Anda di halaman 1dari 135

ANALISIS DAMPAK FATHERLESS PADA KENAKALAN REMAJA

SMAN DI JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :
Azhary Pangestu Utami
NIM : 11140150000064

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
i
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Azhary Pangestu Utami (NIM: 11140150000064). Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
Analisis Dampak Fatherless Pada Kenakalan Remaja SMAN di Jakarta
Timur.
Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah pengaruh yang signifikan
antara Fatherless terhadap kenakalan remaja pada Siswa SMAN yang berada
di Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
merupakan penelitian dengan studi kasus dengan pendekatan analisis
deskriptif. Populasi penelitian ini adalah Siswa SMAN yang berada di Jakarta
Timur dengan jumlah sampelnya sebanyak 96 siswa. Sampel penelitian ini
diambil dengan cara random sampling. Teknik pengumpulan data penelitian
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan dokumentasi. Data yang
dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan uji T Parsial, koefisien
determinan serta dilanjutkan dengan analisis regresi linier sederhana. Hasil
penelitian berdasakan analisis data statistik, indikator – indikator dari variabel
pada penelitian ini bersifat valid dan reliabel.
Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
pada uji reliabilitas ditemukan bahwa tabel variabel x dikatakan reliabel
karena cronbach’s alpha pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang
dilakukan menunjukan nilai 0,913 yang mana angka tersebut >0,6. Dan Pada
tabel variabel y dikatakan reliabel karena cronbach’s alpha pada hasil
reliabilitas >0,6. Dan hasil yang dilakukan menunjukan nilai 0,838 yang
mana angka tersebut >0,6.
Berdasarkan hasil data uji normalitas data menggunakan metode
Kolmogorov-Smirnov didapat nilai signifikansi 0.200 > 0.05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Kemudian Hasil uji
homogenitas Levene menunjukan bahwa Levene Statistic sebesar 4.406 pada
taraf signifikasi 0,049 (0,049>0,05) berarti H0 diterima. Artinya, data berasal
dari varian yang homogen.

Kata Kunci : Fatherless, Kenakalan Remaja

vi
ABSTRACT
Azhary Pangestu Utami (NIM: 11140150000064). Department of Social
Sciences Education. Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. An analysis
of the impact of fatherless on high school juvenile delinquency in East
Jakarta.
This study aims to determine whether Fatherless has a significant influence
on juvenile delinquency in high school students in East Jakarta. This research
uses a quantitative approach and is a case study with a descriptive analysis
approach. The population of this study was students of SMAN in East Jakarta
with a total sample of 96 students. The research sample was taken by random
sampling. The research data collection technique was collected using a
questionnaire and documentation. The data collected were analyzed using partial
t-test, determinant coefficient, and followed by simple linear regression analysis.
The results of the study were based on statistical data analysis, the indicators of
the variables in this study were valid and reliable
Based on the results of the analysis of this study, it can be concluded that in
the reliability test it was found that the variable table x was said to be reliable
because Cronbach's alpha on reliability results >0.6. And the results showed a
value of 0.913 where the number is > 0.6. And in the table, the variable y is said
to be reliable because of Cronbach's alpha on the reliability results> 0.6. And the
results showed a value of 0.838 where the number is > 0.6.
Based on the results of the data normality test using the Kolmogorov-
Smirnov method, a significance value of 0.200> 0.05 was obtained, so it can be
concluded that the data is normally distributed. Then the results of the Levene
homogeneity test show that the Levene statistic is 4.406 at a significance level of
0.049 (0.049>0.05) meaning that H0 is accepted. That is, the data comes from a
homogeneous variant.
Keywords : fatherless, juvenile delinquency

vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya.
Shalawat dan salam senantiasa tersurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga dan para sahabatnya, serta kepada seluruh muslimin dan muslimat.
Alhamdulillahi rabbil’alamiin, senantiasa selalu penulis panjatkan kepada
Allah SWT. Karena atas Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya diri ini adalah mahluk sosial yang tidak
mungkin dapat hidup mandiri. Begitu pula dengan proses penyusunan skripsi ini,
penulis membutuhkan bimbingan, bantuan, dukungan, do’a, serta semangat dari
berbagai pihak. Sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sebagai
ungkapan rasa hormat yang teramat sangat, apresiasi dan rasa terima kasih setinggi-
tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Ibu Dr. Amany Burhanudin Umar Lubis, Lc, MA selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Andri Noor Ardiansyah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FITK UIN Syarif Hidayatulla
h Jakarta
5. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan arahan,
bimbingan, dan motivasi kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Dr. Jakiatin Nisa, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan semangat, arahan, bimbingan, dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Jajaran Dosen Pendidikan IPS UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
8. Yang paling teristimewa yakni kedua orangtua penulis, Papa
(Maryono) dan Mama (Ati Nurhayati) terimakasih atas cinta dan kasih
sayangnya secara tulus, untuk doanya yang selalu mengalir tanpa henti
serta selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah kepada keduanya.
9. Adik yang paling kaka sayang, Muhammad Luthfi Wibowo, walaupun
kadang kamu galak dan kita sering berantem.
10. Para sahabat-sahabat penulis semasa kuliah: Aisyah Az Zahrah, Alya
Fadiyah, Githa Ciptaningtyas, Mauly Nabilah, Melinda Saraswati,

viii
Khoerun Nisa, dan Sindi Alwiyah. Terimakasih sudah membersamai
dan menjadi pengingat sekaligus penghibur selama kuliah di UIN.
Semoga kalian semua senantiasa diberikan kesehatan, keberkahan, dan
kebahagiaan dalam hidup.
11. Sahabat yang setia menemani penulis dikala sedih dan senang yakni
Aisyah Az Zahrah, Sindi Alwiyah, Syifa Andini, dan Khoirunnisa Suci
Pradana. You know me so well.
12. Seluruh keluarga tercinta terimakasih atas doa, semangat, serta
perhatiannya. Kalian selalu dalam doaku.
13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS 2014, yang telah berjuang
bersama-sama dari awal menjadi maba hingga sampai sarjana.
14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga
Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan kalian.

Akhirnya, semoga segala bantuan bimbingan, semangat dan do’a yang


telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT
di dunia dan di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi khazanah pengetahuan pada umumnya.

Jakarta, 11 Februari 2021

Azhary Pangestu Utami

ix
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 11
C. Batasan Masalah ...................................................................................... 11
D. Rumusan Masalah.................................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 12
F. Manfaat Penelitian ................................................................................... 12
BAB II .................................................................................................................. 14
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS........................................ 14
A. Kajian Teori.............................................................................................. 14
1. Keluarga ................................................................................................ 14
a. Pengertian Keluarga ............................................................................ 14
b. Peranan Keluarga ................................................................................ 16
c. Fungsi Keluarga .................................................................................. 17
2. Fatherless .............................................................................................. 18
a. Pengertian Fatherless .......................................................................... 18
b. Penyebab Fatherless ............................................................................ 21
3. Kenakalan Remaja ............................................................................... 23
a. Pengertian Remaja .............................................................................. 23
b. Penggolongan Usia Remaja ................................................................ 24
c. Pengertian Kenakalan Remaja ............................................................ 27
d. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja ...................................... 30
e. Upaya Pencegahan dan Penanganan Kenakalan Remaja ................... 32
B. Penelitian Yang Relevan .......................................................................... 33
C. Kerangka Berfikir .................................................................................... 40
D. Kerangka Teori ........................................................................................ 41

x
E. Hipotesis .................................................................................................... 42
BAB III ................................................................................................................. 43
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 43
A. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 43
1. Lokasi Penelitian .................................................................................. 43
2. Waktu Penelitian .................................................................................. 43
B. Metodologi Penelitian .............................................................................. 44
1. Populasi ................................................................................................. 44
2. Sampel ................................................................................................... 45
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ....................... 48
1. Variabel Penelitian ............................................................................... 49
2. Definisi Operasional Variabel ............................................................. 50
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 51
1. Data Primer........................................................................................... 51
2. Data Sekunder ...................................................................................... 52
E. Instrumen Penelitian................................................................................ 52
F. Metode Analisis Data dan Uji Instrumen .............................................. 53
1. Analisis Statistik Deskriptif ................................................................. 53
2. Uji Instrumen ........................................................................................ 54
3. Uji Prasyarat Analisis .......................................................................... 55
4. Uji Hipotesis .......................................................................................... 57
BAB IV ................................................................................................................. 60
PEMBAHASAN .................................................................................................. 60
A. Gambaran Umum dan Tempat Penelitian ............................................ 60
1. Kondisi Geografis ................................................................................. 60
2. Sejarah Singkat SMAN ........................................................................ 61
B. Data Penelitian ......................................................................................... 62
1. Deskripsi Responden ............................................................................ 64
2. Analisis Data ......................................................................................... 67
3. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 71
4. Analisis Hasil Regresi dan Pengujian Hipotesis ................................ 74

xi
5. Pembahasan Hasil Penelitian .............................................................. 78
6. Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 80
BAB V................................................................................................................... 82
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .................................................. 82
A. Kesimpulan ............................................................................................... 82
B. Implikasi ................................................................................................... 83
C. Saran ......................................................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 85
LAMPIRAN ......................................................................................................... 90

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Ciri-ciri atau Karakteristik Seks Sekunder Pada Masa Remaja ........... 25
Tabel 2. 2 Penelitian Relevan................................................................................ 37
Tabel 2. 3 Kerangka Teori .................................................................................... 41

Tabel 3. 1 Waktu Penelitian .................................................................................. 43


Tabel 3. 2 Populasi ................................................................................................ 45
Tabel 3. 3 Kecamatan di Jakarta Timur ................................................................ 46
Tabel 3. 4 Jumlah Populasi Sampel ...................................................................... 48
Tabel 3. 5 Penjabaran Variable Penelitian ............................................................ 50
Tabel 3. 6 Alternatif Jawaban Variabel Penelitian................................................ 52
Tabel 3. 7 Kisi-Kisi Instrumen .............................................................................. 53

Tabel 4. 1 Data Penelitian ..................................................................................... 62


Tabel 4. 2 Data Penyebaran Kuesioner ................................................................. 63
Tabel 4. 3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................... 64
Tabel 4. 4 Responden Berdasarkan Usia............................................................... 65
Tabel 4. 5 Responden Berdasarkan Asal Sekolah ................................................. 66
Tabel 4. 6 Reliability Statistics X .......................................................................... 69
Tabel 4. 7 Reliability Statistics Y .......................................................................... 69
Tabel 4. 8 Hasil Uji Realibilitas X dan Y ............................................................. 69
Tabel 4. 9 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ........................................................ 70
Tabel 4. 10 Hasil Uji Normalitas Data .................................................................. 71
Tabel 4. 11 Hasil Uji Homogenitas Data .............................................................. 73
Tabel 4. 12 Hasil Uji Linieritas ............................................................................. 74
Tabel 4. 13 Hasil Uji Koefisiensi Determinasi ..................................................... 75
Tabel 4. 14 Hasil Uji T .......................................................................................... 75
Tabel 4. 15 Analisis Regresi Linier Sederhana ..................................................... 77

xiii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3. 1 Variabel Penelitian ........................................................................... 50


Gambar 3. 2 Rumus korelasi product moment ...................................................... 54
Gambar 3. 3 Rumus Alpha .................................................................................... 55

Gambar 4. 1 Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 64


Gambar 4. 2 Persentase Responden Berdasarkan Usia ......................................... 65
Gambar 4. 3 Persentase Jumlah Asal Sekolah ...................................................... 67
Gambar 4. 4 Hasil Uji Normalitas......................................................................... 72

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Tabel Hasil Uji validitas Variabel X ............................................ 90


LAMPIRAN 2 Tabel Hasil Uji validitas Variabel Y ............................................ 91
LAMPIRAN 3 Tabel Hasil Uji validitas Variabel X yang Sudah Valid .............. 93
LAMPIRAN 4 Tabel Hasil Uji validitas Variabel Y yang Sudah Valid .............. 93
LAMPIRAN 5 Kuesioner Variabel X ................................................................... 94
LAMPIRAN 6 Kuesioner Variabel Y ................................................................... 97
LAMPIRAN 7 Lembar Uji Referensi ................................................................. 101
LAMPIRAN 8 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian .......................... 110
LAMPIRAN 9 Dokumentasi Penelitian Skripsi ................................................. 115

xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti diketahui bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari suatu
masyarakat. Keluarga juga adalah lingkungan sosial terdekat dari setiap
individu, tempat indvidu dapat bertumbuh dan berkembang di dalamnya.
Keluarga adalah satuan sosial terkecil yaitu instansi pertama yang
memberikan pengaruh terhadap sosialisasi anggotanya, yang kemudian akan
membentuk kepribadiannya. Dalam keadaan normal, seorang anak akan
dibentuk dan dipengaruhi oleh sikap dan tindakan orang tuanya. Terlepas
dari masalah kaya dan miskin, jika keluarga memberikan pendidikan terbaik,
mencurahkan kasih sayang kepada anak, pola dan sistem nilai keluarga itu
yang akan melekat pada anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada akhirnya, hal tersebut membentuk ketahanan keluarga.

Keluarga-keluarga membentuk suatu masyarakat. Masyarakat yang sehat


sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa. Sehat dalam arti bukan saja
secara fisik tetapi juga secara mental dan sosial. Masyarakat yang sehat
dapat dicapai jika terdapat keluarga-keluarga yang utuh dalam masyarakat
tersebut. Dengan demikian, sangat diharapkan semua keluarga
mempertahankan keutuhan dalam keluarga, karena dalam keluarga yang utuh
atau harmonis melahirkan individu yang sehat jasmani, rohani, dan sosial.
Dengan kata lain keutuhan atau keharmonisan keluarga berdampak pada
keutuhan atau keharmonisan masyarakat, yang pada akhirnya berpengaruh
pada pembangunan bangsa1

Keluarga ideal dan harmonis merupakan suatu keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang memiliki peranan masing–masing individu untuk

1
Christofora Megawati Tirtawinata, Mengupayakan Keluarga Yang Harmonis: Jurnal
Humaniora, Vol 4, No. 2, Oktober 2013, h. 1142

1
2

mencapai suatu keluarga yang harmonis. Ayah memiliki peranan penting


dalam sebuah keluarga yaitu mencari nafkah dan memimpin segala keputusan
untuk keluarganya. Ibu juga memiliki peranan penting, yaitu membantu
keputusan yang suami buat, dan bertugas untuk melayani segala pekerjaan
rumah termasuk mendidik anaknya. Peran anak dalam sebuah hubungan
keluarga memiliki peranan yaitu membantu kedua orang tuanya, mencari
ilmu di sekolah dan menjaga nama baik keluarga. Dengan memiliki hubungan
peranan masing-masing tiap keluarga diharapkan terciptanya hubungan
harmonis agar menjadi keluarga yang ideal.

Namun, tidak semua orang memiliki keluarga yang ideal. Ada pula
keluarga yang mengalami ketidak utuhan didalamnya. Bisa dikarenakan oleh
sebuah perceraian atau juga salah satu dari orang tua meninggal dunia.
Fatherless generation, generasi tanpa ayah. Kehilangan kasih sayang seorang
ayah kelihatannya tidak ada masalah, tapi itu merupakan masalah yang amat
besar. Karena kasih sayang dari seorang ayah merupakan sumber rasa aman
bagi seorang anak dalam menghadapi perjuangan hidup yang harus
dijalaninya kelak. kalau kita banyak menemukan orang dengan sifat yang
mudah putus asa, egois, kejam, dan lain-lain, kebanyakan mereka pada waktu
anak-anak mengalami kekurangan kasih sayang dari seorang ayah.1

Keluarga yang kehilangan ayah (fatherless families) tidak hanya


mengakibatkan marjinalisasi sosial, tetapi juga dianggap berisiko bagi
terjadinya perkembangan penyimpangan karena ketidakhadiran figur laki-laki
yang kuat yang mana anak laki-laki dapat “mengidentifikasi” dirinya2.
Karena pada hakikatnya, memiliki sosok orangtua yang lengkap sudah pasti
menjadi dambaan dan kebutuhan semua anak.

1
Siti Maryam Munjiat, Pengaruh Fatherless Terhadap Karakter Anak Dalam Perspektif
Islam, Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 1, Juni 2017, h. 109
2
Ibid, h. 109
3

Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga merupakan suatu


lembaga yang mewarnai pembangunan dan perkembangan kualitas anak.
Tugas utama keluarga adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial
anggota keluarganya baik perawatan, pemeliharaan, bimbingan,
perkembangan kepribadian dan pemenuhan sisi emosional serta spiritual bagi
anggotanya. Jika terjadi disfungsional dalam keluarga bisa jadi timbul
kelambatan, ketegangan dan kesulitan penyesuaian kepribadian sehingga
merusak fungsinya sebagai diri individu atau sosial.3

Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Orangtua mempunyai peran
penting karena orang tua yang bertanggung jawab pada tumbuh kembang
anak. Hal ini dikarenakan orang tualah yang pertama kali bersentuhan
langsung dengan anak dan model pertama bagi anaknya. Sementara ayah
dalam sebuah keluarga, mempunyai peran penting dalam membina
pertumbuhan fisik maupun pertumbuhan psikologis anak.

Islam menaruh harapan besar terhadap perbaikan keturunan sebagai


pelajut dan penerus budaya keluarga. Keluarga sebagai tempat pembinaan
dalam rangka pembibitan moralitas, mentalitas, dan kepribadian utuh, bukan
kepribadian terbelah. Institusi ini sebagai lembaga pendidikan pertama dan
utama dalam memainkan perannya.4

Akan tetapi dalam kenyataannya, pada saat ini, seringkali dihadapkan


oleh berbagai macam permasalahan sosial yang sangat beragam. Tidak
terkecuali dengan persoalan tentang kenakalan remaja. Dapat di lihat bahwa
remaja-remaja generasi milenial masa kini yang kelakuannya sangat
memprihatinkan banyak orang. Sudah banyak fenomena-fenomena kenakalan
remaja yang hingga saat ini masih sering terjadi disekitar. Di antara
kenakalan remaja ialah tawuran antar sekolah, membolos sekolah, memakai

3
Vera Astuti dan Putri Puspitarani, Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Jarak Jauh
Remaja, (Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro, 2013), h. 122
4
Muhammad Jafar Anwar dan Muhammad A. Salam , Membumikan Pendidikan
Karakter, (Jakarta: CV Suri Tatu’uw, 2015), h. 49
4

obat-obatan terlarang, minum-minuman keras. Hal ini tentunya sangat


membuat miris banyak orang. Remaja yang seharusnya menjadi pelopor
terdepan untuk membangun negeri ini, malah memberikan efek negatif
kepada generasi selanjutnya.

Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) menunjukkan


jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 % dari jumlah penduduk, jadi sekitar
1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi asset bangsa jika remaja dapat
menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka
jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai
terlibat dalam kenakalan remaja5

Adapun Hasil Penelitian BNN bekerja sama dengan UI menunjukkan:

1. Jumlah penyalahguna narkoba sebesar 1,5% dari populasi atau 3,2 juta
orang, terdiri dari 69% kelompok teratur pakai dan 31% kelompok
pecandu dengan proporsi laki-laki sebesar 79%, perempuan 21%.
2. Kelompok teratur pakai terdiri dari penyalahguna ganja 71%, shabu
50%, ekstasi 42% dan obat penenang 22%.
3. Kelompok pecandu terdiri dari penyalahguna ganja 75%, heroin / putaw
62%, shabu 57%, ekstasi 34% dan obat penenang 25%.
4. Penyalahguna Narkoba Dengan Suntikan (IDU) sebesar 56% (572.000
orang) dengan kisaran 515.000 sampai 630.000 orang
5. Beban ekonomi terbesar adalah untuk pembelian / konsumsi narkoba
yaitu sebesar Rp. 11,3 triliun.

Lutfia Uli Na’mah, dkk, Peningkatan Pengetahuan Melalui Sosialisasi Kesehatan


5

Reproduksi Kesehatan Remaja Tentang Kenakalan Remaja (Narkoba dan HIV/AIDS),


(Purwokerto : STIKES Muhammadiyah Gombong, 2018), h. 263
5

6. Angka kematian (Mortality) pecandu 1.500 orang meninggal dalam 1


tahun.6

Perilaku semacam ini telah terjadi untuk yang kesekian kalinya karena
hal ini sangat mengganggu dan meresahkan semua masyarakat. Kenakalan
remaja yang sudah menahun dan terus berulang ini sulit untuk di selesaikan.
Kurangnya budi pekerti dan etika sopan santun para remaja kepada orang tua
dan guru, serta kehidupan malam yang sering membuat remaja ini terlelap
akan dunianya yang semu. Bila semua hal ini dibiarkan terus menerus, akan
menimbulkan suatu permasalahan yang tidak akan pernah berakhir.

Dilansir dari wikipedia.org7, penyebab kenakalan remaja dapat


disebabkan oleh faktor eksternal, yakni sebagai berikut:

1. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar


anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu
perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun,
seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama,
atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab
terjadinya kenakalan remaja.

2. Teman sebaya yang kurang baik

Selain itu, banyak faktor yang menyebabkan remaja saat ini melakukan
penyimpangan. Salah satunya ialah keluarga. Karena keluarga adalah salah
satu pranata yang utama untuk membentuk perilaku seorang anak yang mulai
dewasa. Apabila dari sejak kecil si anak sudah diajarkan sopan santun,
diajarkan agama yang baik, etika cara berperilaku yang baik dan bermoral
mungkin saja hal-hal kenakalan remaja masih bisa dikendalikan. Ditambah

6
Armansyah, Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja Dalam
Perspektif Hukum Islam, Al-Ittihad Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam, Vol. 3 No. 1 (Jan-Jun)
2017, h. 52

7
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kenakalan_remaja (diakses pada tanggal 15
Juli 2018, pukul 19:38 WIB)
6

pula dengan keharmonisan sebuah keluarga. Keharmonisan keluarga bisa


menjadikan si anak tidak berperilaku menyimpang. Mengapa demikian?
Karena si anak merasa dirinya utuh dan dihargai. Si anak merasa memiliki
pondasi untuk sekedar berkeluh kesah dengan sang ibu atau bapaknya.

Lain hal nya apabila suatu keluarga itu sudah tidak dalam keadaan utuh.
Hal ini bisa disebabkan oleh perceraian kedua orang tua atau juga dapat
disebabkan karena salah satu orang tua si anak meninggal dunia. Bagi si anak
yang mengalami broken home, si anak merasa dirinya kesepian karena orang
tuanya telah berpisah dan kasih sayang dari keduanya yang terbagi.
Pertengkaran kedua orang tua dirumah yang menyebabkan si anak menjadi
korban sehingga si anak tersebut tidak betah berada di rumah nya sendiri.
Sehingga mulai dari sinilah titik awal dimana kenakalan remaja itu terjadi. Si
anak mulai sering keluar rumah tanpa izin, sering pulang larut malam, hingga
yang lebih parah minum-minuman air keras untuk menghilangkan kepenatan
yang ada pada dirinya.

Bila kita mengamati kelakuan nakal remaja saat ini, bisa dipastikan
bahwa banyak faktor yang menyebabkan perilaku menyimpang. Mengapa
demikian? Karena usia remaja ini adalah masa dimana mereka semua
mencari jati diri, ingin dilihat orang bahwa mereka para remaja merasa
dirinya jumawa dan ingin terlihat keren didepan teman-teman sebayanya.
Karena anak-anak ini sedang berada dalam masa transisi dari masa anak-
anak menuju ke masa dewasa. Jadi tingkat emosional dan tingkat berfikir nya
masih labil sehingga masih mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Kenakalan remaja pun turut terjadi pada anak-anak remaja di daerah


Jakarta Timur. Kenakalan remaja yang kerap kali terjadi ialah mengenai
tawuran. Dilansir dari laman news.detik.com, tawuran antar remaja kembali
terjadi di kawasan Jalan Dewi Sartika, Cawang, Jakarta Timur. Kapolres
Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo mengatakan tawuran disebabkan oleh
kenakalan remaja. Beliau mengatakan bahwa remaja tersebut saling lempar
petasan. Beliau menambahkan bahwa tawuran di kawasan tersebut memang
7

kerap terjadi. Lokasi tawuran berada di pertigaan Jl Dewi Sartika yang


menghubungkan Kalibata, Cawang, dan Kampung Melayu8.

Bahkan daerah Jakarta Timur dipredikat sebagai daerah yang jumlah


kasus tawurannya tertinggi. Ini tentu sangat disayangkan sekali. Dilansir dari
laman megapolitan.kompas.com, Ada 63 kejadian tawuran terjadi di DKI
Jakarta sejak awal Januari 2015. Sebanyak 26 kasus dari jumlah tersebut
terjadi di Jakarta Timur yang membuat daerah itu menjadi wilayah dengan
jumlah kejadian tawuran tertinggi. "Memang ada pergeseran. Sebelumnya,
yang dominan ada di Jakarta Pusat, tetapi tahun ini dominannya justru di
Jakarta Timur," ujar Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya Kombes Pol
Martuani Sormin di Balai Kota DKI.

Berdasarkan data milik Polda Metro Jaya, sebanyak 26 kasus tawuran


terjadi di Jakarta Timur, 8 kasus di Jakarta Pusat, 13 kasus di Jakarta Selatan,
2 kasus di Jakarta Utara, dan 8 kasus di Jakarta Barat. Beliau pun
mengapresiasi kinerja Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat yang
telah menurunkan angka tawuran. Untuk kejadian tawuran di Jakarta Timur,
Martuani mengatakan, tawuran di wilayah itu sering kali merupakan tawuran
remaja. Sering kali, pemicu tawuran-tawuran tersebut merupakan masalah
sepele, misalnya saling ejek antar-kelompok remaja tertentu. Akibat hal kecil
itu, tawuran bisa pecah dan tidak jarang masing-masing menggunakan
senjata-senjata tajam untuk melukai lawan. Martuani mengatakan, aksi
tawuran sering kali berbanding lurus dengan aksi kriminal lain, seperti
perampokan oleh remaja. Alasan para remaja ini melakukan aksi kriminal,
kata Martuani, terhitung sederhana, misalnya ingin memiliki handphone

8
Dikutip dari https://news.detik.com/berita/d-3476967/tawuran-di-cawang-kapolres-
jaktim-disebabkan-kenakalan-remaja. Judul : Tawuran di Cawang, Kapolres jaktim: Disebabkan
Kenakalan Remaja
8

terbaru. "Alasan mereka merampok sederhana, cuma karena mau punya


handphone Android saja," ujar Martuani9

Dewasa ini masalah kenakalan remaja telah menjangkau delik-delik yang


terbesar di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Masalah
penyalahgunaan narkotika atau penyalahgunaan obat-obatan terlarang sejenis
narkotika telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan masalah
kenakalan remaja. Kondisi yang serba distruktif terjadi hampir di seluruh
kota besar Indonesia dengan berbagai motif, latar belakang, dan sebab-sebab
yang cukup kompleks. Dalam menghadapi kenyataan tersebut pemerintah
telah mengeluarkan beberapa kebijaksanaan untuk menangani secara
sungguh-sungguh. Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Narkotika
merupakan bukti autentik perhatian pemerintah terhadap bangsa dan Negara
Republik Indonesia dari pengaruh-pengaruh buruk penyalahgunaan narkotika
dan atau obat-obatan terlarang sejenis narkotika.10

Remaja yang sedang dalam masa akil baligh masih sangat labil dan sulit
untuk mengendalikan emosi yang ada di dalam diri mereka. Sehingga segala
perbuatan yang mereka lakukan itu tanpa berfikir panjang terlebih dahulu.
Maka untuk mengatasinya, peran dari orang tua sangatlah dibutuhkan dalam
hal ini. Sebagaimana mestinya, orang tua harus bisa meluangkan waktunya
untuk anak-anaknya di rumah sesibuk apapun itu. Orang tua harus mampu
mendengarkan keluh kesah anak-anaknya dan memberikan jalan keluar dari
permasalahan yang sedang dihadapi oleh si anak tersebut.

9
Dikutip dari
hpps://megapolitan.kompas.com/read/2015/07/27/15520581/Jumlah.Kasus.Tawuran.Tertinggi.Kin
i.di.Jakarta.Timur (diakses pada tanggal 15 Juli 2018, pukul 20:03 WIB, dengan judul artikel:
Jumlah Kasus Tawuran Tertinggi Kini di Jakarta Timur)
10
Sudarsono, Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1991), h. 91
9

Anak yang ditinggal orang tua karena meninggal dunia juga sudah pasti
anak itu akan merasa kesepian karena salah satu dari orang tua mereka, orang
yang menjadi panutan mereka telah pergi salah satunya. Terlebih apabila
yang meninggal ialah seorang ayah. Karena sang ayah lah yang menjadi
pelopor dirumah. Panutan dalam segala hal. Karena kebanyakan remaja saat
ini terlebih remaja putera yang ayahnya telah meninggal dunia dan hidup
bersama ibunya lebih condong berperilaku yang negatif. Walaupun tidak
semua remaja berperilaku menyimpang, tapi sebagian besar memang seperti
itu keadaannya. Mengapa demikian? Karena tidak adanya lagi arahan dan
perhatian dari sang ayah yang memicu anak tesebut berperilaku
menyimpang.

Anak remaja yang ditinggal pergi oleh ayahnya karena meninggal dunia
dan hanya tinggal bersama ibunya, sudah pasti si ibu diwajibkan untuk
memiliki dua kepribadian, dalam artian si ibu harus menjadi dua karakter
sekaligus yakni menjadi seorang ibu dan menjadi seorang ayah. Si ibu juga
menjadi kepala keluarga. Si ibu harus bisa menjadi tempat kosong pengganti
sosok ayah. Karena bagaimanapun masa anak di usia remaja pasti
membutuhkan sosok sang ayah yang menjadi figur atau pribadi yang dapat
memberi arahan dalam menghadapi sebuah masalah.

Mengutip Survei Indeks Nasional Pengasuhan Anak di Indonesia tahun


2015 oleh KPAI, Rita mengatakan peran ayah dibandingkan ibu, hanya
sedikit lebih baik dalam hal mengetahui dampak teknologi informasi,
pemenuhan nafkah dan menguruskan akte kelahiran. Secara umum, kata dia,
peran ibu masih dominan pada semua indeks pengasuhan dibandingkan
peran ayah, mulai dari pengasuhan fase awal, pemenuhan hak dasar,
penanaman nilai dasar, pola komunikasi orang tua dan anak, akses dan alat
media digital, pencegahan kekerasan serta partisipasi anak. Rita
mengatakan fatherless (tanpa ayah) memiliki dampak bagi anak laki-laki dan
perempuan terutama untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka. Bagi
anak laki-laki tanpa ayah akan berdampak pada agresivitas anak yang dapat
10

menyebabkan keterlibatan dalam “kenakalan remaja”. Peran ayah untuk


memberikan pemahaman tentang kesehatan reproduksi sangat penting bagi
anak laki-laki, tapi sayangnya ayah belum banyak terlibat.11

Dilansir pada laman kompas.com menjelaskan bahwa ada sejumlah hasil


penelitian yang memperlihatkan efek ketidakhadiran ayah, seperti dikutip
menweb.org. Dalam studi yang dilakukan oleh Kalter dan Rembar dari
Children’s Psychiatric Hospital, University of Michigan, AS, dari 144
sampel anak dan remaja awal yang orangtuanya bercerai, ditemukan tiga
masalah utama. Sebanyak 63 persen anak mengalami problem psikologis
subyektif, seperti gelisah, sedih, suasana hati mudah berubah, fobia, dan
depresi. Sebanyak 56 persen kemampuan berprestasinya rendah atau di
bawah kemampuan yang pernah mereka capai pada masa sebelumnya.
Sebanyak 43 persen melakukan agresi terhadap orangtua.12 Padahal
kenyatannya, sosok dan peran ayah sangat dibutuhkan disini untuk mencegah
perilaku-perilaku seperti di atas.

Bagi anak remaja sangat diperlukan adanya pemahaman, pendalaman


serta ketaatan terhadap ajaran-ajaran agama yang dianut. Dalam
kenyataannya sehari-hari menunjukkan, bahwa anak-anak remaja yang
melakukan kejahatan sebagian besar kurang memahami norma-norma agama
bahkan mungkin lalai menunaikan perintah-perintah agama antara lain
mengikuti kebaktian, acara missa, puasa, dan shalat13

11
Dikutip dari www.kpai.go.id/berita/kpai-ingatkan-peran-strategis-ayah-dalam-tumbuh-
kembang-anak/ (diakses pada tanggal 01 Maret 2018, pukul 21:15 WIB, dengan judul artikel:
KPAI Ingatkan Peran Strategis Ayah Dalam Tumbuh Kembang Anak)
12
Dikutip dari
https://nasional.kompas.com/read/2010/04/02/0915433/efek.ketidakhadiran.ayah.buruk?page=all
(Diakses pada tanggal 01 Maret 2018, pukul 22:05 WIB, dengan judul artikel: Efek
Ketidakhadiran Ayah Buruk)

13
Sudarsono, Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi, h. 120
11

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat kasus kenakalan remaja yang terjadi di Jakarta Timur


2. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja
3. Kurangnya peran keluarga terutama Ayah sehingga menimbulkan
terjadinya kenakalan remaja
4. Adanya masalah yang ditimbulkan efek dari ketidakhadiran seorang
ayah
5. Masih dominannya peran Ibu dalam indeks pengasuhan anak
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka
masalah yang diteliti dibatasi pada:

Kenakalan remaja siswa SMAN di Jakarta Timur

Subjek dalam penelitian ini dibatasi pada remaja SMAN yakni remaja
yang berusia 16-18 tahun dan seorang fatherless. Fatherless disini dalam
artian tidak memiliki orang tua yakni ayah yang telah meninggal dunia
ataupun bercerai.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dan
pembatasan masalah, maka permasalahan ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Masalah kenakalan remaja apa saja yang terjadi di Jakarta Timur?


2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kenakalan remaja?
3. Mengapa kurangnya peran keluarga terutama Ayah dapat menimbulkan
terjadinya kenakalan remaja?
4. Apa sajakah efek yang ditimbulkan dari ketidakhadiran seorang ayah?
12

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja masalah kenakalan remaja yang berada di


Jakarta Timur.
2. Untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kenakalan remaja.
3. Untuk mengetahui bagaimanakah peran keluarga terutama Ayah yang
dapat menimbulkan terjadinya kenakalan remaja.
4. Untuk mengetahui apa sajakah efek yang akan ditimbulkan dari
ketidakhadiran seorang ayah.

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis
Dapat mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta dapat
memberikan kontribusi dan informasi yang berguna bagi perkembangan
ilmu pegetahuan, khususnya di bidang sosiologi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan serta memberikan informasi tentang
dampak fatherless terhadap kenakalan remaja SMAN di Jakarta
Timur.
b. Bagi Instituti Pendidikan
Dapat digunakan sebagai data rujukan dan juga informasi untuk para
guru bimbingan konseling terkait dengan adanya dampak fatherless
terhadap kenakalan remaja khususnya di sekolah menengah atas.
c. Bagi Masyarakat
13

Dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan wawasan yang


lebih luas khususnya bagi orang tua dalam dampak kenakalan remaja
yang ditimbukan akibat fatherless.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori

1. Keluarga

a. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau
perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu, bapak dan
anak-anaknya ini disebut sebagai keluarga batih (nuclear family).
Keluarga yang diperluas (extended family) mencakup semua orang dari
satu keturunan dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan
suami dan istrI. Keluarga mempunyai fungsi untuk berkembang biak,
mensosialisasi atau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang
lemah, khususnya orang tua yang telah lanjut usia. Kondisi khusus di
Indonesia terutama di kota-kota, di antara anggota keluarga juga
termasuk pembantu rumah tangga.1

Dari sudut psikologi, keluarga selain mempertanyakan sejauh mana


interaksi antar anggota keluarga dapat terlaksana tanpa hambatan, juga
sejauh mana suatu keluarga mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan struktur keluarga dan perubahan lingkungan, yang
berpengaruh pada keberadaan dan fungsi keluarga. Interaksi antar
anggota keluarga sering menemui hambatan, misalnya apabila tidak ada
pemahaman ciri perkembangan anggota keluarga.2

Salah satu teori yang melandasi studi keluarga diantaranya adalah


Teori Struktural-fungsional atau Teori Sistem. Pendekatan teori
sosiologi struktural-fungsional biasa digunakan oleh Talcott Parsons.

1
Kusdwiratri Setiono, Psikologi Keluarga, (Bandung: PT Alumni, 2011), h. 24

2
Ibid., h. 24

14
15

Beliau adalah sosiolog ternama yang mengemukakan pendekatan


structural fungsional dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20.

