JUDUL
OLEH :
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
untuk memberikan keadilan dan motivasi dalam bekerja karena kinerja dan
profesionalismenya dihargai.
Kehati-hatian dalam memberikan penilaian terhadap kinerja yang dihasilkan personel akan
memberikan suatu keadilan yang nantinya berujung pada produktivitas organisasi,
sehingga harus diterapkan sistem penilaian yang jelas, transparan dan kredibel serta
bertanggung jawab. Penilaian yang asal–asalan atau tidak ada standar penilaian yang jelas
dinamisasi organisasi kurang tampak, karena semua personel beranggapan kerja baik atau
buruk sama–sama tidak ada pengaruhnya. Hal tersebut jelas akan sangat merugikan
organisasi, kedepan dalam mengembangkan agar lebih maju nantinya.
Kesadaran terhadap perubahan paradigma di dalam tubuh Kepolisian Negara Republik
Indonesia, cukup mendapat perhatian besar mulai dari pucuk pimpinan hingga bawahan
yang menjadi ujung tombak. Melihat akan arti pentingnya kualitas kehidupan lingkungan
kerja, maka pimpinan Polri perlu menyiapkan suatu perubahan mendasar sangatlah
diperlukan dalam mengelola Sumber Daya Manusia di dalam tubuh Polri
Kualitas kehidupan kerja merupakan esensi dari upaya Polri dalam meningkatkan
produktivitas. Karena peningkatan teknik dan teknologi kerja saja tidak akan dapat
berjalan tanpa didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya
manusia merupakan elemen kunci dalam strategi penanganan serta pengendalian
keamanan dan ketertiban masyarakat oleh Polri, dimana manajemen sumber daya manusia
telah dihubungkan dengan elemen-elemen strategis lainnya dalam organisasi.
Aspek yang melekat pada manusia seperti keahlian, motivasi, sikap dan perilaku menjadi
faktor kunci yang kritis untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kerja. Aspek
pribadi manusia dalam organisasi Polri harus memperoleh perhatian dan perlakuan yang
sama dari manajemen, dalam arti aspek penilaian prestasi kerja anggota Polri harus
dilakukan dengan baik dan adil.
Salah satu syarat utama penilaian prestasi kerja yang baik adalah kemampuannya untuk
memotivasi pegawai / anggota organisasi yang dinilai, hal ini dapat dicapai apabila
penilaian prestasi kerja tersebut benar-benar valid, terpercaya (reliable) serta mampu
membedakan mereka yang berprestasi baik dan buruk (reward and punishment), dilakukan
secara konsisten, hasil penilaian dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan pendidikan,
kenaikan pangkat, maupun promosi jabatan. Pengukuran prestasi kerja dalam lingkup
organisasi Polri yang ada saat ini disebut sebagai Daftar Penilaian (DAPEN).
DAPEN sebagai alat ukur yang diharapkan mampu menilai prestasi kerja anggota pada
masa lalu dan meramalkan hasil karya yang akan datang, DAPEN dituntut untuk
3
mengakomodasi berbagai kriteria penilaian yang berisi titik-titik penting yang akan dinilai
oleh seorang penilai. Berorientasi pada kinerja (excellence oriented) berbasis akan
kompetensi individu, menjunjung tinggi nilai profesi (Integritas), sistem yang dapat
ditelusuri jalurnya yang logis dan dapat diaudit mulai dari tingkat individu sampai Institusi
Polri (akuntabilitas), keterbukaan, kepercayaan, menghargai keragaman dan perbedaan
serta tidak diskriminatif (transparansi), memiliki dasar pengetahuan dan pengakuan
(kualifikasi), berbasis teknologi dan pengetahuan sesuai dengan tuntutan tugas Polri pada
semua tingkat, memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang sistematis (problem
solver), dengan demikian akan menguatkan paradigma baru yang berisi nilai nilai
kemandirian, keterbukaan dan profesionalisme.
PERKAP Nomor 16 Tahun 2011 tentang Penilaian Kinerja Bagi Pegawai Negeri
Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Sistem Manajemen Kinerja yang
dipergunakan Polri saat ini dirasakan oleh berbagai pihak terkait memiliki banyak
kelemahan, hasil evaluasi & kajian SSDM Polri terhadap implementasi Peraturan
Kapolri tersebut yg telah diimplementasikan selama 6 (enam) tahun masih belum dapat
dijadikan sebagai tolak ukur dalam pola Bin SDM Polri. Terutama menyangkut unsur
objektivitasnya dalam pembinaan karir, pendidikan pengembangan, kenaikan pangkat dan
pemberian tunjangan kinerja. Dalam teknis implementasinya SMK yang sekarang didapati
beberapa permasalahan antara lain yaitu sering dimanipulasi, cenderung subyektif, belum
mengakomodir tugas tambahan, penghargaan dan hukuman sebagai bagian dari penilaian
kinerja, dan pengukuran kinerja individu masih bersifat kegiatan dan belum dikaitkan
dengan kinerja organisasi dalam bentuk sistem. Dari uraian tersebut diatas, penulis
tertarik untuk mengambil judul penulisan NKP yaitu : ” OPTIMALISASI PENILAIAN
KINERJA PERSONIL BIRO SDM POLDA JAMBI MELALUI SIPK-SMK online
DALAM MEMBANGUN KOMPETENSI INDIVIDU GUNA MENDUKUNG
SISTEM PEMBINAAN KARIER ”
.
2. Permasalahan
Tulisan ini akan mengangkat permasalahan sebagai berikut: ” bagaimana
mengoptimalkan penilaian Kinerja Personil Biro SDM Polda jambi Dalam
Membangun Kompetensi Individu Guna Mendukung Sistem Pembinaan Karier ?”
4
3. Persoalan
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, maka diperoleh persoalan dalam
penulisan ini, yaitu:
a. Bagaimana kondisi sistem dan metode pelaksanaan SMK secara manual di
Polda Jambi?
b. Bagaimana membedakan personil yang berprestasi dengan yang tidak
berprestasi ?
c. Bagaimana mengetahui perkembangan kinerja personil pada tahun-tahun
sebelumnya ?
d. Bagaimana mengidentifikasi kompetensi personil dalam penempatan tugas
sebagai sistem pembinaan karier ?
