Anda di halaman 1dari 15

KEADILAN DALAM PENCIPTAAN MANUSIA DAN

PEREMPUAN SEBAGAI ANAK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah gender dalam hukum islam

OLEH:

KELOMPOK 7

AFTA IHDA NAZHIFAH (11000121098)

NURHIKMAH

AINUL ADHA PUTRI SALMI

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai, dan tidak lupa kita
kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa kita
dari zaman yang gelap ke zaman yang terang seperti sekarang ini. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penyusun sangat berharap makalah dengan judul “Keadilan dalam penciptaan


manusai dan perempuan sebagai anak” dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.

Makassar, 21 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................4
Latar Belakang.........................................................................................................4
Rumusan Masalah...................................................................................................6
Tujuan Penulisan.....................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................7
PEMBAHASAN...........................................................................................................7
BAB III.......................................................................................................................14
PENUTUP..................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perempuan pada saat ini dihadapkan pada berbagai macam peran. Perempuan
juga diharapkan dapat memilih dan bertanggung jawab atas peranan yang telah
dipilihnya ketika ia memasuki tahap perkembangan dewasa dini. Peranan kaum
perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum memang mulai
bergeser dalam peran gender yang dianutnya ke arah egaliter. Perempuan mulai
meninggalkan peran gender tradisionalnya karena peran ini bertentangan dengan
kompetensi dan pencapaian prestasi, dua aspek yang sangat dihargai masyarakat
namun masih sulit diperoleh oleh perempuan (Lianawati,2008).

Meskipun begitu, di Indonesia kaum perempuan memang terus diberi peluang


makin besar untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Namun di samping itu
masyarakat sadar bahwa peranan perempuan dalam pembangunan tidak bisa
dipisahkan dengan peranannnya sebagai ibu di dalam lingkungan
keluarga, yakni sebagai ibu rumah tangga, fungsi ibu lebih dikaitkan dengan peran
mereka sebagai pendamping suami, pengasuh anak, sehingga penghargaan pada ibu
lebih dikaitkan dengan peran ibu dalam keluarga. Hal ini dikarenakan masih
kentalnya adat budaya yang ada di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan indonesia
memiliki budaya patriarki yang masih kuat di tengah-tengah masyarakat dan
beberapa wilayah di Indonesia. Sehingga perempuan seringkali tidak mendapatkan
kesempatan untuk menempuh pendidikan dan berkarir seperti anak laki-laki. Oleh
karena itu perempuan berkarier masih dipandang sebelah mata dan sulit mencapai
posisi tertinggi dalam sebuah perusahaan (Viva, 2013).

Mastuti (dalam Putrianti, 2007) juga berpendapat bahwa dalam usaha


mengembangkan karir, kaum perempuan sering dihadapkan pada pilihan yang
dilematis terutama bagi perempuan yang telah mengenyam pendidikan tinggi. Dilema
tersebut adalah dapat tidaknya kaum perempuan membuat keseimbangan antara karir
dan rumah tangga tanpa mengorbankan tugas-tugas kewanitaannya. Ketimpangan
dalam menjatuhkan pilihan, misalnya terlihat pada perempuan yang harus
meninggalkan dunia pendidikan (baik pendidikan menengah ataupun pendidikan
tinggi) kemudian tenggelam dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini menyebabkan
sulitnya mencari bentuk penyaluran yang dapat memberikan keseimbangan
perkembangan intelektual dan spiritual bagi wanita.