Bahasan tentang fungsionalisme struktural Parsons ini akan


dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”
terkenal dengan skema AGIL. Sesudah membahas empat fungsi ini kita
akan beralih menganalisis pemikiran Parsons mengenai struktur dan
sistem.

AGIL suatu fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang


ditunjukkan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan
sistem”. Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada
empat fungsi penting diperlukan semua sistem – adaption (A), goal
attaintment (G), integration (I), dan latency (L) atau pemeliharaan pola.
Secara bersama-sama, keempat imperative fungsional ini dikenal dengan
skema AGIL. Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki
empat fungsi ini:

Adaption (Adaptasi): sebuah sistem harus menaggulangi situasi


eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

Goal attaintment (Pencapaian tujuan): sebuah sistem harus


mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antar


hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus
mengelola antarhubungan ketiga fugsi penting lainnya.

Latency (Latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus


memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi
individual maupun pola-pola kultural yang meciptakan dan menopang
motivasi.
16

Parsons mendesain skema AGIL ini utuk di gunakan di semua tingkat


dalam sistem teoritisnya.1

b. Peranan Keluarga
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari
seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-
harapan. Peran keluarga adalah tingkat laku spesifik yang diharapkan
oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara


lain adalah:

1) Ayah
Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa aman
bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat
kelompok sosial tertentu.
2) Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-
anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok
sosial tertentu.
3) Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik, mental, sosial, dan spiritual.2

1
George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana,
2004), h. 121
17

c. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga didefinisikan sebagai hasil atau konsekwensi dari
struktur keluarga. Menurut Friedman (1998) yang dikutip Setiadi secara
umum, fungsi keluarga adalah sebagai berikut:

1) Fungsi Afektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk


mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga
berhubungan dengan orang lain.
2) Fungsi Sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat
melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah untuk berhubungan dengan oranf lain diluar rumah.
3) Fungsi Reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi
dan menjaga kelangsungan keluarga.
4) Fungsi Ekonomis, adalah keluarga berfugsi untuk memenui
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi Perawat atau Pemeliharaan Kesehatan, yaitu fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap
memiliki produktivitas tinggi.3

Menurut Effendy (1998:36) yang dikutip Setiadi ada tiga fungsi


pokok keluarga terhadap keluarganya, adalah :

1) Asih dalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,


kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan
mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
2) Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan keperawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan

2
Setiadi, Konsep Proses Keperawatan Keluarga, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 13-
14

3
Ibid., h. 7
18

menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial,


dan spiritual.
3) Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa
depannya.4

2. Fatherless

a. Pengertian Fatherless
Ketiadaan peran ayah yang dimaksud disini adalah ketidakhadiran
secara fisik maupun psikologis dalam kehidupan anak. Dikenal
dengan adanya istilah fatherless, father absence, father loss atau
father hunger. Ketiadaan peran ayah secara fisik bisa disebabkan
karena kematian, mengarahkan pada adanya sebutan anak yatim.
Namun apabila ketidakhadirannya disebabkan oleh karena kepergian
dari perannya sebagai seorang ayah, maka anak tersebut dapat
dikatakan seolah-olah menjadi yatim sebelum waktunya, sebaliknya
juga dengan kasus perceraian.

Fatherless adalah ketiadaan peran dan figur ayah dalam kehidupan


seorang anak. Hal ini terjadi pada anak-anak yatim atau anakanak
yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak memiliki hubungan yang
dekat dengan ayahnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Smith (2011)
dalam jurnal Siti, bahwa seseorang dikatakan mendapat kondisi
fatherless ketika ia tidak memiliki ayah atau tidak memiliki
hubungan dengan ayahnya, disebabkan perceraian atau permasalahan
pernikahan orangtua.5

Kekosongan sosok ayah yang dirasakan oleh seorang anak tidak


secara langsung dapat seketika disadari. Perasaan kehilangan (feeling

4
Ibid., h. 11

5
Siti Fadjryana Fitroh, Dampak Fatherless Terhadap Prestasi Belajar Anak, (Universitas
Trunojoyo Madura: Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, Volume 1, Nomor 2, 2014), h. 86
19

lost) itu awalnya berupa pertanyaan keberadaan seorang ayah di benak


seorang anak. Jika ia tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan
kerinduan ataupun kehilangannya, maka ia akan menyimpannya dalam
hati dan meneruskan pencarian. Kebingungan itu akan terus ada di
dalam pikiran seorang anak sampai ia mendapatkan jawaban yang
diinginkan, meskipun ibu atau keluarga besarnya berusaha maksimal
untuk mengisi kekosongan itu. Jiwa seorang anak akan merasa terasing
saat melihat gambaran ideal sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak bersama-sama secara fisik maupun psikis.6

Ayah adalah penyeimbang dari sisi kelembutan yang dimiliki oleh


seorang ibu. Dan unsur-unsur maskulinitas ini penting, sebab
ketidakhadiran sisi ini biasa memberikan berbagai dampak.

Seperti halnya yang diungkapkan oleh Lerner dalam Nur Aini


dijelaskan bahwa seseorang yang merasakan fatherless akan kehilangan
peran-peran penting ayahnya, seperti memberi kasih sayang, bermain,
perlindungan dan peran penting lainyya yang semestinya diterapkan
didalam keluarga.7

Kekosongan peran ayah disini adalah yang menjadi masalah


utama, karena fatherless disini disebabkan adanya problematika dalam
kehidupan berumah tangga. Problematika ini mengakibatkan terpisahnya
hubungan kedekatan ayah dengan anak, walaupun mereka bertempat
tinggal yang sama, frekuensi pertemuan yang bersifat kuantitas maupun

6
Ibid., h. 85

7
Nur Aini, 2019, “Hubungan Antara Fatherless dengan Self-Control Siswa”, Skripsi
Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, h. 21
20

kualitas sangat juaran sekali, sehingga ayah tidak menjalankan peran


penting dan keterlibatannya dalam pengasuhan.

Hart (2002) dalam Parmanti menegaskan bahwa ayah memiliki


peran dalam keterlibatannya dalam pengasuhan anak yaitu :

1) Economic Provider.
Ayah dianggap sebagai pendukung financial dan perlindungan bagi
keluarga.
2) Friend & Playmate.
Ayah dianggap sebagai “fun parent” serta memiliki waktu bermain
yang lebih banyak dibandingkan dengan ibu.
3) Caregiver.
Ayah dianggap sering memberikan stimulasi afeksi dalam berbagai
bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan penuh kehangatan.
4) Teacher & Role Model.
Sebagaimana dengan ibu, ayah juga bertanggung jawab terhadap apa
saja yang dibutuhkan anak untuk masa mendatang melalui latihan
dan teladan yang baik bagi anak.
5) Monitor and disciplinary.
Ayah memenuhi peranan penting dalam pengawasan terhadap anak,
terutama begitu ada tanda-tanda awal penyimpangan, maka disiplin
dapat ditegakkan.
6) Protector.
7) Ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan anak, sehingga
anak terbebas dari kesulitan atau bahaya serta mengajarkan
bagaimana anak seharusnya menjaga keamanan diri mereka terutama
selagi ayah atau ibu tidak bersamanya.
8) Advocate.
Ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai bentuk,
terutama kebutuhan anak ketika berada di institusi di luar
keluarganya.
21

9) Resource.
Dengan berbagai cara dan bentuk, Ayah mendukung keberhasilan
anak dengan memberikan dukungan di belakang layar.8

b. Penyebab Fatherless

Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu


unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajiban-
kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya. Secara
sosiologis. Keluarga tanpa ayah bisa disebabkan oleh beberapa hal,
yakni:

1) Akibat Bercerai
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Perceraian
merupakan terputusnya hubungan antara suami istri, disebabkan oleh
kegagalan suami atau istri dalam menjalankan obligasi peran
masing-masing. Perceraian dipahami sebagai akhir dari
ketidakstabilan perkawinan antara suami istri yang kemudian hidup
terpisah dan diakui secara sah berdasarkan hukum yang berlaku.9

Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan


pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan.
Akibat perceraian antara ibu dan ayah, biasanya yang menjadi
korban ialah anak. Hak asuh anak biasanya yang selalu menjadi
perdebatan serta permasalahan. Lalu si anak yang memilih tinggal
bersama ibu, otomatis anak tersebut hanya mendapatkan kasih
sayang hanya dari si ibunya saja. Hal ini jelas akan mengganggu
perkembangan psikis anak ketika anak tumbuh dewasa nanti.

8
Parmanti dan Santi Esterlita Purnamasari, 2015 “Peran Ayah Dalam Pengasuhan
Anak”, Jurnal InSight, Vol. 17 No. 2, Agustus 2015, Universitas Mercu Buana, Yogyakarta

9
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian (diakses pada tanggal 30
Desember 2020, pukul: 11:10 WIB)
22

2) Akibat Meninggal Dunia


Kematian tidak hanya melibatkan individu yang ditinggalkan,
tetapi juga lebih penting adalah mereka yang ditinggalkan dan harus
mengatasi kematian tersebut serta menyesuaikan diri dengan rasa
kehilangan orang yang dicintai. Kematian orang tua dapat memberi
dampak yang besar karena remaja telah menghabiskan banyak waktu
dengan keluarganya. Kematian orang tua menimbulkan implikasi
yang berat bagi anak-anak mereka, hal itu dikarenakan mereka telah
kehilangan sandaran hidup. Terlebih jika yang meninggal dunia ialah
seorang ayah. Orang yang seharusnya menjadi panutan dalam
keluarga. Orang yang berperan sentral sebagai imam dirumah,
sebagai penuntun arah anak-anaknya agar menjadi manusia yang
berbaik budinya. Karena bagaimana pun orang tua kita adalah orang
yang paling lama kita kenal dan dalam hubungan apapun hal itu
menambah kemungkinan untuk mengenalnya paling akrab.

Kehilangan orang tua di usia remaja menimbulkan perasaan


yang mendalam, dan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mungkin
akan mengubah hidup mereka, karena orang tua memegang peranan
yang sangat penting didalam kehidupan seorang remaja. Selama
masa remaja, orang tua atau keluarga berubah fungsi dari
pengasuhan, perlindungan, dan sosialisasi menjadi pemberi
dukungan, bimbingan serta pengarahan.

Kematian salah satu atau ke dua orangtua membuat remaja


merasa kehilangan. Adapun kehilangan yang dirasakan adalah
kehilangan perhatian dan kasih sayang, kehilangan model,
kehilangan rasa aman, kehilangan teman berbagi, kehilangan
keutuhan keluarga, dan kehilangan arah. Pasca kematian orangtua
remaja membutuhkan figur pengganti. Adapun pengganti orangtua
yang diperoleh remaja adalah pengasuhan dari keluarga terdekat,
ayah tiri atau ibu tiri. Figur pengganti yang berfungsi dengan baik,
23

akan memperoleh perilaku sosial yang bertanggung jawab dan


kemandirian secara emosional. Sedangkan figur pengganti yang
tidak berfungsi dengan baik akan menghasilkan penyimpangan
perilaku sosial dan gangguan moral.10

3. Kenakalan Remaja
a. Pengertian Remaja
Mendefinisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama
sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum.
Masalahnya karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku,
adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun Pendidikan.11

Remaja (al-murahaqah) dalam bahasa Arab berasal dari kata


“raqaha” yang berarti mendekati, sehingga dari segi bahasa masa
remaja berarti usia meninggalkan masa anak-anak dan mendekati
masa dewasa. Sedangkan menurut ilmu psikologi, remaja adalah
munculnya kematangan fisik, intelektual, psikologis, dan sosial
seorang anak. Seorang anak mencapai kematangan yang sempurna
pada semua sisi tersebut biasanya terjadi pada usia 20 tahun.12

Menurut Zahrotun (dalam Santrock, 2003:19) remaja


(adolescence) juga dapat didefinisikan sebagai transisi periode
perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa; yang
meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional.13

10
Lisya Chairaini Nurhidayati, Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pacsa Kematian Orangtua), (Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau: Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 1, Juni 2014), h. 48
11
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2015), h. 18

12
Musthofa Abu Sa’id, Buku Pintar Mendidik Remaja, (Klaten: Semesta Hikmah, 2017),
h. 1

13
Zahrotun Nihayah, dkk, Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan Islam,
(Ciputat: Lembaga Peneltian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), h. 106
24

Menurut Meita (dalam Soetjiningsih), masa remaja merupakan


masa rawan, karena pada masa ini terjadi suatu peralihan dari masa
anak yang penuh ketergantungan ke masa dewasa yang mandiri.
Pada masa ini remaja cenderung untuk melakukan segala bentuk
kreativitas yang meniru gaya orang dewasa serta keinginan untuk
menunjukkan kemandiriannya untuk membuktikan ketidak
tergantungan dirinya tehadap orang lain.14

b. Penggolongan Usia Remaja


Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang
sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik
(seksual) sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja meliputi:

1) Remaja awal: 12-15 tahun.


2) Remaja madya: 15-18 tahun.
3) Remaja Akhir: 19-22 tahun.15

Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua


ciri, yaitu ciri-ciri seks primer dan ciei-ciri seks sekunder. Uraian
lebih lanjut sebagai berikut:

1) Ciri-ciri Seks Primer

Pada masa pada masa remaja pria ditandai dengan sangat cepat nya
pertumbuhan testis, yaitu pada tahun pertama dan kedua, kemudian
tumbuh secara lebih lambat dan mencapai ukuran matangnya pada
usia 20 atau 21 tahun. Sebenarnya testis ini telah ada sejak
kelahiran, namun baru 10% dari ukuran matangnya. Setelah testis
mulai tumbuh, penis mulai bertambah panjang, pembuluh mani dan
kelenjar prostat semakin membesar. Matangnya organ-organ seks

14
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Remaja dan permasalahnnya, (Jakarta: CV. Sagung
Seto, 2004), h. 267

15
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 240
25

tersebut, memungkinkan remaja pria (sekitar usia 14-15 tahun)


mengalami “mimpi basah” (mimpi berhubungan seksual).

Pada remaja wanita kematangan organ-organ seks nya ditandai


dengan tumbuhnya rahim, vagina, dan ovarium (indung telur)
secara cepat. Ovarium menghasilkan ova (telur) dan mengeluarkan
hormon-hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi, dan
perkembangan seks sekunder. Pada masa inilah (sekitar usia 11-15
tahun) untuk pertama kalinya remaja wanita mengalami
“menarche” (menstruasi pertama). Peristiwa “menarche” ini
diikuti oleh menstruasi yang terjadi dalam interval yang tidak
beraturan. Untuk jangka waktu enam bulan sampai satu tahun atau
lebih, ovulasi mungkin tidak selalu terjadi. Menstruasi awal sering
disertai dengan sakit kepala, sakit punggung, kadang-kadang
kejang, serta merasa lelah, depresi, dan mudah tersinggung.

2) Ciri-Ciri Seks Sekunder


Ciri-ciri atau karakteristik seks sekunder pada masa remaja, baik
pria maupun wanita adalah sebagai berikut:16

Tabel 2. 1
Ciri-ciri atau karakteristik seks sekunder pada masa remaja
Wanita Pria

1. Tumbuh rambut publik 1. Tumbuh rambut publik


atau bulu kapok di sekitar atau bulu kapok di sekitar
kemaluan dan ketiak. kemaluan dan ketiak.
2. Bertambah besar buah 2. Terjadi perubahan suara.
dada. 3. Tumbuh kumis.
3. Bertambah besarnya 4. Tumbuh gondok laki
pinggul.

16
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2016), h. 194-195
26

(jakun).

Di Indonesia sendiri, tidak ada batasan secara jelas usia remaja,


walaupun demikian, sebagai pedoman kita dapat menggunakan
batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia
dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a) Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda


seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik)

b) Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap


akil balig, baik menurut adat maupun agama, sehingga
masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-
anak (kriteria sosial)

c) Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan


perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri,
tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan
capainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria
psikologis)

d) Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk


memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut
masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai
hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi),
belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.
Dengan perkataan lain, orang-orang yang sampai batas usia 24
tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara
sosial maupun psikologis, masih dapat digolongkan remaja.
Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari
kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang
mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-
27

tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Akan tetapi, dalam


kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai
kedewasaannya sebelum usia tersebut.17

Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang


pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun, dalam data Kependudukna
Indonesia, jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 adalah
213.375.287, sedangkan jumlah penduduk yang tergolong pemuda
adalah 42.316.900, atau 19,82% dari seluruh penduduk Indonesia.18

c. Pengertian Kenakalan Remaja


Istilah baku perdana dalam konsep psikologi adalah juvenile
delinquency yang secara etimologis dapat dijabarkan bahwa
juvenile berarti anak sedangkan delinquency berarti kejahatan.
Dengan demikian, pengertian secara etimologis adalah kejahatan
anak. Jika menyangkut subjek/pelakunya, maka menjadi juvenile
delinquency yang berarti penjahat anak atau anak jahat.19

Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan


yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam masyarakat
yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-
anak ke dewasa. Kenakalan Remaja merupakan gejala patologis
sosial pada remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian
sosial yang pada akhirnya menyebabkan perilaku menyimpang.

Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari


norma-norma dalam masyarakat, pelanggaran status, maupun
pelanggaran terhadap hukum pidana. Pelanggaran status seperti
halnya kabur dari rumah, membolos sekolah, merokok,

17
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, h. 18-19

18
Ibid., h. 13

19
Sudarsono, Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi, h. 10
28

minum minuman keras, balap liar, dan lain sebagainya.


Pelanggaran status ini biasanya tidak tercatat secara kuantitas
karena bukan termasuk perlanggaran hukum.

Bimo Walgito (dalam Sudarsono) merumuskan arti selengkapnya


dari juvenile delinquency sebagai berikut: tiap perbuatan yang bila
dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan
kejahatan, jadi perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan
oleh anak, khususnya anak remaja.20

Kartono (dalam Sigit Tri Utomo) menjelaskan beberapa


teori masalah yang menyebabkan terjadinya kenakalan remaja
yaitu:

1) Teori Biologis
Tingkah laku sosiopatik atau delinquent pada anak-anak dan
remaja dapat muncul karena faktor-faktor fisiologis dan struktur
jasmaniah seseorang, juga dapat cacat jasmaniah yang dibawa
sejak lahir. Kejadian ini berlangsung;
a) Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau
melalui kombinasi gen; dapat juga disebabkan oleh tidak
adanya gen tertentu, yang bisa menyebabkan munculnya
penyimpangan tingkah laku, daan anak-anak menjadi dilinkuen
secara potensial.
b) Melalui pewarisan tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa
(abnormal), sehingga membuahkan tingkah-laku delinquent.
c) Melalui pewarisan kelemahan constitutional jasmaniah tertentu
yang menimbulkan tingkah laku dilinkuen atau sosiopatik.
2) Teori Psikogenis
Teori ini menekankan sebab-sebab tingkah laku dilinkuen
anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaannya. Antara lain

20
Ibid., h. 11
29

faktor intelegensi, ciri kepribadian, motivasi, sikap-siikap yang


salah, fantasi, rasionalisasi, internalisasi diri yang keliru, konflik
batin, emosi yang controversial, kecendrungan psikopotologis, dan
lain-lain.
3) Teori Sosiogenesis
Teori ini berpendapat bahwa penyebab tingkah laku delinquent
pada anak-anak remaja murni sosiologis atau sosial-psikologis
sifatnya. Misalnya disebabkan oleh struktur sosial yang deviatif,
tekanan kelompok. Peranan sosial, status sosial atau internalisasi
yang keliru. Maka faktor-faktor kultural dan sosial itu sangat
mempengaruhi.
4) Teori Subkultar
Delinkuensi tipe teori yang terdahulu (biologis, psikogenesis,
dan sosiogensis) sangat popular sampai tahun 50-an. Sejak itu
banyak terdapat perhatian pada aktivitas-aktivisas kenakalan
remaja yang terorganisir dengan subkultarnya, adapun
penyebabnya adalah :
a) Bertambahnya dengan cepat jumlah kejahatan, dan
meningkatkanya kualitas kekerasan serta kekejaman yang
dilakukan oleh anak-anak remaja yang mempunyai subkultur
delinkuin.
b) Meningkatkan jumlah kriminalitas menyebabkan
meningkatnya jumlah kerugian dan kerusakan secara universal,
terutama untuk negara-negara industri yang lebih maju
dikarenakan meningkatnya jumlah kenakalan pada anak-anak
remaja.21

21
Sigit Tri Utomo, Kenakalan Remaja dan Psikososial: Sekolah Tinggi Agama Islam
Nahdlatul Ulama Temanggung, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2019, h. 186
30

Paham kenakalan remaja dalam arti luas, meliputi perbuatan-


perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah
hukum tertulis baik yang terdapat dalam KUHP (pidana umum)
maupun perundang-undangan diluar KUHP (pidana khusus). Dapat
pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat antisosial yang
menimbulkan keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi
tidak tergolong delik pidana umum maupun pidana khusus. Ada pula
perbuatan anak remaja yang bersifat anti susila yakni durhaka
kepada kedua orang tua, sesaudara saling bermusuhan. Di samping
itu, dapat dikatakan kenakalan remaja jika perbuatan tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya, misalnya
remaja muslim berpuasa padahal sudah tamyis bahkan sudah baligh,
remaja Kristen enggan melakukan sembahyang/kebaktian, demikian
pula yang terjadi pada remaja Hindu dan Budha.22

d. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja


Beberapa faktor bisa menjadi pemicu seorang remaja berbuat nakal
dan melakukan penyimpangan, diantaranya ialah:

1) Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan, dan didalamnya anak mendapatkan
pendidikan yang pertama kali. Keluarga merupakan kelompok
masyarakat terkecil akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat
dalam membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum
sekolah. Oleh karena itu, keluarga memiliki peranan yang penting
dalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan berpengaruh
positif bagi perkembangan anak sedangkan keluarga yang jelek
akan berpengaruh negative. Oleh karena itu sejak kecil anak
dibesarkan oleh keluarga untuk seterusnya sebagian besar

22
Sudarsono, Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi, h. 12
31

waktunya adalah di dalam keluarga maka sepantasnya kalau


kemungkinan timbulnya delinquency itu sebagian besar juga
berasal dari keluarga.23

Lingkungan keluarga yang pecah (kurang hamonis), kurang


perhatian, dan kurang kasih sayang karena orang tua yang masing-
masing sangat sibuk dengan dirinya sendiri. Pada dasarnya,
kenakalan remaja juga bisa disebabkan kelahiran anak diluar
perkawinan yang shah secara agama dan Negara. Ataupun bisa juga
disebabkan akibat keluarga yang tidak utuh contohnya si anak
mengalami broken home ataupun salah satu dari kedua orang
tuanya yang telah meninggal dunia. Lalu faktor lain yang
menyebabkan anak menjadi delinkwen ialah keadaan ekonomi
keluarga yang tidak mampu mencukupi segala kebutuhan anaknya.

2) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan kedua bagi anak-anak
remaja setelah keluarga mereka. Karena dalam masa remaja ini,
mereka sedang berada di masa pembinaan, pengemblengan, dan
pendidikan di sekolah. Selama dalam masa tersebut, biasanya
terjadi interaksi antar sesama anak remaja, dan antara anak-anak
remaja dengan para pendidik. Proses interaksi tersebut dalam
kenyataannya bukan hanya memiliki aspek sosiologis yang positif
namun juga membawa akibat lain yang memberi dorongan bagi
anak remaja sekolah untuk menjadi delinkwen.

3) Keadaan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai
corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun
tidak langsung terhadap anak-anak remaja dimana mereka hidup
secara berkelompok. Perubahan-perubahan di masyarakat yang

23
Ibid., h. 125
32

berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa


yang mencengangkan, seperti: persaingan di bidang perekonomian,
pengangguran, keanekaragaman mass-media, fasilitas rekreasi
yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi relevan
dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan anak
atau remaja.

Ditengah-tengah kehidupan masyarakat sering muncul


keresahan karena kejahatan, seperti: tindakan-tindakan tersebut
dilakukan oleh penjahat dari tingkatan umur yang sangat
heterogen, sebab terdiri dari kelompok umur lanjut usia. Bagi
kelompok umur remaja sebagian pendorong keinginan untuk
berbuat jahat tersebut muncul karena bacaan, pengaruh film dan
gambar-gambar porno lainnya. Kondisi masyarakat yang serba
tidak menentu tersebut akan mendorong anak-anak remaja untuk
melakukan perbuatan-perbuatan tersesat baik menurut penilaian
masyarakat, agama, susila dan hukum.

e. Upaya Pencegahan dan Penanganan Kenakalan Remaja


Memang bukanlah hal yang mudah untuk mencegah adanya
kenakalan di kalangan remaja masa kini, namun ada beberapa
langkah yang dapat ditempuh agar kenakalan remaja ini dapat di
minimalisir sehingga akan memberikan efek positif bagi generasi
selanjutnya, diantaranya yakni:

a. Pembinaan dan bimbingan serta kasih sayang dari kedua orang


tua sedari dini. Dalam artian sejak kecil anak harus sudah
diajarkan bagaimana caranya bersikap sopan dan baik terhadap
sesama. Di dalam masa pembimbingan tersebut, orang tua
semestinya memberikan suasana yang stabil dan optimisme.
Orang tua harus bisa mendidik dengan cara yang baik secara
halus, sehingga si anak merasa dihargai dan nyaman.
33

b. Pendidikan dalam lingkungan sekolah juga sangat menentukan


sikap dan sifat si anak dalam berperilaku. Dalam hal ini guru
dan para pendidik di sekolah diwajibkan bisa menggantikan
peran orang tua dirumah dalam menasehati serta membimbing
murid-muridnya agar berpeilaku yang sopan dan sesuai norma
yang berlaku.

c. Pendampingan dalam hal agama juga sangat penting untuk


mencetak generasi yang Islami. Sedari dini mungkin si anak
harus sudah diajari belajar agama. Misalnya mengaji, sholat,
sehingga tingkat keimanan dan ketakwaan si anak tersebut
sudah kokoh sehingga si anak tidak akan melakukan perbuatan
yang melanggar norma dan agama.

B. Penelitian Yang Relevan


1. Skripsi yang dibuat oleh Baghas Tigara Akbar Shundy (2015), dengan
judul skripsi “Pengasuhan Single Parent Pada Kasus Kenakalan
Remaja” didalam penelitian skripsi menggunakan metode kualitatif
dengan menggunakan teknik purposive sampling dimana peneliti sudah
menentukan karakteristik informan yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bentuk
kenakalan remaja yang dilakukan termasuk dalam bentuk kenakalan
melawan status dan kenakalan sosial. Faktor yang menjadi penyebab
kenakalan remaja dalam penelitian ini adalah pengaruh teman sebaya dan
proses keluarga serta ada perbedaan pola pengasuhan anak antara single
parent mother dan single parent father. Perbedaan antara pola
pengasuhan single parent mother dan single parent father terletak pada
komunikasi, kontrol, peraturan, dan hukuman bagi anak. Komunikasi
pada single parent father kurang terjalin dengan baik antara ayah dengan
anak, pada single parent mother komunikasi terjalin dengan baik tetapi
tidak hangat. Pada single parent father tidak ada kontrol yang dilakukan
kepada anak, sedangkan pada single parent mother kontrol yang
34

dilakukan kepada anaknya tergolong rendah. Pada single parent father


peraturan dan hukuman yang diterapakan tidak ada, sedangkan pada
single parent mother kurang konsisten dalam menerapkan peraturan dan
hukuman pada anak remajanya.24
2. Skripsi yang kedua dibuat oleh Stella Vania Puspitasari (2016), dengan
judul skripsi “Persepsi Anak Yatim Terhadap Sosok Dan Peran
Ayah”. Dalam skripsi ini, menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan deduktif. Teknik pengumpulan data
yang dilakukan yakni diawali dengan observasi, yakni teknik
pengumpuan data yang diarahkan pada kegiatan memperoleh secara
akurat, serta mencatat fenomena yang muncul sebagai alat untuk
memperoleh data. kemudian di susul dengan sebuah wawancara yang
mendalam agar mendapat hasil data yang sesuai fakta dan mendalam.
Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengungkap persepsi anak yatim di
Yogyakarta terhadap sosok dan peran ayah. Baik secara symbolic father
maupun personal father. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anak
yatim tetap memiliki persepsi tentang ayah personalnya, meski tidak
tinggal Bersama ayah. Persepsi tentang ayah cenderung negatif,
sedangkan persepsi tentang peran ayah cenderung positif.25
3. Skripsi yang ketiga dibuat oleh Adina Fitria (2013), dengan judul skripsi
“Grief Pada Remaja Akibat Kematian Orangtua”. Dalam skripsi ini,
penelitian yang relevan menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan metode studi kasus. Karena penelitian kualitatif dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah
manusia dan sosial. Dalam skripsi ini dibahas pula tentang faktor-faktor

24
Baghas Tigara Akbar Shundy, 2015, “Pengasuhan Single Parent Pada Kasus
Kenakalan Remaja”, Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas psikologi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
25
Stella Vania Puspitasari, 2016, “Persepsi Anak Yatim Terhadap Sosok Dan Peran
Ayah”, Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta
35

penyebab kenakalan remaja yang dikarenakan oleh ketidak hadiran


seorang ayah karena telah meninggal dunia.
Pada hasil penelitian grief yang muncul dapat dilihat dalam proses
perkembangan grief yang dilalui oleh subjek yaitu pada tahap inisial
respon reaksi yang muncul adalah shock, kehilangan, kecemasan, dan
kekhawatiran. Pada tahap intermediate reaksi yang muncul adalah
kemarahan, kesepian dan kerinduan, sedangkan pada tahap recovery
reaksi yang muncul adalah kehidupan subjek sudah kembali
normal. Adapun faktor yang menyebabkan grief yang dialami oleh
subjek yaitu hubungan subjek dengan almarhum, kepribadian, usia,
jenis kelamin orang yang ditinggalkan, proses kematian, dukungan
dari orang-orang terdekat dan posisi subjek dalam keluarga. Faktor
penyebab lainnya yaitu kelekatan atau attachment semakin subjek
memiliki ikatan yang kuat dengan almarhum, waktu yang dibutuhkan
untuk melalui grief akan semakin lama.26
4. Jurnal ilmiah yang dibuat oleh Siti Maryam Munjiat (2017), dalam jurnal
ini ada persamaan yang diangkat yakni mengenai Pengaruh Fatherless
Terhadap Karakter Anak Dalam Perspektif Islam. Dalam jurnal
tersebut dituliskan bahwa ada dua kata kunci dalam Islam bahwa
manusia dibebankan dalam hidupnya adalah sebagai hamba dan khalifah.
Dua amanat ini mesti dipikul oleh manusia di sepanjang hidupnya. Ayah
punya tugas untuk membimbing anak-anaknya sejk kecil, agar menjadi
hamba sekaligus khalifah yang baik. Allah SWT sudah mewanti-wanti
hal ini agar seorang yah agar benar-benar menjadi hamba sekaligus
khalifah yang baik. Hasil penelitian ini dapat mejelaskan bahwa ketiadaan
peran ayah baik secara fisik Maupun psikis sangat berdampak dan
berperan penting pada perkembangan anak. Tanpa peran ayah anak akan
minder serta sulit adaptasi dengan dunia luar. Selain itu, kematangan

26
Adina Fitria, 2013, “Grief Pada Remaja Akibat Kematian Orangtua Secara
Mendadak”, Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang
36

psikologis anak tumbuh melambat dan cenderung kekanak-kanakan.


Bahkan, anak cenderung lari dari masalah dan emosional saat
menghadapi masalah. Dan, anak kurang bisa mengambil keputusan atau
ragu-ragu dalam banyak situasi yang membutuhkan keputusan cepat dan
tegas.27
5. Jurnal ilmiah yang dibuat oleh Arie Rihandini Sundari, S.Psi, M.Si dan
Febi Herdajani, S.Psi, M.Si, Psi. (2013) dalam jurnal ini ada persamaan
yang diangkat yakni mengenai Dampak Fatherless Terhadap
Perkembangan Psikologis Anak. Karena seorang anak yang mengalami
fatherless akan berisiko terjadinya juvenile deliquent atau drop out dari
sekolahnya. Ketiadaan peran-peran penting tersebut akan berdampak
pada rendahnya harga diri (self esteem), adanya perasaan marah (anger),
malu (shame) karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat
mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah yang
dirasakan anak-anak lainnya. Dalam penelitian jurnal ini dapat
disimpulkan bahwa anak-anak yang mengalami fatherless akan
mengalami atau merasakan kesepian (loneliness), kecemburuan (envy),
serta kehilangan yang amat sangat serta rendahnya kontrol diri dan
kecenderungan memiliki sifat yang susah diatur seperti cepat marah, dan
lain sebagainya yang tidak sepantasnya.28

27
Siti Maryam Munjiat, 2017, “Pengaruh Fatherless Terhadap Karakter Anak Dalam
Perspektif Islam”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2, No. 1, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon
28
Arie Rihardini Sundari dan Febi Herdajani, 2013, “Dampak Fatherless Terhadap
Perkembangan Psikologis Anak”, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013, Fakultas
Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI
37

Tabel 2. 2
Penelitian Relevan
No Nama / Tahun Judul Skripsi / Persamaan dan
Jurnal Perbedaan

1. Baghas Tigara Akbar Pengasuhan Single Persamaan nya adalah


Shundy, ( 2015) Parent Pada Kasus penelitian ini sama-
Kenakalan Remaja sama membahas
mengenai remaja
yang mengalami
fatherless dan juga
broken home, namun
perbedaan nya
terletak dari metode
penelitian, yakni
Baghas menggunakan
kualitatif sementara
skripsi saya
menggunakan metode
kuantitatif.

2. Stella Vania Persepsi Anak Yatim Persamaannya terletak


Puspitasari, (2016) Terhadap Sosok Dan dari pembahasan yang
Peran Ayah diambil yakni masih
tentang sosok ayah,
hanya saja Stella
fokus dengan
pembahasan anak
yatim, sementara
penelitian saya
tentang anak yatim
yang meliputi telah
38

meninggal dan juga


bercerai. Sehingga
sudah tidak ada sosok
ayah yang berperan.
Perbedaannya saya
menggunakan metode
kuantitatif sementara
pada penelitian yang
relevan ini, beliau
menggunakan metode
kualitatif.

3. Adina Fitria, (2013) Grief Pada Remaja Persamaannya terletak


Akibat Kematian pada pembahasannya
Orangtua mengenai remaja.
Namun di dalam
penelitian relevan ini,
penulis
menitikberatkan pada
kasus grief atau
berduka (rasa akan
kehilangan sosok
orangtua) sementara
dalam skripsi saya
lebih menekankan
pada dampak yang
ditimbulkan akibat
ketiadaan sosok ayah.
Perbadaan terletak
pada metode
pengolahan data,
39

penelitian relevan ini


menggunakan metode
kualitatif sementara
saya menggunakan
metode kuantitatif.

4. Siti Maryam Munjiat, Pengaruh Fatherless Persamaannya terletak


(2017) Terhadap Karakter pada variabel yang
Anak Dalam diambil yakni
Perspektif Islam membahas tentang
fatherless. Letak
perbedaannya
penelitian relevan
yang saya ambil
adalah dari sebuah
jurnal. Sementara
yang saya miliki
adalah skripsi. Dan
bahasan yang ada di
jurnal ini mengenai
karakter anak dalam
perspektif islam,
sementara skripsi saya
menitikberatkan pada
kenakalan remaja.

5. Arie Rihandini Dampak Fatherless Persamaannya terletak


Sundari, S.Psi, M.Si Terhadap pada variabel yang
dan Febi Herdajani, Perkembangan diambil yakni sama-
S.Psi, M.Si, Psi. Psikologis Anak sama membahas
(2013) tentang dampak
akibat fatherless.
40

Letak perbedaannya
penelitian relevan
yang saya ambil
adalah dari sebuah
jurnal. Sementara
yang saya miliki
adalah skripsi.

C. Kerangka Berfikir
Di dalam lingkungan keluarga, keluarga perlu mengetahui tentang
kebutuhan anak-anaknya. Di samping anak-anak membutuhkan kebutuhan-
kebutuhan yang bersifat biologis, misalkan makan, minum, pakaian dan
sebagainya anak juga membutuhkan kecintaan dari orang lain, terutama dari
orang tuanya, mereka membutuhkan rasa aman dalam keluarga, mereka
membutuhkan rasa keadilan dan sebagainya.29

Pengaruh keluarga yang tidak utuh inilah yang mengakibatkan kenakalan


remaja atau delinkwen. Keluarga yang tidak utuh bisa disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya ialah akibat salah satu orang tua yang meniggal
dunia.

Karena faktor inilah yang akhirnya menyebabkan kenakalan remaja.


Seorang anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang yang utuh dari
kedua orang tuanya. Anak tersebut merasa dirinya kosong, karena tidak ada
kasih sayang dari salah seorang orang tuanya. Hal inilah yang dapat memicu
anak menjadi tidak betah berasa di rumah, lalu mereka mencari suasana baru,
tidak pulang kerumah, dalam artian mereka sebenarnya ingin mendapatkan
perhatian dari orang tua mereka. Namun cara yang mereka lakukan ini salah.
Terkadang para remaja ini melakukan perbuatan yang kurang disukai di

29
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, h. 23
41

masyarakat karena dianggap meresahkan serta perbuatan yang dilakukan


mereka tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Kenakalan remaja akibat keluarga yang tidak utuh bisa berakibat fatal
bagi si remaja itu sendiri ataupun bagi orang disekitarnya. Misalnya si anak
sering bolos sekolah, suka merokok, tawuran antar pelajar, mabuk-mabukan,
dan lain sebagainya.

D. Kerangka Teori
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dibuat kerangka berfikir seperti
berikut:

Tabel 2. 3
Kerangka Teori
42

E. Hipotesis
Untuk melakukan uji hipotesis, ada beberapa ketentuan yang perlu
diperhatikan yaitu merumuskan hipotesei nol (Ho) dan hipotesis alternative
(Ha). Maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
Ho = 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara analisis dampak
fatherless terhadap kenakalan remaja SMAN di Jakarta Timur
Ha ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara analisis dampak
fatherless terhadap kenakalan remaja SMAN di Jakarta Timur.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di S MAN yang berada di wilayah
Jakarta Timur, dengan alasan mengapa penulis memilih tempat tersebut
sebagai obyek penelitian, karena sampai saat ini banyak kenakalan remaja
SMAN yang kerap kali terjadi di wilayah Jakarta Timur.

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah jangka waktu yang diperlukan dalam
suatu penelitian. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara
bertahap, dimulai dari bulan 29 Oktober 2018 sampai dengan 5 Desember
2018 Berikut ini adalah alur kegiatan penelitian. Adapun gambaran
kegiatan yang dilakukan dalam proses penelitian sebagai berikut:

Tabel 3. 1
Waktu Penelitian
2018-2021

No. Tahap Penelitian Bulan

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

1. Revisi Proposal √ - - - √ √

2. Penyusunan
Instrumen Penelitian √

3. Pengujian Instrumen
Penelitian √

4. Pengumpulan data
Penelitian √

5. Pengolahan data √

43
44

6. Penyusunan bab I s/d


V √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

7. Munaqosah (Sidang) √

B. Metodologi Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
statistik deskriptif, yaitu menganalisis dampak Fatherless pada kenakalan
remaja SMAN di Jakarta Timur. Metode kuantitatif disebut juga dengan
metode positivistic dikarenakan berasaskan pada filsafat positivisme. Selain
itu metode ini juga dikenal dengan metode scientific atau metode ilmiah
dikarenakan sudah memenuhi kaidah ilmiah seperti empiris, terukur, objektif,
sistematis dan rasional. Metode ini disebut juga dengan metode discovery
dikarenakan metode jenis ini bisa dikembangkan dan ditemukan berbagai
iptek baru. Metode yang juga mendapat sebutan metode kuantitatif karena
datanya berupa angka dan analisis menggunakan statistik.1

Penelitian ini menggunakan metode statistik deskriptif. Statistik


deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan
cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi.2

1. Populasi
Jumlah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan diteliti,
disebut dengan populasi atau universe.3 Berdasarkan uraian tersebut,
maka populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMAN di wilayah

1
Edy Supriyadi, SPSS + Amos, (Bogor: In media, 2014), h. 7

2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2017), h. 147

3
Kusnaka Adimihardja, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), h. 57
45

Jakarta Timur dengan jumlah 2.493 yang terdapat pada 7 SMAN di


Jakarta Timur. Berikut adalah jumlah populasi yang peneliti dapatkan
dari tiap sekolah :

Tabel 3. 2
Populasi
Nama Sekolah Jumlah Populasi
SMAN 105 Jakarta 325 siswa
SMAN 58 Jakarta 340 siswa
SMAN 106 Jakarta 347 siswa
SMAN 39 Jakarta 439 siswa
SMAN 88 Jakarta 350 siswa
SMAN 51 Jakarta 369 siswa
SMAN 93 Jakarta 323 siswa
Jumlah 2.493 siswa

2. Sampel
Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan
yang dianggap menggambarkan populasinya.4 Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster Sampling. Teknik
sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang
akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu
Negara, Provinsi atau Kabupaten. Teknik sampling daerah ini sering
digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel
daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada
daerah itu secara sampling juga.5 Populasi dalam sampling ini adalah
seluruh siswa SMAN di wilayah Jakarta Timur, dan berjumlah 2.493
dengan mengambil siswa SMAN dari 7 sekolah di Jakarta Timur yang

4
Ibid., h. 57

5
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 83
46

telah dipilih secara acak. Cara untuk menentukan cluster sampling dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Di Jakarta Timur terdapat 10 Kecamatan. Lalu disusun sesuai


Abjad, yakni :

Tabel 3. 3
Kecamatan di Jakarta Timur
1. Cakung 6. Kramat Jati
2. Cipayung 7. Makassar

3. Ciracas 8. Matraman

4. Duren Sawit 9. Pasar Rebo

5. Jatinegara 10. Pulogadung

• Lalu dari jumlah keseluruhan Kecamatan tersebut dijumlahkan. Jadi :


• 10 x 25/100 = 2,5 (Dibulatkan menjadi 3). Kemudian, selanjutnya adalah
10 : 3 = 3,3 .
• Jadi, cluster sampling kelurahan yang diambil adalah nomor disetiap
kelipatan 3. Dan diperolehlah Kecamatan Ciracas, Kecamatan Kramat
Jati, Kecamatan Pasar Rebo. Dan dipilih 7 sekolah secara acak yang
berada diwilayah tersebut.

Untuk mengambil sampel pada penelitian ini menggunakan rumus slovin.


𝐍
( 𝐍 (𝐝)𝟐 ) + 𝟏
Rumus menurut Slovin67 :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05

6
I’anatut Thoifah, Statisitka Pendidikan dan Metode Penelitian Kuantitatif, (Malang:
Madani, 2015), h. 18
7
I’anatut Thoifah, Statisitka Pendidikan dan Metode Penelitian Kuantitatif, (Malang:
Madani, 2015), h. 18
47

Catatan: tingkat kesalahan yang dapat digunakan peneliti adalah 1%, 5%,
10% (dapat dipilih oleh peneliti).
Setelah dihitung dengan menggunakan rumus slovin maka sampel
pada penelitian ini berjumlah 96 mahasiswa, yang didapat dari:
𝟐𝟒𝟗𝟑
n = ( 𝟐𝟒𝟗𝟑 (𝟎,𝟏)𝟐 )+𝟏 = 96

Adapun rumus pengambilan sampel pada setiap sekolah, sebagai


berikut:
𝑵𝒊 × 𝒏
𝒏𝒊 =
𝑵

Keterangan:
ni = Jumlah sampel berdasarkan sekolah
n = Jumlah sampel seluruhnya
Ni = Jumlah populasi berdasarkan sekolah
N = Jumlah seluruh populasi8
Sehingga jumlah sampel pada setiap sekolah adalah sebagai berikut:

SMAN 105 JAKARTA:


325 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 13
2493

SMAN 58 JAKARTA
340 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 13
2493

SMAN 106 JAKARTA


347 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 13
2493

SMAN 39 JAKARTA
439 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 17
2493

SMAN 88 JAKARTA
350 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 14
2493

8
Ibid., h. 18
48

SMAN 51 JAKARTA
369 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 14
2493

SMAN 93 JAKARTA
323 𝑥 96
𝑛𝑖 = = 12
2493

Penyebaran sampel dan gambaran populasi berdasarkan sekolah


yang tertera pada tabel 3.4, sedangkan penetapan responden yang akan
dijadikan obyek penelitian dilakukan secara acak sesuai dengan
karakteristik responden yang telah ditentukan.
Tabel 3. 4
Jumlah Populasi dan Sampel
No. Sekolah Populasi Sampel

1 SMAN 105 325 13


JAKARTA
2 SMAN 58 340 13
JAKARTA
3 SMAN 106 347 13
JAKARTA
4 SMAN 39 439 17
JAKARTA
5 SMAN 88 350 14
JAKARTA
6 SMAN 51 369 14
JAKARTA
7 SMAN 93 323 12
JAKARTA
Jumlah 2493 96

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


Pada penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu Fatherless disimbolkan
dengan huruf X. Variabel ini diposisikan sebagai variabel bebas (independen
variabel) yakni masukan yang akan memberi pengaruh pada Kenakalan
Remaja. Sedangkan variabel terikatnya (dependen variabel) adalah Kenakalan
49

Remaja disimbolkan dengan huruf Y. Variabel ini merupakan hasil dari


pengaruh variabel independen.

1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya9. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari dua jenis variabel, yaitu variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Berikut adalah penjelasan kedua variabel sebagai
berikut:
a) Variabel Independen (bebas)10

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,


antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel
bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel
Independen terdiri dari: fatherless (X1).
b) Variabel Dependen (terikat)
Sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam
bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel
terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
dependen yaitu kenakalan remaja (Y).

9
Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen Pendekatan Kuantittif, Kualitatif, Kombinasi,
Penelitian Tindakan, Penelitian Evaluasi, h. 39

10
Ibid., h. 39
50

Gambar 3. 1
Variabel Penelitian

X Y

2. Definisi Operasional Variabel


Tabel 3. 5
Penjabaran Variabel Penelitian
Teknik
Sub Jenis
Variabel Pengumpula Instrumen Analisis
Variabel Data
n Data

Keluarga Data Angket Lembar Tabulasi


tanpa ayah Primer angket
Fatherless (karena - - -
(X)
meninggal
dunia)

Keluarga Data Angket Lembar Tabulasi


tanpa ayah Primer Angket

(karena
bercerai)

Membolos Data Angket Lembar Tabulasi


Sekolah Primer angket
- - -
Kenakalan
Remaja (Y) Tawuran Data Angket Lembar Tabulasi
Primer angket
- - -
51

Narkoba Data Angket Lembar Tabulasi


Primer angket
- - -

Miras Data Angket Lembar Tabulasi


Primer angket
- - -

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam memperoleh data yang dibutuhkan guna melengkapi proses
penelitian ini, peneliti melakukan serangkaian kegiatan yang bersumber dari
dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti
langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian
dilakukan. Adapun pengumpulan data primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan kuisoner/angket. Kuesioner
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya.11 Dalam angket berisi pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk dapat
mengetahui jawaban dari setiap responden maka diperlu dibentuk sebuah
skala. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Skala Likert. Skala Likert ini dikembangkan oleh Rensis Likert (1932)
yang paling sering digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi responden terhadap sesuatu objek.12

11
Ibid, h. 142

12
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial Edisi Ketiga
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2017), h. 103
52

Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan


menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik
tolak untuk menyusun item–item instrumen yang dapat berupa
pertanyaan atau pernyataan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pertanyaan – petanyaan positif yang dapat dijawab sesuai dengan
jawaban yang telah ditentukan. Berikut bentuk table skala likert.

Tabel 3. 6
Alternatif Jawaban Variabel Penelitian
Item
Pilihan Jawaban Item Positif Negatif

Sangat Setuju (SS) 5 1


Setuju (S) 4 2
Cukup (C) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju 1 5
(STS)

2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengolahnya. Adapun data sekunder yang
digunakan oleh peneliti adalah data yang diambil dari buku, jurnal,
arsip/dokumen, internet dan lain sebagainya.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner/angket
yang digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan variabel
penelitian. Untuk memudahkan menyusun instrumen penelitian, maka
peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi instrumen yang mengacu pada
indikator sebagai berikut:
53

Tabel 3. 7
Kisi-Kisi Instumen

Sub Jumlah
No. Variabel Butir Instrumen Item
Variabel
1 Fatherless 1. Keluarga
(X) tanpa
ayah 17
1,2,3,4,6,11,14,17,22,23,25,28,29,31,32,33,34
(karena
meningga
l dunia)
2. Keluarga
tanpa
ayah 5,7,8,9,10,12,13,15,16,18,19,20,21,24,26,27,30 17
(karena
bercerai)
2 Kenakalan 1. Membolo 9
1, 2, 4, 5, 7, 13, 19, 27, 37
Remaja s Sekolah
(Y) 9
Tawuran 3, 8, 9, 15, 20, 23, 29, 35, 39

6, 10, 12, 16, 17, 18, 21, 26, 31, 32, 34, 36 12
2. Narkoba

11, 14, 22, 24, 25, 30, 33, 38, 40 10


3. Miras

F. Metode Analisis Data dan Uji Instrumen


1. Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan
data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.13
Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menganalisis nilai terendah, nilai tertinggi, rata-rata nilai dan standar
deviasi dari masing-masing variabel.

13
Op.cit, h. 147
54

2. Uji Instrumen
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang
telah disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak
diukur secara tepat. Validitas suatu instrument akan menggambarkan
tingkat kemampuan alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan
sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran.14
Guna melakukan analisis tingkat validitas instrument penelitian
atau alat pengukur data dapat digunakan teknik korelasi product
moment dari Pearson. Teknik korelasi ini banyak digunakan oleh
para peneliti dalam menganalisis tingkat validitas instrument
penelitian. Adapun rumus korelasi product moment yang digunakan
dapat dinyatakan sebagai berikut:15

Gambar 3. 2
Rumus korelasi product moment

𝑛 (∑ 𝑥𝑦) − (∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
rhitung =
√[ 𝑛(∑ 𝑥 2 )−(∑ 𝑥)2 ] [(𝑛 ∑ 𝑦2 )−(∑ 𝑦)2 )

Keterangan:
n = jumlah responden
x = skor variabel (jawaban responden)
y = skor total dari variabel untuk reponden ke-n
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah mengetahui konsistensi atau keteraturan
hasil pengukuran suatu instrument apabila instrument tersebut
digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Hasil

14
Gunawan Sudarmanto, Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS
Statistics 19, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h. 56

15
Ibid., h. 57
55

uji reliabilitas dapat mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya


suatuinstrument penelitian berdasarkan tingkat pemantapan dan
ketetapan suatu alat ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran
yng didapatkan merupakan ukuran yang benar dari suatu yang
diukur.
Salah satu metode pengujian realibilitas adalah dengan
menggunakan metode Alpha Conbach yang digunakan dalam
menentukan reliable. Tingkat reliabilitas dengan metode alpha
conbach di atas 70% maka dikatakan reliabel.16
Rumus Alpha yang digunakan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Gambar 3. 3
Rumus Alpha

𝑆21 − 𝑆22
𝛼 = 2 [1 − ]
𝑆𝑥2
Keterangan:
α = tingkar reliabilitas yang dicari
𝑆21 = varians dari skor belahan pertama
𝑆22 = varians dari skor belahan kedua
𝑆𝑥2 = varians dari skor keseluruhan

3. Uji Prasyarat Analisis


a. Uji Normalitas
Salah satu asumsi model regresi adalah residual mempunyai
distribusi normal. Apa konsekuensinya jika tidak mempunyai
residual yang berdistribusi normal?. Uji t untuk melihat
signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen tidak
bisa diaplikasikan jika residual tidak mempunyai distribusi

16
Edy Supriyadi, SPSS + Amos, (Bogor: In Media, 2014), h. 29
56

normal.17 Ada beberapa metode yang digunakan untuk menguji


normalitas data yaitu salah satunya menggunakan metode
Kolmogorov-Smirnov.

Uji statistika Kolmorogov Smirnov (K-S) merupakan uji yang


dihunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
dengan distribusi tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal18

Langkah-langkah untuk melakukan uji Kolmogorov-Smirnov,


yaitu:

• Membuat hipotesis dalam uraian kalimat


Ho : Data berdistribusi normal
Ha : Data tidak berdistribusi normal
• Menentukan risiko kesalahan (taraf signifikan)
Pada tahap ini, kita menentukan seberapa besar peluang membuat
risiko kesalahan dalam mengambil keputusan menolak hipotesis yang
benar. Biasanya dilambangkan dengan α yang sering dengan istilah
taraf signifikan.
b. Uji Homogenitas
Homogen artinya data yang dibandingkan atau dikomparasikan
sejenis (bersifat homogen), maka perlu uji homogenitas.19 Uji yang
dilakukan untuk melihat adanya homogenitas data ialah
menggunakan tabel F dengan membandingkan antara F hitung dengan
F tabel.
Langkah-langkah menjawab:
1) Menghitung varians terbesar dan varians terkecil (F hitung )
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
F hitung = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

17
Agus Widarjono, Analisis Statistik Multivariat Terapan, (Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN, 2010), h. 111
18
Ibid., h.111

19
Riduwan, Pengantar Statistika Sosial, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 156
57

2) Bandingkan nilai F hitung dengan F tabel


Dengan rumus: db Pembilang = n-1 dan db Penyebut = n-1, dengan taraf
signifikansi (𝛼) = 0,05
3) Kriteria Pengujian
Jika : F hitung ≥ F tabel, Tidak Homogen
Jika : F hitung ≤ F tabel, Homogen20
c. Uji Linieritas
Disamping uji normalitas dan uji hommogenitas, perlu pula
dilakukan uji linearitas terhadap data yang dikumpulkan, seandainya
teknik analisis yang akan digunakan menuntut hal itu.21 Cara yang
dapat digunakan untuk uji linearitas ini antara lain menggunakan
persamaan garis regresi/regresi ganda. Apabila nilai F yang
dapat/diamati lebih besar dari nilai F tabel pada tarafsignifikansi (ά)
= 0,05, maka dapat dikatakan linear.22

4. Uji Hipotesis
a. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan satu. Nilai R2 yang
kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang
mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel dependen.23

20
Ibid., h. 158

21
Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), h. 289
22
Ibid., h. 289

23
Imam Gozali, Aplikasi Analisis Multiviete Dengan Program IBM SPSS 23, (Semarang:
UNDIP, 2016), edisi ke 8, h. 95
58

b. Uji T (parsial)
Tujuan dilakukan uji signifikansi secara parsial dua variabel bebas
(independent) terhadap variabel tak bebas (dependent) adalah untuk
mengukur secara terpisah kontribusi yang ditimbulkan dari masing-
masing variabel bebas (independent) terhadap variabel tak bebas
(dependent). 24
Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh terhadap variabel
bebas terhadap variabel terikat maka dilakukan pengujuan terhadap
hipotesis yang akan diajukan pada penelitian ini. Metode pengujian
terhadap hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t. pengujian
signifikan dengan uji t digunakan untuk melihat variabel bebas secara
parsial mempengaruhi variabel terikat. Jika nilai probabilitas
signifikan signifikansi: α = 5% (0,05) dari t-rasio dari regresi lebih
kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa Fatherless secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap kenakalan remaja.
Untuk menentukan nilai df (degree of freedom), maka digunakan
rumus:
df = n – k
df = 96 – 2
= 94
Keterangan:
n: jumlah sampel
k: jumlah variabel (X dan Y)