4. Ruang Lingkup
Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa efektivitas yang ada saat ini masih
sangatlah rendah sebagai akibat belum tersedianya instrumen penilaian kinerja
maupun system yang mengkondisikan secara tepat (proper). Oleh sebab itu
pembahasan penulisan NKP ini menekankan kepada instrumen maupun sistem yang
mengkondisikannya. Penggunaan dimensi waktu dari Penilaian Kinerja Personil
pada saat ini, masa lalu di Biro SDM Polda Jambi dan faktor-faktor yang
mempengaruhi, serta upaya penilaian kinerja yang diharapkan agar adanya
pencatatan yang akurat terhadap prestasi kinerja secara terstandar dimana
kompetensi personil dapat terpetakan dan pembinaan karier akan lebih mudah dan
tepat sesuai kebutuhan Polri masa depan.
8. Pengertian – Pengertian
a. Sistem Manjemen Kinerja (SMK), yang selanjutnya disingkat SMK adalah
sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur kinerja pegawai
negeri pada Polri agar selaras dengan visi dan misi organisasi1
b. SIPK (Sistem Informasi Penilaian Kinerja) – SMK Online, Aplikasi penilaian
SMK yang memanfaatkan Tekhnologi Informasi berbasis Web dan Android.
c. Meningkatkan adalah menaikkan (derajat, taraf dan sebagainya), mempertinggi,
memperhebat (produksi, taraf) perihal atau cara melayani, service kemudahan.
(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi Kedua, Drs. Peter Salim 1995 )
1
Pasal 1 ayat 3 perkap no 16 th 2011 ttg SMK Polri
6
2
Pasal 1 ayat 3 perkap no 9 th 2016 ttg Sisbinkar anggota Polri
8
BAB II
LANDASAN TEORI
9. Teori Manajemen
G.R. Terry (1960) dalam Sulistiyani (2009; 8-15) mengatakan bahwa
“Manajemen adalah suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun
seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya ”. Dari definisi
Terry itulah kita bisa melihat fungsi manajemen menurut Terry, sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan
penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan..
b. Pengorganisasian (organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-
orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam
pekerjaan yang sudah direncanakan.
c. Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan
sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh
sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan.
d. Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari
organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi
penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan
efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.
Mengacu pada pendapat Robert Bacal (2002 : 3-4) pengertian manajemen kinerja
dalam konteks ini adalah proses komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang anggota Polri dengan penyelia
langsungnya, yakni atasan langsung yang berperan sebagai Penilai, dan atasan
penilai lainnya.
Manajemen Kinerja Polri yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi upaya
membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang :
1) Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para anggota Polri.
2) Seberapa besar kontribusi pekerjaan anggota bagi pencapaian tujuan
organisasi Polri.
3) Apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan dengan baik”.
4) Bagaimana anggota Polri dan penyelianya bekerja sama untuk
mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja
anggota yang sudah ada sekarang.
5) Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
6) Mengenali berbagai hambatan kinerja dan mengatasinya.
Hal hal tersebut di atas menurut Robert Bacal secara keseluruhan merupakan
sebuah sistem artinya memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus
diikutsertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai
tambah bagi organisasi, pimpinan maupun anggota. Yang utama dalam hal ini
adalah saling berbicara dan mendengarkan, dan kedua belah pihak sama sama
belajar dan mengembangkan diri.
Selanjutnya Robert Bacal (2002 : 6) menyatakan bahwa sering kali para atasan /
pimpinan menghadapi beberapa persoalan dalam pekerjaan antara lain:
5) Tidak adanya kesatuan pendapat diantara staf tentang siapa yang harus
mengerjakan apa dan siapa yang bertanggungjawab mengenai apa.
6) Para anggota memberikan informasi yang terlalu sedikit kepada
atasan pada saat dibutuhkan.
7) Terlambat menemukan masalah untuk dapat mencegahnya
berkembang lebih jauh.
8) Kualitas kinerja yang rendah.
9) Anggota mengulangi kesalahan yang sama.
Begitu halnya dengan para anggota di lapangan, pada umumnya para anggota juga
memiliki persoalan yang tak kalah rumitnya dengan mengacu pada apa yang
dikatakan oleh Robert Bacal (2002 : 9) antara lain :
1) Para anggota pada umumnya tidak tahu apakah mereka sudah bekerja
dengan baik dan benar atau belum.
12
Manajemen kinerja merupakan kunci untuk membuat rangkaian ini terlihat jelas
oleh semua orang.
Sebuah manajemen kinerja yang disusun dengan baik mencakup dokumentasi
masalah-masalah kinerja yang dibuat secara teratur, meliputi pencatatan bagaimana
masalah masalah kinerja ini dikomunikasikan kepada anggota yang bersangkutan
dan mencatat semua langkah positif yang diambil untuk memperbaiki keadaan
tersebut, akan sangat penting bagi proses pengawasan maupun pemeriksaan yang
dilakukan dalam Organisasi Polri.
2) Komunikasi Kinerja
Komunikasi Kinerja merupakan proses dua arah dalam manajemen kinerja untuk
menganalisa kemajuan, mengidentifikasi kendala bagi anggota dan memberi
informasi yang diperlukan untuk mencapai sukses bagi kedua belah pihak,
memberi jalan untuk bekerja sama mencegah timbulnya masalah, menyelesaikan
masalah yang terjadi, serta merevisi tanggung jawab kerja sebagaimana yang sering
diperlukan di tempat kerja.
Metode yang biasa dipakai dalam komunikasi kinerja antara lain :
a) Pertemuan status report singkat bulanan atau mingguan dengan setiap
anggota.
b) Pertemuan kelompok berkala, di mana setiap anggota melaporkan status
pekerjaan ataupun proyek / kegiatan mereka ataupun fungsi mereka.
c) Status report singkat yang tertulis secara berkala dari setiap anggota.
d) Komunikasi informal (pimpinan berkeliling dan bercakap- cakap dengan
setiap anggota).
e) Komunikasi khusus saat masalah timbul, atas kehendak anggota.
3) Pengumpulan Data, Pengamatan dan Dokumentasi
Pengumpulan data adalah sebuah proses manajemen kinerja untuk mendapatkan
informasi yang relevan bagi perbaikan dan pengembangan, baik secara individual
maupun organisasi. Pengamatan adalah sebuah cara mengumpulkan data.
Dokumentasi adalah proses mencatat data yang dikumpulkan agar siap dipakai,
sehingga tidak hilang.
19
sistem tersebut memaksa orang untuk bersaing satu sama lain dalam arti kata yang
sebenarnya.
Ada dua cara bagi seorang pegawai untuk mendapat peringkat yang lebih tinggi
dibandingkan rekan sekerjanya.
(1) Dengan menunjukkan kinerja yang lebih baik dan menghasilkan lebih
banyak prestasi.
(2) Membuat rekan sekerja (pesaing) nya menghasilkan kinerja yang lebih
buruk dan mencapai prestasi yang lebih sedikit dibandingkan dirinya. Terutama
bila dikaitkan dengan imbalan uang, memberikan dorongan pada para karyawan
untuk menginginkan rekan-rekan sekerja mereka menampilkan kinerja yang kurang
baik.
Sistem ini memiliki banyak cacat seperti yang dimiliki sistem penilaian. Kriteria
yang dipakai seringkali samar, walaupun pemberian peringkat ini dapat didasarkan
pada ukuran-ukuran yang objektif, seringkali peringkatnya sendiri amat subjektif
sifatnya.
3) Evaluasi Berdasarkan Tujuan dan Standar (Objective-based Evaluation)
Cara terbaik untuk mengevaluasi kinerja adalah dengan menggunakan tujuan,
standar ataupun target. Perencanaan kinerja sebaiknya mencakup penerapan target-
target bagi tiap anggota. Komunikasi yang berkesinambungan sebaiknya berfokus
pada perkembangan kearah pencapaian target-target tersebut, pengidentifikasian
masalah dan penanggulangannya
Evaluasi berdasarkan tujuan mengukur kinerja seseorang berdasarkan standar atau
pun target yang dirundingkan secara perorangan. Sasaran serta standar yang
ditetapkan semasa perencanaan kinerja itu ditulis untuk dapat diukur secara
objektif.
Sasaran dan standar itu ditetapkan secara perorangan agar memiliki fleksibilitas
yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan.
Selama proses perencanaan kinerja, pimpinan dan anggota bersama-sama
menyusun kriteria tiap fungsi mengenai tujuan, sasaran (target), dan standar-
standar. Pada saat evaluasi (tiap satu tahunan atau waktu tertentu) pimpinan dan
anggota meneliti setiap target ataupun standar untuk menentukan apakah anggota
telah berhasil mencapai semuanya itu. Kalau target dan standar tersebut jelas dan
dipahami dengan baik, maka proses ini biasanya berjalan lancar. Tetapi poin yang
terpenting adalah evaluasi berdasarkan sasaran ini bukanlah sekadar demi evaluasi
25
saja. Evaluasi ini memberikan dasar pada pimpinan dan anggota untuk membahas
kinerja manapun yang tidak memenuhi tujuan tersebut, untuk mendiagnosis
masalah apapun yang menyebabkannya, dan menemukan gagasan-gagasan guna
meminimalisir permasalahan tersebut.
a) Keuntungannya
(1) Sistem ini mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan
unit kerja.
(2) Sistem ini mengurangi kemungkinan terjadinya ketidak-sepakatan selama
pertemuan evaluasi kalau standar dan sasaran ditulis dengan baik selama proses
perencanaan kinerja.
(3) Sistem ini lebih mungkin menempatkan pimpinan dan anggota dipihak
yang sama.
(4) Sistem ini merupakan pendekatan terhadap evaluasi kinerja yang paling
mudah dibela secara hukum.
b) Kerugian
(1) Memakan waktu yang lebih banyak dibandingkan sistem yang lain, karena
perlunya menginventarisasi waktu di muka untuk melakukan perencanaan kinerja.
(2) Sistem ini meminta agar pimpinan dan anggota mengembangkan keahlian
dalam menuliskan serta standar yang penting dan dapat diukur. Dapat
menimbulkan lebih banyak pekerjaan administrasi ketimbang sistem lain.
(3) Seperti sistem manapun yang lain dapat disalahgunakan atau digunakan
secara sambil lalu saja oleh para pimpinan yang lupa pada tujuan mereka
melaksanakan evaluasi ini.
f. Motivasi Keberhasilan Individu
1) Umum
Motivasi pada umumnya melibatkan banyak dimensi karena motivasi berkaitan
dengan martabat manusia dalam segala dimensinya seperti perasaan, tuntutan
(kebutuhan-kebutuhan /needs), beban dan kemampuan. Karena itu konsep apa,
mengapa, dan bagaimana motivasi harus dipahami oleh semua orang yang
menduduki posisi pimpinan, administrator sebagai prasyarat untuk menciptakan
lembaga yang efektif.
Secara umum ada berbagai cara yang dapat dilakukan para administrator atau
pimpinan untuk membangkitkan motivasi bawahan dalam proses kerja. Berikut ini
26
ada beberapa hal yang sering dipergunakan untuk mempertinggi motivasi bawahan
sebagaimana dikutip oleh Sudarwan Danim (2004 : 41-42) antara lain :
a) Rasa hormat (respect). Para pimpinan/atasan dapat memberikan rasa hormat
maupun penghargaan kepada bawahan secara adil atas dasar prestasi, kepangkatan,
pengalaman dan sebagainya.
b) Informasi (information). Para pimpinan / atasan memberikan informasi
mengenai aktivitas organisasi, standar prestasi terutama tentang apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya, sebaiknya diinformasikan secara edukatif
dan persuasive.
c) Perilaku (behavior). Para pimpinan / atasan diusahakan dapat mengubah
perilaku sesuai dengan harapan bawahan dengan demikian dia mampu membuat
bawahan berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
organisasi. Berikan pujian kepada bawahan yang rajin dan berprestasi, sehingga
mereka berusaha dengan baik.
d) Hukuman (punishment). Para pimpinan / atasan memberikan hukuman
kepada staf yang bersalah di ruang terpisah. Jangan menghukum bawahan di depan
orang lain, baik di depan rekan kerja maupun orang luar. Hukuman yang diberikan
di depan orang banyak akan menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat.
e) Perintah (command). Para pimpinan / atasan sebaiknya memberikan perintah
laksana ajakan dan jika perlu diawali dengan contoh atau secara tidak langsung
(non directive command), karena bila perintah secara langsung yang seharusnya
“di-ya-kan” karena disampaikan secara salah akibatnya menjadi “di-tidak-kan”.
f) Perasaan (sense). Para pimpinan / atasan sebaiknya mempergunakan
perasaan dalam berinteraksi dengan bawahan. Perasaan yang dimaksud antara lain
rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersatu, rasa bersahabat, rasa diterima dalam
kelompok, dan rasa mencapai prestasi.
2) Motivasi dan Insentif
Perilaku memberi insentif merupakan bagian integral dari upaya memotivasi para
pegawai/anggota Polri terutama dilihat dari dimensi eksternal. Secara teoritis pada
saat tertentu manusia terangsang dengan insentif ekonomi (matrial incentives) atau
keuntungan-keuntungan ekonomi (economic rewards). Pada saat lain terangsang
dengan insentif yang bersifat nir-material (non material incentives). Beberapa
contoh jenis insentif sebagai berikut :
a) Insentif Material atau Ekonomi
27
(1) Uang.
(2) Barang yang dinilai dengan uang.
(3) Barang-barang lain.
b) Insentif Non Material
(1) Pujian.
(2) Penempatan yang sesuai dengan keahlian.
(3) Kesempatan promosi.
(4) Rasa berpartisipasi.
(5) Kondisi kerja yang menyenangkan.
(6) Kesehatan.
(7) Keamanan.
(8) Perumahan.
(9) Rekreasi, dan lain-lain.
c) Insentif Semi Material
(1) Piagam penghargaan.
(2) Diundang pada pertemuan khusus, karena keistimewaannya dengan diberi
biaya transportasi seperlunya.
(3) Pemberian tanda kenang-kenangan.
3) Motivasi dan Efek Tindakan Bersama
Tingkah laku individu bagaimanapun juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan
orang lain disekitarnya. Ada banyak efek yang dapat ditimbulkan oleh tindakan
bersama tersebut yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan individu.
Sebagaimana dikemukakan oleh Robert Zajonc (dalam E. Koswara, 1995 : 189)
bahwa tingkah laku individu pada saat sendirian dalam kehidupan sehari hari akan
berbeda pada saat bersama sama dengan individu lain. Kehadiran orang lain dan
persaingan dalam menyelesaikan suatu tugas memiliki efek motivasional terhadap
tingkah laku seseorang. Berikut ini dijelaskan tentang dua situasi yakni
konformitas dan kepatuhan yang memberi efek berbeda terhadap tingkah laku
individu sebagai berikut.
a) Konformitas
Dalam konteks ini kehadiran individu lain memberikan kekuatan kepada individu
secara implisit untuk bertingkah laku sejalan dengan yang diungkapkan individu
individu lain yang ada dalam kelompok yang dimasukinya. Kecenderungan yang
28
dialami atau terjadi pada diri individu karena adanya tekanan dari kelompok yang
status dan kekuasaannya sama.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa kelompok dengan tekanan yang
diberikannya merupakan pemicu keadaan motivasional yang cenderung membawa
individu bersangkutan ke arah penyeragaman tingkah laku.
b) Kepatuhan (Compliance)
Dalam konteks ini, individu ada dalam situasi dimana ada kekuatan individual dari
individu lain yang memiliki status dan kekuasaan yang lebih tinggi mempengaruhi
individu secara eksplisit untuk mematuhi otoritas atau aturan aturan.
Landasan utama dari kepatuhan adalah kemampuan individu untuk memandang
dirinya sendiri secara simpel sebagai instrumen yang bisa digunakan menurut
kehendak individu lain, juga oleh kecenderungan untuk menempatkan tanggung
jawab bagi tindakannya pada diri individu lain.
Kepatuhan adalah elemen dasar yang penting bagi pembentukan kehidupan sosial
yang tertib dan teratur.
g. Pengertian Sosiometri
Sosiometri adalah alat yang tepat untuk mengumpulkan data mengenai hubungan-
hubungan sosial dan tingkah laku sosial murid (I. Djumhur dan Muh. Surya, 1985
).
Sosiometri adalah alat untuk meneliti struktur sosial dari suatu kelompok individu
dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial dan status sosial dari masing-
masing anggota kelompok yang bersangkutan (Depdikbud, 1975).
Sosiometri adalah alat untuk dapat melihat bagaimana hubungan sosial atau
hubungan berteman seseorang (Bimo Walgito, 1987).
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang hubungan
sosial dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil sampai sedang (10 – 50 orang),
berdasarkan referensi pribadi antara anggota-anggota kelompok (WS. Winkel,
1985).
Sosiometri adalah suatu alat yang dipergunakan mengukur hubungan sosial siswa
dalam kelompok ( Dewa Ktut Sukardi, 1983 ).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan pengertian Sosiometri adalah
suatu tehnik untuk mengumpulkan data tentang hubungan sosial seorang individu
dengan individu lain, struktur hubungan individu dan arah hubungan sosialnya
dalam suatu kelompok.
29
1) Macam Sosimetri
Tes Sosiometri ada dua macam, yaitu :
a) Tes yang mengharuskan untuk memilih beberapa teman dalam kelompok
sebagai pernyataan kesukaan untuk melakukan kegiatan tertentu (criterium)
bersama-sama dengan teman-teman yang dipilih.
b) Tes yang mengharuskan menyatakan kesukaannya atau ketidaksukaannya
terhadap teman-teman dalam kelompok pada umumnya.
Tes Sosiometri jenis pertama paling sering digunakan di institusi-institusi
pendidikan dengan tujuan meningkatkan jaringan hubungan sosial dalam
kelompok,sedangkan jenis yang kedua jarang digunakan, dan inipun untuk
mengetahui jaringan hubungan sosial pada umumnya saja.
2) Ciri khas penggunaan angket Sosiometri atau tes Sosiometri, yang terikat
pada situasi pergaulan sosial atau kriterium tertentu.
a) Dijelaskan kepada siswa yang tergabung dalam suatu kelompok, misalnya
satuan kelas, bahwa akan dibentuk kelompok-kelompok lebih kecil (4-6 orang)
dalam rangka mengadakan kegiatan tertentu, seperti belajar kelompok dalam kelas,
rekreasi bersama ke pantai, dsb. Kegiatan tertentu itu merupakan situasi pergaulan
sosial (criterion) yang menjadi dasar bagi pilihan-pilihan.
b) Setiap siswa diminta untuk menulis pada blanko yang disediakan nama
beberapa teman di dalam kelompok, dengan siapa dia ingin dan lebih suka
melakukan kegiatan itu. Jumlah teman yang boleh dipilih biasanya tiga orang,
dalam urutan pilihan pertama, kedua, dan ketiga. Yang terungkap dalam pilihan-
pilihan itu bukanlah jaringan hubungan sosial yang sekarang ini sudah ada,
melainkan keinginan masing-masing siswa terhadap kegiatan-kegiatan tertentu
dalam hal pembentukan kelompok. Pilihan-pilihan itu dapat berubah, bila tes
Sosiometri diterapkan lagi pada lain kesempatan terhadap kegiatan lain (kriterium
berbeda).
Ada kemungkinan siswa akan memilih teman-teman yang lain untuk belajar
bersama di kelas, dibanding dengan pilihan-pilihannya untuk pergi piknik bersama.