Selain itu, salah satu hal yang dapat mempengaruhi perempuan dalam
menentukan peran yang akan diambilnya adalah pengaruh dari media massa seperti
majalah. Majalah wanita, secara tidak langsung memberikan pengaruh kepada
pemikiran para perempuan dalam menentukan tujuan hidupnya. Banyak para
perempuan yang menjadi pembaca majalah wanita yang secara tidak langsung
terpengaruh untuk mengikuti gaya hidup yang ditampilkan di dalam majalah wanita

Hal ini menarik minat penulis untuk mengetahui bagaimana kesiapan rencana
hidup para perempuan yang berada pada usia dewasa dini, terutama yang berstatus
sebagai mahasiswi tentang rencana hidup mereka setelah mereka menyelesaikan studi
S1-nya terkait dengan peran perempuan yang tidak hanya sebagai seorang ibu , tetapi
juga bisa sebagai wanita karir. Pilihan apakah yang akan menjadi rencana hidup
mereka, mengapa mereka memilih pilihan tersebut, dan konseskuensi apa yang harus
mereka hadapi ketika mereka memilih pilihan tersebut.

Keadilan adalah norma kehidupan yang didambakan oleh setiap orang dalam
tatanan kehidupan sosial mereka. Lembaga sosial yang bernama negara maupun
lembaga-lembaga dan organisasi internasional yang menghimpun negara-negara
nampaknyapun mempunyai visi dan misi yang sama terhadap keadilan, walaupun
persepsi dan konsepsi mereka barangkali berbeda dalam masalah tersebut.
Keadilan merupakan konsep yang relatif. Skala keadian sangat beragam antara
satu negara dengan negara lain, dan masing-masing skala keadilan itu didefinisikan
dan ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan tatanan sosial masyarakat yang
bersangkutan.

B. Rumusan Masalah

1. Keadilan dalam penciptaan manusia


2. Perempuan sebagai anak

C. Tujuan Penulisan

1. Mendisripsikan bentuk keadilan dalam penciptaan manusia


2. Mendisripsikan mengenai perempuan sebagai anak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keadilan dalam penciptaan manusia

Makna Keadilan
Adil, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti tidak berat sebelah, tidak
memihak, berpihak kepada yang benar, berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan
tidak sewenang-wenang (Depdikbud, 1990 : 6-7).

Keadilan berarti kesamaan, berasal dari kata kerja (fi’il) ‘adala dan
mashdarnya adalah al-‘adl dan al-idl. As-‘adl untuk menunjukkan sesuatu yang
hanya ditangkap oleh bashirah (akal fikiran), dan al-‘idl untuk menunjukkan keadilan
yang bisa ditangkap oleh panca indera. Contoh yang pertama adalah keadilan di
bidang hukum, dan contoh yang kedua antara lain : keadilan dalam timbangan,
ukuran, dan hitungan (al-Asfahani, 1972 : 336).

M. Quraisy Shihab (1996 : 111) mengatakan bahwa keadilan yang berarti


kesamaan memberi kesan adanya dua pihak atau lebih, karena kalau hanya satu
pihak, tidak akan terjadi adanya persamaan. Kata al-‘adl, demikian Quraisy
melanjutkan, diungkapkan oleh Al-Qur’an antara lain dengan kata al-‘adl, al-qisth,
dan al-mizan. Sementara itu, Majid Khadduri (1999 : 8) menyebutkan. Sinonim kata
al-‘adl; al-qisth, al-qashd, al-istiqamah, al-wasath, al-nashib, dan al-hishsha. Kata
adil itu mengandung arti : pertama; meluruskan atau duduk lurus, mengamandemen
atau mengubah, kedua; melarikan diri, berangkat atau mengelak dari satu jalan yang
keliru menuju jalan lain yang benar, ketiga sama atau sepadan atau menyamakan, dan
keempat; menyeimbangkan atau mengimbangi, sebanding atau berada dalam suatu
keadaan yang seimbang.
Keadilan sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama fiqh dan para
mufassir adalah melaksanakan hukum Tuhan, manusia menghukum sesuai dengan
syariat agama sebagaimana diwahyukan Allah kepada nabi-nabi-Nya dan rasul-rasul-
Nya. Karena itu, mengerjakan keadilan berarti melaksanakan keadilan yang
diperintahkan oleh Allah SWT. Keadilan dalam Islam meliputi berbagai aspek
kehidupan. Apalagi dalam bidang dan sistem hukumnya. Dengan demikian,
konsep keadilan yang merupakan prinsip kedua setelah tauhid meliputi keadilan
dalam berbagai hubungan, yaitu hubungan antara individu dengan dirinya sendiri,
hubungan antara individu dengan manusia dan masyarakatnya, hubungan antara
individu dengan hakim dan yang berperkara serta hubungan-hubungan dengan
berbagai pihak yang terkait.