Untuk mendapatkan ttabel yaitu dengan menggunakan rumus:


Ttabel = (α / 2; n – k - 1)
= (0,05 / 2; 96 – 2 - 1)

24
Syofian Siregar, Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan Perhitungan
Manual & SPSS, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 304
59

= (0,025; 93)
= 1,98552
Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya ada
pengaruh antara penggunaan fatherless dengan kenakalan remaja.
Begitupun sebaliknya.
c. Uji Regresi Linear Sederhana
Salah satu alat yang dapat digunakan dalam mempredeksi
permintaan di masa akan datang berdasarkan data masa lalu untuk
mengetahui pengaruh satu variabel bebas (independent), terhadap
satu variabel tak bebas (dependent) adalah menggunakan regresi
linier. Regresi linier dibagi ke dalam dua kategori, yaitu regresi
linier sederhana dan regresi linier berganda.
Regresi linier sederhana digunakan hanya untuk satu variabel
bebas (independent), dan satu variabel tak bebas (dependent),
sedangkan regresi linear berganda digunakan untuk satu variabel
tak bebas (dependent) dan dua atau lebih variabel bebas
(independent).
Tujuan penerapan kedua metode ini adalah untuk
meramalkan atau memprediksi besaran nilai variabel tak bebas
(dependent) yang dipengaruhi oleh variabel bebas
(independent).25
Rumus regresi linier sederhana
Y=a + b . X
Di mana :
Y : variabel terikat atau dependen (Kenakalan Remaja)
X : variabel bebas atau independen (Fatherless)

a : konstanta, yaitu nilai peningkatan atau penurunan variabel Y


yang didasarkan pada variabel
b : koefisien regresi

25
Ibid., h. 284
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum dan Tempat Penelitian


1. Kondisi Geografis
Kota Administrasi Jakarta Timur adalah nama sebuah kota
administrasi di bagian timur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pusat
Pemerintahannya berada di Cakung. Dahulu Jakarta Timur masih berupa
rawa-rawa. Secara administratif, wilayahnya terdiri atas 10 kecamatan,
65 kelurahan, 673 rukun warga dan 7.513 rukun tetangga dan dihuni
tidak kurang dari 1.959.022 jiwa, di mana 1.044.857 jiwa laki-laki dan
914.175 jiwa perempuan atau sebanding dengan 10% dari jumlah
penduduk DKI Jakarta. Kota ini memiliki wilayah seluas 187,75 km²
(menurut Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur), atau seluas
188,19 km² (menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta) dengan kepadatan mencapai 14.312 jiwa per km²,
menjadikannya kota administrasi terluas di provinsi DKI Jakarta. Kota
ini memiliki tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 2,4% per tahun dan
pendapatan per kapita sebesar Rp 5.057.040,-

Kantor Walikota Jakarta Timur hingga akhir tahun 1990-an berada di


wilayah kecamatan Jatinegara. Baru pada sekitar tahun 2000-an kantor
Walikota dipindahkan ke wilayah Penggilingan, di wilayah kecamatan
Cakung. Alamat Kantor Wali Kota Jl. Dr. Soemarno No. 1 Penggilingan,
Cakung.1

Berikut ini adalah batas-batas kota administrasi Jakarta Timur:

Utara : Kota administrasi Jakarta Utara dan Jakarta Pusat.


Timur : Bekasi.

1
Dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Administrasi_Jakarta_Timur, (Diakses
pada tanggal 22 Juli 2019, pukul 10:05)

60
61

Selatan : Kota Depok.


Barat : Kota Administrasi Jakarta Selatan.

2. Sejarah Singkat SMAN


Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA; bahasa Inggris: Senior
High School atau High School), adalah jenjang pendidikan menengah
pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah
Pertama (atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu
3 tahun, mulai dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas.

Pada saat pendaftaran masuk SMA yang menggunakan sistem


online, siswa dapat memilih sekolah yang diinginkan dan memilih
jurusan yang diminati. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas dua belas),
siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang
memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SMA dapat melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.

Pelajar SMA umumnya berusia enam belas sampai delapan belas


tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni SD
(atau sederajat) enam tahun dan SMP (atau sederajat) tiga tahun -
meskipun sejak tahun 2005 telah mulai diberlakukan program wajib
belajar dua belas tahun yang mengikut sertakan SMA di beberapa daerah,
contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta sejak


diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001 pengelolaan SMA
Negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen
Pendidikan Nasional kini menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi
sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai
regulator dalam bidang standar nasional pendidikan secara struktural
62

SMA Negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan


provinsi.1

B. Data Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini berlokasi di 7 Sekolah Menengah Atas Negeri
yang berada di wilayah Jakarta Timur, diantaranya adalah :

Tabel 4. 1
Data Penelitian
Nama Sekolah Lokasi
SMAN 105 Jakarta Jalan Haji Usman No.5, RT.2/RW.4,
Kelapa Dua Wetan, Ciracas,
RT.2/RW.4, Klp. Dua Wetan, Kec.
Ciracas, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, 13730.
SMAN 58 Jakarta Jl. SMA. N 58 No.1, RT.7/RW.3,
Ciracas, Kec. Ciracas, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 13740.
SMAN 106 Jakarta Jl. Pendidikan, RT.12/RW.9,
Pekayon, Pasar Rebo, Kota Jakarta
Timur, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 13710.
SMAN 39 Jakarta Jl. RA. Fadillah No.4 No.11,
RT.11/RW.4, Cijantung, Kec. Ps.
Rebo, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 13780.
SMAN 88 Jakarta Jl. Sawo, RT.7/RW.2, Baru, Kec. Ps.
Rebo, Kota Jakarta Timur, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 13780.
SMAN 51 Jakarta Jl. Batu Ampar III No.59,
RT.12/RW.2, Batu Ampar, Kec.
Kramat jati, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
13520.
SMAN 93 Jakarta Komp. Paspampres, Jl. Raya
Jakarta-Bogor, RT.6/RW.1, Kp.
Tengah, Kec. Kramat jati, Kota

1
Dikutip dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas#:~:text=Sekolah%20Menengah%20Atas%2
0(disingkat%20SMA,kelas%2010%20sampai%20kelas%2012. (diakses pada tanggal 22 Juli
2019, pukul 12:05)
63

Jakarta Timur, Daerah Khusus


Ibukota Jakarta 13540.

Pelaksanaan penelitian ini berkoordinasi dengan para Wakil


Bidang Kurikulum dan juga guru BK dari sekolah-sekolah tersebut. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari obyek penelitian dengan menggunakan kuesioner.
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi
SMAN di Jakarta Timur. Jumlah sampel penelitian ini adalah 96 orang.
Sumber data yang diperoleh yaitu melalui penyebaran kuesioner yang
dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2018 sampai dengan 5 Desember
2018.

Peneliti mengambil data sesuai dengan metode penelitian yang


digunakan. Yang selanjutnya kuesioner dilakukan proses pengecekan
untuk memeriksa apakah jawaban yang diisi pada kuesioner sudah lengkap
atau belum. Berikut ini adalah data penyebaran kuesioner yang
ditunjukkan pada tabel 4.2

Data Penyebaran Kuesioner

Tabel 4. 2
Data Penyebaran Kuesioner
Keterangan Jumlah
Kuesioer yang disebar 96
Kuesioner yang tidak Kembali 0
Kuesioner yang dikembalikan 96
Kuesioner yang tidak dilengkapi 0
Kuesioner yang diolah 96

Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebar peneliti ialah sebanyak 96


kuesioner sesuai dengan jumlah sampel, dan kuesioner yang dikembalikan
sebanyak 96. Sehingga, keseluruhan kuesioner dapat diolah oleh peneliti.
64

1. Deskripsi Responden
Berikut ini dijelaskan gambaran umum tentang responden yang
menjadi objek dalam penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah
siswa SMAN yang berada di Jakarta Timur. Kuesioner disebar kepada 96
responden yang dibagi menjadi tiga kategori, sebagai berikut:

a. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Total kuesioner berdasarkan jenis kelamin terbagi menjadi dua
yaitu laki-laki dan perempuan. Gambaran umum responden
berdasarkan jenis kelamin dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4. 3
Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki 51
Perempuan 45
Jumlah 96

Gambar 4. 1
Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah
Laki-Laki Perempuan

47%
53%
65

Berdasarkan tabel dan gambar diatas menunjukkan bahwa


jumlah resonden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 51 orang
atau 53%, sedangkan responden berjenis kelamin perempuan
sebanyak 45 orang atau 47%.

b. Responden Berdasarkan Usia


Usia anak SMA turut mempengaruhi kenakalan remaja yang
dilakukannya, usia anak SMA dibedakan menjadi tiga yaitu 16
tahun, 17 tahun, dan 18 tahun. Berikut responden berdasarkan
usia:

Tabel 4. 4
Responden Berdasarkan Usia
Usia Jumlah
16 tahun 47
17 tahun 31
18 tahun 18
Jumlah 96
Sumber : Data Primer yang Diolah, 2019

Gambar 4. 2
Persentase Responden Berdasarkan Usia

Jumlah
16 tahun 17 tahun 18 tahun

19%
49%
32%

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2019


66

Berdasarkan tabel dan gambar di atas menunjukkann bahwa


responden berdasarkan umur 16 tahun sebanyak 47 orang atau
49%, umur 17 tahun sebanyak 32%, dan umur 18 tahun sebanyak
19%.

c. Responden Berdasarkan Asal Sekolah


Asal sekolah anak SMA turut mempengaruhi perilaku
kenakalannya dalam bergaul, asal sekolah dibedakan menjadi
tujuh yaitu SMAN 105 Jakarta, SMAN 59 Jakarta, SMAN 106
Jakarta, SMAN 39 Jakarta, SMAn 88 Jakarta, SMAN 51 Jakarta,
SMAN 93 Jakarta. Berikut responden berdasarkan asal sekolah
mereka:

Tabel 4. 5
Responden Berdasarkan Asal Sekolah
Asal Sekolah Jumlah
SMAN 105 Jakarta 13
SMAN 58 Jakarta 13
SMAN 106 Jakarta 13
SMAN 39 Jakarta 17
SMAN 88 Jakarta 14
SMAN 51 Jakarta 14
SMAN 93 Jakarta 12
Jumlah 96
67

Gambar 4. 3
Persentase Jumlah Asal Sekolah

Jumlah
SMAN 105 Jakarta SMAN 58 Jakarta SMAN 106 Jakarta
SMAN 39 Jakarta SMAN 88 Jakarta SMAN 51 Jakarta
SMAN 93 Jakarta

12% 13%

15% 13%

15% 14%
18%

Sumber : Data Primer yang Diolah, 2019

Berdasarkan tabel dan gambar diatas menunjukkan bahwa


responden/siswa yang berasal dari SMAN 105 Jakarta sebanyak 13
atau 13%, siswa yang berasal dari SMAN 58 Jakarta sebanyak 13
responden atau 13%, siswa yang berasal dari SMAN 106 Jakarta
sebanyak 13 responden atau 14%, siswa yang berasal dari SMAN 39
Jakarta sebanyak 17 responden atau 18%, siswa yang berasal dari
SMAN 88 Jakarta sebanyak 14 responden atau 15%, siswa yang
berasal dari SMAN 51 sebanyak 14 responden atau 15%, dan siswa
yang berasal dari SMAN 93 Jakarta sebanyak 12 responden atau
12%.

2. Analisis Data
a. Pra Analisis
1) Uji Validitas Instrumen
Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid atau
tidaknya angket (kuisioner) yang digunakan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan rumus product moment
68

yaitu membandingkan antara r tabel dengan r hitung, jika r


hitung > r tabel maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid,
namun jika r hitung < r tabel maka pertanyaan dinyatakan
tidak valid.
Instrumen penelitian ini diuji kepada non responden,
yaitu kepada beberapa siswa dari ketujuh sekolah yang
menjadi tempat peneliti melakukan penelitian yakni sebanyak
25 orang responden secara random dan mengerjakan soal
angket sebanyak 73 item soal. Pada hasil pengujian validitas
dapat diketahui bahwa dari 73 item yang di uji cobakan
terdapat 33 item soal yang bernilai valid dan 40 item tidak
valid. Dimana item dikatakan valid apabila skor total di atas
0,396 dan dikatakan tidak valid apabila skor total kurang dari
0,396. Jumlah 33 item soal yang valid digunakan sebagai
instrumen penelitian, dan 40 item yang tidak valid harus
dibuang atau diperbaiki.

2) Hasil Pengujian Reliabilitas


Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi
dari suatu instrumen. Dalam penelitian ini menggunakan
rumus cronbach alpha, dimana suatu instrumen dikatakan
reliabel apabila skornya >0,6 dan tidak reliabel apabila <0,6.
Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Reliabilitas Variabel X

Pada tabel variabel x dibawah ini, dikatakan reliabel karena


cronbach’s alpha pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang
dilakukan menunjukan nilai 0,913 yang mana angka tersebut
>0,6.
69

Tabel 4. 6
Reliability Statistics X
Reliability Statistics
Cronbachs Alpha N of Items
.913 21

Reliabilitas Variabel Y

Pada tabel variabel y dibawah ini, dikatakan reliabel karena


cronbach’s alpha pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang
dilakukan menunjukan nilai 0,838 yang mana angka tersebut
>0,6.

Tabel 4. 7
Reliability Statistics Y

Reliability Statistics
Cronbachs Alpha N of Items
.838 12

Tabel 4. 8
Hasil Uji Realibilitas X dan Y
Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan
Fatherless 0,913 Reliabel
Kenakalan Remaja 0,838 Reliabel
Sumber: Pengolahan Data Primer, 2021

b. Analisis Statistik Deskriptif


Deskripsi variabel dalam statistik deskriptif yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi range, nilai minimum, nilai maksimum,
mean, standar deviasi dari satu variabel dependen yaitu Kenakalan
Remaja dan variabel independen yang meliputi Fatherless. Statistik
deskriptif menggambarkan karakteristik sampel dan berkaitan dengan
70

pengumpulan data dan peringkat data. Hasil statistik deskriptif dalam


penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4. 9
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Mini Max Std.
Ran mu imu Deviati Varia
N ge m m Sum Mean on nce Skewness Kurtosis
Std. Std.
Stati Stati Stati Stati Stati Statis Statisti Statis Statis Erro Statis Erro
stic stic stic stic stic tic c tic tic r tic r
Total 25 42.0 55.0 97.0 199 79.76 12.356 152.6 -.471 .464 - .902
0 0 0 4.00 00 78 90 1.078
Total_ 25 27.0 20.0 47.0 730. 29.20 6.7761 45.91 1.067 .464 1.546 .902
0 0 0 00 00 8 7
Valid N 25
(listwise
)

1) Deskripsi Fatherless
Dari tabel 4.9 dijelaskan bahwa hasil statistik deskriptif dari
variabel Fatherless dapat disimpulkan bahwa dari jumlah responden
(N) 25 orang, diperoleh range 42, skor terendah (minimum) sebesar
55, skor tertinggi (maksimum) sebesar 97, rata-rata skor sebesar
79.7600, standar deviasi sebesar 12.35678, dan varian 152.690. Hal
ini mengidentifikasikan bahwa sebaran data akan persepsi responden
terhadap variabel Fatherless (X) pada Kenakalan Remaja (Y) baik.
2) Deskripsi Kenakalan Remaja
Dari tabel 4.9 dijelaskan bahwa hasil statistik deskriptif dari
variabel Kenakalan Remaja dapat disimpulkan bahwa dari jumlah
responden (N) 25 orang, diperoleh range 27, skor terendah
(minimum) sebesar 20, skor tertinggi (maksimum) sebesar 47, rata-
rata skor sebesar 29.2000, standar deviasi sebesar 6.77618, dan
71

varian 45.917. Hal ini mengidentifikasikan bahwa sebaran data akan


persepsi responden terhadap variabel kenakalan remaja (Y) baik.

3. Uji Asumsi Klasik


a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah populasi
data berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini
menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov. Kriteria atau pedoman
ukuran yang digunakan untuk menyatakan apakah data berasal
dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak dinyatakan
apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yang terdapat pada kolom
Kolmogorov-Smirnov. Ho diterima apabila nilai Asymp. Sig (2-
tailed) > dari tingkat alpha yang ditetapkan (5%), data
berdistribusi normal. Ho ditolak apabila nilai Asymp. Sig (2-tailed)
< dari tingkat alpha yang ditetapkan (5%), data tidak berdistribusi
normal. Berikut hasil uji normalitas data dengan metode
Kolmogorov-Smirnov:
Tabel 4. 10
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardiz
ed Residual
N 25
a,b
Normal Parameters Mean .0000000
Std. Deviation 6.70633199
Most Extreme Absolute .133
Differences Positive .133
Negative -.080
Test Statistic .133
Asymptotic Significance (2-tailed) .200c,d
a. Test Distribution is Normal
b. Calculated from data
c. Lilliefors Significance Correction
d. This is a lower bound ...
72

Berdasarkan hasil data uji normalitas data menggunakan metode


Kolmogorov-Smirnov pada tabel 4.10 didapat nilai signifikansi
0.200 > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut
berdistribusi normal. Selain itu, untuk uji normalitas data dapat
juga menggunakan metode Normal Probability, yaitu dengan
melihat lihat kurva norma P–Plots, yaitu suatu data dikatakan
normal apabila titik-titik mendekati atau menyebar disekitar garis
diagonal, sedangkan jika data menyebar menjauhi garis diagonal
maka data tersebut dikatakan tidak normal. Hasil uji normalitas
data dengan metode Normal Probability dapat dilihat pada
gambar 4.4 berikut ini:

Gambar 4. 4

Hasil Uji Normalitas

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2021

Pada gambar 4.4 terlihat bahwa grafik normal probability plot


menunjukan pola grafik yang normal. Hal ini terlihat dari titik-
titik yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti garis diagonal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa model regresi layak digunakan karena memenuhi asumsi
normalitas.
73

b. Uji Homogenitas
Selain uji normalitas, syarat yang harus dipenuhi penelitian
sebelum melaksanakan uji statistik adalah uji homogenitas. Uji
homogenitas menggunakan uji Anova dengan ketentuan, jika uji
homogenitas Levene menunjukan bahwa signifikan (nilai Levene
Statistic > 0,05) berarti H0 diterima. Sebaliknya, jika uji
homogenitas Levene menunjukan bahwa signifikan (nilai Levene
Statistic < 0,05) berarti H0 ditolak pada tabel 4.11.

Tabel 4. 11
Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variance
Levene Significanc
Statistic df1 df2 e
Total_ Based on Mean 4.538 3 7 .046
Based on Median .920 3 7 .479
Based on Median and .920 3 4.000 .508
with adjusted df
Based on trimmed 4.406 3 7 .049
mean

Hasil uji homogenitas Levene pada tabel 4.11 menunjukan


bahwa Levene Statistic sebesar 4.406 pada taraf signifikasi 0,049
(0,049>0,05) berarti H0 diterima. Artinya, data berasal dari
varian yang homogen.

c. Uji Linieritas
Uji linieritas adalah uji untuk mengetahui apakah antara
variabel tak bebas (Y) dan variabel bebas (X) mempunyai
hubungan linier. Uji linieritas dilakukan dengan melihat nilai F.
jika Fhitung < Ftabel, maka terdapat hubungan yang linier antara
variabel bebas dan variabel terikat. Jika Fhitung > Ftabel, maka
tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas
74

dengan variabel terikat. Hasil uji Linieritas dapat dilihat pada


tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 4. 12
Hasil Uji Linieritas
ANOVA Table
Sum of Mean Signific
Squares df Square F ance
Total_ * Between (Combined) 819.300 17 48.194 1.193 .429
Total Groups Linearity 22.603 1 22.603 .560 .479
Deviation 796.697 16 49.794 1.233 .409
from Linearity
Within Groups 282.700 7 40.386
Total 1102.00 24
0

Berdasarkan hasil uji linieritas pada output tabel “Anova Table”


di atas, diketahui artinya terdapat hubungan yang linear antara
variabel bebas dengan variabel terikat.

4. Analisis Hasil Regresi dan Pengujian Hipotesis


a. Koefisien Determinasi
Koefesien Determinasi digunakan untuk menjelaskan proporsi
variabel independen (Fatherless) yang mampu dijelaskan oleh
variabel dependen (Kenakalan Remaja) dalam persamaan regresi.
Pada pengujian Koefisien Determinasi dengan melihat nilai
Adjusted R Square dengan nilai antara 0 sampai dengan 1.
Apabila nilai Adjusted R Square bernilai kecil menunjukan
kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen amat terbatas. Dan nilai yang mendekati 1
berarti variabel-variabel independen memberikan informasi untuk
memprediksi variabel dependen yaitu Kenakalan Remaja. Hasil
uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut ini:
75

Tabel 4. 13
Hasil Uji Koefisiensi Determinasi
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
a
1 .143 .021 -.022 6.85057
a. Predictors: (constant) Total...
b. Dependent Variable: Total_

Berdasarkan tabel 4.13 nilai yang digunakan adalah nilai


Adjusted R Square yaitu -0,22. Maka dapat diartikan bahwa
variabel independen (Fatherless) tidak dapat menjelaskan variabel
dependen (Kenakalan Remaja).

b. Uji T (Parsial)
Uji T digunakan untuk mengetahui secara parsial (sendiri)
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam
penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 0.05 dan uji 2 sisi,
dengan kriteria sebagai berikut:
1) Taraf signifikan (α = 0.05/2 = 0.025)
2) Distribusi t dengan derajat kebebasan df (n-k-1)
3) Apabila t hitung > t tabel, maka terdapat pengaruh variabel X
terhadap variabel Y
4) Apabila t hitung < t tabel, maka tidak terdapat pengaruh
variabel X terhadap variabel Y

Tabel 4. 14
Hasil Uji T
Coefficientsa
Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients Significan
Model B Std. Error Beta t ce
76

1 (Constan 35.464 9.130 3.885 .001


t)
Total -.079 .113 -.143 -.694 .495
a. Dependent Variable: Total_

Untuk menjelaskan hasil dari Uji T pada tabel diatas, terlebih


dahulu hitung t tabel. Diketahui siginifikansi 0,05/2=0,025, dengan
distribusi t = n-k-1 atau 25-1-1=23, kemudian liat pada t tabel
dengan taraf signifikansi 0,025 pada jumlah sampel atau n=23, maka
diperoleh t tabel = 2.06866. Satu variabel independen setelah di uji
menghasilkan hasil uji sebagai berikut:

1) Fatherless
Hipotesis variabel Fatherless

Ho: Fatherless secara parsial tidak berpengaruh terhadap Kenakalan


Remaja

Ha: Fatherless secara parsial berpengaruh terhadap Kenakalan


Remaja

Variabel Pendapatan ditemukan bahwa nilai signifikansi <0,05


(0,001<0,05). Sedangkan untuk nilai t hitung > t tabel maka dapat
disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti
variabel Fatherless (X) secara parsial berpengaruh terhadap
Kenakalan Remaja. Nilai t hitung positif artinya adalah berpengaruh
positif, yaitu jika variabel Fatherless meningkat, maka variabel
Kenakalan Remaja juga akan meningkat.

c. Analisis Regresi Linier Sederhana


Analisis linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap varriabel terikat. Hasil uji
analisis regresi linier sederhana dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut
ini:
77

Tabel 4. 15
Analisis Regresi Linier Sederhana
Coefficientsa
Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients Significan
Model B Std. Error Beta t ce
1 (Constant 35.464 9.130 3.885 .001
)
Total -.079 .113 -.143 -.694 .495
a. Dependent Variable: Total_

Pada tabel 4.15 maka didapat persamaan regresi linier


sederhana dengan satu variabel independen sebagai berikut;

Y=a+b.X
Keterangan:
Y : nilai prediksi variabel dependen (Kenakalan Remaja)
X: nilai prediksi variabel independen (Fatherless)
a: konstanta, yaitu nilai peningkatan atau penurunan variabel Y yang
didasarkan pada variabel
b: koefisien regresi

Nilai-nilai pada output kemudian dimasukan ke persamaan regresi


linier sederhana sebagai berikut:

Y = 35.464 + -.079 X

Interpretasi regresi linier sederhana:


1) Nilai konstanta (a) adalah 66,846, dapat diartikan jika Fatherless
nilainya adalah 0, maka Kenakalan Remaja akan mengalami
kenaikan sebesar 35.464
78

2) Nilai koefisien variabel Fatherless (X) bernilai negatif, yaitu -


0,79

5. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian, tabel variabel x dikatakan reliabel
karena cronbach’s alpha pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang
dilakukan menunjukan nilai 0,913 yang mana angka tersebut >0,6.
Dan Pada tabel variabel y dikatakan reliabel karena cronbach’s alpha
pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang dilakukan menunjukan
nilai 0,838 yang mana angka tersebut >0,6.

Hal ini terjadi karena Fatherless merupakan salah satu factor


penyebab dalam hal kenakalan remaja. Berdasarkan dari jawaban
rumusan masalah yang ada bahwa terdapat pengaruh antara variabel
Fatherless dengan variabel Kenakalan Remaja. Selain faktor-faktor
tersebut, Seperti halnya yang diungkapkan oleh Lerner dalam Nur
Aini dijelaskan bahwa seseorang yang merasakan fatherless akan
kehilangan peran-peran penting ayahnya, seperti memberi kasih
sayang, bermain, perlindungan dan peran penting lainyya yang
semestinya diterapkan didalam keluarga.2

Kekosongan peran ayah menjadi masalah utama dalam keluarga.


Salah satu teori yang melandasi studi keluarga diantaranya adalah
Teori Struktural-fungsional atau Teori Sistem. Pendekatan teori
sosiologi struktural-fungsional biasa digunakan oleh Talcott Parsons.
Beliau adalah sosiolog ternama yang mengemukakan pendekatan
structural fungsional dalam kehidupan keluarga pada abad ke-20.

Bahasan tentang fungsionalisme struktural Parsons ini akan


dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem “tindakan”

2
Nur Aini, 2019, “Hubungan Antara Fatherless dengan Self-Control Siswa”, Skripsi
Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya, h. 21
79

terkenal dengan skema AGIL. Sesudah membahas empat fungsi ini


kita akan beralih menganalisis pemikiran Parsons mengenai struktur
dan sistem.

AGIL suatu fungsi (function) adalah “kumpulan kegiatan yang


ditunjukkan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan
sistem”. Dengan menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada
empat fungsi penting diperlukan semua sistem – adaption (A), goal
attaintment (G), integration (I), dan latency (L) atau pemeliharaan
pola. Secara bersama-sama, keempat imperative fungsional ini dikenal
dengan skema AGIL. Parsons mendesain skema AGIL ini utuk di
gunakan di semua tingkat dalam sistem teoritisnya.3

Fenomena fatherless juga disebabkan karena adanya


problematika dalam kehidupan berumah tangga. Problematika ini
mengakibatkan terpisahnya hubungan kedekatan ayah dengan anak,
walaupun mereka bertempat tinggal yang sama, frekuensi pertemuan
yang bersifat kuantitas maupun kualitas sangat juaran sekali, sehingga
ayah tidak menjalankan peran penting dan keterlibatannya dalam
pengasuhan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian jurnal ilmiah


yang dibuat oleh Siti Maryam Munjiat bahwa keterlibatan aktif ayah
dalam pengasuhan anak dapat mendukung perkembangan fisik,
kognitif, emosi, sosial, spiritual, dan moral dibandingkan pada anak
yang dibesarkan dalam kondisi fatherless.4 Hal yang sama juga
diungkapkan didalam penelitian oleh Arie Rihandini Sundari dan Febi

3
George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta : Kencana,
2004), h. 121

4
Siti Maryam Munjiat, Pengaruh Fatherless Terhadap Karakter Anak Dalam
Perspektif Islam, h. 111
80

Herdajani. Mereka menyebutkan bahwa seorang anak yang mengalami


fatherless akan berisiko terjadinya juvenile delinquent atau drop out
dari sekolahnya. Dalam jurnal ini dapat disimpulkan bahwa anak-anak
yang mengalami fatherless akan mengalami atau merasakan kesepian
(loneliness), kecemburuan (envy), serta kehilangan (lost) yang amat
sangat,5 serta rendahnya kontrol diri dan kecenderungan memiliki sifat
yang susah diatur seperti cepat marah, dan lain sebagainya yang tidak
sepantasnya.

Delinquent anak-anak sebagai salah satu problem sosial sangat


mengganggu keharmonisan; juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan
dasar kehidupan sosial. Dalam kenyataannya delinquent anak-anak
atau kenakalan remaja merusak nilai-nilai luhur agama dan beberapa
aspek pokok yang terkandung didalamnya, serta norma-norma hukum
yang hidup dan bertumbuh didalamnya baik hukum terlulis maupun
hukum yang tidak tertulis.

6. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menyadari bahwa terdapat
keterbatasan yang dihadapi meskipun penelitian sudah diusahakan dan
dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah. Beirkut keterbatasan-
keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti selama penelitian
berlangsung:

a. Kesulitan di dalam penyebaran angket karena tidak setiap


responden mengalami fatherless.
b. Keterbatasan peneliti pada saat menghitung dan menganalisis
data, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam
pengelolaan data.

5
Arie Rihardini Sundari dan Febi Herdajani, 2013, “Dampak Fatherless Terhadap
Perkembangan Psikologis Anak”, Jurnal Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013, Fakultas
Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI, h. 256
81

c. Hal-hal yang bersifat eksternal seperti kurangnya ketidakjujuran


responden dalam memberikan data dan penilaian mereka yang
berbeda dan berada diluar kemampuan peneliti.
d. Keterbatasan waktu, dan tenaga dalam menyelesaikan penelitian
ini lebih mendalam.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
pada uji reliabilitas ditemukan bahwa tabel variabel x dikatakan reliabel
karena cronbach’s alpha pada hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang
dilakukan menunjukan nilai 0,913 yang mana angka tersebut >0,6. Dan
Pada tabel variabel y dikatakan reliabel karena cronbach’s alpha pada
hasil reliabilitas >0,6. Dan hasil yang dilakukan menunjukan nilai 0,838
yang mana angka tersebut >0,6.

Lalu, dari hasil analisis statistic deskriptif menunjukkan bahwa


variabel Fatherless dapat disimpulkan bahwa dari jumlah responden (N)
25 orang, diperoleh range 42, skor terendah (minimum) sebesar 55, skor
tertinggi (maksimum) sebesar 97, rata-rata skor sebesar 79.7600, standar
deviasi sebesar 12.35678, dan varian 152.690. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa sebaran data akan persepsi responden terhadap variabel Fatherless
(X) pada Kenakalan Remaja (Y) baik. Begitu pula dengan variabel
kenakalan remaja dapat disimpulkan bahwa dari jumlah responden (N) 25
orang, diperoleh range 27, skor terendah (minimum) sebesar 20, skor
tertinggi (maksimum) sebesar 47, rata-rata skor sebesar 29.2000, standar
deviasi sebesar 6.77618, dan varian 45.917. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa sebaran data akan persepsi responden terhadap variabel kenakalan
remaja (Y) baik.

Berdasarkan hasil data uji normalitas data menggunakan metode


Kolmogorov-Smirnov didapat nilai signifikansi 0.200 > 0.05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Kemudian
Hasil uji homogenitas Levene menunjukan bahwa Levene Statistic sebesar
4.406 pada taraf signifikasi 0,049 (0,049>0,05) berarti H0 diterima.
Artinya, data berasal dari varian yang homogen. Namun pada Hasil Uji
Koefisiensi Determinasi, nilai yang digunakan adalah nilai Adjusted R

82
83

Square yaitu -0,22. Dikarenakan hasil yang didapatkan negatif, maka


dapat diartikan bahwa variabel independen (Fatherless) tidak dapat
menjelaskan variabel dependen (Kenakalan Remaja).

B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan di atas, maka implikasi
yang diperoleh berdasarkan penelitian ini adalah:

1. Banyak faktor yang yang menyebabkan kenakalan remaja, diantaranya


yakni teman sebaya dan lingkungan yang tidak mendukung
2. Peran keluarga yang tidak optimal juga dikhawatirkan akan
menimbulkan kecemburuan sosial, kesepian, terhadap perkembangan si
anak karena tidak hadirnya sosok seorang ayah yang bisa mengayomi
mereka.

C. Saran
1. Untuk para remaja yang mengalami Fatherless
Bahwa dengan tidak mendapatkan peran dan kasih sayang dari
ayah bukan berarti tidak bisa memiliki kemampuan yang sama dalam
berprestasi dengan anak-anak yang dibesarkan dengan orang tua yang
lengkap. Melainkan dengan tidak mendapatkan peran ayah, anak-anak
yang dibesarkan dengan kondisi fatherless seharusnya mampu
memberikan citra positif dibandingkan dengan citra negatif yang sudah
melekat pada masyarakat luas bahwa anak-anak yang mengalami
fatherless akan mengalami perilaku maladaptif atau kekanak-kanakan dan
cenderung berperilaku kearah yang negatif.
2. Untuk siswa/pelajar
Memberikan contoh yang baik terhadap teman sebaya, dan
melakukan hal-hal atau kegiatan yang positif supaya kenakalan remaja
tidak terjadi Kembali. Memberitahu bahwa perilaku mereka tidak sesuai
dengan norma dan hukum yang berlaku baik disekolah maupun dirumah
sehingga diharapkan tidak melakukan perilaku kenakalan remaja lagi.
3. Untuk sekolah
84

Bagi sekolah yang memiliki tingkat kenakalan remaja yang tinggi


atau religiusitas yang rendah diharapkan dapat menyusun dan menciptakan
kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan religiusitas atau keagamaan siswa.
Seperti kenakalan yang melawan status dapat dicegah dengan memberikan
sangsi yang tegas bagi siswa yang melanggar aturan sekolah
4. Untuk pihak keluarga
Orang tua atau keluarga kiranya dapat membantu anak untuk dapat
tumbuh dan berkembang sesuai yang diinginkan anak dengan memberikan
masukan dan bimbingan kepada anak. Serta memberikan pembelajaran
agama dari sejak dini. Sebab pada usia remaja, anak sangat membutuhkan
dukungan dan contoh dari orang-orang terdekat.
5. Untuk peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa digunakan sebagai pijakan untuk
penelitian selanjutnya dan diharapkan peneliti bisa mengambil kriteria,
latar belakang, dan variabel yang lebih beragam. Dan semoga penelitian
selanjutnya dapat melakukan observasi dalam waktu yang cukup lama dan
cukup intens.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adimihardja, Kusnaka. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya. 2011

Anwar, Muhammad Jafar dan Muhammad A. Salam. Membumikan Pendidikan


Karakter. Jakarta: CV Suri Tatu’uw, 2015.

Gozali, Imam. Aplikasi Analisis Multiviete Dengan Program IBM SPSS 23.
Semarang: UNDIP. 2016

Nihayah, Zahrotun., dkk. Psikologi Perkembangan Tinjauan Psikologi Barat dan


Islam. Ciputat: Lembaga Peneltian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press.
2006

Riduwan, Pengantar Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta. 2009

Ritzer, George dan Doughlas J. Goodman. Teori Sosiologi Modern. Jakarta :


Kencana, 2004

Sa’id, Musthofa Abu. Buku Pintar Mendidik Remaja. Klaten: Semesta Hikmah,
2017

Sarwono, Sarlito Wirawan. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.


2015

Setiadi. Konsep Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008

Setiono, Kusdwiratri. Psikologi Keluarga. Bandung: PT Alumni, 2011.

Siregar, Syofian. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Perbandingan


Perhitungan Manual & SPSS. Jakarta: Kencana. 2013

85
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan permasalahnnya. Jakarta: CV.
Sagung Seto. 2004

86
87

Sudarmanto,, Gunawan. Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program


IBM SPSS Statistics 19. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media. 2013

Sudarsono. Kenakalan Remaja Prevensi, Rehabilitasi, dan Resosialisasi. Jakarta:


PT Rineka Cipta. 1991

Sugiyono, Metode Penelitian Manajemen Pendekatan Kuantittif, Kualitatif,


Kombinasi, Penelitian Tindakan, Penelitian Evaluasi, h. 39

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta. 2017

Supriyadi, Edy. SPSS + Amos. Bogor: In Media. 2014

Thoifah, I’anatut. Statisitka Pendidikan dan Metode Penelitian Kuantitatif.