Pilihan-pilihan siswa tidak menyatakan alasan untuk memilih, kecuali bila hal itu
dinyatakan dalam tes. Pilihan-pilihan juga tidak menyatakan tentang sering
tidaknya bergaul dengan teman-teman tertentu, atau intim tidaknya pergaulan
dengan teman-teman tertentu; bahkan tidak mutlak terungkapkan taraf popularitas
30
siswa tertentu, dalam arti biasanya mempunyai banyak teman, beberapa teman atau
sama sekali tidak mempunyai teman.
c) Setiap siswa dalam kelompok menangkap dengan jelas kegiatan apa yang
dimaksud, dan mengetahui bahwa kegiatan itu terbuka bagi semua.
d) Pilihan-pilihan dinyatakan secara rahasia dan hasil keseluruhan pemilihan
juga dirahasiakan. Hal ini mencegah timbulnya rasa tidak enak pada siswa, yang
tidak suka pilihannya diketahui umum atau akan mengetahui bahwa ia tidak dipilih.
Ciri kerahasiaan juga memungkinkan bahwa dibentuk kelompok-kelompok kecil
yang tidak seluruhnya sesuai dengan pilihan-pilihan siswa.
e) Biasanya siswa diminta untuk menyatakan siapa yang mereka pilih, bukan
siapa yang tidak mereka pilih dalam urutan tidak begitu disukai, kurang disukai,
tidak disukai, sama sekali tidak disukai. menyatakan pilihan yang negatif mudah
dirasakan sebagai beban psikologis.
f) Tenaga kependidikan yang dapat menerapkan tes Sosiometri adalah guru
bidang studi, wali kelas, dan tenaga ahli bimbingan, tergantung dari kegiatan yang
akan dilakukan.
3) Kegunaan Sosiometri
Sosiometri dapat dipergunakan untuk :
a) Memperbaiki hubungan insani.
b) Menentukan kelompok kerja
c) Meneliti kemampuan memimpin seseorang individu dalam kelompok
tertentu untuk suatu kegiatan tertentu.
d) Mengetahui bagaimana hubungan sosial / berteman seorang individu
dengan individu lainnya.
e) Mencoba mengenali problem penyesuaian diri seorang individu dalam
kelompok sosial tertentu.
f) Menemukan individu mana yang diterima / ditolak dalam kelompok sosial
tertentu.
4) Norma-norma Sosiometri
Baik tidaknya hubungan sosial individu dengan individu lain dapat dilihat dari
beberapa segi yaitu :
a) Frekwensi hubungan, yaitu sering tidaknya individu bergaul. makin sering
individu bergaul, pada umumnya individu itu makin baik dalam segi hubungan
31
sosialnya. Bagi individu yang mengisolir diri, di mana ia kurang bergaul, hal ini
menunjukkan bahwa di dalam pergaulannya kurang baik.
b) Intensitas hubungan, yaitu intim tidaknya individu bergaul. Makin
intim/mendalam seseorang dalam hubungan sosialnya dapat dinyatakan bahwa
hubungan sosialnya makin baik. Teman intim merupakan teman akrab yang
mempunyai intensitas hubungan yang mendalam.
c) Popularitas hubungan, yaitu banyak sedikitnya teman bergaul. Makin
banyak teman di dalam pergaulan pada umumnya dapat dinyatakan makin baik
dalam hubungan sosialnya. Faktor popularitas tersebut digunakan sebagai ukuran
atau kriteria untuk melihat baik tidaknya seseorang dalam hubungan atau kontak
sosialnya.
5) Manfaat Sosiometri dalam Bimbingan.
Dengan mempelajari data Sosiometri seorang konselor dapat :
a) Menemukan murid mana yang ternyata mempunyai masalah penyesuaian
diri dalam kelompoknya.
b) Membantu meningkatkan partisipasi sosial diantara murid-murid dengan
penerimaan sosialnya.
c) Membantu meningkatkan pemahaman dan pengertian murid terhadap
masalah pergaulan yang sedang dialami oleh individu tertentu.
d) Merencanakan program yang konstruktif untuk menciptakan iklim sosial
yang lebih baik dan sekaligus membantu mengatasi masalah penyesuaian di kelas
tertentu.
Cara untuk menciptakan suasana / iklim sosial yang baik :
– Membentuk kelompok belajar / kelompok kerja .
– Mempersatukan kelompok minoritas dalam klik di dalam satu kelas.
– Menciptakan hubungan baik dan harmonis
– Membangun perasaan berhasil dan berprestasi. Hendaknya ditanamkan rasa
bahwa kalau kompak, akan berhasil baik.
6) Tahap-tahap Pelaksanaan Sosiometri
a) Tahap Persiapan.
– Menentukan kelompok siswa yang akan diselidiki.
– Memberikan informasi atau keterangan tentang tujuan penyelenggaraan
Sosiometri.
– Mempersiapkan angket Sosiometri.
32
b) Tahap Pelaksanaan.
– Membagikan dan mengisi angket Sosiometri.
– Mengumpulkan kembali dan memeriksa apakah angket sudah diisi dengan
benar.
c) Tahap Pengolahan.
– Memeriksa hasil angket
– Mengolah data Sosiometri dengan cara menganalisa indeks, menyusun tabel tabulasi,
membuat sosigram.
BAB III
KONDISI FAKTUAL PELAKSANAAN SMK POLRES X SAAT INI
Tabel 1
Jumlah Personil Polri dan PNS Polres X
November 2013
NO KESATUAN PA BA PNS JML
RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP RIIL DSP
1 KA/WAKA 2 2 - - - - 2 2
2 BAG OPS 4 11 5 9 3 3 12 23
3 SATTAHTI 1 1 4 7 - - 5 8
4 BAG SUMDA 4 11 19 12 12 6 35 29
5 BAG REN 2 6 2 4 1 2 5 12
6 SITIPOL - 1 7 7 - - 7 8
7 SIE PROPAM 1 1 24 12 - - 25 15
8 SIWAS - 1 - 6 - 2 - 9
9 SIUM 1 1 4 6 5 4 10 11
10 SPKT - 4 33 9 - - 33 13
11 SAT BINMAS 2 6 7 13 3 2 12 21
SAT
12 2 9 38 40 3 2 43 51
INTELKAM
13 SAT RESKRIM 5 8 74 52 1 6 80 66
SAT
14 2 5 29 18 - 2 31 25
NARKOBA
15 SAT SABHARA 4 9 138 114 1 2 143 125
16 SAT LANTAS 8 7 168 64 20 2 196 73
UR
17 1 - 3 - 3 - 7 0
KESEHATAN
18 SIKEU - 1 3 4 4 4 7 9
JUMLAH POLRES 39 84 558 379 56 37 653 500
Sumber: Lapbul Kuat Personel Polres X
Dari data diatas menunjukkan bahwa jumlah anggota Polres X pada saat ini
belum dapat mengimbangi jumlah penduduk wilayah hukum Polres X sebanyak
2.106.763 jiwa, dengan ratio perbandingan 1 : 1691 jiwa, dengan kepadatan
penduduk mencapai 1.1498 jiwa/Ha. Hal tersebut berarti Police ratio masih belum
memenuhi ratio standar PBB yaitu 1 : 400.
