Anda di halaman 1dari 58

LEMBAGA PENDIDIKAN POLRI NKP : 5

SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN MENENGAH

NASKAH KARYA PERORANGAN ( N K P )

JUDUL

OPTIMALISASI PENILAIAN KINERJA PERSONIL Biro sdm Polda


Jambi dengan SIPK-SMK online DALAM MEMBANGUN
KOMPETENSI INDIVIDU GUNA MENDUKUNG SISTEM
PEMBINAAN KARIER

OLEH :

NAMA : AGUS WANTO


NO SERDIK :
POKJAR :
PESERTA DIDIK SEKOLAH STAF DAN PIMPINAN PERTAMA POLRI
DIKREG KE- 54 T.A. 2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ketika seorang personel Polri dalam melaksanakan tugasnya sesuai perintah


pimpinannya dengan penuh dedikasi dapat diselesaikan dengan baik dan berhasil sukses,
ternyata sang pimpinan menganggap hal itu tidak memiliki bobot yang berskala nasional
dan sang atasan hanya menyampaikan terima kasih. Sedangkan disisi lain ada personel
yang berperilaku apatis terhadap kesatuan dan mengabaikan semua teguran atasannya dan
personel tersebut memiliki usaha sampingan yang berhasil dan merasa tugas di Kepolisian
saja tidak memberi keuntungan pada sisi materi.
Pada contoh kasus diatas terdapat kelemahan dalam sisi manajemen pada pengorganisasian
dan wasdal tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena pada kasus personel pertama
pimpinan tidak memberi Reward sedangkan personel II pimpinan tidak memberikan
Punishment. Kalau ini terus berlangsung maka kemungkinan personel I akan ikut-ikutan
personel II, dan secara logika personel II tidak mungkin akan mencontoh personel I.
Pada perkembangannya Kesatuan / organisasi / institusi tersebut tidak menunjukkan
dinamika dalam operasionalnya karena personil yang dilibatkan suatu pekerjaan, hanya
orang-orang itu saja tanpa adanya rotasi penyegaran di dalam operasional organisasi.
Sedangkan yang melanggar tetap pada pelanggaran tanpa dituntut karena sudah diatur
semuanya oleh oknum personel yang melanggar disiplin itu untuk mendiamkan sehingga
pimpinan hanya sendiri tanpa ada yang mendukung.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Visi Polri adalah terwujudnya postur Polri yang
profesional, bermoral dan modern sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat
yang terpercaya dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dan menegakkan
hukum. Untuk mewujudkan visi tersebut dituangkan kedalam misi Polri yang nantinya
menjadi pedoman pelaksanaan tugas Kepolisian.
Profesionalisme akan dapat terwujud melalui kinerja yang dihasilkan personelnya dan
dapat terukur dari segi kualitas dan kuantitasnya sebagai parameter / tolok ukur dalam
keberhasilan pelaksanaan tugas. Kinerja yang dihasilkan oleh personel yang mengawaki
organisasi harus terukur dan mendapatkan reward and punishment sesuai apa yang telah
diperbuat oleh masing–masing personel dalam bekerja. Hal tersebut dikandung maksud
2

untuk memberikan keadilan dan motivasi dalam bekerja karena kinerja dan
profesionalismenya dihargai.
Kehati-hatian dalam memberikan penilaian terhadap kinerja yang dihasilkan personel akan
memberikan suatu keadilan yang nantinya berujung pada produktivitas organisasi,
sehingga harus diterapkan sistem penilaian yang jelas, transparan dan kredibel serta
bertanggung jawab. Penilaian yang asal–asalan atau tidak ada standar penilaian yang jelas
dinamisasi organisasi kurang tampak, karena semua personel beranggapan kerja baik atau
buruk sama–sama tidak ada pengaruhnya. Hal tersebut jelas akan sangat merugikan
organisasi, kedepan dalam mengembangkan agar lebih maju nantinya.
Kesadaran terhadap perubahan paradigma di dalam tubuh Kepolisian Negara Republik
Indonesia, cukup mendapat perhatian besar mulai dari pucuk pimpinan hingga bawahan
yang menjadi ujung tombak. Melihat akan arti pentingnya kualitas kehidupan lingkungan
kerja, maka pimpinan Polri perlu menyiapkan suatu perubahan mendasar sangatlah
diperlukan dalam mengelola Sumber Daya Manusia di dalam tubuh Polri
Kualitas kehidupan kerja merupakan esensi dari upaya Polri dalam meningkatkan
produktivitas. Karena peningkatan teknik dan teknologi kerja saja tidak akan dapat
berjalan tanpa didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya
manusia merupakan elemen kunci dalam strategi penanganan serta pengendalian
keamanan dan ketertiban masyarakat oleh Polri, dimana manajemen sumber daya manusia
telah dihubungkan dengan elemen-elemen strategis lainnya dalam organisasi.
Aspek yang melekat pada manusia seperti keahlian, motivasi, sikap dan perilaku menjadi
faktor kunci yang kritis untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Aspek
pribadi manusia dalam organisasi Polri harus memperoleh perhatian dan perlakuan yang
sama dari manajemen, dalam arti aspek penilaian prestasi kerja anggota Polri harus
dilakukan dengan baik dan adil.
Salah satu syarat utama penilaian prestasi kerja yang baik adalah kemampuannya untuk
memotivasi pegawai / anggota organisasi yang dinilai, hal ini dapat dicapai apabila
penilaian prestasi kerja tersebut benar-benar valid, terpercaya (reliable) serta mampu
membedakan mereka yang berprestasi baik dan buruk (reward and punishment), dilakukan
secara konsisten, hasil penilaian dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan pendidikan,
kenaikan pangkat, maupun promosi jabatan. Pengukuran prestasi kerja dalam lingkup
organisasi Polri yang ada saat ini disebut sebagai Daftar Penilaian (DAPEN).
DAPEN sebagai alat ukur yang diharapkan mampu menilai prestasi kerja anggota pada
masa lalu dan meramalkan hasil karya yang akan datang, DAPEN dituntut untuk
3

mengakomodasi berbagai kriteria penilaian yang berisi titik-titik penting yang akan dinilai
oleh seorang penilai. Berorientasi pada kinerja (excellence oriented) berbasis akan
kompetensi individu, menjunjung tinggi nilai profesi (Integritas), sistem yang dapat
ditelusuri jalurnya yang logis dan dapat diaudit mulai dari tingkat individu sampai Institusi
Polri (akuntabilitas), keterbukaan, kepercayaan, menghargai keragaman dan perbedaan
serta tidak diskriminatif (transparansi), memiliki dasar pengetahuan dan pengakuan
(kualifikasi), berbasis teknologi dan pengetahuan sesuai dengan tuntutan tugas Polri pada
semua tingkat, memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang sistematis (problem
solver), dengan demikian akan menguatkan paradigma baru yang berisi nilai nilai
kemandirian, keterbukaan dan profesionalisme.
PERKAP Nomor 16 Tahun 2011 tentang Penilaian Kinerja Bagi Pegawai Negeri
Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Sistem Manajemen Kinerja yang
dipergunakan Polri saat ini dirasakan oleh berbagai pihak terkait memiliki banyak
kelemahan, hasil evaluasi & kajian SSDM Polri terhadap implementasi Peraturan
Kapolri tersebut yg telah diimplementasikan selama 6 (enam) tahun masih belum dapat
dijadikan sebagai tolak ukur dalam pola Bin SDM Polri. Terutama menyangkut unsur
objektivitasnya dalam pembinaan karir, pendidikan pengembangan, kenaikan pangkat dan
pemberian tunjangan kinerja. Dalam teknis implementasinya SMK yang sekarang didapati
beberapa permasalahan antara lain yaitu sering dimanipulasi, cenderung subyektif, belum
mengakomodir tugas tambahan, penghargaan dan hukuman sebagai bagian dari penilaian
kinerja, dan pengukuran kinerja individu masih bersifat kegiatan dan belum dikaitkan
dengan kinerja organisasi dalam bentuk sistem. Dari uraian tersebut diatas, penulis
tertarik untuk mengambil judul penulisan NKP yaitu : ” OPTIMALISASI PENILAIAN
KINERJA PERSONIL BIRO SDM POLDA JAMBI MELALUI SIPK-SMK online
DALAM MEMBANGUN KOMPETENSI INDIVIDU GUNA MENDUKUNG
SISTEM PEMBINAAN KARIER ”
.

2. Permasalahan
Tulisan ini akan mengangkat permasalahan sebagai berikut: ” bagaimana
mengoptimalkan penilaian Kinerja Personil Biro SDM Polda jambi Dalam
Membangun Kompetensi Individu Guna Mendukung Sistem Pembinaan Karier ?”
4

3. Persoalan
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka diperoleh persoalan dalam
penulisan ini, yaitu:
a. Bagaimana kondisi sistem dan metode pelaksanaan SMK secara manual di
Polda Jambi?
b. Bagaimana membedakan personil yang berprestasi dengan yang tidak
berprestasi ?
c. Bagaimana mengetahui perkembangan kinerja personil pada tahun-tahun
sebelumnya ?
d. Bagaimana mengidentifikasi kompetensi personil dalam penempatan tugas
sebagai sistem pembinaan karier ?

4. Ruang Lingkup
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa efektivitas yang ada saat ini masih
sangatlah rendah sebagai akibat belum tersedianya instrumen penilaian kinerja
maupun system yang mengkondisikan secara tepat (proper). Oleh sebab itu
pembahasan penulisan NKP ini menekankan kepada instrumen maupun sistem yang
mengkondisikannya. Penggunaan dimensi waktu dari Penilaian Kinerja Personil
pada saat ini, masa lalu di Biro SDM Polda Jambi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, serta upaya penilaian kinerja yang diharapkan agar adanya
pencatatan yang akurat terhadap prestasi kinerja secara terstandar dimana
kompetensi personil dapat terpetakan dan pembinaan karier akan lebih mudah dan
tepat sesuai kebutuhan Polri masa depan.

5. Maksud dan Tujuan

a. Maksud penulisan Naskah Karya Perorangan (NKP) ini adalah untuk


memperoleh data / informasi yang jelas dan sebenar-benarnya tentang upaya
meningkatkan efektivitas penilaian Kinerja Personil Biro SDM Polda Jambi
dengan SIPK-SMK Online Dalam Membangun Kompetensi Individu Guna
Mendukung Pembinaan Karier.
b. Tujuan penulisan Naskah Karya Perorangan (NKP) ini sebagai masukan
kepada pimpinan Polri pada umumnya dan Karo SDM Polda Jambi pada
khususnya didalam meningkatkan efektivitas penilaian Kinerja Personil Biro
5

SDM Polda Jambi dengan SIPK-SMK Online Dalam Membangun


Kompetensi Individu Guna Mendukung Pembinaan Karier..
6. Metode Pendekatan
a. Metode yang digunakan untuk memperoleh data, bersifat deskriptif yaitu
menggambarkan data-data empirik dengan kondisi nyata yang ditemukan di
lapangan dengan metode pengumpulan data, observasi, wawancara, daftar
isian dan kajian perpustakaan. Analisis yaitu dengan mengadakan analisa
terhadap data-data yang ditemukan di lapangan dengan membandingkan teori-
teori yang berlaku normatif untuk pemecahan masalah.
b. Pendekatan dilakukan dengan studi kepustakaan, dimana penulis
menggunakan referensi-referensi yang berkaitan dengan NKP yang ditulis.
7. Sistematika
Adapun sistematika dalam penulisan NKP ini adalah sebagai berikut :
BAB I berisikan Pendahuluan.
BAB II berisikan tentang landasan teori yang digunakan dalam penulisan
BAB III berisikan tentang gambaran kondisi faktual.
BAB IV berisikan tentang berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi .
BAB V berisikan tentang kondisi yang merupakan gambaran ideal .
BAB VI berisikan tentang konsepsi pemecahan masalah..
BAB VII berisikan tentang kesimpulan dan rekomendasi.

8. Pengertian – Pengertian
a. Sistem Manjemen Kinerja (SMK), yang selanjutnya disingkat SMK adalah
sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur kinerja pegawai
negeri pada Polri agar selaras dengan visi dan misi organisasi1
b. SIPK (Sistem Informasi Penilaian Kinerja) – SMK Online, Aplikasi penilaian
SMK yang memanfaatkan Tekhnologi Informasi berbasis Web dan Android.
c. Meningkatkan adalah menaikkan (derajat, taraf dan sebagainya), mempertinggi,
memperhebat (produksi, taraf) perihal atau cara melayani, service kemudahan.
(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )

1
Pasal 1 ayat 3 perkap no 16 th 2011 ttg SMK Polri
6

d. Efektivitas adalah hal berkesan atau berpengaruh 2 kemujaraban, kemanjuran 3 Hal


mulai berubah.(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter
Salim 1995 )
e. Penilaian adalah proses, cara atau perbuatan menilai. (Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
f. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, kemampuan kerja (tentang peralatan) prestasi
yang diperhatikan. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs.
Peter Salim 1995 )
g. Personel adalah pegawai anak buah, awak kapal / anggota. (Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
h. Membangun adalah bersifat memperbaiki, menegakkan gedung atau mendirikan
bangunan. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim
1995 )
i. Kompetensi adalah Kewenangan untuk memutuskan atau bertindak (Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
j. Individu adalah pribadi orang, orang seorang; organisasi yang hidupnya berdiri
sendiri. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim
1995 )
k. Mendukung adalah menggendong, membawa barang atau orang dipinggang 2
menyokong ; membantu bersama-sama. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
l. Pembinaan adalah penyempurnaan, proses, cara, perbuatan membina (negara dsb).
(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
m. Karier adalah Kemajuan dalam kehidupan, perkembangan dalam pekerjaan atau
jabatan. (Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim
1995 )
n. Penilaian Kinerja adalah :
1) Cara mengukur kontribusi individu kepada organisasi tempat mereka
bekerja. (Bernardin dan Russel (1993 : 379))
2) Sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan
kelemahan dari seseorang atau suatu kelompok. (Casio (1992 : 267))
3) Evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematik tentang prestasi
kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya.
(Bambang Wahyudi (2002 : 101))
7

4) Proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja


individu karyawan (Henry Simamora (338:2004))
o. Kompetensi Individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja,
Kemampuan dan keterampilan kerja setiap orang dipengaruhi oleh kebugaran fisik
dan kesehatan jiwa individu yang bersangkutan, pendidikan, akumulasi pelatihan,
dan pengalaman kerjanya (Moeheriono (2009:13))
p. Sistem Pembinaan Karier yang selanjutnya disingkat Sisbinkar adalah pola karier
dalam penggunaan Anggota Polri meliputi penugasan, mutasi, jabatan dan
kepangkatan2.

