Anda di halaman 1dari 4

Pentingya Profesionalisme bagi ASN di Indonesia

ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. ASN terdiri dari dua kategori
yaitu PNS dan PPPK. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Sedangkan PPPK (Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja) adalah WNI yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Di
Indonesia, salah satu UU yang paling mengatur mengenai Aparatur Sipil Negara adalah UU No.5
Tahun 2014. Di UU ini sendiri beberapa kali disebutkan mengenai profesionalitas, membuktikan
bahwa profesionalitas sangatlah penting bagi ASN di Indonesia. Di pasal 1 ayat 5 disebutkan
“Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
profesional,...”, di pasal 2 disebutkan profesionalitas merupakan salah satu asas Penyelenggaraan
kebijakan dan Manajemen ASN, pada pasal 3 disebutkan profesionalitas jabatan merupakan
salah satu prinsip ASN sebagai profesi, dan masih ada beberapa lagi yang mengimplikasikan
pentingnya profesionalitas bagi ASN di Indonesia.

Untuk mengukur tingkat profesionalitas ASN, pemerintah membuat indikator yang dapat
menjadi tolak ukur bagi ASN di Indonesia, yaitu IP-ASN (Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil
Negara). Sementara itu bila merujuk pada Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 8
Tahun 2019, pengertian dari IP-ASN adalah ukuran statistik yang menggambarkan kualitas ASN
yang berdasarkan kualifikasi pendidikan, kompetensi, kinerja, dan kedisiplinan pegawai ASN
dalam melakukan tugas jabatannya. Menurut Pasal 5 Peraturan BKN No.8 Tahun 2019 terdapat
lima prinsip untuk mengukur Indeks Profesionalitas ASN, antara lain Koheren, Kelayakan,
Akuntabel, Dapat ditiru, dan Multi dimensional.

Prinsip pertama (Koheren), kriteria yang digunakan untuk mengukur Indeks Profesionalitas ASN
yang bersumber pada sistem merit. Prinsip kedua (Kelayakan), kelayakan standar pengukuran
Indeks Profesionalitas ASN disusun dengan mempertimbangkan data objektif yang melekat
secara Individual kepada pegawai ASN. Prinsip ketiga (Akuntabel), pengukuran Indeks
Profesionalitas ASN dapat dianggap kredibel. Prinsip keempat (dapat ditiru/enviable),
pengukuran Indeks Profesionalitas ASN dapat ditiru dan dibandingkan pengukurannya sesuai
periode waktunya. Prinsip Kelima (Multi dimensional), Indeks Profesionalitas dapat diukur
dengan beberapa dimensi untuk menentukan profesionalitas ASN tersebut. Dimensi-dimensi
tersebut dibagi jadi empat, antara lain:

Dimensi disiplin, digunakan untuk mengukur data atau informasi lainnya yang memuat hukuman
yang telah diterima PNS, dimensi disiplin diperhitungkan 5% dari seluruh pengukuran.
Komponen perhitungannya antara lain pegawai yang pernah dijatuhkan hukuman disiplin tingkat
berat dihitung sebesar 1%, hukuman disiplin tingkat sedang dihitung sebesar 2%, hukuman
disiplin tingkat berat dihitung sebesar 3%, dan untuk pegawai yang tidak pernah dijatuhi
hukuman disiplin sama sekali dihitung sebesar 5%. Dimensi kualifikasi, digunakan untuk
mengukur data pendidikan formal ASN dari yang paling rendah hingga ke yang paling tinggi,
dimensi kualifikasi diperhitungkan 25% dari seluruh pengukuran. Komponen perhitungannya
berdasarkan pendidikan formal, antara lain sebagai berikut; pendidikan dibawah SLTA/sederajat
dihitung sebesar 1%, pendidikan SLTA/sederajat dihitung sebesar 5%, pendidikan D3 dihitung
sebesar 10%, pendidikan D4 dan S1 dihitung sebesar 15%, pendidikan S2 dihitung sebesar 20%,
dan yang paling tinggi yaitu pendidikan S3 dihitung sebesar 25%. Dimensi Kompetensi,
digunakan untuk mengukur riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh PNS
yang memiliki kesesuaian dengan pelaksanaan tugas dan jabatan dimensi, dimensi kompetensi
ini diperhitungkan sebesar 40% dari seluruh pengukuran. Komponen perhitungannya antara lain
sebagai berikut; Diklat PIM saat ini PKA dan PKP bagi Struktural atau Diklat Fungsional bagi
jabatan Fungsional memiliki perhitungan sebesar 15%,Diklat Teknis 20 JP dalam satu tahun
memiliki perhitungan sebesar 15%, dan Workshop Seminar atau sejenisnya memiliki
perhitungan sebesar 10%. Dimensi Kinerja, digunakan untuk mengukur informasi mengenai
penilaian kinerja yang dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja baik pada tingkat individu
maupun pada tingkat organisasi dengan memperhatikan target capaian, hasil, manfaat yang
dicapai, dan perilaku PNS, dimensi kinerja diperhitungkan sebesar 30% dari seluruh
pengukuran.Indikator perhitungannya antara lain sebagai berikut; nilai capaian SKP 50 kebawah
(buruk) dihitung sebesar 1%, nilai capaian SKP 51-60 (kurang) dihitung sebesar 5%, nilai
capaian SKP 61-75 (cukup) dihitung sebesar 10%, nilai SKP 76-90 (baik) dihitung sebesar 15%,
dan nilai SKP 91-100 (sangat baik) dihitung sebesar 20%.