Dari tabel dapat dilihat bahwa masih terjadi kekurangan pada PA yang
tidak sesuai DSP dan dislokasi BA sebanyak 179 orang melebihi DSP yang
seharusnya 379 orang, sedangkan pada PNS mengalami dislokasi sebanyak 19
orang.
34
b. Kualitas
Tabel 2
Data Personel yang telah mengikuti Dikjur
1 INTELKAM 50 2 -
2 RES KRIM 62 10
3 LALU LINTAS 74 6
4 BINAMITRA 41 3
5 SABHARA 36 2
6 LAIN-LAIN 20 2
JUMLAH 283 25
Sumber : Polres X
14. Anggaran.
Dalam proses penyusunan SMK tentu harus di dukung dengan ketersedian
anggaran yang memadai baik untuk kegiatan rapat penentuan kesepakatan kerja,
pelatihan tentang pemahaman SMK. Sampai saat ini belum ada anggaran yang di
alokasikan secara khusus untuk mendukung kegiatan SMK. Hal ini membuat
penerapan SMK yang sudah dilaksanakn belum menunjukkan kontribusi nyata.
Anggaran yang digunakan masih menggunakan anggaran ATK rutin kyang di
sediakan satuan kerja.
15. Penerapan Sistem dan Metode SMK guna mendukung profesionalisme kerja di
Polres X.
Sejak diberlakukannya pekap nomor 16 tahun 2011 tentang penilaian kinerja
bagi pegawai negeri pada kepolisian negara republik Indonesia, arah kebijakan
35
penilai atau pimpinan tidak memiliki buku kerja atau panduan utnuk
mengetahui capain terhadap target yang sudah dii berikan. Sehingga
kinerja yang di capai oleh personel yang dinilai atau pejabat yang dinilai
tidak dapat di ukur dengan jelas. System penilaian pada semester
berjalan bersifat rutinitas. Dengan demikian penilaian tidak berjalan
dengan maksimal, subjektifitas sangat tinggi.
3) Evaluasi Kinerja
Penilaian dan evaluasi kerja dilakukan setiap bulan dengan
melaksanakan kegiatan rapat staf, namun evaluasi kerja tidak tercatat
dengan baik, cenderung hanya mengandalkan penyerapan anggaran rutin
yang di berikan berdasar RKA-KL. Polres X melakukan penerapan
tunjangan kinerja di kaitkan dengan penilaian pada SMK terhadap
personel yang tidak melaksanakan tugas ataupun tidak melaksanakan
apel pagi tanpa keterangan. Dalam penilaian pada jabatan kabag, kasat,
dan kapolsek di satker polres, belum ada yang penyertakan pelibatan
penilaian masyarakat dan rekan kerja lintas sektoral dalam SMK. Hal ini
adalah faktor yang sangat penting untuk menjadi pertimbangan dalam
menilai kinerja seorang pejabat publik. Karena hal ini mempengaruhi
keberhasilan tugas-tugas kepolisian yang dilaksanakan di tempat
tugasnya. Jika pun ada pejabat penilai yang mempertimbangkan
penilaian masyarakat dalam pembuatan SMK, hanya bersifat lisan tanpa
ada data akurat penilaian masyarakat termasuk rekan kerja lintas sektoral
di wilayah tempat tugas.
16. Implikasi.
SMK sebagai sarana penilain kerja di polres X masih terkendala baik
kualitas personel yang menjalankan SMK, pemahanan tentang SMK, anggaran
yang tersedia, serta metodenyang dilaksanakan. Dengan tidak optimalnya
pelaksanaan SMK di Polres X akan berdampak pada:
a. Timbulnya keraguan terhadap pejabat yang dinilai akan objektifitas penilain
terhadap kinerja yang dilkukan, akan menimbulkan turunya motivasi kerja
dan memandang tugas hanya sebagai tugas rutin dan hilanya motivasi untuk
berprestasi.
38
BAB IV
b. Kelemahan..
1) Pemahaman yang minim dan tidak merata tentang SMK oleh
personel, menimbulkan persepsi yang berbeda dengan tingkat
subjektifitas tinggi.
2) Kepedulian personel akan pentingnya SMK masih rendah, dan
masih menganggap SMK hanya sebagai syarat administrasi saja.
3) Lemahnya kualitas Personel dalam penerapan SMK hal ini di
tunjukkan belum adanya personel yang telah mendapat pelatihan
tentang SMK.
4) Belum adanya anggaran yang di alokasikan khusus untuk
mendukung kegiatan yang berkaitan dengan penerapan SMK.
5) Belum adanya petunjuk pertelahaan tugas yang tepat terutama
dalam menentukan penilaian kinerja spesifik.
6) Belum ada acuan yang digunakan untuk bisa melibatkan penilaian
masyarakat dan rekan kerja lintas sektoral sebagai bahan
pertimbangan evaluasi kinerja pejabat pada jabatan tertentu yang
dinilai.
b. Kendala..
1) Masih terdapatnya penilaian negatif serta sikap apriori, apatisme,
pesimisme dan bahkan sinisme dari sebagian kecil anggota
masyarakat terhadap program-program Polri yang dianggap hanya
pencitraan saja
2) Munculnya kekhawatiran masyarakat bahwa kebijakan-kebijakan
yang digulirkan Polri hanya sebatas wacana atau retorika belaka,
sedangkan implementasinya tetap jauh atau bahkan menyimpang
dari yang telah digariskan.
3) Subjektifitas sebagian masyarakat masih tinggi akibat dari sikap
kekerabatan yang kuat.
4) Sikap yang cenderung tidak konsisten masyarakat terhadap polri,
yang timbul akibat benturan kepentingan dengan tugas-tugas polri.
BAB V
KONDISI IDEAL PELAKSANAAN SMK POLRES X YANG DIHARAPKAN
b. Kualitas.