2
Pasal 1 ayat 3 perkap no 9 th 2016 ttg Sisbinkar anggota Polri
8

BAB II
LANDASAN TEORI

9. Teori Manajemen
G.R. Terry (1960) dalam Sulistiyani (2009; 8-15) mengatakan bahwa
“Manajemen adalah suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun
seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya ”. Dari definisi
Terry itulah kita bisa melihat fungsi manajemen menurut Terry, sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan
penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan..
b. Pengorganisasian (organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-
orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam
pekerjaan yang sudah direncanakan.
c. Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan
sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh
sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan.
d. Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari
organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi
penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan
efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.

10. Teori Manajemen Strategis


Menurut Pearce dan Robinson (2013;3-4) bahwa manajemen strategis dapat
didefinisikan sebagai suatu rangkaian keputusan dan tindakan yang menghasilkan
formulasi dan implementasi rencana untuk mencapai tujuan.. Tahapan proses manajemen
strategi, penjabarannya sebagai berikut :
a. Perumusan strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi
organisasi, mengidenfikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi,
menentukan kekuatan dan kelemahan internal organisasi, menetapkan tujuan
jangka panjang organisasi, membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi
dan memilih strategi tertentu yang digunakan.
9

b. Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran


tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan
sumber daya sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Pelaksanaan
strategi mencakup pengembangan budaya yang mendukung strategi, penciptaan
struktur organisasi yang efektif, pengarahan kembali usaha-usaha pemasaran,
penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta
menghubungkan kompensasi untuk karyawan dengan kinerja organisasi.
c. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi, para manajer
harus benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi tertentu tidak dapat
dilaksanakan dengan baik, dalam hal ini evaluasi strategi adalah cara pertama
untuk memperoleh informasi. Tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi
adalah : (1) Mengkaji ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi
landasan perumusan strategi yang diterapkan sekarang ini. (2) Mengukur kinerja
dan (3) Melakukan tindakan-tindakan korektif.

11. Analisa SWOT


Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunnities, Threats) yang
disampaikan oleh Freddy Rangkuti dalam bukunya “ Analisis SWOT Teknik Membedah
Kasus Bisnis”. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Rangkuti
(2000; 19) berkata bahwa penelitian menunjukkan kinerja perusahaan atau organisasi
dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut
harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Selanjutnya identifikasi dalam analisis SWOT akan dikaji menggunakan matrik
TOWS. David (1995) dalam Karyoso (2005,86-89) matrik TOWS digunakan dengan
mendahulukan analisis ancaman dan peluang untuk melihat sejauh mana kapabilitas
internal sesuai dan cocok dengan factor eksternal tersebut. Dalam hal ini ada 4 strategi
yang tampil dari analisis matrik TOWS tersebut yaitu : Strategi SO, Srategi WO,
Strategi ST, Strategi WT.

12. Konsep Sistem Manajemen Kinerja


a. Manajemen Kinerja
10

Mengacu pada pendapat Robert Bacal (2002 : 3-4) pengertian manajemen kinerja
dalam konteks ini adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang anggota Polri dengan penyelia
langsungnya, yakni atasan langsung yang berperan sebagai Penilai, dan atasan
penilai lainnya.
Manajemen Kinerja Polri yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi upaya
membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
1) Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para anggota Polri.
2) Seberapa besar kontribusi pekerjaan anggota bagi pencapaian tujuan
organisasi Polri.
3) Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan dengan baik”.
4) Bagaimana anggota Polri dan penyelianya bekerja sama untuk
mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja
anggota yang sudah ada sekarang.
5) Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
6) Mengenali berbagai hambatan kinerja dan mengatasinya.

Hal hal tersebut di atas menurut Robert Bacal secara keseluruhan merupakan
sebuah sistem artinya memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus
diikutsertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai
tambah bagi organisasi, pimpinan maupun anggota. Yang utama dalam hal ini
adalah saling berbicara dan mendengarkan, dan kedua belah pihak sama sama
belajar dan mengembangkan diri.
Selanjutnya Robert Bacal (2002 : 6) menyatakan bahwa sering kali para atasan /
pimpinan menghadapi beberapa persoalan dalam pekerjaan antara lain:

1) Senantiasa merasa perlu membuat pengelolaan mikro (pengelolaan


terhadap semua hal yang sekecil apapun) dan terlibat dalam semua hal
untuk memastikan bahwa semuanya berjalan baik.
2) Tidak pernah merasa cukup waktu dalam sehari kerja.
3) Berhadapan dengan para anggota yang terlalu takut untuk mengambil
berbagai keputusan yang seharusnya dapat mereka ambil sendiri.
4) Kurangnya pemahaman para anggota tentang pekerjaannya terutama
tentang mengapa pekerjaan itu harus dilakukan.
11

5) Tidak adanya kesatuan pendapat diantara staf tentang siapa yang harus
mengerjakan apa dan siapa yang bertanggungjawab mengenai apa.
6) Para anggota memberikan informasi yang terlalu sedikit kepada
atasan pada saat dibutuhkan.
7) Terlambat menemukan masalah untuk dapat mencegahnya
berkembang lebih jauh.
8) Kualitas kinerja yang rendah.
9) Anggota mengulangi kesalahan yang sama.

Berdasarkan persoalan yang ditemukan pada para pimpinan sedemikian rupa,


meskipun manajemen kinerja tidak dapat memecahkan semua masalah, namun
manajemen kinerja berpotensi untuk memecahkan banyak masalah diantara
masalah :
1) Perlunya Mengurangi para pimpinan / atasan terlibat dalam semua hal
(manajemen mikro).
2) Menghemat waktu dengan membantu para anggota mengambil keputusan
sendiri, dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta
pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan dengan benar.
Dengan demikian para pimpinan, atasan atau penyelia dapat menghemat
waktu.
3) Mengurangi kesalahpahaman yang menghabiskan waktu diantara para
staf tentang siapa yang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
pekerjaannya.
4) Mengurangi frekuensi situasi di mana para pimpinan tidak memiliki
informasi pada saat membutuhkannya.
5) Mengurangi pelbagai kesalahan (dan terulangnya hal itu) dengan
membantu anggota serta staf mengidentifikasikan sebab sebab terjadinya
kesalahan ataupun inefisiensi.

Begitu halnya dengan para anggota di lapangan, pada umumnya para anggota juga
memiliki persoalan yang tak kalah rumitnya dengan mengacu pada apa yang
dikatakan oleh Robert Bacal (2002 : 9) antara lain :
1) Para anggota pada umumnya tidak tahu apakah mereka sudah bekerja
dengan baik dan benar atau belum.
12

2) Para anggota tidak tahu tingkat kewenangan yang mereka miliki.


3) Para anggota tidak memperoleh penghargaan atas pekerjaan yang
dilakukan dengan baik.
4) Para anggota tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan keahlian
dan kemampuan baru.
5) Para anggota sering kali menemukan bahwa pimpinan sudah sejak lama
tidak puas akan hasil kerja seorang anggota.
6) Para anggota tidak dapat mengambil keputusan sendiri.
7) Para anggota seringkali merasa diatur sampai pada hal yang sekecil
kecilnya (manajemen mikro).
8) Para anggota tidak memiliki sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan mereka.
Untuk mengatasi berbagai persoalan anggota sebagaimana dijelaskan di atas,
dengan menyediakan forum-forum terjadwal untuk mendiskusikan kemajuan kerja,
sehingga para anggota dapat menerima umpan balik yang mereka perlukan untuk
menilai seberapa jauh pencapaian mereka, dan mengetahui di mana posisi mereka.
Komunikasi yang teratur ini akan memastikan bahwa para anggota merasa terbantu
untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa itu harus
dikerjakan. Melalui Manajemen Kinerja memberikan kewenangan – kekuasaan
untuk membuat keputusan sehari-hari, sehingga dapat menemukan cara
meningkatkan kinerja, bahkan sekalipun pada saat itu tidak ada masalah dalam
kinerja, dapat memberikan kesempatan bagi para anggota untuk mengembangkan
keahlian dan kemampuan baru, lebih memungkinkan untuk mengenali rintangan-
rintangan peningkatan kinerja seperti sumber daya yang tidak memadai.
Singkatnya para anggota memperoleh keuntungan dari pemahaman yang lebih baik
mengenai pekerjaan dan tanggung jawab kerja mereka, kalau mereka tahu batas-
batas yang melingkupi mereka.
Adapun hal yang dapat diperoleh organisasi melalui pemahaman manajemen
kinerja, dalam hal ini Organisasi Polri dapat bekerja lebih efektif bila tujuan-tujuan
organisasi, unit-unit kerja yang lebih kecil dan tanggung jawab kerja setiap anggota
semuanya terhubungkan, dan memahami bagaimana pekerjaan setiap anggota
memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi, dan pada akhirnya semangat
dan produktivitas individu maupun organisasi akan meningkat. Organisasi Polri
dapat menyatukan semua bagiannya untuk mencapai sebuah tujuan tertentu.
13

Manajemen kinerja merupakan kunci untuk membuat rangkaian ini terlihat jelas
oleh semua orang.
Sebuah manajemen kinerja yang disusun dengan baik mencakup dokumentasi
masalah-masalah kinerja yang dibuat secara teratur, meliputi pencatatan bagaimana
masalah masalah kinerja ini dikomunikasikan kepada anggota yang bersangkutan
dan mencatat semua langkah positif yang diambil untuk memperbaiki keadaan
tersebut, akan sangat penting bagi proses pengawasan maupun pemeriksaan yang
dilakukan dalam Organisasi Polri.

b. Manajemen Kinerja Yang Efektif


Manajemen kinerja yang efektif adalah sebuah proses yang membantu organisasi
untuk mencapai tujuan jangka panjang dan jangka pendeknya dengan membantu
pimpinan / atasan dan anggota melakukan pekerjaannya / tugasnya dengan cara
yang semakin baik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut.
1) Faktor faktor yang diperlukan Organisasi untuk mencapai sukses
a) Organisasi memerlukan suatu cara untuk mengkoordinir pekerjaan unit-
unit mereka (bagian, satuan, unit) agar semuanya dapat diarahkan pada
tujuan-tujuan dan sasaran yang sama.
b) Organisasi memerlukan suatu cara untuk mengidentifikasikan rintangan
pada saat mereka muncul, menemukan masalah sejak dini, dan
mencegah masalah tersebut berkembang. Rintangan itu adalah individu
(anggota staf) yang tidak memiliki keahlian yang diperlukan atau
berhubungan dengan sistem (alur kerja yang dirancang secara buruk
atau terlalu birokratis) semuanya perlu dikenali dan ditangani sesegera
mungkin.
c) Organisasi memerlukan suatu cara untuk menyesuaikan diri dengan
berbagai persyaratan hukum yang berlaku tentang perburuhan, agar
dapat terlindung dari pelbagai tuntutan hukum.
d) Organisasi memerlukan suatu cara mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk mengambil keputusan keputusan penting di bidang
sumber daya manusia. Siapa yang perlu dipromosikan ? Bidang bidang
khusus apa saja yang memerlukan pelatihan ?
e) Organisasi memerlukan suatu cara meningkatkan kemampuan para
personilnya secara berkesinambungan (baik pimpinan maupun anggota)
14

agar mereka dapat membantu organisasi untuk menjadi lebih


kompetitif.

2) Faktor Faktor yang Diperlukan Pimpinan / Atasan untuk mencapai Sukses


a) Para pimpinan memerlukan informasi tentang apa yang terjadi dalam
organisasinya, apa saja yang berjalan lancar, apa saja yang berjalan
kurang lancar, status jadwal kegiatan, secara tepat (tidak terlalu
banyak, tidak terlalu sedikit) saat diperlukannya (tidak terlalu dini,
tidak pula terlalu terlambat).
b) Untuk membantu para staf agar dapat meningkatkan diri, pimpinan
memerlukan informasi tentang seberapa baiknya tiap anggota staf
melakukan pekerjaannya dan bagaimana mereka dapat meningkatkan
diri. Kalau kinerja mereka memang buruk, Atasan perlu tahu mengapa
itu terjadi.
c) Seperti halnya organisasi, atasan /pimpinan memerlukan suatu cara
untuk mengarahkan semua anggota pada tujuan dan sasaran yang sama,
dan untuk mengkoordinasikan daya upaya mereka agar mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
d) Pimpinan memerlukan suatu cara untuk membantu anggota agar merasa
dimotivasi dan dihargai. Ini berarti memiliki cara untuk mengenali
kinerja yang baik dan untuk membantu semua mencapai sukses.
e) Pimpinan memerlukan cara untuk mengkomunikasi-kan apa yang
diharapkan dalam pekerjaan pada para anggota, apa yang penting dan
apa yang kurang penting, dan keputusan-keputusan apa yang dapat
diambil sendiri oleh anggota.
f) Pimpinan perlu memiliki suatu metode untuk mendokumentasikan
permasalahan kinerja. Ada dua alasan yaitu pertama, kalau pimpinan
tidak dapat menjabarkan masalah kinerja secara spesifik, kecil
kemungkinan bagi mereka untuk dapat membantu para anggota
meningkatkan diri. Kedua, pimpinan dapat diharapkan untuk
mempertanggungjawabkan suatu tindakan disipliner dengan
menggunakan data yang akurat dan spesifik tentang permasalahan di
bidang kinerja atau pelanggaran terhadap peraturan kerja.
15

