Anda di halaman 1dari 22

KOTA SEPEDA AMSTERDAM

ANDI
2270321001

UNIVERSITAS KRISNAD WIPAYANA


MENJADI KOTA SEPEDA D AN KOTA MASA
DEPAN YANG BERKEL ANJUTAN TERNYATA
KOTA SEPEDA AMSTERDAM
TIDAK SEMUDAH YANG DIBAYANGKAN.
SETELAH 50 TAHUN
AMSTERDAM MENAPAKI JALAN B ERL IKU
DAN ADA PENGORBANAN NYAWA TAK
SEDIKIT UNTUK MEWUJ UDKANNYA.

PT. Bangun Candra-Tualen 2020


PESEPEDA BERSELIWERAN DI JALAN-JALAN.
BANYAK PESEPEDA, TUA MAUPUN MUDA, RINGAN
MENGAYUH PEDAL MENUJU KE KANTOR, SEKOLAH,
PASAR, ATAU RESTORAN DI TEPI KANAL MENEMUI
KEKASIH HATI. LOKASI PARKIR SEPEDA ADA DI
MANA-MANA. SESEKALI, TRAM ATAU ANGKUTAN
UMUM LAIN MELAJU DI JALURNYA, TAK SALING
MENGGANGGU DENGAN PARA PESEPEDA DAN
PEJALAN KAKI. MOBIL PRIBADI TETAPLAH ADA,
TETAPI HANYA DI JALUR YANG DIPERBOLEHKAN.

PT Bangun Candra-Tualen 2020


IBU KOTA SEPEDA DI DUNIA, KOTA PALING
RAMAH PESEPEDA, KOTA BERKELANJUTAN
DENGAN DOMINASI KENDARAAN TAK
BERMESIN, SAMPAI RUJUKAN KOTA MASA
DEPAN UNTUK BUMI YANG LEBIH LESTARI.
SEMUA JULUKAN ITU DIBERIKAN DENGAN
RASA HORMAT KEPADA AMSTERDAM. KOTA-
KOTA LAIN BERHARAP DAPAT
MENDUPLIKASINYA.

YANG TIDAK SEMUA TAHU, MENJAD I


KOTA SEPEDA TERNYATA TID AK
SEMUDAH DI BAYANGK AN. AMSTERD AM
MENAPAKI JAL AN BERL IKU DAN ADA
PENGORBANAN, TERMAS UK NYAWA
YANG TAK SEDI KIT DEMI
MEWUJUDKANNYA.
Untuk memahami transformasi Amsterdam, tiga sekawan Fred
Feddes, Marjolein de Lange, dan Marco te Brömmelstroet
dalam artikelnya "Hard Work in Paradise: The contested
making of Amsterdam as a cycling city" membawa kita
kembali ke Belanda era tahun 1950an, tak lama setelah
Perang Dunia II usai. Artikel Feddes dan dua koleganya itu
termasuk salah satu artikel dalam buku The Politics of Cycling
Infrastructure: Spaces and (In)Equality (2020).
PT Bangun Candra-Tualen 2020
Di kota besar lain di Eropa, menurut Feddes dkk, tingkat
kesejahteraan yang melonjak seiring stabilnya kondisi
politik pascaperang diiringi pembenahan area
metropolitan dengan merobohkan bangunan, menutup
saluran air juga anak-anak sungai demi mendapat ruang
untuk memperbesar luas jalan. Tujuan utamanya agar
mobilitas warga dan kegiatan ekonomi tak terkendala.
Kendaraan bermotor pribadi roda empat melejit naik
menjadi favorit sekaligus simbol status sosial masyarakat
kala itu.
Entah mengapa, di masa yang sama,
pengambil keputusan membiarkan kota
lama Amsterdam tetap seperti sediakala
dan membangun kawasan di tepiannya
untuk memenuhi lonjakan permintaan
tempat tinggal. Waktu berjalan, bagian
kota Amsterdam yang lebih awal eksis
tetap setia dengan jaringan jalannya
yang relatif sempit. Masalah muncul
ketika "demam" memiliki mobil pribadi
turut menjangkiti warganya.
Pada 1971 di Amsterdam terjadi 3.300
kematian akibat kecelakaan lalu lintas.
Sebanyak 400 korban tewas dari total
jumlah itu adalah anak-anak. (The
Guardian)
Wajah Amsterdam selama kurun 1950-awal
1970 itu disebut mengerikan. Di kota lama
dan baru, rentetan parkiran mobil di tepi
jalan ditambah lalu lalang kendaraan
serupa membuat kota penuh sesak. Kota
seluas kurang dari 220 kilometer persegi
atau sekitar sepertiga luas Jakarta itu
terasa tak karuan.
Jalur pedestrian diapit lahan parkir sepeda dan pertokoan di
Kota Amsterdam, Belanda, yang dijuluki ibu kota sepeda dunia.
Foto diambil pada Juli 2019.
PT Bangun Candra-Tualen 2020
Pada saat bersamaan, banyak kaum muda dari
berbagai daerah di Belanda pindah ke Amsterdam untuk
melanjutkan pendidikan. Berbeda dengan mereka yang lebih
dewasa dan lebih mapan, para pemuda pemudi ini menikmati
tinggal di dalam kota dan tidak peduli pada mobil. Mereka bukan
pemuja tram atau bus, angkutan alternatif selain mobil yang dipilih
sebagian kelas pekerja untuk pergi dan pulang kerja.