Universalisme keadilan Islam juga terpateri dalam cakupannya, yang


meliputi seluruh sisi kehidupan. Manusia, dituntut adil tidak saja dalam
berinteraksi dengan sesama manusia, tapi yang lebih penting adalah adil dalam
berinteraksi dengan Khaliq-nya dan dirinya sendiri, serta makhluk lain. Kegagalan
berlaku adil kepada salah satu sisi kehidupannya, hanya membuka jalan luas bagi
kesewenang-wenangan kepada aspek kehidupannya yang lain. Ketidakadilan
dalam berinteraksi dengan Sang Khaliq, misalnya, justru menjadi sumber segala
bencana kehidupan.

Kehidupan manusia dilengkapi tiga kebutuhan dasar yang tidak terpisahkan,


yaitu kebutuhan material, spiritual, dan intelektual. Ketiga kebutuhan tersebut
mutlak terpenuhi pada kadar yang telah ditentukan. Memenuhi kebutuhan fisik
dengan menelantarkan keperluan spiritual akan melahirkan sosok yang kuat
namun liar, seperti kuda liar yang akan menerjang ke kiri-kanan tanpa aturan.
Sebaliknya, memenuhi kebutuhan spiritual dengan menelantarkan hajat material,
juga melahirkan sosok yang saleh namun lemah. Kekuataan intelektual semata
juga melahirkan kelicikan yang hanya membahayakan diri dan manusia di
sekitarnya. Keadilan adalah memperlakukan orang dengan cara yang, seandainya
engkau adalah rakyat dan orang lain adalah sultan, engkau akan
berpikir begitulah seharusnya engkau diperlakukan.

B. Perempuan Sebagai Anak

Keberadaan perempuan harus mampu menerima keadaan diri, baik kelebihan


maupun kekurangan. Sebagai anak perempuan yang memiliki sifat lembut berperan
menjaga kemuliaan keluarganya dengan menjaga diri dan kehormatannya,
membahagiakan orangtuanya. Sebagai istri, perempuan harus mampu melengkapi
serta menutupi kekurangan suami. Sebagai ibu, perempuan dituntut mampu menjadi
seorang pendidik bagi anak.dalam menjaga peran perempuan, dibutuhkan aktualisasi
serta sinergisitas pedoman hidup antara Alquran dan sunah rasul.

Ketika seorang perempuan muslimah tidak menyadari hakikat dan peran


utamanya yakni, sebagai hamba Allah, maka hal itu dapat menimbulkan masalah.
Salah satunya yakni, konsep pemikiran materialistis. Peran perempuan dapat
tersinergi dengan baik dan teraktualisasi maksimal jika dasar aturannya sesuai
pedoman islam, perempuan harus menyiapkan diri semaksimal mungkin agar mampu
menjalankan serta menyinergikan perannya. Penulis akan mengupas satu persatu
peran permpuan sebagai anak, istri, dan ibu.

Peran Perempuan sebagai Anak Sebuah keluarga, anak perempuan layak


mendapatkan posisi dan perlakuan yang sama dengan anak laki-laki. Seorang anak
perempuan dalam keluarganya berperan sebagai pemelihara tradisi, nilai-nilai dan
norma yang ada pada keluarga dan masyarakat. Anak perempuan yang memiliki sifat
lembut berperan menjaga kemuliaan keluarganya dengan menjaga diri dan
kehormatannya serta menuntut ilmu intuk membahagiakan orangtuanya. Anak
perempuan juga berperan dalam membantu tugas-tugas rumah tangga dalam
keluarganya. Walau anak perempuan yang sudah menikah, tentu saja orang tua masih
membutuhkan anaknya dan juga berstatus sebagai orang tua.
Ketaatan pada orang tentu saja tidak melanggar dan harus menyaingi ketataan
kita pada Allla swt. Berikut adalah 5 kewajiban anak perempuan terhadap orang tua
setelah menikah, yang harus di lakukan.

