30.
Yesaya Sandang dan Eko Wijayanto, Konstruksi Konsep Hak Robert Nozick dan John
Rawls (Sebuah Komparasi Pemikiran) Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma, Vol. IV, No.
1, Januari-Juni 2017.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2005. hlm. 83.
Gorys, Keraf,. Komposisi. Nusa Tenggara Indah: Nusa Indah, 1979. 162.