Bagi mereka, meloncat ke atas sadel sepeda lalu mengayuhnya ke


kampus, kuliah dan bertemu teman-teman, jauh lebih menyenangkan.
Mandiri, merdeka, suka-suka dengan sepeda. Bonusnya, tubuh terasa
bugar.
Dari sanalah, menurut Feddes dkk, gaya hidup bersepeda di
Amsterdam muncul dan tak hanya digemari anak kuliahan, tetapi turut
menulari ibu rumah tangga, anak sekolah, dan lambat laun turut
menggoda kelas pekerja sampai warga lanjut usia.

Walau telah diterima sebagai gaya hidup yang asyik, tetap


saja mobil mendominasi Amsterdam. Pemerintah dan
masyarakat luas melihat sepeda sebatas hobi yang bakal
tergerus seiring perubahan usia serta kesejahteraan
seseorang.
Sepeda, kanal, perahu, dan deretan bangunan khas di Kota
Amsterdam, Belanda. Kota ini dijuluki ibu kota sepeda dunia.
Foto diambil pada Juli 2019.
Akan tetapi, persepsi publik perlahan berubah ketika
angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan mobil
naik pesat. Laporan The Guardian, pada 1971 di
Amsterdam terjadi 3.300 kematian akibat kecelakaan
lalu lintas. Sebanyak 400 korban tewas dari total jumlah
itu adalah anak-anak.

Kehilangan anak-anak itu memicu warga


Amsterdam sedih dan geram bukan kepalang.
Mereka serentak turun ke jalan meminta
pemerintah mengambil tindakan tegas mengatasi
masalah itu. Unjuk rasa tersebut dikenal sebagai
gerakan “Stop de Kindermoord” (hentikan
pembunuhan anak-anak).
Unjuk rasa banyak diikuti warga dengan bersepeda,
menutup lokasi-lokasi tertentu, mendengungkan
penutupan jalan dari mobil agar anak-anak aman saat
pergi dan pulang sekolah.

Awalnya, tuntutan warga hanya dijawab dengan


dibangunnya woonerf atau gundukan di jalan atau di
dekat tikungan. Kebijakan “polisi tidur” ini untuk menahan
laju kendaraan bermotor. Publik yang tak puas menuntut
lebih. Lahirlah desakan Amsterdam Fietst atau Sepeda
Amsterdam.
Suasana salah satu sudut Kota Amsterdam,
Belanda, yang dijuluki ibu kota sepeda
dunia. Foto diambil pada 1 Juli 2019.
Pada 1978, masyarakat semakin tak tahan dengan kebijakan
pemerintah yang pro kendaraan bermotor pribadi. Mereka
menggelar unjuk rasa besar-besaran seminggu sebelum
pemilihan umum dan meminta para politisi membangun negara
Belanda berbasis kota ramah sepeda.
Perlu empat tahun sebelum Rencana Jaringan Sepeda ditetapkan.
Secara prinsip, rencana ini meliputi dua pertiga dari semua jalan
utama untuk jalur sepeda, menghubungkan jalur sepeda di semua
ruas jalan utama maupun arteri hingga gang, mewujudkan kawasan-
kawasan bebas mobil pribadi dengan menguatkan sistem
transportasi publik dan fasilitas pejalan kaki juga pesepeda, serta
menjadikan lahan parkir mobil sebagai ruang publik dan tempat
untuk sepeda.
Sejak 1982 hingga saat ini, Feddes dkk menyatakan
rencana induk menjadikan Amsterdam dan kota-
kota lain di Belanda menjadi ramah sepeda sudah
95 persen tercapai. Namun, proses menjadi lebih
baik dan berkelanjutan terus dilakukan.

Kanal “I Amsterdam” menyebutkan, penduduk


Amsterdam kini bersepeda hingga 2 miliar kilometer
per hari di sepanjang 767 kilometer jalur sepeda
yang disediakan. Populasi sepeda di Amsterdam 1,5-2
kali lipat jumlah penduduknya. Sampai tahun 2020,
ada sekitar 1 juta jiwa warga di kota utama atau
sekitar 2 juta jiwa untuk seluruh area metropolitan
Amsterdam.
Salah satu lahan parkir sepeda di Kota Amsterdam,
Belanda, yang dijuluki ibu kota sepeda dunia. Foto
diambil pada Juli 2019.
Belanda sendiri kini menjadi laboratorium untuk
berbagai uji coba infrastruktur kota pendukung aktivitas
bersepeda yang aman. Aturan serta teknologi baru terus
digodok agar pesepeda tidak semena-mena di jalan,
karena kian banyak pula kecelakaan maut melibatkan
pesepeda yang ngebut. Selain itu, terus diupayakan
pencegahan pencurian sepeda dan perilaku membuang
sepeda ke ratusan kanal di sana.
Sejak 2020, Amsterdam mulai menerapkan kebijakan
"Kota Donat" atau kota ekonomi sirkular (melingkar)
dengan kota ramah sepeda menjadi salah satu
pilarnya. "Kota donat" Amsterdam mengutamakan
penggunaan produk ramah lingkungan,
pemanfaatan kembali, daur ulang, dan mengurangi
pemakaian produk baru di semua lini kehidupan.
Tiga dekade ke depan atau pada 2050, Amsterdam
menargetkan menjadi kota yang sepenuhnya
sirkular.
Jalan panjang Sepeda Amsterdam maupun
impian "kota donat" 2050 mengajarkan bahwa
memang tidak ada proses kilat menjadi kota
berkelanjutan. Program baru Paris maupun
London pun disebut baru akan terlihat hasilnya
paling cepat di 2030.

Anda mungkin juga menyukai