1. Tetap Berbakti Terhadap Orang Tua

Walaupun sudah menikah, seorang muslimah haruslah tetap taat dan berbakti
kepada orang tuanya. Orang tua tentu saja menginginkan yang terbaik dan menasehati
yang terbaik untuk anaknya. Untuk itu, terhadap orang tua anak perempuan tidaklah
berubah dan tetap harus menghormati. Sering kali ada orang-orang yang melupakan
orang tuanya ketika sudah menikah. Padahal, orang tua tetaplah harus dihargai
sebagaimana mereka telah merawat, memberikan kasih sayang juga perhatian yang
tulus selama kita kecil. Perawatan kita dilakukan sejak dalam rahim, bayi, sampai
remaja semua kebutuhan dipenuhi orang tuanya. Maka dari itu sebagai anak tentunya
kita harus berbakti kepada orang tua kita. Allah SWT menegaskan dalam banyak
ayat-ayat-Nya tentang kewajiban berbakti pada kedua orang tua. Berikut ayat-ayat
tentang kewajiban kepada orang tua: Hal ini juga disampaikan dalam Al-Quran
mengenai berbakti pada orang tua

Terdapat dalam Surat al-Isra’ : 23

‫ك ۡال ِكبَ َر اَ َح ُدهُ َم ۤا اَ ۡو‬


َ ‫ك اَاَّل ت َۡعبُ ُد ۡۤوا اِاَّل ۤ اِيَّاهُ َوبِ ۡال َوالِد َۡي ِن اِ ۡح َسانًا‌ ؕ اِ َّما يَ ۡـبلُغ ََّن ِع ۡن َد‬
َ ُّ‫ضى َرب‬ ٰ َ‫َوق‬

ِ ‫ف َّواَل ت َۡنهَ ۡرهُ َما َوقُلْ لَّهُ َما قَ ۡواًل َك‬


‫ر ۡي ًما‬ ٍّ ُ‫ِك ٰلهُ َما فَاَل تَقُلْ لَّهُ َم ۤا ا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain.


Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan
yang baik".
2. Membantu Kehidupan Orang Tua

Saat orang tua semakin menua, tentunya hal ini menjadi kewajiban bagi kita
untuk membantu kehidupannya. Kehidupan orang tua tentu saja semakin tua semakin
renta, membutuhkan perhatian dan perawatan. Saat seperti ini kita sebaiknya lebih
mengabdi, karena memang orang tua sudah sangat membutuhkannya. Salah satu yang
dapat dibantu oleh kita adalah memberikan bantuan berupa finansial, mengingat
mereka di usia tua pasti telah pensiun dan tidak bekerja. Bahkan, mereka jika bisa
tidak dianjurkan untuk terus bekerja karena usianya yang sudah tua. Kebutuhan
nutrisi harus diperhatikan, karena makin tua seseorang makin renta, sehingga perlu
makanan lebih bergizi.

3. Bersilahturahmi dan Menjalin Komunikasi

Anak perempuan dengan orang tua, terutama ibunya harus tetap


bersilahturahmi dan menjalin komunikasi yang baik. Silahutrahmi dan komunikasi
yang baik tentu saja tidak hanya terjadi ketika sebelum menikah. Ketika sesudah
menikah pun bersilahturahmi adalah kewajiban bagi anak perempuan walaupun di
tengah kesibukan mengurus suami dan keluarganya.