3) Faktor-Faktor yang Diperlukan Anggota untuk mencapai Sukses


a) Anggota perlu tahu pekerjaan apa yang diharapkan dari mereka, kapan
itu dikerjakan, dan seberapa baiknya. Kalau mereka tidak tahu
bagaimana mereka bisa berhasil membangun kariernya.
b) Anggota memerlukan umpan balik yang spesifik dan teratur tentang
kinerja mereka. Mereka perlu tahu dimana mereka telah bekerja dengan
baik dan di mana pula mereka harus lebih meningkatkan diri. Kalau
mereka tidak tahu apa yang harus mereka pertahankan dan apa yang
perlu mereka ubah, bagaimana mereka menjadi lebih baik.
c) Para Anggota perlu mengerti apa dan bagaimana hubungan antara
pekerjaan mereka dan pekerjaan orang lain, sasaran unit kerja mereka
dan misi keseluruhan, serta cita-cita organisasi. Hal ini akan memberi
motivasi besar pada mereka karena mereka telah menjadi bagian dari
sebuah cita-cita yang besar dan mereka telah membantu pencapaian
cita-cita itu.
d) Para anggota perlu memainkan peran aktif dalam mendefinisikan
kembali pekerjaannya. Pertama, melakukan hal tersebut itu
memberikan motivasi. Kedua, para anggota terutama yang
berpengalaman, lebih tahu tentang pekerjaannya daripada orang lain
dan sering kali tahu bagaimana sebaiknya menghindarkan kendala bagi
kesuksesan mereka.
e) Para anggota perlu tahu batas kewenangannya. Bilamana mereka tahu
keputusan apa yang bisa mereka ambil sendiri, keputusan apa yang
perlu melibatkan orang lain, dan keputusan yang bagaimana yang
bersifat manajerial, mereka dapat bekerja dengan penuh percaya diri.
Pengetahuan ini juga mempercepat berjalannya proses.
f) Para anggota perlu mendapat kesempatan untuk mengembangkan
keahlian mereka secara berkelanjutan. Seorang anggota yang belajar
berbagai hal baru dan menerapkannya dalam pekerjaan akan lebih
mungkin untuk bertahan pada pekerjaannya dan akan lebih termotivasi.
16

c. Kriteria Manajemen Kinerja


Manajemen kinerja yang efektif bagi organisasi, pimpinan maupun anggota Polri
untuk mencapai kesuksesan membangun karir anggota, dengan mengacu pada
pendapat Robert Bacal (2002 : 25-26) antara lain harus merupakan :
1) Suatu cara untuk mengkoordinasikan kerja agar tujuan dan sasaran
organisasi, unit kerja, dan para anggota dapat diarahkan pada titik yang
sama.
2) Suatu cara untuk mengidentifikasikan masalah dalam proses proses yang
menghalangi organisasi untuk menjadi lebih efektif.
3) Suatu cara untuk mendokumentasikan masalah-masalah kinerja untuk
membantu perusahaan mematuhi segenap peraturan dan ketentuan hukum
(dan menunjukkan kepatuhan itu) untuk menghindari tuntutan dan ketidak
puasan hukum, serta untuk digunakan sebagai alat bukti bilamana perlu.
4) Informasi untuk membuat keputusan-keputusan tentang promosi, strategi
pengembangan anggota dan pelatihan.
5) Informasi agar pimpinan dan penyelia dapat mencegah terjadinya
masalah, membantu para staf melakukan pekerjaan mereka,
mengkoordinasikan kerja dan memberikan laporan kepada pimpinan mereka
secara lengkap dan menguasai persoalan.
6) Suatu cara bagi para manajer untuk bekerja sama dengan para anggota, dalam
mengidentifikasikan wilayah permasalahan, mendiagnosis penyebabnya, dan
mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
7) Suatu cara untuk mengkoordinir semua anggota yang bertanggung jawab
pada seorang pimpinan yang sama.
8) Suatu metode untuk memberikan umpan balik secara berkala dan terus
menerus kepada para anggota, dengan cara yang mendukung motivasi
mereka.
9) Suatu cara untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan, dengan
memberikan penjelasan tentang apa yang diharapkan dalam kerja,
menanamkan pemahaman bersama tentang apa yang boleh , dan tidak boleh
dikerjakan sendiri oleh anggota, serta menunjukkan apa dan bagaimana
kedudukan pekerjaan para anggota itu dalam gambaran yang menyeluruh.
10) Suatu cara untuk merencanakan berbagai aktivitas pengembangan diri dan
pelatihan anggota.
17

11) Sistem manajemen kinerja harus bersifat praktis antara lain :


a) Sistem itu harus sesederhana mungkin.
b) Hendaknya hanya diperlukan sesedikit mungkin pekerjaan administrasi
dan birokrasi.
b) Hendaknya hanya diperlukan sesedikit mungkin investasi waktu.
c) Kenyamanan haruslah diusahakan semaksimal mungkin, atau
setidaknya, ketidaknyamanan harus dibuat seminimal mungkin.
d) Harus dapat memenuhi kebutuhan para pimpinan, anggota dan
organisasi. Namun demikian bila para pimpinan dan anggota
menganggap hal tersebut diatas sebagai membuang waktu saja, maka
sistem itu tidak akan efektif.
d. Komponen Sistem Manajemen Kinerja
1) Perencanaan Kinerja
Perencanaan kinerja merupakan titik awal yang biasa digunakan oleh
anggota dan pimpinan untuk memulai proses manajemen kinerja
dilakukan. Perencanaan kinerja dilakukan untuk periode satu tahunan,
tetapi dapat ditinjau kembali selama proses satu tahunan itu berjalan. Pada
akhir perencanaan kinerja, baik anggota maupun pimpinan harus sudah
dapat menjawab beberapa pertanyaan berikut ini dengan cara yang sama :
a) Apa tanggung jawab terbesar anggota untuk tahun ini ?
b) Bagaimana bisa tahu tentang berhasil tidaknya anggota tersebut ?
c) Kalau sesuai, bilamanakah anggota tersebut harus mengemban
tanggung jawab itu (misalnya pada tugas tugas yang spesifik baik di
pembinaan, operasional maupun di pendidikan) ?
d) Seberapa jauh tingkat kewenangan yang dimiliki oleh anggota
sehubungan dengan tugas-tugas pekerjaannya ?
e) Manakah tanggung jawab kerja yang paling penting dan mana pula
yang kurang penting ?
f) Seberapa besar kontribusi tanggung jawab anggota tersebut bagi
kesatuan fungsinya, unit kerjanya ataupun bagi Polri ?
g) Mengapa anggota melakukan apa yang dikerjakannya ?
h) Bagaimana pimpinan / atasan dapat membantu anggota menyelesaikan
tugasnya ?
18

i) Bagaimana pimpinan / atasan dan anggota akan bekerja sama


mengatasi kendala apapun yang muncul.
j) Apakah anggota perlu mengembangkan keahlian / kemampuan baru
untuk menyelesaikan tugasnya (perencanaan pengembangan) ?
k) Bagaimana pimpinan / atasan dan anggota akan berkomunikasi
tentang berbagai tugas dalam pekerjaannya sepanjang tahun yang
direncanakan itu, untuk mencegah timbulnya masalah dan menjaga
agar tidak ketinggalan informasi ?
Keseluruhan perencanaan kinerja sebagaimana disebutkan di atas
dituliskan dalam bentuk tujuan, sasaran, dan standar yang akan dicapai
oleh anggota.

2) Komunikasi Kinerja
Komunikasi Kinerja merupakan proses dua arah dalam manajemen kinerja untuk
menganalisa kemajuan, mengidentifikasi kendala bagi anggota dan memberi
informasi yang diperlukan untuk mencapai sukses bagi kedua belah pihak,
memberi jalan untuk bekerja sama mencegah timbulnya masalah, menyelesaikan
masalah yang terjadi, serta merevisi tanggung jawab kerja sebagaimana yang sering
diperlukan di tempat kerja.
Metode yang biasa dipakai dalam komunikasi kinerja antara lain :
a) Pertemuan status report singkat bulanan atau mingguan dengan setiap
anggota.
b) Pertemuan kelompok berkala, di mana setiap anggota melaporkan status
pekerjaan ataupun proyek / kegiatan mereka ataupun fungsi mereka.
c) Status report singkat yang tertulis secara berkala dari setiap anggota.
d) Komunikasi informal (pimpinan berkeliling dan bercakap- cakap dengan
setiap anggota).
e) Komunikasi khusus saat masalah timbul, atas kehendak anggota.
3) Pengumpulan Data, Pengamatan dan Dokumentasi
Pengumpulan data adalah sebuah proses manajemen kinerja untuk mendapatkan
informasi yang relevan bagi perbaikan dan pengembangan, baik secara individual
maupun organisasi. Pengamatan adalah sebuah cara mengumpulkan data.
Dokumentasi adalah proses mencatat data yang dikumpulkan agar siap dipakai,
sehingga tidak hilang.
19

Proses pengumpulan data, pengamatan, dan dokumentasi harus dilaksanakan


berdasarkan apa yang dianggap praktis dan realistis ditempat kerja. Berikut ini ada
beberapa metode yang sering dipergunakan para pimpinan:
a) Pengamatan berkala dengan berjalan-jalan keliling (informal).
b) Mengumpulkan data dan informasi dari tiap anggota dalam
pertemuan status review.
c) Mengkaji ulang pekerjaan yang dilaksanakan anggota.
d) Mengumpulkan data aktual (seperti berapa lama waktu yang dipakai untuk
melayani masyarakat, waktu untuk mengembangkan berbagai ketrampilan dan lain
lain).
e) Meminta informasi (tentang keberhasilan / masalah) pada pertemuan staf.
Hal yang utama dalam mengumpulkan data dan dokumentasi adalah untuk
perbaikan dan pengembangan organisasional dan individual, untuk memecahkan
masalah diperlukan identifikasi dan memahaminya, serta untuk melindungi baik
anggota maupun pimpinan pada saat terjadi perselisihan.
4) Pertemuan Evaluasi Kinerja
Proses evaluasi kinerja dalam sistem manajemen kinerja pada intinya
memberikan :
a) Umpan balik yang bersifat formal, teratur, dan tercatat kepada anggota.
b) Dokumentasi untuk arsip personalia yang mungkin dapat dipergunakan
untuk menentukan kenaikan pangkat, tindakan disipliner, dan lain lain.
c) Suatu kesempatan untuk mengidentifikasikan bagaimana kinerja dapat
ditingkatkan, bagaimanapun keadaannya saat ini.
d) Suatu kesempatan untuk mengenali apa yang merupakan kekuatan dan
keberhasilan.
e) Suatu batu loncatan bagi perencanaan kinerja untuk tahun selanjutnya.
f) Informasi tentang bagaimana anggota dapat berkembang lebih jauh.
g) Suatu kesempatan bagi seorang manajer untuk mengidentifikasikan cara-
cara tambahan untuk membantu anggota di masa depan.
h) Suatu kesempatan untuk mengidentifikasikan proses proses dan prosedur
yang tidak efektif serta terlalu mahal.
5) Diagnosis Kinerja Dan Bimbingan
Diagnosis kinerja dalam manajemen kinerja merupakan proses pemecahan masalah
dan komunikasi yang digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab dasar yang
20

sebenarnya dari permasalahan atau kegagalan kinerja, bagi perseorangan, suatu


bagian, atau bahkan keseluruhan organisasi.
Bimbingan dalam manajemen kinerja merupakan suatu proses di mana seseorang
yang lebih berpengetahuan mengenai suatu hal, bekerja dengan seorang anggota
untuk membantunya mengembangkan pengetahuan dan keahlian dalam rangka
meningkatkan kinerja.
e. Metode Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja adalah proses untuk menaksir dan mengevaluasi kinerja
perseorangan. Proses ini adalah sebuah jawaban bagi sebuah pertanyaan sederhana
“seberapa baikkah kinerja seorang karyawan / anggota selama jangka waktu
tertentu”? Evaluasi kinerja hanyalah salah satu bagian dari manajemen kinerja,
bukan keseluruhannya. Manajemen kinerja meliputi juga membuat perencanaan,
mendiagnosis masalah, mengidentifikasi kendala-kendala kinerja, dan
mengembangkan staf.
Kinerja seseorang ditentukan oleh beberapa faktor individual, seperti kemampuan
dan upaya, juga oleh faktor faktor di luar kendali langsung diri individu, seperti
keputusan yang diambil orang lain, sumber daya yang tersedia bagi individu,
sistem di mana individu bekerja, dan seterusnya.
Bila memandang evaluasi kinerja sebagai alat peningkatan, dan bukan sebagai
keputusan terakhir, maka lebih besar kemungkinan untuk mengenali masalah yang
sebenarnya, dan menghindari tindakan menyalahkan atau memberi imbalan pada
seseorang untuk hal-hal yang ada di luar kendalinya. Dengan demikian setiap orang
akan memperoleh keuntungannya.
Ada tiga metode evaluasi kinerja yaitu : penilaian (rating), peringkat (rangking)
dan berdasarkan tujuan (objective-based). Ketiga pendekatan ini memiliki
keterbatasan yang sama, namun saat meneliti kinerja perorangan perlu selalu
dipertimbangkan konteksnya, melakukan diagnosis yang sebaik-baiknya tentang
mengapa muncul masalah, dan tidak terlalu cepat mengambil keputusan.
1) Sistem Penilaian (Rating System)
Sistem penilaian ini sangat umum, dan merupakan cara yang paling popular untuk
menilai kinerja. Sistem Penilaian (rating system) paling tepat dideskripsikan
sebagai buku rapor tempat kerja. Sistem ini terdiri dari dua bagian yakni : suatu
daftar karakteristik, bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan sebuah skala
ataupun cara lain untuk menunjukkan tingkat kinerja dari tiap halnya. Bagian
21

skalanya mirip dengan sistem penilaian di sekolah atau perkuliahan (yaitu A, B, C,


D, E, F) hanya saja dapat menggunakan angka atau kata-kata bukan huruf. Kalau
huruf atau angka dipergunakan, huruf dan angka itu biasanya dihubungkan dengan
suatu poin dalam sebuah skala (contohnya : tidak pernah, kadang-kadang, biasanya,
selalu).
Sistem penilaian dipergunakan untuk menciptakan keseragaman dan konsistensi
dalam proses evaluasi kinerja. Biasanya bagian sumber daya manusia atau
personalia memberikan formulir standar kepada para manajer suatu pendekatan
“satu ukuran pas untuk semua” sehingga semua orang di dalam suatu institusi itu
akan dinilai kinerjanya dengan cara yang sama.
Siapa yang melakukan penilaian (rating) ? Hal ini bisa dilaksanakan secara
bervariasi. Ada atasan yang menilai sendiri bawahannya. Ada juga atasan yang
menyuruh anggota menilai diri mereka sendiri dan menggunakan penilaian itu. Ada
lagi yang melakukan keduanya dan membandingkan kedua taksiran tersebut, untuk
akhirnya sampai pada taksiran berimbang. Bagaimanapun penilaian itu dilakukan,
baik Atasan (penilai) maupun karyawan (anggota yang dinilai) menandatangani
formulir yang telah diisi lengkap.
a) Kekuatan Sistem Penilaian
Kekuatan sistem penilaian antara lain : kewajiban penilaian ini dapat diselesaikan
dengan cepat dan dengan upaya seringan mungkin. Seorang manajer atau pimpinan
dapat menyelesaikan formulir penilaian khas selama beberapa menit saja dan
mengirimkannya untuk memenuhi permintaan dari bagian sumber daya manusia.
Sebagian besar pimpinan dan anggota sudah amat kenal dengan pendekatan “buku
rapor” ini. Sistem penilaian ini sederhana dan intuitif sekali setidaknya secara
sepintas. Sistem ini memungkinkan penggunaan satu sistem saja di seluruh jenis
pekerjaan dan bagian institusi, suatu standarisasi yang menarik bagi orang-orang
dibagian sumber daya manusia.
b) Kelemahan Sistem Penilaian
Kelemahan sistem penilaian ini pada dasarnya berasal dari kekuatannya. Karena
sistem penilaian ini mudah digunakan, sederhana, dan terstandarisasi, mudah sekali
para pimpinan melupakan mengapa mereka melaksanakan penilaian tersebut.
Mereka melakukan itu sekedar untuk menyelesaikannya cepat-cepat. Seorang
pimpinan dapat menyelesaikan sebuah formulir penilaian dalam sepuluh sampai
lima belas menit, tetapi kalau itu saja yang dilakukan seorang pimpinan maka
22

mungkin sekali akan lebih banyak kerugian yang ditimbulkan ketimbang


keuntungannya. Alasannya adalah bahwa tujuan dari penilaian hendaknya bukan
sekedar mengisi lengkap formulir tersebut, tetapi bekerja sama dengan anggota
untuk meningkatkan kinerja. Tidak ada formulir dengan sendirinya akan membantu
untuk melakukan hal itu. Sistem penilaian yang sederhana membuat pimpinan
mudah melupakan hal ini.
(1) Sistem penilaian pada umumnya tidak memberikan penilaian yang
objektif tentang kinerja yang dapat dengan mudah disetujui bersama oleh
pimpinan dan anggota. Kriteria yang dipergunakan biasanya amat samar dan
kurang tepat. Tidak menunjukkan kreativitas dan inisiatif. Skala yang dipergunakan
tidak jelas apa artinya kadang – kadang dan apa artinya secara konsisten.
(2) Sistem penilaian tidak memberikan umpan balik yang cukup spesifik untuk
membantu anggota meningkatkan kinerja mereka. Contoh seorang anggota dinilai
kadang-kadang (di bawah rata-rata) dalam hal kreativitas dan inisiatif, hal ini tidak
memberitahukan pada anggota tentang bagaimana harus meningkatkan diri.
Penilaian itu tidak memberitahukan pada anggota bagaimana mengatasi masalah
yang dihadapi. Perlu dipertimbangkan bahwa penilaian tahunan tidak cukup tepat
waktu untuk membantu anggota meningkatkan dirinya.Memberikan penilaian
sekali setahun berfokus pada melihat ke belakang, dan bukan pada memecahkan
ataupun mencegah timbulnya masalah.
(3) Sistem penilaian pada banyak situasi tidak memberikan cukup dokumentasi
untuk meyakinkan banyak pihak tentang pengambilan tindakan disipliner yang
diambil sudah cukup adil, valid dan objektif.
c) Cara Agar Sistem Penilaian Mampu Meningkatkan Kinerja
(1) Lengkapi sistem penilaian dengan diskusi-diskusi berkala dengan setiap
anggota mengenai bagaimana pekerjaan mereka berlangsung. Jangan menunggu
hingga review tahunan untuk membahas pelbagai masalah yang timbul.
(2) Lengkapi formulir ataupun lembaran penilaian dengan suatu cara
memberikan komentar singkat tentang setiap halnya. Kalau penilaiannya rendah,
jelaskan / terangkan mengapa. Kalau tinggi, jelaskan / terangkan apa yang telah
dilakukan dengan baik oleh orang yang bersangkutan.
(3) Pertegas selalu arti setiap pokok penilaian sebelum diberi penilaian.
Diskusikan pengertian pimpinan tentang artinya dan tanyakan pada anggota apa
pengertian mereka mengenai hal itu.
23

(4) Berikan penilaian bersama dengan masing-masing anggota. Rundingkan


penilaian itu untuk mencapai kesepakatan apabila mungkin. Libatkan staf dalam
diskusi tersebut. Jangan hanya sekedar memberi keputusan saja.
(5) Jangan hanya berhenti pada memberi penilaian saja. Bagaimanapun
pimpinan memberikan penilaian terhadap sesuatu hal, sebuah pertanyaan besar
yang harus dijawab adalah : “Apa yang menurut anda perlu ditingkatkan
sehubungan dengan hal ini dalam satu tahun ke depan ?” pertanyaan lainnya adalah
: “Apa yang bisa saya atau kita berdua lakukan untuk membantu anda
meningkatkan diri ?“
(6) Ingatlah selalu bahwa kebanyakan penilai bersifat subjektif dan tidak dapat
dipakai untuk mengukur segala sesuatu dengan tepat. Perhatikanlah penilaian
secara serius.
(7) Bila seorang pimpinan / penilai diperintahkan untuk menggunakan sistem
penilaian (rating system), lengkapilah sistem tersebut dengan berbagai alat lain
yang diambil dari pendekatan yang lebih objektif. Banyak cara yang baik untuk
mempersiapkan staf menghadapi pertemuan evaluasi. Keahlian dalam hubungan
interpersonal dapat membantu menempatkan pimpinan dan anggota pada pihak
yang sama. Teknik-teknik diagnostik dapat memastikan bahwa seorang penilai
tidak akan melihat hanya pada kinerja perorangan saja, tetapi juga pada kendala
kendala di dalam suatu sistem. Dengan menggunakan keahlian dan teknik semacam
itu maka penilai dapat mengatasi cacat-cacat dasar pendekatan penilaian ini.
2) Sistem Peringkat (Ranking System)
Sistem peringkat merupakan suatu metode memperbandingkan orang satu sama
lain dan menentukan apakah seseorang lebih baik, setara ataupun lebih buruk
dibandingkan rekan sekerjanya. Hal ini dilakukan berdasarkan suatu kriteria yang
sudah ditentukan sebelumnya tiap fungsi.
a) Kekuatan
Dalam waktu singkat sistem peringkat dapat merangsang orang untuk bekerja lebih
keras agar menduduki peringkat teratas. Tetapi sistem ini juga dapat merangsang
orang secara pasif maupun aktif mengganggu pekerjaan orang lain.
b) Kelemahan
Sistem peringkat memiliki potensi menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan. Karena sistem peringkat ini memperbandingkan rekan-rekan sekerja,
24

sistem tersebut memaksa orang untuk bersaing satu sama lain dalam arti kata yang
sebenarnya.
Ada dua cara bagi seorang pegawai untuk mendapat peringkat yang lebih tinggi
dibandingkan rekan sekerjanya.
(1) Dengan menunjukkan kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih
banyak prestasi.
(2) Membuat rekan sekerja (pesaing) nya menghasilkan kinerja yang lebih
buruk dan mencapai prestasi yang lebih sedikit dibandingkan dirinya. Terutama
bila dikaitkan dengan imbalan uang, memberikan dorongan pada para karyawan
untuk menginginkan rekan-rekan sekerja mereka menampilkan kinerja yang kurang
baik.
Sistem ini memiliki banyak cacat seperti yang dimiliki sistem penilaian. Kriteria
yang dipakai seringkali samar, walaupun pemberian peringkat ini dapat didasarkan
pada ukuran-ukuran yang objektif, seringkali peringkatnya sendiri amat subjektif
sifatnya.
3) Evaluasi Berdasarkan Tujuan dan Standar (Objective-based Evaluation)
Cara terbaik untuk mengevaluasi kinerja adalah dengan menggunakan tujuan,
standar ataupun target. Perencanaan kinerja sebaiknya mencakup penerapan target-
target bagi tiap anggota. Komunikasi yang berkesinambungan sebaiknya berfokus
pada perkembangan kearah pencapaian target-target tersebut, pengidentifikasian
masalah dan penanggulangannya
Evaluasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar atau
pun target yang dirundingkan secara perorangan. Sasaran serta standar yang
ditetapkan semasa perencanaan kinerja itu ditulis untuk dapat diukur secara
objektif.
Sasaran dan standar itu ditetapkan secara perorangan agar memiliki fleksibilitas
yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
Selama proses perencanaan kinerja, pimpinan dan anggota bersama-sama
menyusun kriteria tiap fungsi mengenai tujuan, sasaran (target), dan standar-
standar. Pada saat evaluasi (tiap satu tahunan atau waktu tertentu) pimpinan dan
anggota meneliti setiap target ataupun standar untuk menentukan apakah anggota
telah berhasil mencapai semuanya itu. Kalau target dan standar tersebut jelas dan
dipahami dengan baik, maka proses ini biasanya berjalan lancar. Tetapi poin yang
terpenting adalah evaluasi berdasarkan sasaran ini bukanlah sekadar demi evaluasi
25

saja. Evaluasi ini memberikan dasar pada pimpinan dan anggota untuk membahas
kinerja manapun yang tidak memenuhi tujuan tersebut, untuk mendiagnosis
masalah apapun yang menyebabkannya, dan menemukan gagasan-gagasan guna
meminimalisir permasalahan tersebut.
a) Keuntungannya
(1) Sistem ini mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan
unit kerja.
(2) Sistem ini mengurangi kemungkinan terjadinya ketidak-sepakatan selama
pertemuan evaluasi kalau standar dan sasaran ditulis dengan baik selama proses
perencanaan kinerja.
(3) Sistem ini lebih mungkin menempatkan pimpinan dan anggota dipihak
yang sama.
(4) Sistem ini merupakan pendekatan terhadap evaluasi kinerja yang paling
mudah dibela secara hukum.
b) Kerugian
(1) Memakan waktu yang lebih banyak dibandingkan sistem yang lain, karena
perlunya menginventarisasi waktu di muka untuk melakukan perencanaan kinerja.
(2) Sistem ini meminta agar pimpinan dan anggota mengembangkan keahlian
dalam menuliskan serta standar yang penting dan dapat diukur. Dapat
menimbulkan lebih banyak pekerjaan administrasi ketimbang sistem lain.
(3) Seperti sistem manapun yang lain dapat disalahgunakan atau digunakan
secara sambil lalu saja oleh para pimpinan yang lupa pada tujuan mereka
melaksanakan evaluasi ini.
f. Motivasi Keberhasilan Individu
1) Umum
Motivasi pada umumnya melibatkan banyak dimensi karena motivasi berkaitan
dengan martabat manusia dalam segala dimensinya seperti perasaan, tuntutan
(kebutuhan-kebutuhan /needs), beban dan kemampuan. Karena itu konsep apa,
mengapa, dan bagaimana motivasi harus dipahami oleh semua orang yang
menduduki posisi pimpinan, administrator sebagai prasyarat untuk menciptakan
lembaga yang efektif.
Secara umum ada berbagai cara yang dapat dilakukan para administrator atau
pimpinan untuk membangkitkan motivasi bawahan dalam proses kerja. Berikut ini
26

ada beberapa hal yang sering dipergunakan untuk mempertinggi motivasi bawahan
sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2004 : 41-42) antara lain :
a) Rasa hormat (respect). Para pimpinan/atasan dapat memberikan rasa hormat
maupun penghargaan kepada bawahan secara adil atas dasar prestasi, kepangkatan,
pengalaman dan sebagainya.
b) Informasi (information). Para pimpinan / atasan memberikan informasi
mengenai aktivitas organisasi, standar prestasi terutama tentang apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya, sebaiknya diinformasikan secara edukatif
dan persuasive.
c) Perilaku (behavior). Para pimpinan / atasan diusahakan dapat mengubah
perilaku sesuai dengan harapan bawahan dengan demikian dia mampu membuat
bawahan berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
organisasi. Berikan pujian kepada bawahan yang rajin dan berprestasi, sehingga
mereka berusaha dengan baik.
d) Hukuman (punishment). Para pimpinan / atasan memberikan hukuman
kepada staf yang bersalah di ruang terpisah. Jangan menghukum bawahan di depan
orang lain, baik di depan rekan kerja maupun orang luar. Hukuman yang diberikan
di depan orang banyak akan menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat.
e) Perintah (command). Para pimpinan / atasan sebaiknya memberikan perintah
laksana ajakan dan jika perlu diawali dengan contoh atau secara tidak langsung
(non directive command), karena bila perintah secara langsung yang seharusnya
“di-ya-kan” karena disampaikan secara salah akibatnya menjadi “di-tidak-kan”.
f) Perasaan (sense). Para pimpinan / atasan sebaiknya mempergunakan
perasaan dalam berinteraksi dengan bawahan. Perasaan yang dimaksud antara lain
rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersatu, rasa bersahabat, rasa diterima dalam
kelompok, dan rasa mencapai prestasi.
2) Motivasi dan Insentif
Perilaku memberi insentif merupakan bagian integral dari upaya memotivasi para
pegawai/anggota Polri terutama dilihat dari dimensi eksternal. Secara teoritis pada
saat tertentu manusia terangsang dengan insentif ekonomi (matrial incentives) atau
keuntungan-keuntungan ekonomi (economic rewards). Pada saat lain terangsang
dengan insentif yang bersifat nir-material (non material incentives). Beberapa
contoh jenis insentif sebagai berikut :
a) Insentif Material atau Ekonomi
27

(1) Uang.
(2) Barang yang dinilai dengan uang.
(3) Barang-barang lain.
b) Insentif Non Material
(1) Pujian.
(2) Penempatan yang sesuai dengan keahlian.
(3) Kesempatan promosi.
(4) Rasa berpartisipasi.
(5) Kondisi kerja yang menyenangkan.
(6) Kesehatan.
(7) Keamanan.
(8) Perumahan.
(9) Rekreasi, dan lain-lain.
c) Insentif Semi Material
(1) Piagam penghargaan.
(2) Diundang pada pertemuan khusus, karena keistimewaannya dengan diberi
biaya transportasi seperlunya.
(3) Pemberian tanda kenang-kenangan.
3) Motivasi dan Efek Tindakan Bersama
Tingkah laku individu bagaimanapun juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan
orang lain disekitarnya. Ada banyak efek yang dapat ditimbulkan oleh tindakan
bersama tersebut yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan individu.
Sebagaimana dikemukakan oleh Robert Zajonc (dalam E. Koswara, 1995 : 189)
bahwa tingkah laku individu pada saat sendirian dalam kehidupan sehari hari akan
berbeda pada saat bersama sama dengan individu lain. Kehadiran orang lain dan
persaingan dalam menyelesaikan suatu tugas memiliki efek motivasional terhadap
tingkah laku seseorang. Berikut ini dijelaskan tentang dua situasi yakni
konformitas dan kepatuhan yang memberi efek berbeda terhadap tingkah laku
individu sebagai berikut.
a) Konformitas
Dalam konteks ini kehadiran individu lain memberikan kekuatan kepada individu
secara implisit untuk bertingkah laku sejalan dengan yang diungkapkan individu
individu lain yang ada dalam kelompok yang dimasukinya. Kecenderungan yang
28

dialami atau terjadi pada diri individu karena adanya tekanan dari kelompok yang
status dan kekuasaannya sama.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa kelompok dengan tekanan yang
diberikannya merupakan pemicu keadaan motivasional yang cenderung membawa
individu bersangkutan ke arah penyeragaman tingkah laku.
b) Kepatuhan (Compliance)
Dalam konteks ini, individu ada dalam situasi dimana ada kekuatan individual dari
individu lain yang memiliki status dan kekuasaan yang lebih tinggi mempengaruhi
individu secara eksplisit untuk mematuhi otoritas atau aturan aturan.
Landasan utama dari kepatuhan adalah kemampuan individu untuk memandang
dirinya sendiri secara simpel sebagai instrumen yang bisa digunakan menurut
kehendak individu lain, juga oleh kecenderungan untuk menempatkan tanggung
jawab bagi tindakannya pada diri individu lain.
Kepatuhan adalah elemen dasar yang penting bagi pembentukan kehidupan sosial
yang tertib dan teratur.
g. Pengertian Sosiometri
Sosiometri adalah alat yang tepat untuk mengumpulkan data mengenai hubungan-
hubungan sosial dan tingkah laku sosial murid (I. Djumhur dan Muh. Surya, 1985
).
Sosiometri adalah alat untuk meneliti struktur sosial dari suatu kelompok individu
dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial dan status sosial dari masing-
masing anggota kelompok yang bersangkutan (Depdikbud, 1975).
Sosiometri adalah alat untuk dapat melihat bagaimana hubungan sosial atau
hubungan berteman seseorang (Bimo Walgito, 1987).
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang hubungan
sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai sedang (10 – 50 orang),
berdasarkan referensi pribadi antara anggota-anggota kelompok (WS. Winkel,
1985).
Sosiometri adalah suatu alat yang dipergunakan mengukur hubungan sosial siswa
dalam kelompok ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian Sosiometri adalah
suatu tehnik untuk mengumpulkan data tentang hubungan sosial seorang individu
dengan individu lain, struktur hubungan individu dan arah hubungan sosialnya
dalam suatu kelompok.
29

1) Macam Sosimetri
Tes Sosiometri ada dua macam, yaitu :
a) Tes yang mengharuskan untuk memilih beberapa teman dalam kelompok
sebagai pernyataan kesukaan untuk melakukan kegiatan tertentu (criterium)
bersama-sama dengan teman-teman yang dipilih.
b) Tes yang mengharuskan menyatakan kesukaannya atau ketidaksukaannya
terhadap teman-teman dalam kelompok pada umumnya.
Tes Sosiometri jenis pertama paling sering digunakan di institusi-institusi
pendidikan dengan tujuan meningkatkan jaringan hubungan sosial dalam
kelompok,sedangkan jenis yang kedua jarang digunakan, dan inipun untuk
mengetahui jaringan hubungan sosial pada umumnya saja.
2) Ciri khas penggunaan angket Sosiometri atau tes Sosiometri, yang terikat
pada situasi pergaulan sosial atau kriterium tertentu.
a) Dijelaskan kepada siswa yang tergabung dalam suatu kelompok, misalnya
satuan kelas, bahwa akan dibentuk kelompok-kelompok lebih kecil (4-6 orang)
dalam rangka mengadakan kegiatan tertentu, seperti belajar kelompok dalam kelas,
rekreasi bersama ke pantai, dsb. Kegiatan tertentu itu merupakan situasi pergaulan
sosial (criterion) yang menjadi dasar bagi pilihan-pilihan.
b) Setiap siswa diminta untuk menulis pada blanko yang disediakan nama
beberapa teman di dalam kelompok, dengan siapa dia ingin dan lebih suka
melakukan kegiatan itu. Jumlah teman yang boleh dipilih biasanya tiga orang,
dalam urutan pilihan pertama, kedua, dan ketiga. Yang terungkap dalam pilihan-
pilihan itu bukanlah jaringan hubungan sosial yang sekarang ini sudah ada,
melainkan keinginan masing-masing siswa terhadap kegiatan-kegiatan tertentu
dalam hal pembentukan kelompok. Pilihan-pilihan itu dapat berubah, bila tes
Sosiometri diterapkan lagi pada lain kesempatan terhadap kegiatan lain (kriterium
berbeda).
Ada kemungkinan siswa akan memilih teman-teman yang lain untuk belajar
bersama di kelas, dibanding dengan pilihan-pilihannya untuk pergi piknik bersama.
Pilihan-pilihan siswa tidak menyatakan alasan untuk memilih, kecuali bila hal itu
dinyatakan dalam tes. Pilihan-pilihan juga tidak menyatakan tentang sering
tidaknya bergaul dengan teman-teman tertentu, atau intim tidaknya pergaulan
dengan teman-teman tertentu; bahkan tidak mutlak terungkapkan taraf popularitas
30

siswa tertentu, dalam arti biasanya mempunyai banyak teman, beberapa teman atau
sama sekali tidak mempunyai teman.
c) Setiap siswa dalam kelompok menangkap dengan jelas kegiatan apa yang
dimaksud, dan mengetahui bahwa kegiatan itu terbuka bagi semua.
d) Pilihan-pilihan dinyatakan secara rahasia dan hasil keseluruhan pemilihan
juga dirahasiakan. Hal ini mencegah timbulnya rasa tidak enak pada siswa, yang
tidak suka pilihannya diketahui umum atau akan mengetahui bahwa ia tidak dipilih.
Ciri kerahasiaan juga memungkinkan bahwa dibentuk kelompok-kelompok kecil
yang tidak seluruhnya sesuai dengan pilihan-pilihan siswa.
e) Biasanya siswa diminta untuk menyatakan siapa yang mereka pilih, bukan
siapa yang tidak mereka pilih dalam urutan tidak begitu disukai, kurang disukai,
tidak disukai, sama sekali tidak disukai. menyatakan pilihan yang negatif mudah
dirasakan sebagai beban psikologis.
f) Tenaga kependidikan yang dapat menerapkan tes Sosiometri adalah guru
bidang studi, wali kelas, dan tenaga ahli bimbingan, tergantung dari kegiatan yang
akan dilakukan.
3) Kegunaan Sosiometri
Sosiometri dapat dipergunakan untuk :
a) Memperbaiki hubungan insani.
b) Menentukan kelompok kerja
c) Meneliti kemampuan memimpin seseorang individu dalam kelompok
tertentu untuk suatu kegiatan tertentu.
d) Mengetahui bagaimana hubungan sosial / berteman seorang individu
dengan individu lainnya.
e) Mencoba mengenali problem penyesuaian diri seorang individu dalam
kelompok sosial tertentu.
f) Menemukan individu mana yang diterima / ditolak dalam kelompok sosial
tertentu.
4) Norma-norma Sosiometri
Baik tidaknya hubungan sosial individu dengan individu lain dapat dilihat dari
beberapa segi yaitu :
a) Frekwensi hubungan, yaitu sering tidaknya individu bergaul. makin sering
individu bergaul, pada umumnya individu itu makin baik dalam segi hubungan
31

sosialnya. Bagi individu yang mengisolir diri, di mana ia kurang bergaul, hal ini
menunjukkan bahwa di dalam pergaulannya kurang baik.
b) Intensitas hubungan, yaitu intim tidaknya individu bergaul. Makin
intim/mendalam seseorang dalam hubungan sosialnya dapat dinyatakan bahwa
hubungan sosialnya makin baik. Teman intim merupakan teman akrab yang
mempunyai intensitas hubungan yang mendalam.
c) Popularitas hubungan, yaitu banyak sedikitnya teman bergaul. Makin
banyak teman di dalam pergaulan pada umumnya dapat dinyatakan makin baik
dalam hubungan sosialnya. Faktor popularitas tersebut digunakan sebagai ukuran
atau kriteria untuk melihat baik tidaknya seseorang dalam hubungan atau kontak
sosialnya.
5) Manfaat Sosiometri dalam Bimbingan.
Dengan mempelajari data Sosiometri seorang konselor dapat :
a) Menemukan murid mana yang ternyata mempunyai masalah penyesuaian
diri dalam kelompoknya.
b) Membantu meningkatkan partisipasi sosial diantara murid-murid dengan
penerimaan sosialnya.
c) Membantu meningkatkan pemahaman dan pengertian murid terhadap
masalah pergaulan yang sedang dialami oleh individu tertentu.
d) Merencanakan program yang konstruktif untuk menciptakan iklim sosial
yang lebih baik dan sekaligus membantu mengatasi masalah penyesuaian di kelas
tertentu.
Cara untuk menciptakan suasana / iklim sosial yang baik :
– Membentuk kelompok belajar / kelompok kerja .
– Mempersatukan kelompok minoritas dalam klik di dalam satu kelas.
– Menciptakan hubungan baik dan harmonis
– Membangun perasaan berhasil dan berprestasi. Hendaknya ditanamkan rasa
bahwa kalau kompak, akan berhasil baik.
6) Tahap-tahap Pelaksanaan Sosiometri
a) Tahap Persiapan.
– Menentukan kelompok siswa yang akan diselidiki.
– Memberikan informasi atau keterangan tentang tujuan penyelenggaraan
Sosiometri.
– Mempersiapkan angket Sosiometri.
32

b) Tahap Pelaksanaan.
– Membagikan dan mengisi angket Sosiometri.
– Mengumpulkan kembali dan memeriksa apakah angket sudah diisi dengan
benar.
c) Tahap Pengolahan.
– Memeriksa hasil angket
– Mengolah data Sosiometri dengan cara menganalisa indeks, menyusun tabel tabulasi,
membuat sosigram.

BAB III
KONDISI FAKTUAL PELAKSANAAN SMK POLRES X SAAT INI

Kegiatan identifikasi situasi internal dan eksternal bukanlah kegiatan untuk


menetapkan S/W/O/T, tetapi kegiatan untuk membaca situasi atau kondisi. Kegiatan
identifikasi situasi hanya untuk memberikan deskripsi. Kegiatan identifikasi situasi
internal dan eksternal diibaratkan sebagai change sensing radar untuk memantau secara
terus menerus (1) Situasi lingkungan saat ini (enviontmental scanning), dan (2)
Kecenderungan perubahan di masa depan yang terjadi di lingkungan makro, maupun
internal (organization health audit).

13. Kondisi Sumber Daya Manusia di Polres X


a. Kuantitas
Secara keseluruhan kekuatan personel Polres X saat ini sebanyak 1.309
personil, yaitu :
1) Pamen : 6 Personil
2) Pama : 71 Personil
3) Bintara :1.169 Personil
4) PNS : 63 Personil
JUMLAH : 1.309Personil
33

Tabel 1
Jumlah Personil Polri dan PNS Polres X
November 2013
NO KESATUAN PA BA PNS JML
RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP
1 KA/WAKA 2 2 - - - - 2 2
2 BAG OPS 4 11 5 9 3 3 12 23
3 SATTAHTI 1 1 4 7 - - 5 8
4 BAG SUMDA 4 11 19 12 12 6 35 29
5 BAG REN 2 6 2 4 1 2 5 12
6 SITIPOL - 1 7 7 - - 7 8
7 SIE PROPAM 1 1 24 12 - - 25 15
8 SIWAS - 1 - 6 - 2 - 9
9 SIUM 1 1 4 6 5 4 10 11
10 SPKT - 4 33 9 - - 33 13
11 SAT BINMAS 2 6 7 13 3 2 12 21
SAT
12 2 9 38 40 3 2 43 51
INTELKAM
13 SAT RESKRIM 5 8 74 52 1 6 80 66
SAT
14 2 5 29 18 - 2 31 25
NARKOBA
15 SAT SABHARA 4 9 138 114 1 2 143 125
16 SAT LANTAS 8 7 168 64 20 2 196 73
UR
17 1 - 3 - 3 - 7 0
KESEHATAN
18 SIKEU - 1 3 4 4 4 7 9
JUMLAH POLRES 39 84 558 379 56 37 653 500
Sumber: Lapbul Kuat Personel Polres X
Dari data diatas menunjukkan bahwa jumlah anggota Polres X pada saat ini
belum dapat mengimbangi jumlah penduduk wilayah hukum Polres X sebanyak
2.106.763 jiwa, dengan ratio perbandingan 1 : 1691 jiwa, dengan kepadatan
penduduk mencapai 1.1498 jiwa/Ha. Hal tersebut berarti Police ratio masih belum
memenuhi ratio standar PBB yaitu 1 : 400.
Dari tabel dapat dilihat bahwa masih terjadi kekurangan pada PA yang
tidak sesuai DSP dan dislokasi BA sebanyak 179 orang melebihi DSP yang
seharusnya 379 orang, sedangkan pada PNS mengalami dislokasi sebanyak 19
orang.
34

b. Kualitas
Tabel 2
Data Personel yang telah mengikuti Dikjur

NO FUNGSI DIKJURDAS DIKJURLAN KET

1 INTELKAM 50 2 -

2 RES KRIM 62 10

3 LALU LINTAS 74 6

4 BINAMITRA 41 3

5 SABHARA 36 2

6 LAIN-LAIN 20 2

JUMLAH 283 25

Sumber : Polres X

Personel yang mengikuti Pendidikan Kejuruan Dasar sebanyak 283 orang (±


29,38 %), dan lanjutan 25 orang (± 2.59 %). Berdasarkan data di atas, secara kualitas
dapat kita lihat persentase jumlah SDM yang telah mengikuti Dikjur bahkan tidak
mencapai 50 %. Sehingga pemahaman SDM Polres X mengenai Manajemen sangat
kurang.

14. Anggaran.
Dalam proses penyusunan SMK tentu harus di dukung dengan ketersedian
anggaran yang memadai baik untuk kegiatan rapat penentuan kesepakatan kerja,
pelatihan tentang pemahaman SMK. Sampai saat ini belum ada anggaran yang di
alokasikan secara khusus untuk mendukung kegiatan SMK. Hal ini membuat
penerapan SMK yang sudah dilaksanakn belum menunjukkan kontribusi nyata.
Anggaran yang digunakan masih menggunakan anggaran ATK rutin kyang di
sediakan satuan kerja.

15. Penerapan Sistem dan Metode SMK guna mendukung profesionalisme kerja di
Polres X.
Sejak diberlakukannya pekap nomor 16 tahun 2011 tentang penilaian kinerja
bagi pegawai negeri pada kepolisian negara republik Indonesia, arah kebijakan
35

pembinaan SDM mulai bergeser kearah kopetensi personel. Pemanfaatan SMK di


Polres X sampai saat ini hanya terbatas untuk kenaikan pangkat dan keperluan
pendidikan. dalam hal mutasi jabatan SMK sebetulnya di butuhkan mulai dari
penyiapan personel, penempatan dan pemanfaatan personel, sampai dengan evaluasi
kinerja personel dalam jabatan. Namun sampai saat ini pemanfaatan SMK dalam hal
mutasi jabatan belum terlaksana dengan baik, sehingga hasil yang didapat dari
pemanfaatan SMK belum optimal.
a. Sistem pelaksanaan SMK
1) Pemahaman tentang SMK belum merata dan rendah. Pemahaman tentang
SMK yang belum merata di anggota Polri tentunya akan menimbulkan
persepsi yang berbeda-beda bagi anggota. Pemahaman ini diperlukan agar
penilaian kinerja personel dapat dilaksanakan dengan objektif. Masih ada
anggapan bahwa SMK dapat menjadi sarana menjatuhkan personel yang
dinilai, sehingga pelaksanaan penilaian kinerja melalui SMK tidak
menggambarkan kinerja personel yang sebenarnya karena pejabat penilai
tidak ingin di anggap sebagai penghambat karier dengan memberikan
penilaian tidak sesuai dengan harapan pejabat yang dinilai.
2) Kepedulian terhadap SMK masih rendah. Sikap kepedulian yang masih
rendah tergambar dari kewajiban pelaporan SMK ke bagbinkar biro SDM
Polda Y persemester yang selalu terlambat. SMK dibuat apabila diminta
oleh satuan atas atau karena kebutuhan pendidikan atau kenaikan pangkat.
Pelaksanaan pembuatan SMK selam ini cenderung menyerahkan kepada
staf renmin untuk mengerjakannya, SMK sering dipandang sebagai
formalitas saja tidak lebih dari persyaratan administrasi yang lain.
Sewajaranya SMK saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang wajib
dilaksanakan dengan benar dan obyektif.
3) Penilaian belum objekif. Penilaian yang dilaksanakan selama ini cenderung
tidak di dasari pada kesepakatan kerja yang seharusnya di buat pada awal
semester penilaian. Pejabat penilai memeberikan penilaian berdasarkan
pengamatan saja tanpa di dukung standar ukuran kinerja, dengan demikian
SMK yang dibuat cenderung subyektif. Tidak berdasarkan capaian kerja
sesuai target yang di tentukan.
4) System penilaian yang dilaksanakan dalam SMK cukup transparan, pejabat
yang dinilai telah mengetahui standar penilaian yang akan dilakaukan oleh
36

pejabat penilai terutama pada factor kinerja generic yang di berlakukan


sama terhadap seluruh anggota. Terdapat kekurangan pada penilaian
kinerja spesifik dimana pejabat yang dinilai tidak memahami kriteria yang
telah ditentukan dan penentuan dilakukan oleh pejebat pengemban fungsi
SDM. Sehingga system penilaian belum mencerminkan transparansi secara
optimal.
5) Hasil penilaian belum akuntable. Hal ini tercemin pada system penilaian
yang di berikan tidak dilakukan secara kontinyu dan periodic sesuai dengan
ketentuan setiap semester, tapi SMK dibuat apabila ada pengajuan dari
personel yang akan menggunakan melalui pejabat pengemban fungsi SDM.
Penilaian dilakukan seketika itu, tidak mengikuti kaidah penilaian, dengan
menyesuaikan capaian kinerja yang terukur dan capaian kinerja berdasarkan
renja polres serta penyerapan anggaran yang sudah dilakukan selama
semester berlangsung.
6) SMK yang sudah diterapkan cukup proporsional dan adil dimana pejabat
penilai melakukan penilaian disesuaikan dengan beban tugaas dan
tannggung jawab kerja personel atau pejabat yang dinilai, meskipun standar
penilaian baru berdasarkan pengamatan dan peruntah tugas yang di berikan
secara lisan, namun standar penilaian telah dilkukan berdasarkan runag
jabatan, pangkat dan golongan personil atau pejabat yang dinilai.
b. Metode
1) Penyiapan.
Penyiapan kesepakatan kerja setiap awal bulan semester dibuat hanya
pada tataran jabatan Kapolres, wakapolres, dan kabag. Hal ini di
karenakan adanya kewajiban untuk mengirimkan kesepakatan kerja bagi
jabatan yang diduduki oleh perwira menengah ke bagbinkar biro SDM
Polda, sedangkan untuk jabatan kasat dan perwira yang lain hanya di
buat apabila digunakan untuk melaksannakkan penilaian keperluan
kenaikan pangkat dan pendidikan. Pejabat penilai, pejabat yang dinilai
dan rekan kerja tidak pernah melakukan penetapan kesepakatan kerja
sesuai ketentuan pada perkap 16 tahun 2011.
2) Bimbingan Kerja (coaching)
Kegiatan pemantaun kerja dilakukan berdasarkan pengamatan pada
target kerja yang ditetapkan dengan berdasar pada renja satuan, pejabat
37

penilai atau pimpinan tidak memiliki buku kerja atau panduan utnuk
mengetahui capain terhadap target yang sudah dii berikan. Sehingga
kinerja yang di capai oleh personel yang dinilai atau pejabat yang dinilai
tidak dapat di ukur dengan jelas. System penilaian pada semester
berjalan bersifat rutinitas. Dengan demikian penilaian tidak berjalan
dengan maksimal, subjektifitas sangat tinggi.

3) Evaluasi Kinerja
Penilaian dan evaluasi kerja dilakukan setiap bulan dengan
melaksanakan kegiatan rapat staf, namun evaluasi kerja tidak tercatat
dengan baik, cenderung hanya mengandalkan penyerapan anggaran rutin
yang di berikan berdasar RKA-KL. Polres X melakukan penerapan
tunjangan kinerja di kaitkan dengan penilaian pada SMK terhadap
personel yang tidak melaksanakan tugas ataupun tidak melaksanakan
apel pagi tanpa keterangan. Dalam penilaian pada jabatan kabag, kasat,
dan kapolsek di satker polres, belum ada yang penyertakan pelibatan
penilaian masyarakat dan rekan kerja lintas sektoral dalam SMK. Hal ini
adalah faktor yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam
menilai kinerja seorang pejabat publik. Karena hal ini mempengaruhi
keberhasilan tugas-tugas kepolisian yang dilaksanakan di tempat
tugasnya. Jika pun ada pejabat penilai yang mempertimbangkan
penilaian masyarakat dalam pembuatan SMK, hanya bersifat lisan tanpa
ada data akurat penilaian masyarakat termasuk rekan kerja lintas sektoral
di wilayah tempat tugas.
16. Implikasi.
SMK sebagai sarana penilain kerja di polres X masih terkendala baik
kualitas personel yang menjalankan SMK, pemahanan tentang SMK, anggaran
yang tersedia, serta metodenyang dilaksanakan. Dengan tidak optimalnya
pelaksanaan SMK di Polres X akan berdampak pada:
a. Timbulnya keraguan terhadap pejabat yang dinilai akan objektifitas penilain
terhadap kinerja yang dilkukan, akan menimbulkan turunya motivasi kerja
dan memandang tugas hanya sebagai tugas rutin dan hilanya motivasi untuk
berprestasi.
38

b. Personel akan cenderung mengandalkan pendekatan – pendekatan personal


terhadap pimpinan. Tentunya hal ini akan mempengaruhi profesionalisme
kerja personel.
c. Adanya anggapan bahwa berprestasi atau tidak hasilnya sama saja, kondisi
ini membuat pelaksanaan tugas kepolisian tidak berjalan maksimal. Timbul
banyak komplain dari masyarakat tentang pelayanan yang di berikan kepada
masyarakat.

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Langkah selanjutnya dilakukan diagnosa kinerja dengan menggunakan analisa


SWOT untuk mengetahui kondisi lingkungan internal yang diarahkan pada penilaian
kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang ada dan yang akan ada, dan
lingkungan eksternal yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threats) yang ada dan yang
mungkin ada terhadap organisasi. Penjelasan terhadap kedua lingkungan tersebut adalah
sebagai berikut :

17. Faktor Internal.


a. Kekuatan.
1) Adanya penilaian kinerja polri melalui SMK sesuai Perkap 16 tahun
2011 tentang SMK pada polri.
2) Adanya pemberian tunjangan kinerja kepada personel polri sesuai
Perkap 6 tahun 2011 tentang Tunjangan Kinerja Pada Polri
3) SMK sebagai salah satu kegiatan Program Penataan Sistem
Manajemen SDM dalam RBP Polri, menjadikan SMK sebagai kunci
dalam penilaian kinerja personel Polri.
4) Adanya komitmen bersama anggota Polri sebagai Pelayan Prima,
Anti KKN dan Anti Kekerasan yang menjadi tekad dan pedoman
39

anggota Polri untuk memberikan pengabdian terbaik dan


pelaksanaan tugas yang lebih baik kepada masyarakat.
5) Keseriusan pimpinan saat ini menggunakan SMK sebagai tolak ukur
penilaian kinerja anggota polri dalam rangka pemberian phunisment
and reward.
6) Adanya pendidikan dan latihaan untuk tugas fungsi SDM Polri.
7) Tingginya motivasi personel untuk bertugas pada level jabatan
tertentu, akan mendukung peningkatan kinerja.

b. Kelemahan..
1) Pemahaman yang minim dan tidak merata tentang SMK oleh
personel, menimbulkan persepsi yang berbeda dengan tingkat
subjektifitas tinggi.
2) Kepedulian personel akan pentingnya SMK masih rendah, dan
masih menganggap SMK hanya sebagai syarat administrasi saja.
3) Lemahnya kualitas Personel dalam penerapan SMK hal ini di
tunjukkan belum adanya personel yang telah mendapat pelatihan
tentang SMK.
4) Belum adanya anggaran yang di alokasikan khusus untuk
mendukung kegiatan yang berkaitan dengan penerapan SMK.
5) Belum adanya petunjuk pertelahaan tugas yang tepat terutama
dalam menentukan penilaian kinerja spesifik.
6) Belum ada acuan yang digunakan untuk bisa melibatkan penilaian
masyarakat dan rekan kerja lintas sektoral sebagai bahan
pertimbangan evaluasi kinerja pejabat pada jabatan tertentu yang
dinilai.

18. Faktor Eksternal.


a. Peluang.
1) Kuatnya tuntutan, harapan dan dorongan masyarakat agar polri
professional dalam melaksanakan tugas – tugas kepolisian.
2) Keinginan harapan masyarakat terhadap polres X auntuk
meningkatkan kinerja dalam melayanai masyarakat , memebrikan
pelayanan prima serta bebas dari KKN.
40

3) Dukungan pemerintah daerah dan instansi terkait serta masyarakat


dalam berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah
masing- masing.
4) Komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan clean govermment
and good governance.
5) Adanya perguruan tinggi negeri dan swasta di wilayahh hokum
polres X dan dukungan dari pihak akademisi agar polri dapat
professional dan meningkatkan kinerja.

b. Kendala..
1) Masih terdapatnya penilaian negatif serta sikap apriori, apatisme,
pesimisme dan bahkan sinisme dari sebagian kecil anggota
masyarakat terhadap program-program Polri yang dianggap hanya
pencitraan saja
2) Munculnya kekhawatiran masyarakat bahwa kebijakan-kebijakan
yang digulirkan Polri hanya sebatas wacana atau retorika belaka,
sedangkan implementasinya tetap jauh atau bahkan menyimpang
dari yang telah digariskan.
3) Subjektifitas sebagian masyarakat masih tinggi akibat dari sikap
kekerabatan yang kuat.
4) Sikap yang cenderung tidak konsisten masyarakat terhadap polri,
yang timbul akibat benturan kepentingan dengan tugas-tugas polri.

BAB V
KONDISI IDEAL PELAKSANAAN SMK POLRES X YANG DIHARAPKAN

19. Sumber Daya Manusia.


a. Kuantitas.
41

Secara keseluruhan agar dapat tercapainya kinerja yang maksimal


dan efektif, jumlah personel di sesuaikan dengan kondisi masyarakat yang
akan di layani. Untuk berjalannya SMK secara efektif maka dibutuhkan
penempatan pada jabatan perwira sehingga tidak ada kekosongan. Dengan
terisinya jabatan perwiraa sesuai dengan persyaratan atau ketentuan akan
memudahkan dalam pelaksanaan pengawasan kinerja personel di lapangan.

b. Kualitas.
Untuk optimalnya pelaksanaan SMK guna meningkatkan
profesionalisme kerja polres X, maka di tuntut adanya peningkatan kwalitas
personel yang tersedia:

1) Latar belakang personel perwira di harapkan mayoritas lulusan


perguruan tinggi atau Sarjana Hukum (S1) dan telah mengikuti
pendidikan kejuruan baik tingkat dasar maupun tingkat lanjutan,
dengan demikian akan mempermudah pemahaman dan penerapan
SMK dan memiliki etos kerja yang baik.
2) Pada level penyelia atau level perwira telah memilikki kemampuan
analisa dan melakukan penilaiian yang objektif terhadap
bawahannya.
3) Memiliki kemampuan untuk memberikan pembinaan , sebagai
contoh dan panutaan dalam melaksanakan tugas,mampu
menggunakan tehnologi yang tersedia, mampu berinovasi,dan dapat
memenuhi kriteria profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.
4) Pemahaman dan pengetahuan yang memadai tentang Sistem
Penilaian Kinerja, dan memiliki pedoman pertelahaan tugas masing-
masing maupun bawahannya sehingga tidak kesulitan dalam
menetapkan kesepakatan kinerja.

20. Anggaran.
Dukungan anggaran disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat di
pergunakan secara efektif dan efisien, anggaran tersebut terkait langsung dengan
SMK antara lain:
a. Diharapkan adanya pemenuhan kebutuhan anggaran yang dituangkan dalam
DIPA Satker Polres X untuk mendukung pelaksanaan penerapan SMK.
b. Adanya anggaran terkait dengan pelatihan praktek SMK yang dilakukan secara
bertahap dengan mendahulukan level perwira dan bintara yang menduduki
42

jabatan perwira. Mengingat level penyelia dalam hal ini pada penilaian SKM
berkedudkuna sebagai pejabat penilai, sehingga lebih cepat memahami kriteria
penilaian generic dan spesifik.
c. Adanya anggaran khusus ututk melaksanakan rapat dalam menentukan
pertelahaan tugas baik perwira maupun bintara, setidaknya dapat membuat
pedoman baku setidaknya 5 faktor kinerja spesifik sehingga pejabat penilai
memiliki pedoman untuk membuat kesepakatan kinerja dengan anggota setiap
awal periode SMK.
d. Adanya dukungan anggaran khusus ATK giat SMK terlepas dari ATK rutin,
hal ini disebabkan kebutuhan untuk ATK dalam melaksanakan SMK sangat
banyak, dimana pada satu pejabat yang dinilai akan membutuhkan berkas
SMK sebaanyak minimal tiga rangkap berkas.
e. Adanya anggaran untuk menyiapan sarana penyimpanan file berkas SMK baik
dalam bentuk hard copy maupun soft copy.
f. Perlu di sediakan anggaran untuk malaksanakn rapat koordinasi dalam rangka
kerja sama baik dengan instansi terkait maupun akademisi berkaitan dengan
tehnik penilaian dan pejabat pada level tertentu oleh rekan kerja lintas sektoral
dan masyarakat yang dilayani.

21. Penerapan Sistem dan Metode SMK guna mendukung profesionalisme kerja
di Polres X.
Sistem dan metode sejak adanya perkap nomor 6 tahun 2010 tentang
Tunjangan Kinerja pada Polri dan di berlakukannya perkap nomor 16 tahun 2011
tentang Sistem Manajemen Kinerja pada Polri. Di harapkan adanya sinergitas
penerapan di antara kedua perkap ini Karenna merupakan bagian dari penataan
aparatur dalam RBP, arah kebijakan SDM mulai mengedepankan kopetensi dan
profesionalisme kinerja. Pemanfaatan SMK sebagai faktor utama dalam penilaian
kinerja di harapkan dapat di pergunakan di setiap level manajemen SDM yang ada.
Mulai dari pendidikan dan kenaikan pangkat, penggunaan personel terutama
penempatan dalam jabatan tertentu, SMK digunakan mulai dari penyiapan personel,
penempatan dan pemanfaatan personel, sampai dengan evaluasi kinerja personel
dalam jabatan. Dengan demikian maka profesionalisme kerja unruk tercapainya
pelayanan prima kepolisian dapat terwujud.
b. Sistem pelaksanaan SMK
43

1) Pemahaman tentang SMK dapat dipahami secara merata oleh seluruh level
anggota polri, untuk memiliki persamaan pemahaman. Dengan demikian
penerapan dalam penilaian SMK dapat di lakukan dengan seobjektif
mungkin. Serta menghindari pemhaman bahwa SMK adalah sarana untuk
menghambat karier seseorang tetapi dapat memandang SMK aebagai saran
untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, tanooa adanya
kekawatiraan bahwa pimpinan akan berlaku subjektif dalam penilaian
SMK.
2) Kepedulian terhadap SMK harus dimiliki oleh seluruh personel polri
terutama level perwira dengan posisi sebagai penyelia, SMK harus di
pandang sebagai factor penting dalam menentukan arah gerakdan capaian
kinerja organisasi. Karena kinerja individu dalam suatu organisasi akan
mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.. Sewajaranya SMK
saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang wajib dilaksanakan dengan
benar dan obyektif.
3) Penilaian objekif. Penilaian yang dilaksanakan di dasari pada kesepakatan
kerja yang di buat pada awal semester penilaian. Pejabat penilai
memeberikan penilaian selama semester berjalan, dilakukan dengan
berpedoman pada standar penilaian yang dimiliki oleh pejabat penilai
berdasarkan capaian kerja sesuai target yang di tentukan.
4) System penilaian yang dilaksanakan dalam SMK transparan, pejabat yang
dinilai wajib mengetahui standar penilaian yang akan dilakukan oleh
pejabat penilai baik itu pada factor kinerja generic maupun spesifik.
5) Hasil penilaian akuntable. Dimana kinerja yang dilkukan dapat diukur dan
dapat di pertanggung jawabkan baik target yang dicapai maupun anggaran
yang di gunakan selama melaksanakan capaian target kerja tersebut.
6) SMK harus proporsional dan adil dimana pejabat penilai melakukan
penilaian disesuaikan dengan beban tugaas dan tanggung jawab kerja
personel atau pejabat yang dinilai, standar penilaian dilkukan berdasarkan
ruang jabatan, pangkat dan golongan personil atau pejabat yang dinilai.
c. Metode
4) Penyiapan. Penyiapan kesepakatan kerja setiap awal bulan semester dibuat
bertujuan untuk menetapkan target kinerja yang sesuai dengan rencana
organisasi, serta di peroleh dengan kesepakatan bersama antara atasan dan
44

bawahan untuk mencapai komitmen dan rasa memiliki secara bersama-


sama. Dalam tahapan ini didefinisikan tanggung jawab jabatan dan
ekspektasi terhadap pekerjaan, sehingga jelas bagi individu pemegang
jabatan:
a) PP mempelajari formulir penilaian kinerja dan uraian jabatan yang
berlaku;
b) PYD mempelajari formulir penilaian kinerja dan memahami faktor
kinerja yang dinilai;
c) PP menjelaskan maksud, tujuan, manfaat, dan jenis Penilaian Kinerja
kepada PYD;
d) PP bersama RK dan PYD mengidentifikasi dan menjelaskan penilaian
10 (sepuluh) faktor kinerja generik pada periode berjalan;
e) PP bersama PYD mengidentifikasikan dan menyepakati 5 (lima) tugas,
fungsi dan tangungjawab yang dijadikan faktor Penilaian Kinerja
spesifik pada periode berjalan; dan
f) PP menjelaskan secara detail tugas fungsi dan tanggung jawab PYD
berdasarkan dokumen uraian jabatan yang dinilai dan pedoman Standar
Kinerja.
5) Bimbingan Kerja (coaching). Kegiatan pemantauan kerja dilakukan secara
berkelanjutan, bertujuan mendiskusikan dan memberi dukungan terhadap
capaian target yang telah di tentukan. Dalam tahapan ini pejabat penilai atau
atasan mendokumentasikan dan mengobservasi hasil kerja pejabat yang
dinilai atau bawahan. Memberikan bimbingan untuk mengataasi hambatan
dalam mencapai target kinerja yang telah di tentukan, merencanakan
program latihan untuk meningkatkan kopetensi, melukan penekanan dan
dukungan terhadap prilaku yang efektif dan menunjang pencapaian target.
Kegiatan pemantauan dan pembimbingan meliputi:
a) PP membuat catatan mengenai pelaksanaan tugas PYD terutama kinerja
yang di atas dan/atau di bawah standar;

b) PP memberikan arahan dan petunjuk untuk memperbaiki kinerja PYD


bagi yang memiliki kinerja perlu perbaikan;

c) PP memanggil PYD yang memiliki kinerja dibawah standar untuk


diberikan bimbingan, motivasi kerja, dan jika diperlukan memberikan
45

rekomendasi untuk mengikuti program pembinaan

6) Evaluasi Kinerja. Penilaian dan evaluasi kerja dilakukan bertujuan


mengevaluasi kinerja actual yang di capai dan membandingkan dengan
rencana kerja yang telah ditetapkan sesuai target kinerja. Umpan balik
terhadap pencapaian kinerja tersebut menjadi dasar untuk mengidentifikasi
kopetensi apa yang perlu di kembangkan selanjutnya pad siklus berikutnya.
Penilaian Kinerja pegawai dilaksanakan berdasarkan penilaian FG dan FS.
Faktor penilaian kinerja generik diberlakukan sama untuk seluruh pegawai.
Faktor penilaian kinerja spesifik berbeda antara pegawai satu dengan
lainnya, yang didasarkan atas tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab
jabatan masing-masing.
a) Penilaian kinerja generik menilai 10 (sepuluh) faktor kinerja,
meliputi:
(1) kepemimpinan;
(2) jaringan sosial;
(3) komunikasi;
(4) pengendalian emosi;
(5) agen perubahan;
(6) integritas;
(7) empati;
(8) pengelolaan administrasi;
(9) kreativitas; dan
(10) kemandirian.

b) Penilaian kinerja spesifik didasarkan atas kesepakatan antara PP


dengan PYD yang mencakup 5 (lima) faktor kinerja sesuai dengan
tugas, fungsi dan tanggungjawabnya.

c) 5 (lima) faktor kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu


kepada penetapan kinerja tahunan yang telah ditetapkan oleh masing-
masing satuan kerja.
Dalam penilaian pada jabatan kabag, kasat, dan kapolsek di satker polres,
dengan menyertakan pelibatan penilaian masyarakat dan rekan kerja lintas
sektoral dalam SMK. Melalui pengambilan data yang dilkukan oleh pejabat
pengemban fungsi SDM, dan bekerja sama dengan Universitas melalui
mahasiswa pelaksana KKL. Data yang di peroleh di kumpulkan dan di kaji
46

sebagai masukan pertimbangan pejabat penilai ataupun atasan penilai dalam


menentukan pemberian penilaian SMK terhadap personel atau pejabat yang
dinilai. Hal ini merupakan suatu terobosan baru utuk mengikut sertakan
masyarakat unntuk memberikan penilaian secara resmi kepada pejabat
tertentu yang mnduduki jabatan dengan fungsi tugas berkaitan langsung
dengan masyarakat yang dilayani ataupun pejabat instaansi terkait yang
menjadi rekaan kerja di lapangan. Namun dalam perkap 16 tahun 2011
belum di atur sehingga di butuhkan payung hukum dalam penerapannya.

22. Kontribusi
Dengan dilaksanakan penerapan SMK secara objektif sebagai factor yang
berpengaruh untuk menilai kinerja individu atau pejabat dalam satuan kerja, maka
personel atau pejabat akan melaksanakan tugas sesuai target yang di tentukan
dengan mengikuti kaedah dengan meningkatnya motivasi kerja personel maka
peningkatan profesionalisme kerja dapat tercapai dan pelayanan prima kepolisisan
yang di berikan kepada masyarakat akan terwujud. Hal ini dapat diidentifikasi
dengan adanya indikator-indikator sebagai berikut :

d. Menurunnya komplain yang dilayangkan masyarakat terhadap kinerja


Polri terutama menyangkut profesionalisme dan watak/budaya kerja
personil dalam memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada
masyarakat, pemeliharaan kamtibmas, dan penegakan hukum.
e. Pelaksanaan tugas dan capaian kinerja akan tercapai sesuai dengan target
yang telah di tentukan bersama
f. Motivasi kerja personel akan meningkat, karena adanya keingginan untuk
berprestasi secara profesional.
Dengan adanya indikator-indikator sebagaimana yang telah disebutkan
diatas, sehingga baik langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pelayanan
prima yang di berikan Polri.

BAB VI
47

UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM OPTIMALISASI SISTEM MANAJEMEN


KINERJA GUNA MENINGKATKAN
PROFESIONALME KERJA POLRES X

Dalam rangka optimalisasi Sistem Manajemen Kinerja guna meningkatkan


Profesionalisme kerja Polres X maka diperlukan langkah-langkah strategis untuk
mewujudkannya, mulai dari visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, strategi dan upaya
(action plan) sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini, antara lain :

Visi dan Misi.

23. Visi.

Visi Polres Polres X adalah : ”Terwujudnya profesionalisme kerja, didukung


manajemen kinerja yang handal dalam rangka pelayanan prima.”

24. Misi.
a. Membangun dan membina Sumber Daya Manusia Polres Polres X yang
professional, bermoral, patuh hukum, dan mahir.
b. Melaksanakan manajemen kinerja melalui penerapan SMK yang objektif,
transparan, proporsional , dan akuntable.

25. Tujuan dan Sasaran.

a. Tujuan.
1) Mewujudkan Sumber Daya Manusia Polres Polres X yang
professional, bermoral, patuh hukum, dan mahir.
2) Mewujudkan profesionalisme kerja yang handal.
3) Mewujudkan sistem manajemen kinerja yang objektif, transparan,
dan akuntable.
4) Mewujudkan sinergitas dan kemitraan masyarakat yang harmonis.
b. Sasaran.
1) Tersedianya SDM dan system yang handal dalam mengoptimalkan
Sistem Manajemen Kinerja polres X.
2) Tersedianya Sistem dan metode yang tepat, efektif dan efisien serta
objektif dalam menerapkan Sistem Manajemen Kinerja.
3) Tersedianya system penganggaran yang tepat dalam mendukung
penerapan Sistem Manajemen Kinerja.
48

4) Terwujudnya personel yang professional dalam pelaksanaan tugas


kepolisian, melayani masyarkat.
5) Terwujudnya partisipasi aktif masyarkat guna tercapainya
poelayanan prima.

26. Kebijakan
a. Melaksanakan pelatihan peningkatan kemampuan penerapan Sistem
Manajemen Kinerja yang objektif.
b. Menerapkan SMK secara objektif sebagai sarana penilaian kinerja personel.
c. Melaksanakan penganggaran untuk mendukung kegiatan penerapan SMK
secara berkelanjutan.
d. Melaksanakan transparansi dan akuntabilitas kinerja, dan pelayanan prima.
e. Memantapkan tatakelola pencegahan dan pemeliharanan kamtibmas dengan
prinsip kemitraan.

27. Strategi

INTERNAL KEKUATAN (STRENGTH) KELEMAHAN (WEAKNESS)


1. Adanya Perkap 16 tahun 2011 7) Pemahaman yang minim dan tidak
tentang SMK pada polri. merata tentang SMK.
2. Adanya Perkap 6 tahun 2011 8) Kepedulian personel akan
tentang Tunjangan Kinerja pentingnya SMK masih rendah,
Pada Polri 9) Lemahnya kualitas Personel dalam
3. SMK sebagai salah satu penerapan SMK
kegiatan Program Penataan 10) Belum adanya anggaran yang di
Sistem Manajemen SDM dalam alokasikan khusus untuk SMK.
RBP Polri, menjadikan SMK 11) Belum adanya petunjuk
sebagai kunci dalam penilaian pertelahaan tugas yang tepat
EKSTERNAL kinerja personel Polri. terutama dalam menentukan
4. Adanya komitmen anggota penilaian kinerja spesifik.
Polri sebagai Pelayan Prima, 12) Belum ada acuan yang digunakan
Anti KKN dan Anti Kekerasan untuk bisa melibatkan penilaian
5. Keseriusan pimpinan saat ini masyarakat dan rekan kerja lintas
menggunakan SMK. sektoral sebagai bahan
6. Adanya pendidikan dan pertimbangan evaluasi kinerja
latihaan untuk tugas fungsi pejabat pada jabatan tertentu yang
SDM Polri. dinilai.
7. Tingginya motivasi personel
untuk bertugas pada level
jabatan tertentu

STRATEGY (SO) STRATEGY (WO)


49

PELUANG (OPPORTUNITY)
6) Kuatnya tuntutan, harapan dan 1. Melaksanakan koordinasi dan 1. Meningkatkan kualitas
dorongan masyarakat agar Rakor dengan instansi terkait kemampuan personel dalam
polri professional dalam khususnya pejabat yang memahami SMK. (W1+O2)
melaksanakan tugas – tugas menjadi rekan kerja lintas
kepolisian. sektoral guna meningkatkan 2. Meningkatkan alokasikan
7) Keinginan harapan masyarakat kinerja personel pada dukungan anggaran yang
terhadap polres X auntuk jabatanan tertentu. (S1,S2 + mencukupi untuk
meningkatkan kinerja dalam mendukung upaya
O3,O4)
melayanai masyarakat ,
optimalisasi SMK .(W4+O1)
memebrikan pelayanan prima
2. Menjalin kerjasama dan
serta bebas dari KKN.
koordinasi dengan instansi
8) Dukungan pemerintah daerah
dan instansi terkait serta terkait untuk meningkatkan
masyarakat dalam berperan kualitas personel yang
aktif menjaga keamanan dan menduduki jabatan tertentu.
ketertiban di wilayah masing- (S3+O2,O5)
masing.
9) Komitmen pemerintah untuk
menyelenggarakan clean
govermment and good
governance.
10) Adanya perguruan tinggi
negeri dan swasta di wilayahh
hokum polres X dan dukungan
dari pihak akademisi agar polri
dapat professional dan
meningkatkan kinerja.
ANCAMAN (THREATS) STRATEGY (ST) STRATEGY (WT)
5) Masih terdapatnya penilaian
negatif serta sikap apriori, 1. Menerapkan SMK secara 1. Menyusun dan
apatisme, pesimisme dan menyempurnakan petunjuk
bahkan sinisme dari sebagian objektif, transparan, dan
teknis dan SOP pelaksanaan
kecil anggota masyarakat akuntable serta
SMK dengan memasukan
terhadap program-program berkelanjutan
Polri yang dianggap hanya peran serta masyarakat
(S1,S2+T1,T3) dalam pemberian penilaian
pencitraan saja
6) Munculnya kekhawatiran (W6+T3,T4)
masyarakat bahwa kebijakan-
kebijakan yang digulirkan Polri
hanya sebatas wacana atau
retorika belaka, sedangkan
implementasinya tetap jauh
atau bahkan menyimpang dari
yang telah digariskan.
7) Subjektifitas sebagian
masyarakat masih tinggi akibat
dari sikap kekerabatan yang
kuat.
8) Sikap yang cenderung tidak
konsisten masyarakat terhadap
polri, yang timbul akibat
benturan kepentingan dengan
tugas-tugas polri.

Strategi yang dirumuskan dalam optimalisasi SMK guna meningkatkan


profesionalisme kerja, dilaksanakan melalui beberapa tahapan strategi berdasarkan
asas prioritas yakni:
50

a. Jangka Pendek 0-6 bulan :


1) Meningkatkan kemampuan kwalitas personel dalam memahami
SMK
2) Menyusun dan menyempurnakan petunjuk teknis dan SOP
pelaksanaan SMK dengan memasukan peran serta masyarakat
dalam pemberian penilaian.

b. Jangka Sedang 0-12 bulan :


1) Meningkatkan alokasikan dukungan anggaran yang mencukupi
untuk mendukung upaya optimalisasi SMK.
2) Melaksanakan koordinasi dan Rakor dengan instansi terkait
khususnya pejabat yang menjadi rekan kerja lintas sektoral guna
meningkatkan kinerja personel pada jabatanan tertentu
c. Jangka Panjang 0-24 bulan:
1) Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait
untuk meningkatkan kualitas personel yang menduduki jabatan
tertentu.
2) Menerapkan SMK secara objektif, transparan, dan akuntable
serta berkelanjutan.

28. Upaya implementasi (action plan)


a. Jangka Pendek (0-6 bln) :
1) Meningkatkan kemampuan kwalitas personel dalam memahami SMK.
a) Menyiapkan personel yang akan ditugasakan.
b) Menyiapkan program penugasan dan jenis kegiatan yang tepat.
c) Melaksanakan pelatihan kemampuan keterampilan manajemen kinerja
tentang SMK sesuai perkap 16 tahun 2011.
d) Melaksanakan pengandalian dan penilaian
2) Menyusun dan menyempurnakan petunjuk teknis dan SOP pelaksanaan
SMK dengan memasukan peran serta masyarakat dalam pemberian
penilaian.
a) Menyiapkan personel yang akan ditugasakan.
b) Membentuk pokja penyusun SOP
51

c) Menyiapkan dan melaksanakan rapat pokja penyusunan SOP.


d) Melaksanakan pengesahan SOP dan sosialisasi.
e) Melaksanakan pengandalian dan penilaian

b. Jangka Sedang (6 – 12 bulan):


1) Meningkatkan alokasikan dukungan anggaran yang mencukupi untuk
mendukung upaya optimalisasi SMK.
a) Melaksanakan evaluasi giat sasaran 1 pada jangka pendek
b) Melanjutan strategi jangka pendek yang belum selesai
c) Melakukan rapat pokja untuk menyusun rencana kebutuhan anggaran
SMK.
d) Menyiapakan usulan rancangan kebutuhan anggaran SMK.
e) Mengajukan revisi anggaran pada tahun berjalan
f) Mengajukan usulan dukungan anggaran pada periode tahun anggaran
berikutnya.
2) Melaksanakan koordinasi dan Rakor dengan instansi terkait khususnya
pejabat yang menjadi rekan kerja lintas sektoral guna meningkatkan kinerja
personel pada jabatanan tertentu
a) Menyiapkan piranti lunak.
b) Melaksanakan koordinasi dan penyusunan panitya.
c) Menyusun kebutuhan anggaran
d) Melaksanakan Rakor dengan instansi terkait.
e) Melakukan evaluasi program
.
c. Jangka Panjang (12 – 24 bulan) :
1) Menjalin kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait untuk
meningkatkan kualitas personel yang menduduki jabatan tertentu.
a) Melakukan evaluasi program jangka pendek dan menengah ,
melanjutkan program yang belum tercapai
b) Menyiapkan piranti lunak.
c) Melakukan MOU dan pakta integritas bersama.
d) Melakukan sosialisasi.
e) Melaksanakan kerjasama dan penilaian.
f) Melakukan evaluasi program
52

2) Menerapkan SMK secara objektif, transparan, dan akuntable serta


berkelanjutan.Terapkan sistem pertanggung jawaban yang tepat adm
a) Melakukan pendataan.
b) Menyiapkan perencanaan penerapan system
c) Melaksanakan system pertanggung jawaban yang tepat administrasi.
d) menggunaan system dengan efektif dan efisien.
e) Melaksanakan pengawasan penggunaan untuk reward and phunisment
berkelanjutan.
BAB VII

PENUTUP

29. Kesimpulan.
a. Secara kwantitas dan kwalitas personel dalam melaksanakan Sistem
Manajemen Kinerja sangat minim, untuk itu di buthkan pelatihan dan
pemahaman yang merata tentang SMK dan Pentingnya SMK terhaadap
profesionalisme kerja organisasi dan meningkatkan kinerja perorangan
dalam organisasi.
b. Alokasi anggaran yang ada tidak mendukung pelaksananaan SMK secara
berkelanjutan, dan diperlukan langkah kongkrit dengan melakukan revisi
dipa pada tahun berjalan utntuk mempercepat pelaksanaan dan penerapan
SMK secara objektif. Untuk selanjutnya dapat di usulkan untuk
dianggarkan pada dipa tahun berikutnya.
c. Sistem dan metode yang diterapkan dalam pelaksanaan SMK belum efektif
dan terkesan ketidak pedulian terhadap SMK itu sendiri, di butuhkan
standard penilaian yang baku dan terukur yang dapat dijadikan pedoman
oleh pejabat penilai terutama pada penilan kinerja spesifik, disamping itu di
butuhkan buku panduan utnuk melaksanakan SMK secara objektif. Perlu
adanya pelibatan masyrakat dan pejabat instansi sebagai rekan kerja lintas
sektoral mengingat terdapat beberapa jabatan tertentu yang tidak memiliki
rekan kerj internal dalam memberikan penilaian SMK.

30. Rekomendasi.
a. Untuk mengoptimalkan SMK dengan melibatkan masyarakat dalam
memberikan penilaian terhadap pejabat yang menduduki jabatan tertentu,
53

mengususlkan ke pada kapolda untuk menerbitkan keputusan kapolda


tentang penilaian oleh rekan kerja lintas sektoral dan masyarakat sebagai
bahan pertimbangan penilaian SMK oleh pejabat penilai.
b. Mengusulkan kepada kapolda untuk memasukkan anggaran SMK pada
anggaran dipa satker dan mengajukan adanya pelatihan berkelanjutan dari
mabes polri tentang tatalaksana SMK yang benar sesuai Perkap 16 tahun
2011.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku.

Gunawan, Budi. 2006. Membangun Kompetensi Polri, Jakarta: YPKIK

Heene, Aime 2005. Management Strategik Keorganisasian Publik, Bandung: PT. Refika
Aditama.

Karyoso. 2005, Manajemen Perancanaan dan Penganggaran, Jakarta: PTIK Press dan
Restu Agung

Kuncoro, M. Hari. 2014, Kenapa Bukan Saya- sisbinkar Polri dalam bingkai fit & proper
test, Jakarta: Pensil-324

Poerwadarminta,1995. KamusUmumBahasa Indonesia. Jakarta: BalaiPustaka

Pearce II, Jhon and Robinson 2013. Strategic Management , formulation, implementation,
and control, Mc.Graw-Hill Education (Asia).

Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta-, Gramedia
Pusaka Utama.
54

Sulistiyani,Ambar Teguh.2009.Manajemen Sumber Daya Manusia. Konsep , Teori


dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Yogyakarta: Graha
Ilmu

B. Dokumen

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Keputusan Kapolri No. POL. : KEP/53/X/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Satuan-Satuan Organisasi Pada Tingkat Kepolisian Resort, Resta, Restabes

Keputusan Kapolri No 16 Tahun 2011 Tentang Penilaian Kinerja Bagi Pegawai


Negeri Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia Dengan Sistem
Manajemen Kinerja

Keputusan Kapolri No 6 Tahun 2010 Tentang Pemberian Tunjangan Kinerja Pada


Pegawai Negeri Pada Polri

Suwitri, Sri. 2004. Pelayanan Publik Dan Kebijakan Otonomi Daerah Di Indonesia. E-
jurnal Administrasi Publik Undip, JIAKP, Vol.1,No.1, Januari 2004: 76-85

Yuniningsih, Tri. 2004. Dasar-Dasar Pelayanan Instansi Pemerintah Menuju


Pelayanan Prima: Suatu Telaah Teoritis, E-junal Administrasi Publik
“Dialogue” JIAKP, Vol.1, No.1, Januari 2004 : 117-130

C. Sumber Lain

http://kbbi.web.id/profesionalisme di akses tanggal 6/7/2014 pkl 23.00wib


55
PELAYANAN
MANAJEMEN SDM PRIMA
MANAJEMEN STRATEGIS TERWUJUD
SWOT
KONSEP SMK

PENERAPAN
• SDM PENERAPAN
PROFESIO
•METODE SMK DI PROSES SMK DI
POLRES X POLRES X NALISME
•ANGGARAN OPTIMALISASI SMK SDH MENINGKAT
BLM
OPTIMAL POLRES X OPTIMAL

LINGKUNGAN
ORGANISASI
1

Anda mungkin juga menyukai