Anda di halaman 1dari 3

3.8.

OPINI/EDITORIAL

Medan Tak Lagi Ramah

Kota Medan yang sebelumnya digadang-gadang sebagai kota metropolitan yang hijau kini tidak lagi
ramah pada warga dan pendatang yang menyinggahinya. Dua tiga tahun lalu masih terasa nyaman bagi
para warga dan para pendatang untuk menikmati kota terbesar di luar pulau Jawa ini.

Kemacetan jalan yang megular akibat pengalihan arus lalu lintas dan perbaikan sarana jalan berikut
trotoar dan saluran drainase membuat kota yang bersuhu hangat ini menjadi semakin gerah. Perubahan
arus lalu lintas di pusat kota yang sebelumnya lancar menjadi macet membuat kota yang dianggap
masyarakat luar sebagai warga pemberang semakin gampang tersulut emosi. “Gagal total perubahan
lalu lintas yang dilakukan Pemko Medan ini, bukannya mengurai malah menambah kemacetan baru.
Saya saja tadi selain musing-musing, terjebak macet pula di Jalan Bambu II, ” ujar seorang pengguna
jalan yang sehari-hari berkutat di kawasan tersebut.

Pemko Medan beralasan kemacetan terjadi karena bertambahnya volume kendaraan dan
meningkatnya frekwensi kereta api di jalan H.M. Yamin dan Perintis Kemerdekaan dari 60 rit loko
perhari menjadi 100 rit loko perhari.

Jika kesemrawutan terjadi pada jam masuk anak sekolah dan pekerja kantor maupun sore hari pada jam
pulang kerja, maka kemacetan juga terjadi di malam hari. Tumpukan materil sisa pengorekan drainase
dan pipa beton maupun drainage culvert box (kotak gorong-gorong) yang bertumpuk memakan badan
jalan yang sudah sempit dari awal.

Selain itu pemasangan beton lampu jalan secara massif di jalanan pusat kota yang dulu dikenal sebagai
Paris van Sumatra ini juga menjadi kesulitan yang lain lagi. Beton lampu jalan yang sepintas mirip
pocong berdiri disepanjang jalan Sudirman, Diponegoro dan jalan protocol lainnya ini turut memakan
jalur pejalan kaki yang rerata tak lebih dari satu meter lebarnya. Ada anekdot warga, “itu lampu untuk
ikan gobi di dalam parit..” kenapa? Karena lampu jalan yang mirip pocong berdiri itu menyorot ke arah
parit, bukan ke jalan ataupun jalur pejalan kaki. Sebelum dipasang, tiang besi lampu jalan tersebut
dibiarkan oleh pemborong berserak begitu saja di jalur pejalan kaki tersebut, sehingga menyulitkan
pejalan kaki yang melintasinya.

Bila di pusat kota permasalahan terjadi adalah kemacetan dan pengerjaan konstruksi jalur pejalan kaki
dan drainase yang terkesan asal jadi, maka lain pula permasalahan di tepi kota. Kasus pembegalan
sepeda motor hamper setiap hari muncul di berita, baik media resmi maupun di media social elektrik.
Pembegalan dilakukan secara perorangan maupun secara berkelompok oleh genk motor yang didominir
oleh usia anak sekolah.

Kemacetan di pinggir kota juga diperparah dengan antrian kendaraan bertonase besar di sekitaran
SPBU guna mendapatkan BBM solar bersubsidi. Sebagaimana sudah diketahui oleh khlayak ramai di
negeri seribu pulau ini, bahan bakar yang disubsidi pemerintah ini cenderung langka tersedia, dan
andaikata ada, maka konsumsinya pun dibatasi pembeliannya.
Walikota Medan Bobby Afif Nasution mengakui bahwa kemacetan kota Medan pada tahun 2023 ini akan
lebih parah ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diperkuat oleh Kepala Dinas Perhubungan Kota
Medan, Iswar Lubis. Awalnya Iswar mengatakan pihak terus melakukan upaya untuk mengatasi
kemacetan, dalam waktu dekat akan dibangun underpass di Jalan HM Yamin.

"Sebagaimana kita lihat ya beberapa hari ini hampir semua sudah kita lakukan upaya maksimal
(mengurai kemacetan) termasuk perubahan arus dan lain-lain, tetapi sama-sama kita rasakan sedikit
yang agak problem itu adalah di Jalan HM Yamin," kata Iswar Lubis kepada awak media di Medan.

Sementara itu Anwar Solikhin Manager Humas Manager Humas PT KAI Divre I SU mengatakan pada awal
Januari lalu bahwa pergerakan kereta api dan langsiran di perlintasan HM Yamin perhari ada 96 kali
untuk sekali melintas penutupan palang pintu akan membutuhkan waktu kurang lebih hanya 2 menit.

Maka kembali pada keprihatinan terhadap kota yang pernah menjadi kota penghasil tembakau terbaik
di dunia ini, kiranya Pemko Medan khususnya walikota yang belum menjabat tiga tahun ini untuk
mendengarkan keluhan dan aspirasi warga yang merasa terzolimi ini.

Perubahan arus lalu intas yang digadang-gadang oleh Dishub Kota Medan yang akan mengurai
kesemrawutan di pusat kota kiranya ditinjau kembali keputusannya. Perubahan tersebut justru
menambah waktu tempuh pengguna jalan dan tentu juga terhadap penggunaan bahan bakar yang juga
kian mahal ini.

Lampu penerang jalan dan trotoar ini kiranya ditata ulang, apabila sudah berdiri dan terpasang,
hendaknya benda penghalang seperti pot bunga yang rusak, tunggul pohon yang sudah mati juga
disingkirkan guna ada ruang bagi pejalan kaki.

Kiranya juga, rencana pembangunan tiga underpass yang didengungkan akan mengurangi kemacetan
pada persimpangan jalan Juanda-Katamso, jalan H.M.Yamin-Jl. Jawa, serta persimpangan Manhattan
(Gatot Subroto) dapat dipikirkan secara matang. Tiga jalur tersebut adalah jalur komuter pada tiga
wilayah satelit kota Medan yaitu Tembung, Delitua dan Kota Binjai. Dampak pengalihan arus tersebut
tentunya turut memperburuk kenyamanan kota yang dulu sebelum dihuni adalah kawasan rawa-rawa
dan dataran rendah tergenang.

Juga lampu jalan yang berdiri disepanjang jalur protokol, apa guna berdiri tapi temaram bahkan mati
sama sekali di malam hari sehingga tersebutlah di sebuah media sosial bahwa Medan adalah kota
Gotham city yang dalam film dan komik Batman adalah kota yang penuh tindak kriminal baik siang dan
setelah senja berlalu.

Pun pada pimpinan Polri dan keamanan di kota ini ini agar serius menangani pembegalan yang tersebar
secara acak di kota ini. CCTV yang terpasang di persimpangan jalan seolah tak berguna bagi pelaku
pembegalan massal ini. Ketegasan dan penindakan perlu diterapkan kepada mereka yang meresahkan
para pencari nafkah keluarga ini. Pembinaan ke sekolah-sekolah asal para pembegal perlu lebih
ditingkatkan dengan melibatkan tenaga didik, siswa dan orangtua siswa pelaku kriminal itu.
Medan yang ditempati oleh lebih dari dua setengah juta jiwa (BPS Kota Medan 2022) pada siang hari ini
tentunya kini adalah rumah bersama dari berbagai suku bangsa nusantara, pintu gerbang di bagian barat
Indonesia. Rasa nyaman dan teduh sangatlah diharapkan oleh warganya. Janganlah kita kalah dengan
pemerintahan kolonial sebelumnya yang menjadikan kota ini nyaman untuk berinvestasi dan dihuni.
Tersebutlah perwakilan Negara Rusia, Inggris, Amerika, Jepang, Belgia, dan Jerman sudah menempatkan
konsul mereka berikut perusahaan perkebunannyadi negeri nan bertuah ini.

Jikalau pemerintah Kota Medan tak hirau dengan keluhan warganya, marilah kita bersabar dan
membina kawasan kita masing-masing yang mungkin dalam rumah tangga sebagai satu kesatuan
terkecil dari negara ini untuk nyaman ditempati.

Anda mungkin juga menyukai