Anda di halaman 1dari 12

The Effect of Culture on Brand Loyalty through Brand

Performance and Brand Personality

Ujian Akhir Semester


MANAJEMEN PEMASARAN

Dosen Pengampu:
Dr. Rahayu Puji Suci, S.E., M.S.

Disusun Oleh:
Elyasa Ramadhany
NIM 221612018154379

JURUSAN MAGISTER MANAJEMEN


UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG
TAHUN 2022
PEMBAHASAN

Judul : The Effect of Culture on Brand Loyalty through Brand Performance


and Brand Personality
Tahun : 2017
Penulis : Çiğdem Unurlu, Selda Uca

I. ALUR PIKIR
1. Reasoning
Produk dan layanan tidak dibedakan mengenai fungsi paling dasar
mereka di masa sekarang, oleh karena itu pentingnya branding tidak dapat
diabaikan. Branding adalah proses strategis yang memungkinkan konsumen
untuk memilih produk dengan cara yang lebih mudah dan memberikan
berbagai manfaat bagi konsumen, produsen, dan mediatornya, dan juga
mencakup elemen seperti simbol dan slogan. Sementara branding sudah
umum untuk barang dagangan, namun tidak umum untuk sektor jasa. Ada
beberapa kesulitan branding untuk layanan yang mencakup sektor
pariwisata juga. Pertama-tama, layanan tidak berupa fisik dan sulit
distandarisasi serta memiliki heterogenitas dalam strukturnya, yang
dihasilkan oleh penyedia layanan. Hotel termasuk salah satu perusahaan
akomodasi yang merupakan elemen penting dari produk wisata yang
mampu mengatasi masalah ini dengan branding, dan hal ini kemudian yang
membedakan mereka dari pesaingnya.
2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik
budaya wisatawan yang memiliki pengalaman akomodasi di hotel bintang 5
di Istanbul dan untuk mengetahui pengaruh karakteristik tersebut terhadap
personalisasi merek hotel dan persepsi kinerjanya.

3. Dasar Teori
a. Budaya (Culture)
Pengaruh budaya dalam studi antar budaya dibahas dan diteliti
secara luas dalam literatur pemasaran dan manajemen (Elliott &
Tam, 2014). Budaya juga ditafsirkan oleh bentuk perasaan, pikiran,
dan reaksi yang umum terutama sebagai beberapa pola perilaku yang
disalin dari masa kanakkanak sampai kematian seseorang yang
dipelajari atau ditulis dan baik secara langsung maupun tidak
langsung berbeda. Bentuk-bentuk umum dari perasaan, pikiran, dan
perilaku yang dibentuk oleh nilai diperoleh dan ditransfer melalui
simbol. Kroeber dan Kluckhohn (1952) mendefinisikan budaya
sebagai ide dan nilai tradisional dari masa lalu.
Budaya adalah elemen terpenting dalam kepribadian merek.
Aspek budaya merek adalah faktor terpenting dalam memahami
merek (Kapferer, 2013). Ada 5 kualitas yang digunakan dalam
identifikasi
karakteristik budaya dan masyarakat yang menunjukkan sikap yang
berbeda terhadap kualitas tersebut. Kelima kualitas tersebut adalah
(i) kolektivisme, (ii) jarak kekuasaan, (iii) maskulinitas, (iv)
penghindaran ketidakpastian, dan (v) orientasi jangka panjang/
orientasi jangka pendek.
b. Kepribadian merek (Brand Personality)
Konsep kepribadian yang didasarkan pada konsep “persona”
dalam bahasa Latin memiliki peran penting dalam perilaku
konsumen karena mencerminkan karakter psikologis individu (Jani
& Han, 2014).
Konsep brand personality pertama kali dikemukakan oleh
Gardner dan Levy (1955). Skala kepribadian merek Aaker disajikan
dalam literatur pada tahun 1997. Diusulkan oleh Aaker dan diterima
secara umum, definisi kepribadian merek dinyatakan sebagai “semua
karakteristik kepribadian humanistik yang diidentifikasi dengan
merek” (Tayfur, 2012).
Joseph Plummer (1984/1985) mengemukakan gagasan bahwa
kepribadian merek penting untuk pilihan merek dan menyatakan
bahwa kepribadian merek hanyalah salah satu dari 3 dimensi citra
merek (Rakocevic, 2011)
c. Performa merek (Brand Performance)
Meskipun tidak ada definisi kinerja merek yang diterima secara
umum tersedia dalam literatur pemasaran, kinerja merek biasanya
dipandang sebagai hasil penting dari aktivitas bisnis dan strategi
bisnis umum.
Konsep kinerja merek mengungkapkan kekuatan merek suatu
perusahaan di pasar. Menurut beberapa penelitian, itu terdiri dari
pangsa pasar, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, dan konsep serupa
(Çalsayak, Altunışık, & Sütütemiz, 2013). Selanjutnya, karena
tinjauan literatur, ditemukan bahwa kinerja merek dievaluasi
berdasarkan perusahaan dan konsumen.
d. Loyalitas merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek didefinisikan sebagai kekuatan kepercayaan
konsumen terhadap suatu merek dan dipandang sebagai pembelian
berulang atas merek yang sama (Ural, 2009:124).
Loyalitas merek juga didefinisikan sebagai sejauh mana
konsumen membeli merk suatu produk. Dengan kata lain, ini adalah
kecenderungan konsumen untuk selalu memilih merek tertentu di
antara merek-merek yang berlawanan dan menolak merek lainnya.
Banyak faktor seperti sikap konsumen, keluarga, hubungan dengan
penjual, dan teman mempengaruhi loyalitas merek (İslamoğlu,
2011).
Loyalitas merek tidak hanya dianggap sebagai konsumen
membeli produk yang sama di masa depan, tetapi juga menyatakan
bahwa konsumen membentuk hubungan psikologis dan
kecenderungan perilaku terhadap merek.
4. Penelitian Terdahulu
a. Kepribadian merek memiliki pengaruh terhadap kinerja merek
Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kepribadian merek dan preferensi merek (Park & John, 2012;
Das, 2014a, 2014b). Kepribadian merek menjamin kesuksesan
merek di pasar, meningkatkan pangsa pasar merek, dan berkontribusi
pada keterampilan bersaing merek (Naresh, 2012; Kim & Kim,
2005; Rojas-Méndez, Murphy, & Papadopoulos, 2013 ). Apalagi
ekuitas merek, yang meliputi kepribadian merek , juga sangat
penting dalam mempertahankan kinerja jangka panjang perusahaan
(Çal & Adams, 2014). Selain itu, konsumen cenderung lebih
menyukai merek yang lebih mencerminkan karakteristik pribadi
mereka (Pereira, Correia, &
Schutz, 2015).
Keller dan Richey (2014) melakukan penelitian tentang brand
personality dan sebagai hasilnya menyimpulkan bahwa brand
personality efektif dalam memaksimalkan kinerja institusi. Geuens,
Weijters, dan Wulf (2009) menyatakan bahwa merek yang dapat
membedakan secara efektif dan kuat dari yang lain meningkatkan
kinerja suatu perusahaan. Selanjutnya, peningkatan nilai pribadi
suatu merek mempengaruhi preferensi dan pembelian konsumen
(Liet al, 2014; Florence, Guizani, & Merunka, 2011).
b. Budaya memiliki pengaruh terhadap kinerja merek
Budhathoki (2014) mempelajari pengaruh budaya terhadap
kinerja
merek pada bisnis ritel dan, karena penelitian tersebut, sampai pada
kesimpulan bahwa individualisme dan orientasi jangka panjang
efektif terhadap kinerja merek. Selain itu, kesimpulan bahwa jarak
kekuasaan, individualisme, dan penghindaran ketidakpastian sanga
penting dalam pengembangan bisnis ritel bermerek (Budhathoki,
2014).
Taras, Kirkman, dan Steel (2010) menyatakan bahwa nilai-nilai
budaya berpengaruh penting terhadap persepsi kinerja organisasi.
Metaanalisis yang dilakukan Leung dan Bond (2004) terhadap 40
penelitian dari manajemen bisnis dan jurnal psikologi menyebutkan
bahwa faktor individualisme secara khusus berpengaruh penting
terhadap persepsi masyarakat. Semua penjelasan ini menunjukkan
fakta bahwa budaya memiliki pengaruh yang signifikan secara
statistik terhadap kepribadian merek.
c. Budaya memiliki pengaruh terhadap kepribadian merek
Diperkirakan bahwa sikap konsumen mengenai kepribadian
merek
dibentuk berdasarkan karakteristik budaya mereka (Boudreaux &
Palmer, 2007; Chua & Sung, 2011). Selain itu, ditemukan bahwa
budaya mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek ketika
strategi branding global yang digunakan dalam pemasaran barang
konsumsi diperiksa (Chua & Sung, 2011; Loannou & Rusu, 2012).
Schultz dan Tannenbaum (1991) mengemukakan bahwa faktor-
faktor seperti kepribadian, gaya hidup, lingkungan sosial, dan
budaya efektif dalam memilih merek. Dalam hal ini, dianggap
bahwa budaya memiliki pengaruh yang positif dan signifikan secara
statistik terhadap kepribadian merek.
d. Kinerja merek memiliki pengaruh terhadap loyalitas merek
Kinerja merek mempengaruhi loyalitas merek dalam berbagai
aspek seperti loyalitas sikap dan loyalitas pembelian (Yang et al,
2015; Çalsayak dkk, 2013; Keller & Lehman, 2003). Terlebih lagi,
merek adalah aset tidak berwujud yang berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan (Park, Eisingerich, Pol, & Park, 2013).
Karena studi mereka, Tsai, Cheung, dan Lo (2010) mencapai
kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara loyalitas
merek dan kinerja keuangan perusahaan. Selanjutnya, beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kinerja merek dan faktor-faktor seperti loyalitas merek,
kualitas yang dirasakan, asosiasi merek, dan kesadaran merek
(Seggie, Kim, & Cavusgil, 2006; Kim & Kim, 2005; Johansson,
Dimofte, & Mazvancheryl, 2012). Mengingat temuan ini, diduga ada
hubungan positif dan signifikan antara kinerja merek dan loyalitas
merek.
e. Kepribadian merek memiliki pengaruh terhadap loyalitas
merek
Karakteristik kepribadian merek yang paling penting adalah
secara
alami mengarahkan konsumen untuk membeli ketika kepribadian
merek dan karakter konsumen cocok (Li & Zhang, 2011; Lada,
Ssayadsayan, & Cheng, 2014; Lee & Kembali, 2010; Das, 2014a,
2014b).
Studi mengungkapkan bahwa kompetensi dan dimensi canggih
kepribadian merek mempengaruhi loyalitas merek ke tingkat yang
penting (Helgeson & Suphellen, 2004). Merrilees dan Miller (2001)
menyatakan bahwa secara khusus dimensi ketulusan dari brand
personality berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty (Wong &
Merrilees, 2008; Morschett et al, 2007). Jadi dkk. (2013)
menemukan, karena studi mereka di hotel, identitas merek
konsumen efektif dalam pembentukan loyalitas merek. Jani dan Han
(2014) membuat model teoritis yang terdiri dari kepribadian,
kepuasan, loyalitas, suasana, dan citra dan menyimpulkan bahwa
kepribadian efektif terhadap loyalitas.

5. Model Penelitian
Untuk membuat model yang menjadi dasar penelitian ini, terlebih dahulu
dilakukan pemindaian literatur dan penelitian terapan tentang merek di
perusahaan perhotelan dievaluasi. Setelah tinjauan literatur, diamati bahwa
ada beberapa kesenjangan. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam
penelitian ini dibangun untuk memenuhi kesenjangan tersebut. Dalam
lingkup kuesioner, para peserta diminta untuk menjawab 78 item. Skala
likert 5 poin digunakan untuk evaluasi hipotesis.
Populasi penelitian terdiri dari “semua wisatawan yang pernah menginap
di hotel bintang lima selama November 2014 di Istanbul.” Data yang
diperoleh dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik digunakan
untuk mengidentifikasi ukuran populasi.
Skala likert yang digunakan untuk evaluasi proposisi diberi peringkat
dari “1: Sangat Tidak Setuju” hingga “5: Sangat Setuju”. Enam ratus
kuesioner yang disiapkan dalam bahasa Turki dan Inggris dibagikan kepada
wisatawan yang memiliki pengalaman akomodasi di hotel bintang5 di
Istanbul.

II. VARIABEL PENELITIAN


1. Variabel Penelitian
a. Budaya (Culture)
b. Kepribadian Merek (Brand Personality)
c. Performa Merek (Brand Performance)
d. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
2. Kerangka Konseptual

III. HIPOTESIS
H1 : Kepribadian merek memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik
terhadap kinerja merek.
H2 : Budaya memiliki pengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap kinerja merek.
H3 : Budaya memiliki pengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap kepribadian merek.
H4 : Kinerja merek berpengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap loyalitas merek.
H5 : Kepribadian merek berpengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap loyalitas merek.

IV. HASIL PENELITIAN

H1 : Kepribadian merek memiliki pengaruh yang signifikan secara statistik


terhadap kinerja merek dapat diterima.
H2 : Budaya memiliki pengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap kinerja merek dapat diterima.
H3 : Budaya memiliki pengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap kepribadian merek dapat diterima.
H4 : Kinerja merek berpengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap loyalitas merek dapat diterima.
H5 : Kepribadian merek berpengaruh langsung dan signifikan secara statistik
terhadap loyalitas merek dapat diterima.

Karena penelitian ini berfokus pada hubungan antara kinerja merek, budaya,
kepribadian merek, dan loyalitas merek menemukan bahwa kinerja merek,
subdimensi kepribadian merek (kegembiraan, kompetensi, dan ketulusan), dan
subdimensi budaya (penghindaran ketidakpastian, jarak kekuasaan, dan
kolektivisme) berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. Temuan ini
menunjukkan konsistensi dengan penelitian sebelumnya yang ditemukan dalam
literatur (Geuens, Weijters, & Wulf, 2008; Lada et al, 2014; Usakli & Baloglu,
2011; Ekinci & Hosany, 2006; Hosany, Ekinci, & Uysal 2007; Kim & Kim,
2005; Correia dkk, 2011; Schumann et al, 2012)

V. KETERBATASAN DAN PENELITIAN MASA DEPAN


Saran untuk penelitian di masa depan terkait dengan keterbatasan penelitian
ini antara lain:
1. Studi selanjutnya mungkin mempertimbangkan untuk mengevaluasi
efek kualitas seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan
pekerjaan agar efek kolektivisme budaya dapat dipahami dengan lebih
baik.
2. Dalam penelitian ini, kinerja pasar dari merek yang dinilai wisatawan
digunakan sebagai dasar dalam evaluasi kinerja merek. Kriteria
kinerja keuangan merek hotel seperti pengembalian aset pengembalian
ekuitas, dan pengembalian investasi dapat digunakan sebagai dasar
dalam penelitian selanjutnya
3. Diperkirakan bahwa perbandingan dapat dilakukan dengan melakukan
penelitian yang sama yang berorientasi pada perusahaan hotel
bermerek dengan perusahaan hotel independen yang tanpa merek.
4. Dianggap bahwa efek mediasi dan konfirmasi dari variabel
kepribadian merek dan budaya dalam model hubungan antara kinerja
merek dan loyalitas merek juga dapat diteliti.
5. Melakukan penelitian yang bersifat sementara sebagai penelitian
berkala di masa yang akan datang akan efektif untuk
menggeneralisasikan hasil yang diperoleh.

VI. REKOMENDASI
Beberapa implikasi manajerial yang didapat dalam penelitian ini antara lain:
1. Karena penghindaran ketidakpastian memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja merek, akan memudahkan perusahaan
hotel baru untuk berintegrasi ke dalam pasar untuk melakukannya
dengan cara mewaralabakan merek hotel nasional atau internasional
yang sudah ada. Kecenderungan penghindaran ketidakpastian
wisatawan dianggap meningkatkan preferensi bisnis hotel bermerek.
2. Mengenai fakta bahwa kolektivisme memiliki pengaruh yang kuat
terhadap kinerja merek, merek hotel yang sesuai dengan penilaian
nilai masyarakat dievaluasi lebih baik oleh wisatawan dan kinerja
hotel ini dianggap lebih positif. Dalam hal ini, perusahaan perhotelan
harus ada di pasar dengan merek nasional atau internasional dan
harus menciptakan bauran pasar dengan cara yang akan
meningkatkan pengakuan merek mereka.
3. Ditemukan bahwa merek hotel yang dikenal, dan diakui oleh
masyarakat lebih disukai, dan berdampak pada kinerja keuangan
mereka juga terpengaruh secara positif. Berkaitan dengan hal
tersebut, dianggap bahwa branded hotel harus melakukan kegiatan
pemasaran yang bersifat promosi dan informatif melalui instrumen
publisitas dan upaya komunikasi pemasaran terpadu.
4. Dalam efek kolektivisme yang kuat, diyakini bahwa penting bagi
hotel untuk mengembangkan strategi orientasi yang sesuai dengan
karakteristik budaya kelompok sasaran. Dalam hal ini, penggunaan
simbol, slogan, dan warna yang sesuai dengan kebiasaan dan tradisi
wisatawan dari budaya tertentu akan lebih efektif.
5. Wisatawan yang datang dari budaya modern yang kuat lebih memilih
hotel yang dikenal dan pretisius. Sehubungan dengan hal tersebut,
hotel mengembangkan personelnya dengan menggunakan beberapa
metode pelatihan. Hal tersebut tidak hanya akan meningkatkan
kepuasan profesional mereka tetapi juga mempengaruhi kualitas
layanan hotel secara positif.
6. Sehubungan dengan hubungan yang kuat antara kegembiraan dan
kinerja merek, kegiatan yang berfokus pada fasilitas hiburan di
sebuah hotel (misalnya scuba diving) akan cukup efektif terhadap
sikap wisatawan terhadap kinerja hotel tersebut. Untuk tujuan ini,
menyelenggarakan acara hiburan yang dapat diikuti oleh wisatawan
selama masa akomodasi akan memberikan pengalaman yang
menyenangkan bagi wisatawan.
7. Hotel yang memiliki peralatan kontemporer, inovatif, flamboyan, dan
artistik dinilai lebih diminati dan diminati wisatawan. Dalam hal ini,
terdapat klaim bahwa penataan peralatan fisik secara modern,
inovatif, dan flamboyan akan berpengaruh pada sikap wisatawan
terhadap brand hotel.
8. Hubungan yang signifikan antara dimensi ketulusan dari kepribadian
merek dan kinerja merek mengarah pada kesimpulan bahwa
wisatawan biasanya lebih memilih hotel yang mereka yakini lebih
tulus dalam pelayanannya. Dari sudut pandang ini, hotel harus
menghargai personelnya, mengingat personelnya adalah wajah
bisnisnya dan bertindak sesuai dengan itu.
9. Hubungan yang kuat antara kinerja merek dan loyalitas merek
menunjukkan pentingnya perusahaan perhotelan melekat pada
layanan yang mereka berikan. Dalam hal ini, perusahaan perhotelan
harus terus-menerus melakukan perbaikan dan penguatan baik pada
peralatan fisiknya maupun personelnya yang bertanggung jawab
untuk menyediakan layanan.

Anda mungkin juga menyukai