Untuk optimalnya pelaksanaan SMK guna meningkatkan
profesionalisme kerja polres X, maka di tuntut adanya peningkatan kwalitas
personel yang tersedia:
20. Anggaran.
Dukungan anggaran disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat di
pergunakan secara efektif dan efisien, anggaran tersebut terkait langsung dengan
SMK antara lain:
a. Diharapkan adanya pemenuhan kebutuhan anggaran yang dituangkan dalam
DIPA Satker Polres X untuk mendukung pelaksanaan penerapan SMK.
b. Adanya anggaran terkait dengan pelatihan praktek SMK yang dilakukan secara
bertahap dengan mendahulukan level perwira dan bintara yang menduduki
42
jabatan perwira. Mengingat level penyelia dalam hal ini pada penilaian SKM
berkedudkuna sebagai pejabat penilai, sehingga lebih cepat memahami kriteria
penilaian generic dan spesifik.
c. Adanya anggaran khusus ututk melaksanakan rapat dalam menentukan
pertelahaan tugas baik perwira maupun bintara, setidaknya dapat membuat
pedoman baku setidaknya 5 faktor kinerja spesifik sehingga pejabat penilai
memiliki pedoman untuk membuat kesepakatan kinerja dengan anggota setiap
awal periode SMK.
d. Adanya dukungan anggaran khusus ATK giat SMK terlepas dari ATK rutin,
hal ini disebabkan kebutuhan untuk ATK dalam melaksanakan SMK sangat
banyak, dimana pada satu pejabat yang dinilai akan membutuhkan berkas
SMK sebaanyak minimal tiga rangkap berkas.
e. Adanya anggaran untuk menyiapan sarana penyimpanan file berkas SMK baik
dalam bentuk hard copy maupun soft copy.
f. Perlu di sediakan anggaran untuk malaksanakn rapat koordinasi dalam rangka
kerja sama baik dengan instansi terkait maupun akademisi berkaitan dengan
tehnik penilaian dan pejabat pada level tertentu oleh rekan kerja lintas sektoral
dan masyarakat yang dilayani.
21. Penerapan Sistem dan Metode SMK guna mendukung profesionalisme kerja
di Polres X.
Sistem dan metode sejak adanya perkap nomor 6 tahun 2010 tentang
Tunjangan Kinerja pada Polri dan di berlakukannya perkap nomor 16 tahun 2011
tentang Sistem Manajemen Kinerja pada Polri. Di harapkan adanya sinergitas
penerapan di antara kedua perkap ini Karenna merupakan bagian dari penataan
aparatur dalam RBP, arah kebijakan SDM mulai mengedepankan kopetensi dan
profesionalisme kinerja. Pemanfaatan SMK sebagai faktor utama dalam penilaian
kinerja di harapkan dapat di pergunakan di setiap level manajemen SDM yang ada.
Mulai dari pendidikan dan kenaikan pangkat, penggunaan personel terutama
penempatan dalam jabatan tertentu, SMK digunakan mulai dari penyiapan personel,
penempatan dan pemanfaatan personel, sampai dengan evaluasi kinerja personel
dalam jabatan. Dengan demikian maka profesionalisme kerja unruk tercapainya
pelayanan prima kepolisian dapat terwujud.
b. Sistem pelaksanaan SMK
43
1) Pemahaman tentang SMK dapat dipahami secara merata oleh seluruh level
anggota polri, untuk memiliki persamaan pemahaman. Dengan demikian
penerapan dalam penilaian SMK dapat di lakukan dengan seobjektif
mungkin. Serta menghindari pemhaman bahwa SMK adalah sarana untuk
menghambat karier seseorang tetapi dapat memandang SMK aebagai saran
untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, tanooa adanya
kekawatiraan bahwa pimpinan akan berlaku subjektif dalam penilaian
SMK.
2) Kepedulian terhadap SMK harus dimiliki oleh seluruh personel polri
terutama level perwira dengan posisi sebagai penyelia, SMK harus di
pandang sebagai factor penting dalam menentukan arah gerakdan capaian
kinerja organisasi. Karena kinerja individu dalam suatu organisasi akan
mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.. Sewajaranya SMK
saat ini merupakan kebutuhan mutlak yang wajib dilaksanakan dengan
benar dan obyektif.
3) Penilaian objekif. Penilaian yang dilaksanakan di dasari pada kesepakatan
kerja yang di buat pada awal semester penilaian. Pejabat penilai
memeberikan penilaian selama semester berjalan, dilakukan dengan
berpedoman pada standar penilaian yang dimiliki oleh pejabat penilai
berdasarkan capaian kerja sesuai target yang di tentukan.
4) System penilaian yang dilaksanakan dalam SMK transparan, pejabat yang
dinilai wajib mengetahui standar penilaian yang akan dilakukan oleh
pejabat penilai baik itu pada factor kinerja generic maupun spesifik.
5) Hasil penilaian akuntable. Dimana kinerja yang dilkukan dapat diukur dan
dapat di pertanggung jawabkan baik target yang dicapai maupun anggaran
yang di gunakan selama melaksanakan capaian target kerja tersebut.
6) SMK harus proporsional dan adil dimana pejabat penilai melakukan
penilaian disesuaikan dengan beban tugaas dan tanggung jawab kerja
personel atau pejabat yang dinilai, standar penilaian dilkukan berdasarkan
ruang jabatan, pangkat dan golongan personil atau pejabat yang dinilai.
c. Metode
4) Penyiapan. Penyiapan kesepakatan kerja setiap awal bulan semester dibuat
bertujuan untuk menetapkan target kinerja yang sesuai dengan rencana
organisasi, serta di peroleh dengan kesepakatan bersama antara atasan dan
44
22. Kontribusi
Dengan dilaksanakan penerapan SMK secara objektif sebagai factor yang
berpengaruh untuk menilai kinerja individu atau pejabat dalam satuan kerja, maka
personel atau pejabat akan melaksanakan tugas sesuai target yang di tentukan
dengan mengikuti kaedah dengan meningkatnya motivasi kerja personel maka
peningkatan profesionalisme kerja dapat tercapai dan pelayanan prima kepolisisan
yang di berikan kepada masyarakat akan terwujud. Hal ini dapat diidentifikasi
dengan adanya indikator-indikator sebagai berikut :
BAB VI
47
23. Visi.
24. Misi.
a. Membangun dan membina Sumber Daya Manusia Polres Polres X yang
professional, bermoral, patuh hukum, dan mahir.
b. Melaksanakan manajemen kinerja melalui penerapan SMK yang objektif,
transparan, proporsional , dan akuntable.
a. Tujuan.
1) Mewujudkan Sumber Daya Manusia Polres Polres X yang
professional, bermoral, patuh hukum, dan mahir.
2) Mewujudkan profesionalisme kerja yang handal.
3) Mewujudkan sistem manajemen kinerja yang objektif, transparan,
dan akuntable.
4) Mewujudkan sinergitas dan kemitraan masyarakat yang harmonis.
b. Sasaran.
1) Tersedianya SDM dan system yang handal dalam mengoptimalkan
Sistem Manajemen Kinerja polres X.
2) Tersedianya Sistem dan metode yang tepat, efektif dan efisien serta
objektif dalam menerapkan Sistem Manajemen Kinerja.
3) Tersedianya system penganggaran yang tepat dalam mendukung
penerapan Sistem Manajemen Kinerja.
48
26. Kebijakan
a. Melaksanakan pelatihan peningkatan kemampuan penerapan Sistem
Manajemen Kinerja yang objektif.
b. Menerapkan SMK secara objektif sebagai sarana penilaian kinerja personel.
c. Melaksanakan penganggaran untuk mendukung kegiatan penerapan SMK
secara berkelanjutan.
d. Melaksanakan transparansi dan akuntabilitas kinerja, dan pelayanan prima.
e. Memantapkan tatakelola pencegahan dan pemeliharanan kamtibmas dengan
prinsip kemitraan.
27. Strategi
PELUANG (OPPORTUNITY)
6) Kuatnya tuntutan, harapan dan 1. Melaksanakan koordinasi dan 1. Meningkatkan kualitas
dorongan masyarakat agar Rakor dengan instansi terkait kemampuan personel dalam
polri professional dalam khususnya pejabat yang memahami SMK. (W1+O2)
melaksanakan tugas – tugas menjadi rekan kerja lintas
kepolisian. sektoral guna meningkatkan 2. Meningkatkan alokasikan
7) Keinginan harapan masyarakat kinerja personel pada dukungan anggaran yang
terhadap polres X auntuk jabatanan tertentu. (S1,S2 + mencukupi untuk
meningkatkan kinerja dalam mendukung upaya
O3,O4)
melayanai masyarakat ,
optimalisasi SMK .(W4+O1)
memebrikan pelayanan prima
2. Menjalin kerjasama dan
serta bebas dari KKN.
koordinasi dengan instansi
8) Dukungan pemerintah daerah
dan instansi terkait serta terkait untuk meningkatkan
masyarakat dalam berperan kualitas personel yang
aktif menjaga keamanan dan menduduki jabatan tertentu.
ketertiban di wilayah masing- (S3+O2,O5)
masing.
9) Komitmen pemerintah untuk
menyelenggarakan clean
govermment and good
governance.
10) Adanya perguruan tinggi
negeri dan swasta di wilayahh
hokum polres X dan dukungan
dari pihak akademisi agar polri
dapat professional dan
meningkatkan kinerja.
ANCAMAN (THREATS) STRATEGY (ST) STRATEGY (WT)
5) Masih terdapatnya penilaian
negatif serta sikap apriori, 1. Menerapkan SMK secara 1. Menyusun dan
apatisme, pesimisme dan menyempurnakan petunjuk
bahkan sinisme dari sebagian objektif, transparan, dan
teknis dan SOP pelaksanaan
kecil anggota masyarakat akuntable serta
SMK dengan memasukan
terhadap program-program berkelanjutan
Polri yang dianggap hanya peran serta masyarakat
(S1,S2+T1,T3) dalam pemberian penilaian
pencitraan saja
6) Munculnya kekhawatiran (W6+T3,T4)
masyarakat bahwa kebijakan-
kebijakan yang digulirkan Polri
hanya sebatas wacana atau
retorika belaka, sedangkan
implementasinya tetap jauh
atau bahkan menyimpang dari
yang telah digariskan.
7) Subjektifitas sebagian
masyarakat masih tinggi akibat
dari sikap kekerabatan yang
kuat.
8) Sikap yang cenderung tidak
konsisten masyarakat terhadap
polri, yang timbul akibat
benturan kepentingan dengan
tugas-tugas polri.
PENUTUP
29. Kesimpulan.
a. Secara kwantitas dan kwalitas personel dalam melaksanakan Sistem
Manajemen Kinerja sangat minim, untuk itu di buthkan pelatihan dan
pemahaman yang merata tentang SMK dan Pentingnya SMK terhaadap
profesionalisme kerja organisasi dan meningkatkan kinerja perorangan
dalam organisasi.
b. Alokasi anggaran yang ada tidak mendukung pelaksananaan SMK secara
berkelanjutan, dan diperlukan langkah kongkrit dengan melakukan revisi
dipa pada tahun berjalan utntuk mempercepat pelaksanaan dan penerapan
SMK secara objektif. Untuk selanjutnya dapat di usulkan untuk
dianggarkan pada dipa tahun berikutnya.
c. Sistem dan metode yang diterapkan dalam pelaksanaan SMK belum efektif
dan terkesan ketidak pedulian terhadap SMK itu sendiri, di butuhkan
standard penilaian yang baku dan terukur yang dapat dijadikan pedoman
oleh pejabat penilai terutama pada penilan kinerja spesifik, disamping itu di
butuhkan buku panduan utnuk melaksanakan SMK secara objektif. Perlu
adanya pelibatan masyrakat dan pejabat instansi sebagai rekan kerja lintas
sektoral mengingat terdapat beberapa jabatan tertentu yang tidak memiliki
rekan kerj internal dalam memberikan penilaian SMK.
30. Rekomendasi.
a. Untuk mengoptimalkan SMK dengan melibatkan masyarakat dalam
memberikan penilaian terhadap pejabat yang menduduki jabatan tertentu,
53
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku.
Heene, Aime 2005. Management Strategik Keorganisasian Publik, Bandung: PT. Refika
Aditama.
Karyoso. 2005, Manajemen Perancanaan dan Penganggaran, Jakarta: PTIK Press dan
Restu Agung
Kuncoro, M. Hari. 2014, Kenapa Bukan Saya- sisbinkar Polri dalam bingkai fit & proper
test, Jakarta: Pensil-324
Pearce II, Jhon and Robinson 2013. Strategic Management , formulation, implementation,
and control, Mc.Graw-Hill Education (Asia).
Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta-, Gramedia
Pusaka Utama.
54
B. Dokumen
Keputusan Kapolri No. POL. : KEP/53/X/2002 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Satuan-Satuan Organisasi Pada Tingkat Kepolisian Resort, Resta, Restabes
Suwitri, Sri. 2004. Pelayanan Publik Dan Kebijakan Otonomi Daerah Di Indonesia. E-
jurnal Administrasi Publik Undip, JIAKP, Vol.1,No.1, Januari 2004: 76-85
C. Sumber Lain
PENERAPAN
• SDM PENERAPAN
PROFESIO
•METODE SMK DI PROSES SMK DI
POLRES X POLRES X NALISME
•ANGGARAN OPTIMALISASI SMK SDH MENINGKAT
BLM
OPTIMAL POLRES X OPTIMAL
LINGKUNGAN
ORGANISASI
1