4. Tidak Menyulitkan atau Menggantungkan Diri pada Orang Tua

Tidak menyulitkan dan menggantungkan diri pada orang tua adalah hal yang
harus dilakukan setelah menikah. Pada dasarnya anak perempuan tentu sebelum
menikah atau bekerja, ia masih dalam tanggung jawab orang tuanya dan harus
dinafkahi oleh keluarganya. Setelah menikah, maka janganlah mempersulit orang tua
dan berikan yang terbaik untuk mereka. Hal ini sebagai kewajiban kita agar tidak
menyulitkan orang tua yang sudah semakin berusia, malah justru kita harus
meringankan bebannya di masa tua.

5. Melayani Orang Tua di Masa Renta


Kewajiban selanjutnya adalah anak perempuan juga jangan melupakan orang
tuanya di masa renta walaupun sudah menikah. Kewajiban untuk melayani, menjaga,
dan merawat orang tua tetap haruslah dijalankan walaupun tidak bisa 100% atau
secara penuh waktu dilakukan. Namun setidaknya sebagaimana anak perempuan, kita
telah peduli dan memberikan kasih sayang pada mereka. Adapun Hikmah
Melaksanakan Kewajiban Bagi Anak Perempuan, sebagai berikut: Melaksanakan
kewajiban anak perempuan tersebut tentu saja memiliki hikmah dan pelajaran yang
bisa diambil. Allah dalam memberikan perintah untuk segala hal pasti memiliki
hikmah dan pelajaran yang bisa diambil termasuk juga ketika melaksanakan perintah
berbakti kepada orang tua. Diantara kewajiban anak perempuan setelah menikah
tersebut, berikut adalah hikmah yang bisa diambil oleh kita sebagai muslim

a. Mendapatkan pahala Sebagai Anak yang Berbakti

Dengan melaksanakan kewajiban sebagai anak perempuan terhadap orang tua


walaupun sudah menikah, tentu saja kita akan mendapatkan pahala dari apa yang kita
lakukan tersebut. Apa yang kita lakukan kepada orang tua dengan kebaikan dan
keikhlasan hati tentunya akan mengalirkan pula pahala dari apa yang kita lakukan.
Walaupun hal ini tentunya tidak akan sebandung dengan apa yang pernah orang tua
kita lakukan kepada kita.

b. Memberikan Kebahagiaan Bagi Orang Tua

Memberikan kebahagiaan pada orang tua adalah hal yang akan berdampak
kepada kebahagiaan kita juga. Memberikan kebahagiaan pada orang tua tentunya
membuat orang tua lebih sehat, lebih cerah dan ceria. Hal ini karena kebahagiaan
orang tua adalah kebahagiaan kita, dan kebahagiaan kita adalah kebahagiaan bagi
orang tua.

c. Menjalankan Perintah Islam


Dengan memberikan kebahagiaan dan tetap berbakti kepada orang tua,
tentunya kita telah menjalankan perintah islam. Hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Allah dalam QS Al Isra : 23-24. Semoga kewajiban yang kita
lakukan ini dapat memberikan kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Kasih sayang orang tua sepanjang massa dan kita tidak akan bisa
membalasnya sebagiamana mereka mendidik kita waktu kecil.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Peran Perempuan sebagai Anak Sebuah keluarga, anak perempuan layak


mendapatkan posisi dan perlakuan yang sama dengan anak laki-laki. Seorang anak
perempuan dalam keluarganya berperan sebagai pemelihara tradisi, nilai-nilai dan
norma yang ada pada keluarga dan masyarakat. Anak perempuan yang memiliki sifat
lembut berperan menjaga kemuliaan keluarganya dengan menjaga diri dan
kehormatannya serta menuntut ilmu intuk membahagiakan orangtuanya. Anak
perempuan juga berperan dalam membantu tugas-tugas rumah tangga dalam
keluarganya. Walau anak perempuan yang sudah menikah, tentu saja orang tua masih
membutuhkan anaknya dan juga berstatus sebagai orang tua.

B. SARAN

Penulis merasa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan saya harap
pembaca bisa memberikan saran dan masukan yang membangun agar penulis bisa
terus berprogres kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai