Anda di halaman 1dari 7

 HUBUNGAN PANCASILA DAN HAK-HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

Sudah menjadi jawaban umum bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
dipersepsikan sangat menghargai hak asasi manusia (HAM). Tulisan ini tidak ingin
menjungkirbalikkan persepsi demikian. Namun, seperti apa keterkaitan antara Pancasila sebagai
dasar-dasar (pengaturan) HAM di Indonesia, tampaknya perlu ditelusuri.
Pancasila secara umum dipahami mengandung arti lima dasar. Kelima dasar ini adalah jiwa
seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur. Pengakuan atas eksistensi Pancasila ini bersifat imperatif atau
memaksa. Artinya, siapa saja yang berada di wilayah NKRI, harus menghormati Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan
negara Republik Indonesia.

Hubungan antara Pancasila dan HAM di Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama ,
melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila tersebut mengamanatkan
bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-
masing. Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM (Pasal 2) yang
mencantumkan perlindungan terhadap HAM
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga negara pada
kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak yang sama untuk
mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya
persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi HAM PBB yang melarang adanya
diskriminasi.
3. Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara warga Negara
dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas
kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai dengan prinsip HAM Pasal 1 bahwa Semua
orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang
demokratis. Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang
dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak
partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah musyawarah dan mufakat dalam setiap
penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan
untuk mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan
orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik perorangan dan
dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi kesempatan sebesar-besarnya pada
masyarakat. Asas keadilan dalam HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini
ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.
 PENGERTIAN KORUPSI

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki
arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam
bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi,
yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu
“korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi
World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu
kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor
publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-
orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal
tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.

Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu:

1. Korupsi adalah suatu perilaku.

2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.

4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.

5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

 HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KORUPSI

1. Kerugian Keuangan Negara


Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai pemerintah
melakukan mark up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih harga tersebut.
Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa membengkak dari yang
seharusnya.
2. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, penyelenggara negara,
hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan pihak luar.
Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan.
Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada
pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.

3. Penggelapan dalam Jabatan


Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan
buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Contoh
penggelapan dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan barang bukti suap
untuk melindungi pemberi suap.

4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah
Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa
masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen mereka tidak
diurus.

5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat
membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan atau
penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang
atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI
yang bisa membahayakan keselamatan negara saat berperang.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan


Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor seorang
pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk proses tender dan
mengupayakan kemenangannya.

7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban
tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal kepada pejabat dengan
harapan mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada KPK,
maka gratifikasi ini akan dianggap suap.
 HAL-HAL YANG MEMERANGI KORUPSI

1. Pantang terlibat tindak pidana korupsi


Agar dapat menolak dan tidak terlibat dalam korupsi, seseorang harus memahami
jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dengan memahami apa dan bagaimana
korupsi serta jenis-jenis korupsi, seseorang bisa dengan mudah menghindarinya. Jangan
sampai, korupsi terjadi karena ketidaktahuan yang akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

2. Berlatih untuk berintegritas


Seseorang yang antikorupsi haruslah memiliki integritas yang kokoh. Integritas adalah
bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan. Nilai integritas merupakan
kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan
norma yang berlaku. Jika seseorang mengakui bahwa dia orang yang jujur, maka
pengakuannya akan tercermin dari tindakan, perasaan, dan perilakunya. Integritas akan
menjaga orang itu tetap jujur, walau tidak ada orang lain di sekitar yang melihat
kejujurannya.

3. Melaporkan tindak pidana korupsi


"Lihat, Lawan, Laporkan" sebagai salah satu jargon KPK bukannya tanpa arti.
Dengan jargon tersebut, KPK mengajak masyarakat untuk melaporkan kepada aparat penegak
hukum jika mendapati kasus korupsi. Pelaporan masyarakat merupakan penyumbang terbesar
dalam terbongkarnya kasus-kasus korupsi di Indonesia, mulai dari kasus kecil hingga kakap.
Maka dari itu, peran masyarakat dalam pelaporan tindak pidana korupsi sangat penting.
Masyarakat yang antikorupsi tidak akan diam saja jika melihat korupsi di depan matanya.
Namun ada keengganan masyarakat untuk melapor, salah satu alasannya karena khawatir
keselamatannya terancam. Kekhawatiran itu seharusnya dapat ditepis karena KPK akan
melindungi identitas pelapor.

4. Memperbaiki sistem sehingga antikorupsi


Masyarakat juga bisa berperan memberantas korupsi dengan berkontribusi dalam
perbaikan sistem. Perbaikan sistem dimaksudkan untuk menutup celah-celah korupsi yang
bisa dimanfaatkan para koruptor menilap uang negara. Masyarakat yang memiliki kedudukan
di pemerintahan atau perusahaan, bisa melakukan perbaikan sistem secara langsung. Mereka
bisa mengidentifikasi celah-celah korupsi, misalnya pada pengadaan barang dan jasa atau
rekrutmen serta promosi pegawai, dan menutupnya dengan kekuasaan yang dimiliki. Namun
untuk masyarakat umum, kontribusi untuk perbaikan sistem bisa dilakukan membantu
pemantauan layanan publik, melakukan kajian terkait layanan publik, menyampaikan
rekomendasi kepada pemerintah, atau membangun manajemen antikorupsi di lingkungan
masing-masing.

5. Kampanye dan menyebarkan nilai integritas


Dengan prinsip pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan seorang diri, maka nilai-
nilai antikorupsi dan integritas harus disebarluaskan. Seorang yang memegang teguh
integritas harus menularkan nilai-nilai luhur tersebut ke sekitarnya, mulai dari keluarga,
teman, kampus, atau rekan kerja. Seseorang yang memiliki tekad kuat menjadi agen
perubahan, sudah seharusnya memiliki pola kampanye antikorupsi. Tidak selalu harus dengan
sosialisasi yang serius, bisa juga melalui aksi kreatif sebagai pemantik kesadaran antikorupsi,
seperti puisi, lagu, atau dongeng. KPK memiliki solusi bagi masyarakat yang ingin terlibat
aktif dalam kampanye antikorupsi, yaitu dengan menjadi menjadi Penyuluh Antikorupsi
(Paksi) atau Ahli Pembangun Integritas (API). Paksi dan API adalah insan yang kompeten
dalam menyampaikan kampanye antikorupsi karena telah tersertifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi KPK. Sejatinya setiap masyarakat Indonesia berpotensi menjadi agen
perubahan antikorupsi, hanya perlu memunculkan kesadaran bahwa Indonesia yang lebih
baik bisa diwujudkan dengan bantuan kita. Dengan peran serta masyarakat, bukan tidak
mungkin korupsi akan jadi barang langka lalu punah di negeri ini.

 HAL -HAL YANG MENGAKIBATKAN TERJADINYA KORUPSI

Faktor Penyebab Internal

1. Sifat serakah/tamak/rakus manusia


Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa
cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi
berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah
tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan
haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan
para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.

2. Gaya hidup konsumtif


Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal
korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau
mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang
melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

3. Moral yang lemah


Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek
lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan
korupsi. Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis.
Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukannya.

Faktor Penyebab Eksternal

1. Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi,
terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru
mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya
adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat
hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan
gratifikasi kepada pejabat. Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton,
korupsi merupakan perilaku manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga
menyebabkan pelanggaran norma-norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu
tempat terlalu menekan sukses ekonomi tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk
mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang tinggi. Teori korupsi akibat faktor sosial
lainnya disampaikan oleh Edward Banfeld. Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan
korupsi dengan tekanan keluarga. Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban untuk
membantu dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi yang dekat dengan seseorang,
seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya. Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa
berujung pada korupsi.

2. Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor
eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya
menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan
kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai
politiknya. Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta,
menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-
rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang
terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.
Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga mendorong
pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan imbal jasa akhirnya
memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai
dalam jumlah besar, memaksa korupsi.

3. Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-
undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-
undangan untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa
menimbulkan efek jera akan membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.
Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas
aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat untuk
menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku korupsi,
terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan
menilap uang negara.

4. Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya
tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga
menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi
dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak
kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi. Mereka
korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk.
Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai sedemikian rupa
agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk
meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan
dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.

5. Aspek Organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada.
Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau
kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar,
kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.
Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa mendapatkan
keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di antara celah-
celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi
mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk mencari
dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan lingkaran
korupsi kembali terjadi.

Anda mungkin juga menyukai