Lalu bagaimana dengan hasil dari Indeks Profesionalitas ASN ini sendiri di Indonesia? Saya
akan mengambil contoh berdasarkan hasil Indeks Profesionalitas ASN yang dirilis oleh BKN
pada tahun 2019, Indeks Profesionalitas ini mengukur semua ASN yang bekerja baik di instansi
pusat maupun daerah, di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Saya akan lebih
fokus pada hasil IP-ASN di tingkat daerah, karena walaupun ASN instansi pusat tidak kalah
penting namun ASN Pemda lah yang bisa dibilang merupakan garda terdepan dalam melayani
masyarakat. Berdasarkan tingkat partisipasi ASN dalam pengukuran, rilisan BKN tersebut
menyatakan bahwa tingkat partisipasi ASN dalam pengukuran masih “sangat rendah”, hal ini
disebabkan data yang masuk kedalam aplikasi IP-ASN masih jauh dibawah 50%, dengan tingkat
partisipasi rata-rata masih sebesar 38.4%. Partisipasi ASN Provinsi sebesar 38.1% dan tingkat
partisipasi ASN Kabupaten/Kota sebesar 38.5%. Bagaimana dengan nilai IP-ASN? Berdasarkan
rilisan BKN tersebut, dari 34 Provinsi di Indonesia hanya ada tiga Provinsi dengan nilai IP-ASN
“Sedang”, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatera Barat. 31 Provinsi lainnya
memiliki nilai IP-ASN pada tingkat “rendah” dan “sangat rendah”. Dapat disimpulkan
berdasarkan hasil IP-ASN tersebut, sebagian besar ASN di Indonesia terutama yang bekerja di
tingkat Provinsi cenderung tidak profesional dalam melaksakan tugas jabatannya dan dapat
dianggap belum dapat memuaskan masyarakat.

Lantas, bagaimana langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk memperbaiki kualitas
ASN di Indonesia yang secara umum belum dapat dikatakan “profesional” dalam melayani
masyarakat? Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi periode 2014-
2019, Asman Abnur menuturkan langkah pertama yang dapat ditempuh untuk memperbaiki
kualitas ASN di Indonesia adalah dengan memperbaiki sistem penerimaan & pelatihan.
Menurutnya, untuk penerimaan langkah yang dapat ditempuh adalah dengan memperbanyak
formasi dari sekolah kedinasan. Langkah lainnya yang tidak kalah penting untuk memperbaiki
masalah ini adalah dengan mengisi jabatan tinggi di pemerintahan dengan orang-orang yang
kompeten. Selama ini banyak jabatan kepala dinas yang diisi oleh orang yang tidak sesuai
dengan bidang keahliannya. Pengisian jabatan-jabatan tinggi ini harus disaring melalui seleksi
yang baik, pengisian jabatan fungsional harus sesuai keahlian melalui sistem pemilihan yang
transparan dan terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
• https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/uu-no-5-tahun-
2014text=UndangUndangRepublikIndonesiaNomor,NegaraRepublikIndonesiaTahun%20
14B.&text

• https://bkd.sultengprov.go.id/index.php/2020/10/21/bkn-rilis-indeks-profesionalitas-asn-
tahun-2019-sebagian-besar-pns-di-provinsi-rentan-tidak-profesional/

• https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/96192/kualitas-asn-masih-rendah

Anda mungkin juga menyukai