Malang: Madani. 2015

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial Edisi
Ketiga. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2017

Widarjono, Agus. Analisis Statistik Multivariat Terapan. Yogyakarta: Sekolah


Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. 2010

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan.


Jakarta: Prenadamedia Group. 2014.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya. 2016

Jurnal :

Armansyah. Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja


Dalam Perspektif Hukum Islam. Al-Ittihad Jurnal Pemikiran dan Hukum
Islam, Vol. 3 No. 1 (Jan-Jun). 2017
88

Astuti, Vera dan Putri Puspitarani. Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Jarak
Jauh Remaja. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. 2013

Fitria, Adina. Grief Pada Remaja Akibat Kematian Orangtua Secara Mendadak.
Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan.
Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2016

Fitroh, Siti Fadjryana. Dampak Fatherless Terhadap Prestasi Belajar Anak.


Universitas Trunojoyo. Madura: Jurnal PG-PAUD Trunojoyo, Volume 1,
Nomor 2. 2014

Munjiat, Siti Maryam. Pengaruh Fatherless Terhadap Karakter Anak Dalam


Perspektif Islam, Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 2,
No. 1. 2017

Na’mah, Lutfia Uli, dkk. Peningkatan Pengetahuan Melalui Sosialisasi Kesehatan


Reproduksi Kesehatan Remaja Tentang Kenakalan Remaja (Narkoba dan
HIV/AIDS). Purwokerto : STIKES Muhammadiyah Gombong. 2018

Nurhidayati, Lisya Chairaini. Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi


Fenomenologi Pada Remaja Pacsa Kematian Orangtua). Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Riau: Jurnal Psikologi,
Volume 10 Nomor 1. Juni 2014

Parmanti dan Santi Esterlita Purnamasari. Peran Ayah Dalam Pengasuhan Anak.
Jurnal InSight, Vol. 17 No. 2, Agustus. Yogyakarta: Universitas Mercu
Buana. 2015

Puspitasari, Stella Vania. Persepsi Anak Yatim Terhadap Sosok Dan Peran Ayah.
Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma. 2016

Shundy, Baghas Tigara Akbar. Pengasuhan Single Parent Pada Kasus Kenakalan
Remaja. Skripsi Sarjana Strata 1, Jurusan Psikologi, Fakultas psikologi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2015
89

Sundari, Arie Rihardini dan Febi Herdajani. Dampak Fatherless Terhadap


Perkembangan Psikologis Anak. Jurnal Prosiding Seminar Nasional
Parenting Fakultas Psikologi: Universitas Persada Indonesia YAI. 2013

Tirtawinata, Christofora Megawati. Mengupayakan Keluarga Yang Harmonis:


Jurnal Humaniora, Vol 4, No. 2. 2013

Utomo, Sigit Tri . Kenakalan Remaja dan Psikososial. Sekolah Tinggi Agama
Islam Nahdlatul Ulama Temanggung, Volume 5, Nomor 2, Agustus.
Temanggung. 2019

Link internet:

hpps://megapolitan.kompas.com/read/2015/07/27/15520581/Jumlah.Kasus.Tawur
an.Tertinggi.Kini.di.Jakarta.Timur)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kenakalan_remaja

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Administrasi_Jakarta_Timur,

https://id.wikipedia.org/wiki/Perceraian

https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_menengah_atas#:~:text=Sekolah%20Menen
gah%20Atas%20(disingkat%20SMA,kelas%2010%20sampai%20kelas%20
12

https://nasional.kompas.com/read/2010/04/02/0915433/efek.ketidakhadiran.ayah.
buruk?page=all

https://news.detik.com/berita/d-3476967/tawuran-di-cawang-kapolres-jaktim-
disebabkan-kenakalan-remaja

www.kpai.go.id/berita/kpai-ingatkan-peran-strategis-ayah-dalam-tumbuh-
kembang-anak/
LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
Tabel Hasil Uji validitas Variabel X

Variabel/Item r Hitung r Tabel Keterangan


Fatherless
(X)
Tidak
Item 1 0,289 0,396 Valid
Item 2 0,714 0,396 Valid
Item 3 0,609 0,396 Valid
Tidak
Item 4 0,295 0,396 Valid
Item 5 0,544 0,396 Valid
Item 6 0,609 0,396 Valid
Item 7 0,466 0,396 Valid
Tidak
Item 8 0,289 0,396 Valid
Item 9 0,714 0,396 Valid
Tidak
Item 10 0,339 0,396 Valid
Tidak
Item 11 0,340 0,396 Valid
Tidak
Item 12 0,148 0,396 Valid
Tidak
Item 13 0,300 0,396 Valid
Item 14 0,705 0,396 Valid
Tidak
Item 15 0,367 0,396 Valid
Tidak
Item 16 0,249 0,396 Valid
Item 17 0,731 0,396 Valid
Tidak
Item 18 0,188 0,396 Valid
Tidak
Item 19 0,322 0,396 Valid
Tidak
Item 20 0,188 0,396 Valid
Item 21 0,580 0,396 Valid
Item 22 0,598 0,396 Valid

90
91

Item 23 0,752 0,396 Valid


Item 24 0,648 0,396 Valid
Item 25 0,621 0,396 Valid
Tidak
Item 26 0,393 0,396 Valid
Item 27 0,427 0,396 Valid
Item 28 0,670 0,396 Valid
Item 29 0,479 0,396 Valid
Item 30 0,612 0,396 Valid
Item 31 0,541 0,396 Valid
Item 32 0,471 0,396 Valid
Item 33 0,604 0,396 Valid
Item 34 0,527 0,396 Valid

LAMPIRAN 2
Tabel Hasil Uji validitas Variabel Y

Variabel/Item r Hitung r Tabel Keterangan


Kenakalan Remaja
(Y)
Item 1 0,454 0,396 Valid
Tidak
Item 2 0,387 0,396 Valid
Item 3 0,699 0,396 Valid
Item 4 0,595 0,396 Valid
Tidak
Item 5 0,387 0,396 Valid
Tidak
Item 6 0,030 0,396 Valid
Item 7 0,552 0,396 Valid
Tidak
Item 8 0,127 0,396 Valid
Tidak
Item 9 0,285 0,396 Valid
Tidak
Item 10 0,121 0,396 Valid
Item 11 0,522 0,396 Valid
Tidak
Item 12 0,224 0,396 Valid
Tidak
Item 13 0,092 0,396 Valid
Item 14 0,198 0,396 Tidak
92

Valid
Tidak
Item 15 0,235 0,396 Valid
Tidak
Item 16 0,036 0,396 Valid
Tidak
Item 17 0,011 0,396 Valid
Item 18 0,666 0,396 Valid
Tidak
Item 19 0,144 0,396 Valid
Tidak
Item 20 0,312 0,396 Valid
Tidak
Item 21 0,313 0,396 Valid
Item 22 0,545 0,396 Valid
Tidak
Item 23 0,091 0,396 Valid
Tidak
Item 24 0,385 0,396 Valid
Tidak
Item 25 0,174 0,396 Valid
Tidak
Item 26 0,121 0,396 Valid
Item 27 0,466 0,396 Valid
Tidak
Item 28 0,264 0,396 Valid
Tidak
Item 29 0,121 0,396 Valid
Tidak
Item 30 0,237 0,396 Valid
Tidak
Item 31 0,194 0,396 Valid
Tidak
Item 32 0,207 0,396 Valid
Item 33 0,415 0,396 Valid
Tidak
Item 34 0,073 0,396 Valid
Item 35 0,638 0,396 Valid
Item 36 0,779 0,396 Valid
Tidak
Item 37 0,327 0,396 Valid
Item 38 0,520 0,396 Valid
Tidak
Item 39 0,331 0,396 Valid
93

LAMPIRAN 3
Tabel Hasil Uji validitas Variabel X yang Sudah Valid

Variabel/Item r Hitung r Tabel Keterangan


Fatherless
(X)
Item 2 0,714 0,396 Valid
Item 3 0,609 0,396 Valid
Item 5 0,544 0,396 Valid
Item 6 0,609 0,396 Valid
Item 7 0,466 0,396 Valid
Item 9 0,714 0,396 Valid
Item 14 0,705 0,396 Valid
Item 17 0,731 0,396 Valid
Item 21 0,580 0,396 Valid
Item 22 0,598 0,396 Valid
Item 23 0,752 0,396 Valid
Item 24 0,648 0,396 Valid
Item 25 0,621 0,396 Valid
Item 27 0,427 0,396 Valid
Item 28 0,670 0,396 Valid
Item 29 0,479 0,396 Valid
Item 30 0,612 0,396 Valid
Item 31 0,541 0,396 Valid
Item 32 0,471 0,396 Valid
Item 33 0,604 0,396 Valid
Item 34 0,527 0,396 Valid

LAMPIRAN 4
Tabel Hasil Uji validitas Variabel Y yang Sudah Valid

Variabel/Item r Hitung r Tabel Keterangan


Kenakalan Remaja
(Y)
Item 1 0,454 0,396 Valid
Item 3 0,699 0,396 Valid
Item 4 0,595 0,396 Valid
Item 7 0,552 0,396 Valid
Item 11 0,522 0,396 Valid
Item 18 0,666 0,396 Valid
Item 22 0,545 0,396 Valid
94

Item 27 0,466 0,396 Valid


Item 33 0,415 0,396 Valid
Item 35 0,638 0,396 Valid
Item 36 0,779 0,396 Valid
Item 38 0,520 0,396 Valid

LAMPIRAN 5
KUESIONER VARIABEL X

PETUNJUK PENGISIAN :

1. Bacalah pernyataan dengan teliti


2. Berilah tanda centang (√) pada salah satu alternatif jawaban yang dianggap
dapat mewakili situasi anda sebenarnya
3. keterangan pilihan jawaban :

➢ SS = Sangat Setuju
➢ S = Setuju
➢ RR = Ragu-Ragu
➢ TS = Tidak Setuju
➢ STS = Sangat Tidak Setuju

Mohon Diisi Dengan Lengkap

• Nama =
• Usia =
• Asal Sekolah =

Angket (Kuesioner)
No. Pernyataan Sangat Setuju Ragu- Tidak Sangat
setuju Ragu Setuju Tidak
Setuju
1. Peran ibu sangat
dibutuhkan oleh anak yang
tumbuh tidak bersama ayah
2. Tanpa peran seorang ayah,
anak cenderung akan
berperilaku bebas kearah
yang negative
3. Seorang anak yang hanya
tinggal dengan ibu akan
lebih emosional
4. Ayah merupakan sosok
95

yang dapat saya jadikan


panutan dalam hidup
5. aturan dalam keluarga bisa
dengan mudah saya langgar
tanpa adanya peringatan
dari ayah
6. Semasa hidupnya, ayah
adalah tulang punggung
keluarga saya
7. Saya pernah membohongi
orangtua saya
8. Ibu mengajarkan pada saya
mengenai apa yang boleh
serta tidak boleh dilakukan
dalam hidup bermasyarakat
9. Orang tua memberikan
kepercayaan kepada saya
dalam hal berteman
10. saya lebih nyaman
menceritakan masalah saya
kepada teman-teman
daripada kepada orangtua
saya
11. Orang-orang banyak
berasumsi bahwa anak
yatim adalah anak yang
nakal
12. Ibu tidak melarang setiap
perbuatan yang saya
lakukan meskipun
perbuatan itu salah
13. Ibu memiliki aturan yang
harus dipatuhi anggota
keluarga
14. Tanpa semangat dan
dorongan dari ayah, saya
merasa tidak berguna
15. Orang tua akan
memberitahu bagaimana
saya harus berperilaku di
lingkungan masyarakat
sekitar
16. Ibu akan menegur saya
dengan kasih sayang ketika
saya melakukan kesalahan
17. Hidup tanpa sosok ayah
96

membuat saya depresi


18. Ayah selalu mengajarkan
nilai-nilai agama kepada
saya
19. Ibu bekerja demi
menghidupi kebutuhan
saya dan keluarga
20. Keluarga saya terlalu
membatasi saya dalam hal
pertemanan di sekolah
21. Ibu adalah sosok yang
dapat saya jadikan panutan
dalam hidup
22. Anak yang tumbuh tanpa
kasih sayang seorang ayah,
lebih mudah terpengaruh
oleh orang lain
23. Hidup tanpa sosok ayah
merupakan hal yang sulit
bagi saya
24. Saya merasa kasihan
dengan ibu karena harus
menjadi tulang punggung
keluarga
25. Hidup tanpa sosok ayah
membuat saya merasa tidak
percaya diri
26. ibu membolehkan saya
melakukan apapun, namun
masih dalam kontrolnya
27. saya termasuk tipikal orang
yang dekat dengan ibu
28. Sejak tidak ada ayah, saya
kesulitan dalam hal
mencari jati diri
29. Sosok ayah adalah
pengayom bagi keluarga
saya
30. Kenakalan remaja menjadi
salah satu faktor masalah
utama dalam keluarga yang
tidak utuh
31. Sejak tidak ada ayah, sifat
ibu menjadi lebih
emosional
32. Perlu adanya
97

pendampingan khusus bagi


anak-anak yang memiliki
keluarga yang tidak utuh
33. Psikis anak seringkali tidak
stabil tanpa kasih sayang
seorang ayah
34. Kasih sayang seorang ayah
sangat dibutuhkan ketika
anak dalam masa usia
remaja

LAMPIRAN 6
KUESIONER VARIABEL Y

PETUNJUK PENGISIAN :

4. Bacalah pernyataan dengan teliti


5. Berilah tanda centang (√) pada salah satu alternatif jawaban yang dianggap
dapat mewakili situasi anda sebenarnya
6. keterangan pilihan jawaban :

➢ SS = Sangat Setuju
➢ S = Setuju
➢ RR = Ragu-Ragu
➢ TS = Tidak Setuju
➢ STS = Sangat Tidak Setuju

Mohon Diisi Dengan Lengkap

• Nama =
• Usia =
• Asal Sekolah =

Angket (Kuesioner)
No. Pernyataan Sangat Setuju Ragu- Tidak Sangat
setuju Ragu Setuju Tidak
Setuju
1. saya sering bolos sekolah
dengan alasan yang tidak
jelas
2. Guru tidak mementingkan
prestasi belajar anak yang
98

sering membolos
3. Saya sering ikut tawuran
pelajar antar sekolah
4. Meninggalkan sekolah
pada saat jam pelajaran
berlangsung tanpa ijin
5. Walaupun terdapat mata
pelajaran yang kurang
disukai, tidak dibenarkan
bahwa siswa dapat
meninggalkan kelas tanpa
seijin guru
6. Saya rasa menggunakan
narkoba dapat
menyebabkan malas belajar
7. Membolos adalah hal yang
baik ketika jam pelajaran
sedang kosong
8. Prestasi belajar saya
menurun akibat ikut
tawuran
9. Teman yang mengejek atau
mengganggu, akan saya
pukul
10. Keluarga saya akan marah
apabila mengetahui saya
seorang pecandu narkoba
11. Jika berkumpul dengan
teman-teman saya
mencicipi miras
12. Saya menggunakan
narkoba tanpa
sepengetahuan orang tua
dan anggota keluarga yang
lain
13. Saya rasa membolos dapat
menyebabkan turunnya
prestasi belajar
14. Saya rasa miras
menyebabkan saya menjadi
malas belajar
15. Kurangnya perhatian
orangtua terhadap anak
merupakan penyebab anak
tersebut mengikuti tawuran
antar pelajar
99

16. Mengkonsumsi narkoba


akan membuat saya merasa
tenang dan Bahagia
17. Penting adanya dilakukan
relawan anti narkoba di
sekolah
18. Keluarga berperan penting
bagi anak agar tidak
terjerumus pada
penyalahgunaan narkoba
19. saya tetap berada dikelas
dari awal hingga akhir mata
pelajaran berlangsung
20. Saya suka ikut-ikutan
teman jika ada tawuran
21. Saya tahu jenis-jenis
narkoba
22. Saya pernah mencicipi
miras seperti ciu
23. Keluarga saya sangat
percaya kepada saya.
Karena menurut mereka
saya anak baik-baik dan
tidak pernah ikut tawuran
antar pelajar
24. Saya mencicipi miras
karena pengaruh teman
25. Mencicipi miras membuat
saya merasa tidak bahagia
26. Saya merasa takut bila
terkena point pelanggaran
disekolah akibat
mengkonsumsi narkoba
27. Membolos sekolah adalah
hal yang wajar bagi saya
28. Saya minum minuman
keras karena hanya ingin
coba-coba
29. Saya rasa ikut tawuran
membuat saya menjadi
malas belajar
30. Keluarga saya tidak
mengetahui saya pernah
minum miras
31. Saya tidak pernah ingin
mencoba apapun jenis
100

narkoba
32. Mengkonsumsi narkoba
akan merusak masa depan
saya dikemudian hari
33. Mengkonsumsi miras dapat
membuat saya tidak dapat
mengendalikan diri saya
sendiri
34. Saya menyesal pernah
mengkonsumsi narkoba
35. Saya tidak peduli ketika
orang tua saya dipanggil ke
sekolah akibat kelakuan
saya karena ikut tawuran
36. Mengkonsumsi narkoba
merupakan hal biasa bagi
saya ketika sedang kumpul
dengan teman-teman
37. Sanksi point yang diberikan
sekolah tidak akan
membuat saya jera untuk
membolos sekolah
38. Jika saya ikut tawuran antar
pelajar maka saya akan
mencoreng nama baik
sekolah saya
39. Keluarga saya akan kecewa
dan malu apabila
mengtahui saya sering
mencicipi miras
101

LAMPIRAN 7
Lembar Uji Referensi
102
103
104
105
106
107
108
109
110

LAMPIRAN 8
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
111
112
113
114
115

LAMPIRAN 9
DOKUMENTASI PENELITIAN SKRIPSI
116
117
118
119

BIODATA PENULIS

Nama : Azhary Pangestu Utami


TTL : Jakarta, 23 Juli 1996
Alamat : Jalan Lebak Para II, No. 61, RT 001/02,
Kel. Cijantung, Kec. Pasar Rebo, Jakarta
Timur, 13770
Email : utamiazharypangestu@gmail.com
No. Hp : 083890284156

Riwayat Pendidikan :
2002 – 2008 : SDN RA Fadillah Cijantung 03 Pagi
2008 – 2011 : MTsN 33 Jakarta
2011 – 2014 : MAN 14 Jakarta
2014 – 2021 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai